4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Kinerja Mengajar Guru Dalam Merencanakan Kegiatan Pembelajaran
Kota Salatiga TA 2014/2015.
4.3.1 Kinerja Mengajar Guru Dalam Merencanakan Kegiatan Pembelajaran
Perencanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan MI se-Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga meliputi empat
76
indikator sesuai dengan pedoman pelaksanaan penilaian kinerja guru yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2012. Empat indikator itu meliputi:
1. Guru memformulasikan tujuan pembelajaran dalam RPP dengan kurikulum atau silabus dan memperhatikan karakteristik peserta didik.
2. Guru menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir.
3. Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif
4. Guru memilih sumber belajar atau media pembelajaran sesuai dengan materi dan strategi pembelajaran.
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah peneliti himpun dari indikator yang pertama bahwa semua subjek penelitian terkait pembuatan RPP, mereka tidak selalu membuatnya bahkan tidak pernah membuatnya. Atau dengan kata lain masih terdapat kesenjangan. Artinya ketika guru tidak membuat RPP, maka guru juga tidak memformulasikan tujuan pembelajaran.Karena tujuan pembelajaran termasuk poin-poin yang harus ada di dalam RPP.
Senada dengan hasil temuan tersebut juga
disampaikan oleh Guru MI Ma’ari, Islamiyah dan Ma’arif Blotongan dalam perencanaan pembelajaran
sebagai berikut:
Walaupun dalam standar kinerja terdapat acuan perencanaan, namun belum tersusun secara baik dan maksimal (Wawancara: Guru Kelas MI M’arif dan Ilamiyah, 18 Februari 2016.)
77
Hal ini dikarenakan RPP didapat dari teman-teman guru dalam KKG. Proses perumusan RPP di dalam KKG itu sendiri hanya dilakukan oleh beberapa guru yang ditunjuk dan diberi tugas masing-masing untuk memformulasikanya baru kemudian dikumpulkan dan disosialisasikan kepada guru lainya yang tergabung dalam forum KKG. Dalam proses ini menurut peneliti ada kekuranganya, salah satunya adalah terjadi kurang relevansi antara RPP yang dibuat dengan keadaan siswa dan lingkungan masing-masing sekolah. Hal ini dikarenakan pembuatan RPP tidak dilakukan secara personal, melainkan secara kolektif dan keadaan siswa serta lingkungan masing-masing sekolah tentu berbeda-beda sehingga sistem pembuatan RPP ini dirasa kurang komprehensif. Oleh karena itu selaras dengan apa yang ada di dalam kutipan undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20
poin “a” yang menyebutkan bahwa, ”Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran ”.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Kepala Sekolah
MI Ma’arif dan Islamiyah sebagai berikut:
Guru perlu menyusun perencanaan agar memiliki kesiapan dan melaksanakan proses pembelajaran (Wawancara: Kepala Sekolah MI, 20 Februari 2016).
Dari kutipan undang-undang di atas nampak jelas bahwa guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, artinya tugas merencanakan pembelajaran termasuk di
78
dalamnya membuat RPP yang di dalamnya berisi poin untuk memformulasikan tujuan pembejaran wajib dilakukan guru secara personal bukan secara kolektif. Sehingga poin-poin di dalam RPP yang menuntut pengetahuan guru secara personal atas keadaan- keadaan yang melingkupinya seperti karakteristik siswa, keadaan lingkungan sekitar, sarana prasaraan dan lain sebagainya dapat tertuang sebagai pertimbangan seorang guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran (Majid, 2011).
Keadaan ini berbeda dengan penelitian dari Kustantini (2005) yang judul “Analisis Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang”.Kustantini (2005) mengatakan bahwa meskipun di SMP N 2 Ungaran masih ada 15% guru yang kurang mampu untuk merencanakan pembelajaran dengan baik, namun demikian mereka membuat perencanaan pembelajaran secara personal (pribadi) tidak secara kolektif dan hal ini sesuai dengan amanat undang-undang no 14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen pasal 20 poin “a”.
Selanjutnya pada indikator yang kedua yaitu guru menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir.Runut berarti penyususnan bahan ajar dari yang mudah ke yang sulit, dari yang ringan kepada yang berat, dari yang konkrit kepada yang abstrak dan dari yang simpel kepada yang lebih rumit. Lalu logis berarti ada kesesuaian atau relevansi antara kedalaman materi yang akan disampaiakan dengan kondisi atau kemampuan atau potensi peserta didik
79
serta bakat, minat dan gaya belajarnya (Sanjaya, 2010). Kemudian kontekstual berarti penyususnan bahan ajar dibuat sesaui dengan konteks kehidupan dan perkembangan keilmuan dan teknologi. Selanjutnya yang terakhir yaitu mutakhir dapat diartikan penyusunan bahan ajar tidak hanya berpacu pada buku akan tetapi lebih kepada sumber-sumber ilmu pengetahuan lain sesuai keadaan saat ini dengan bentuk yang tidak terbatas (Majid, 2011).
Idealnya semua poin diatas harus dipertimbangkan guru dalam setiap menyususn rencana pembelajaran. Akan tetapi sesuai apa yang peneliti temukan di lapangan, para guru dalam menyusun bahan ajar tidak mempertimbangkanpoin-poin diatas secara menyeluruh. Ada guru yang hanya mempertimbangkan aspek kerunutan, kontekstual dan kemutakhiran saja, ada yang hanya runut dan logis, dan ada juga yang hanya mempertimbangkan aspek kerunutan, kelogisan serta kemutakhiran saja.Hal ini tentu menimbulkan kesenjangan antara teori atau standar yang ada dengan realitas yang terjadi di lapangan.Menurut peneliti, memang tidak mudah menyusun bahan ajar dengan mempertimbangkan aspek kerunutan, logis, kontekstual dan mutakhir karena membutuhkan pemikiran mendalam serta pengetahuan yang komprehansif antara keadaan siswa, lingkungan dengan materi itu sendiri. Bahkan di dalam penelitian yang lain, yaitu penlitian yang dilakukan oleh Rahmatan (2004) dengan judul ”Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan Sementara (GPS) Biologi
80
SLTP dan SMU Se-Provinsi Nanggro Aceh
Darussalam”menyebutkan bahwa guru dalam menyususn bahan ajar dengan memