• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Kondisi Keuangan Bank BJB Pasca IPO

4.3.2 Kinerja Keuangan Bank BJB Pasca IPO

Sebagaimana layaknya manusia, bank sebagai perusahaan juga perlu dinilai kesehatannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi bank tersebut apakah dalam keadaan sehat, kurang sehat, atau mungkin sakit. Begitu pula dengan bank BJB, mengetahui kondisi bank baik dilihat dari aspek permodalan, kualitas aset, manajemen, earning, dan likuiditas sangat perlu untuk dianalisis guna melihat tingkat kesehatan bank.

Penilaian kesehatan suatu bank dapat diukur dengan berbagai metode. Hasil dari penilaian kesehatan tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis CAMEL.

Berdasarkan hasil analisis CAMEL pada bank BJB periode 2009-2010, di mana periode tersebut adalah masa peralihan bank BJB dari tertutup (private) menjadi terbuka (go public). Banyak hal yang menunjukkan adanya peningkatan kualitas bank BJB sebelum IPO dengan sesudah IPO, dimulai dari aspek permodalan dengan cara membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko atau dikenal dengan rasio CAR. Hasil dari rasio CAR bank BJB periode tahun 2009-2010 terjadi peningkatan sebesar 7,73 persen CAGR. CAR di tahun 2010 mencapai 22,85 persen, angka ini jauh dari standar CAR yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa bank BJB mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.

ROA bank BJB walaupun persentasenya menurun dari 3,24 persen di tahun 2009 menjadi 3,15 persen di tahun 2010, namun angka tersebut masih berada di atas batas minimum ROA yang disyaratkan Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bank BJB masih mampu menghasilkan laba yang cukup besar walaupun dengan kondisi masa peralihan menjadi go public yang notabene struktur perusahaan sedang dalam masa pergantian.

Ukuran rentabilitas selanjutnya yang juga penting dalam penilaian kinerja suatu bank adalah ROE. Jika dilihat dari sudut pandang calon investor, untuk menilai prospek perusahaan di masa datang adalah dengan melihat sejauhmana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator yang paling banyak dipakai adalah ROE yang menggambarkan sejauhmana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham. Persentase ROE juga menurun dari tahun 2009 dengan mencatatkan nilai ROE sebesar 24,95 persen di tahun 2010, atau turun 11,18 persen CAGR 2009-2010. Peningkatan dan penurunan ROE semestinya mempengaruhi minat dari para investor yang akan berakhir pada putusan investasi yang diambil, hal ini akan mampu mempengaruhi harga pasar saham. Namun bank BJB tetap mampu menarik para investor, dibuktikan dengan tetap bertahannya harga saham bank BJB pada level di atas Rp 1.100,00 di mulai dari saat IPO 8 Juli 2010 sampai 1 Maret 2011 yang memiliki nilai PBV 2,34 kali.

Rasio yang terbilang cukup penting untuk melihat kinerja perbankan adalah NIM dan NPL. Net Interest Margin (NIM) adalah perbandingan antara pendapatan bunga bersih (pendapatan bunga bank yang sudah dikurangi beban pokok) dengan nilai aset produktif. NIM bank BJB di tahun 2010 mencapai 7,32 persen, angka ini turun dari tahun 2009 yang nilai NIM-nya sebesar 7,63 persen. Namun penurunan ini tidak begitu signifikan karena masih berada pada angka 7 persen, cukup jauh dari batas minimum yang disyaratkan Bank Indonesia.

Laporan keuangan perbankan menampilkan dua macam NPL yaitu NPL gross dan NPL net. NPL gross adalah NPL yang membandingkan jumlah kredit berstatus kurang lancar, diragukan, dan macet, dengan total kredit yang disalurkan. Sedangkan NPL net hanya membandingkan kredit berstatus macet dengan total kredit yang disalurkan. Jika melihat pengertian tersebut, maka NPL gross dirasa lebih penting untuk diperhatikan daripada NPL net, karena NPL net hanya memperhitungkan kredit yang sudah berstatus macet. Sementara

NPL gross ikut memperhitungkan kredit berstatus kurang lancar dan diragukan, yang di masa depan bisa saja berubah statusnya menjadi macet. Nilai NPL gross bank BJB tahun 2010 terbilang baik karena berada pada level 1,86 persen, maka masuk dalam kriteria sehat. Angka ini turun 0,11 persen dari tahun 2009 yang nilai NPL-nya sebesar 1,97 persen. Semakin kecil nilai NPL gross ini, maka semakin baik bank tersebut karena mampu menyeleksi calon peminjam dengan baik.

Persentase rasio BOPO, LDR, dan ATTM menunjukkan adanya peningkatan kinerja bank BJB. Semakin kecil rasio tersebut maka semakin baik bank yang bersangkutan. Setelah IPO nilai BOPO mencapai 76,60 persen turun dari 77,30 persen di tahun 2009, hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya IPO yang notabene jumlah aset akan meningkat sehingga berbanding lurus dengan peningkatan jumlah biaya operasional namun bank BJB tetap mampu mengelola pendapatannya untuk pembiayaan aset-aset produktif sehingga mampu menghasilkan keuntungan dari aset produktif tersebut.

Nilai LDR bank BJB turun dari tahun 2009 yang nilai LDR-nya sebesar 82,47 persen menjadi 71,54 persen di tahun 2010, atau turun sebesar 0,9 persen CAGR 2009-2010. Ini berarti likuiditas bank BJB dalam posisi aman. Selanjutnya ATTM membandingkan aktiva tetap terhadap modal. Per tahun 2010, ATTM bank BJB sebesar 20,45 persen, atau turun 33,63 persen CAGR 2009-2010. Hal ini membuktikan bank BJB lebih banyak menggunakan modalnya untuk aktiva produktif sehingga akan mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Ini berarti bank BJB cukup efektif dalam mengelola ekuitasnya. Nilai dari rasio-rasio CAMEL periode tahun 2009-2010 tersaji pada Tabel 8 berikut ini disertai dengan rata-rata rasio tersebut tahun 2009 hingga 2010.

Tabel 8. Rasio-rasio keuangan penting perbankan (rasio CAMEL) bank BJB periode pra dan pasca IPO

2009 2010 Rata-rata CAR (%) 21,20 22,85 22,03 ATTM (%) 30,81 20,45 25,63 NPL GROSS (%) 1,97 1,86 1,92 NPL NET (%) 0,76 0,29 0,53 ROA (%) 3,24 3,15 3,2 ROE (%) 28,09 24,95 26,52 NIM (%) 7,63 7,32 7,48 LDR (%) 82,47 71,54 77,01 BOPO (%) 77,30 76,60 76,95

Sumber: Annual Report BJB (tanpa diolah)

Kinerja bank merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi dalam melakukan strategi manajemen bank tersebut. Kinerja ini juga merupakan pedoman hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan bagaimana memperbaikinya, begitu pula dengan kinerja keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penilaian kinerja suatu bank. Berikut adalah rasio-rasio untuk menilai kinerja keuangan selain rasio CAMEL yang sudah dibahas sebelumnya. Rasio-rasio ini memperkuat penilaian kinerja keuangan pada bank, disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rasio keuangan pendukung penilaian kinerja keuangan bank BJB periode pra IPO dan pasca IPO

2009 2010 Rata-rata

NPM (%) 17,98 18,19 18,09

OPM (%) 24,21 24,32 24,27

DER (%) 56,78 35,23 46,01

EPS (Rp) 113,75 105,54 109,65 Sumber: Annual Report BJB (diolah)

Rasio yang dapat mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank selain ROE dan ROA adalah dengan menggunakan rasio NPM dan OPM. NPM mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasi pokoknya, sedangkan OPM mencerminkan seberapa besar efisiensi dan efektivitas dari operasi perusahaan untuk mendapatkan laba. Pasca IPO

kedua rasio ini mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan. Tahun 2010 nilai NPM bank BJB sebesar 18,19 persen, atau naik 1,17 persen CAGR dari tahun 2009 yang nilai NPM-nya 17,98 persen. Begitu pula dengan OPM hanya naik 0,45 persen CAGR 2009- 2010, dari 24,21 persen di tahun 2009 menjadi 24,32 persen pada tahun 2010. Jika diilustrasikan, ini berarti bank BJB mampu menghasilkan keuntungan bersih Rp 17 miliar dari setiap penjualan Rp 100 miliar, juga mampu meraup laba operasi sebesar Rp 24 miliar dari setiap penjualan Rp 100 miliar.

DER merupakan salah satu dari rasio leverage. DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Per tahun 2010, DER bank BJB sebesar 35,23 persen, angka ini turun dari 56,78 persen di tahun 2009 atau turun sebesar 37,95 persen CAGR 2009-2010. Ini menunjukkan bahwa bank BJB mampu menutupi utang-utang relatifnya dengan ekuitas yang dimilikinya. Perubahan yang cukup signifikan bila dibandingkan antara pra IPO dengan pasca IPO. Dengan demikian, akan lebih mudah bagi bank BJB dalam menarik perhatian para investor.

EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. EPS diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata saham biasa yang beredar. Laba per lembar saham bank BJB di tahun 2010 menurun menjadi Rp 105,54 yang sebelumnya sebesar Rp 113,75 di tahun 2009, namun penurunan ini masih terbilang wajar. Faktor yang berpengaruh terhadap besar-kecilnya EPS salah satunya adalah jumlah saham yang beredar. Kemungkinan besar penurunan EPS ini diakibatkan oleh persentase kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar lebih besar daripada persentase kenaikan laba bersih. Persentase kenaikan jumlah saham beredar adalah 35,30 persen CAGR 2009-2010,

sedangkan persentase kenaikan laba bersih adalah 25,53 persen CAGR 2009-2010. Pertumbuhan EPS bank BJB tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Lampiran .

Alat analisis untuk mengukur tingkat profitibilitas perusahaan menggunakan konsep laba konvensional yang biasa digunakan selain EPS adalah PER (price earnings ratio). PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan, dimana harga saham sebuah emiten dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan oleh emiten tersebut dalam setahun. PER bank BJB per Desember 2010 adahal 13,33 kali. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa harga saham bank BJB adalah 13,33 kali laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Semakin besar nilai PER sebuah saham, maka semakin mahal saham tersebut. Sebulan kemudian yaitu Januari 2011, PER bank BJB turun menjadi 10,29 kali. Ini menandakan PER berbanding lurus dengan harga saham, per Desember 2010 harga saham bank BJB mencapai Rp 1.450,00 dan turun menjadi Rp 1.120,00 pada Januari 2011.

Selain PER, adapula PBV yang mengukur kinerja perusahaan. PBV (price to book value) ini pada dasarnya sama saja dengan PER. Perbedaannya, kalau PER berfokus pada laba bersih yang dihasilkan perusahaan, PBV fokusnya pada nilai ekuitas perusahaan. PBV sesuai artinya bermakna harga saham dibandingkan nilai ekuitas per saham. PBV merupakan tolok ukur untuk melihat kewajaran harga saham pada pasar perdana (IPO). Nilai PBV bank BJB per Desember 2010 sebesar 2,90 kali, namun kemudian turun di bulan Januari 2011 menjadi 2,24 kali. Ini artinya harga saham bank BJB di bulan Desember 2010 meningkat 2,90 kali dari nilai buku sahamnya yaitu Rp 500,00. Adapun perkembangan nilai PER dan PBV bank BJB untuk bulan Desember 2010 dan Januari 2011 dapat dilihat pada Lampiran 10.

Berdasarkan pada penilaian terhadap faktor manajemen melalui komponen kualitas manajemen umum, penerapan sistem manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap ketentuan serta komitmen kepada Bank

Indonesia dan atau pihak lainnya, maka bank BJB telah menerapkan dan melaksanakan berbagai komponen tersebut seperti terlihat pada tabel 10 berikut dengan berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 10. Analisis tingkat kesehatan bank BJB terhadap faktor manajemen tahun 2009 dan 2010 2009 2010 Keterangan 1. Manajemen Umum  Penerapan Good Corporate Governance

Bank Jabar Banten, yang juga dikenal dengan nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, adalah Badan Usaha Milik Daerah yang memiliki komitmen untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui penye- lenggaraan Corporate Social Responsibility sebagai perwujudan kepedulian perusahaan dalam bidang sosial dan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. Alokasi dana CSR Bank

Jabar Banten untuk Tahun 2009 dari laba bersih Tahun 2008 adalah sebesar Rp 37.048.533.667, yang dialokasikan ke masing- masing kabupaten/ kota dan provinsi sesuai pro- porsi modal CSR.

Pada tahun 2010, bank BJB telah menyalurkan dana CSR yaitu sebesar Rp 29.035.789.567,- untuk ke- giatan sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan sosial dan ekonomi yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan Banten.

Pelaksanaan Good Corpo- rate Governance di bank BJB berlandaskan pada komitmen bersama dari seluruh jajaran manajemen dan staf untuk tunduk dan patuh pada seluruh per- aturan dan perundangan yang berlaku. Hal ini dimulai dari puncak ke- pengurusan Bank Jabar Banten yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi yang independen dan profesional. Secara umum, kegiatan perbankan dilakukan oleh Komisaris dan Direksi. Komisaris mengkaji kebijakan-kebi- jakan dan melaksanakan pengawasan serta mem- berikan saran terhadap pengelolaan Bank, sedang- kan Direksi memimpin pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan sehari-hari.

Sehubungan dengan peme- nuhan ketentuan Surat Edaran Bapepam No. SE- 03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 juncto Peraturan Bapepam No. IX.1.5. Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep- 29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit dan Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 terakhir diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Pelaksanaan Good Corpo- rate Governance bagi Bank Umum. Bank BJB telah memiliki Komite Audit berdasarkan Surat Kepu- tusan Dewan Komisaris PT Bank Pembangunan Daerah Jawa dan Banten No.04/ SK/DK/2009 tentang Susu-

B

aik

nan Komite-Komite Dewan Komisaris tanggal 5 Mei 2009 dan Surat Keputusan Direksi Bank Jabar Banten No. 0258/ SK/ DIR-SDM/ 2010 tanggal 21 Januari 2010.

Susunan Dewan Komisaris terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Utama, 1 (satu) orang Komisaris dan 3 (tiga) orang Komisaris Independen. Direksi terdiri atas Direktur Utama dan 4 (empat) orang Direktur.

Komite Audit beranggotakan 2 (dua) orang Komisaris Independen dan 3 (tiga) orang pihak independen yang mempunyai keahlian di bidang akuntansi, keuangan, perbankan dan atau hukum. Pada 31 Desember 2010, Komite audit terdiri dari 5 anggota.

2. Penerapan Manajemen Risiko

Pembentukan Satuan Ker-ja Manajemen Risiko didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia khususnya mengenai penerapan Basel II Accord serta kebutuhan pengelolaan risiko secara lebih baik, maka setiap aktivitas operasional Bank Jabar Banten didasarkan atas pertimbangan asas risiko.

Bank BJB telah memiliki Komite Pemantau Risiko ber- dasarkan Surat Keputusan Dewan Komisaris Bank Jabar Banten No.04/SK/DK/2009 tentang Susunan Komite- komite Dewan Komisaris tanggal 5 Mei 2009 .

Penerapan Sistem Mana-jemen Risiko Bank Jabar Banten berdasarkan empat cakupan:

 Pengawasan aktif De-wan Komisaris dan Direksi sebagai bagian dari peran pengawasan manajemen.  Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit

sebagai pedoman penerapan manajemen risiko.

 Kecukupan proses iden-tifikasi, pengukuran, pe- mantauan dan pengen-dalian risiko serta sistem informasi manajemen.

 Sistem pengendalian internal yang menyeluruh. Penerapan manajemen

risiko yang telah di- laksanakan antara lain bank BJB membangun Sistem Informasi Mana- jemen Risiko sebagai salah satu infrastruktur penting dalam implementasi mana- jemen risiko, yaitu: 1. Membangun sistem

Informasi Manajemen Risiko yang terintegrasi sebagai bagian dari sistem informasi mana- jemen yang dimiliki dan dikembangkan Bank, dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif.

2. Implementasi model

1. Kebijakan terkait risk phylosophy untuk mem- bentuk risk culture telah diterapkan dengan baik. Namun demikian, pedo- man manajemen risiko yang ada saat ini akan disempurnakan terkait dengan peranan SKMR yang harus in-dependen terhadap kegiatan opera- sional bank.

2. SKMR telah meng- identifikasikan dan meng- ukur risiko dan melaporkan profil risiko secara berkala. Pengelolaan risiko oleh

Risk taking Unit sudah berjalan efektif namun masih perlu penyem-

B

pengukuran risiko kepa- da seluruh risk taking unit, meliputi model pengukuran risiko opera- sional serta uji coba metodologi pengukuran risiko kredit dan risiko pasar.

3. Pengembangan sistem manajemen risiko yang tersentralisasi, dalam me- mastikan terpantaunya profil risiko dan terukur- nya eksposur risiko secara akurat, informatif dan tepat waktu, baik risiko secara keselu- ruhan/komposit maupun per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank serta dapat mengukur efektivitas budaya risiko pada seluruh jajaran organisasi Bank.

4. Pengembangan sistem yang dapat melakukan penyajian tersedianya data dan informasi yang memadai untuk perhitu- ngan cadangan modal dengan pendekatan yang lebih advance.

purnaan mutu infra- struktur, dan mutu SDM yang peduli risiko. Saat ini SKMR sedang terus me- nyempurnakan metode pe- ngukuran risiko.

3. RBB telah memuat rencana bisnis berbasis risiko. Potensi risiko untuk produk baru dan ekspansi bisnis telah dikaji secara memadai.

4. Realisasi kinerja bisnis secara umum melampaui target.

5. Melalui laporan profil risiko, Direksi telah me- lakukan pengelolaan risiko terutama untuk mitigasi risiko kredit, risiko opera- sional, dan risiko pasar. 6. Sistem, infrastruktur, dan

SDM untuk mengelola risiko terevaluasi semakin baik. Namun demikian, infrastruktur teknologi in- formasi dijadwalkan akan selesai penyempurnaannya di tahun 2011.

3. Kepatuhan Bank Bidang Kepatuhan telah melaksanakan pengkajian terhadap beberapa rancangan yang terkait dengan operasional perbankan, diantaranya sebagai berikut:  Pada prinsipnya rancangan keputusan penempatan dana

dan transaksi surat-surat berharga tidak mengandung pelanggaran dan terdapat kesesuaian antara keputusan Direksi dengan hasil kajian Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko.

 Mengembangkan reminder system tenggat waktu pelaporan dan database peraturan internal dan eksternal pada sistem portal internet.

 Pemantauan tehadap komitmen kepada Bank Indonesia atas Hasil Pemeriksaan Bank Indonesia.

 Pemantauan dan analisis atas setiap ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.  Dalam rangka meningkatkan keseragaman dan

pemahaman yang sama serta evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku secara berkesinambungan melaksanakan sosialisasi antara lain melalui penyampaian materi kepatuhan dalam pendidikan pengenalan perbankan bagi pegawai baru.  Seluruh satuan kerja telah memenuhi kewajiban

penyampaian laporan ke Bank Indonesia sesuai dengan

B

aik

batas waktu yang telah ditetapkan, termasuk Laporan Pelaksanaan Tugas Direktur Kepatuhan yang disampaikan setiap semester.

 Dalam rangka Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah/ KYC (Know Your Customer) telah dilakukan laporan transaksi keuangan tunai dan pemantauan terhadap:

 Transaksi keuangan mencurigakan, dan  Pengkinian data nasabah.

 Melakukan pemeliharaan terhadap Sistem Aplikasi Anti Money Laundering (AML), yang bertujuan untuk mendeteksi transaksi keuangan yang mencurigakan atau diluar profil nasabah dan menjaga kelancaran pengoperasian aplikasi AML. Selama tahun 2010 telah dilakukan pemasangan aplikasi AML pada 42 Kantor Cabang.

 Bekerja sama dengan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP) dan PPATK untuk melakukan pelatihan mengenai penerapan KYC dan Anti Money Laundering bagi petugas bank, baik petugas Kantor Pusat maupun Kantor Cabang secara berkesinambungan. Dalam mendukung pelaksanaan tugas kepatuhan dan penerapan Good Corporate Governance di bank, Unit Kerja Bagian Hukum telah melaksanakan fungsinya memberikan bantuan dan pembinaan segi hukum kepada seluruh unit kerja bank dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan pembinaan dalam bidang hukum. b. Melaksanakan review terhadap perjanjianperjanjian

kerja sama yang telah dilaksanakan.

c. Mengkaji perjanjian-perjanjian yang akan dibuat guna melindungi kepentingan bank.

d. Membuat langkah-langkah atau arahan dalam penyelesaian suatu kasus hukum.

Sumber: Annual Report Bank BJB 2009 dan 2010

4.4.Analisis Perbedaan Rata-rata Paired-Samples T Test Pra IPO dan Pasca

Dokumen terkait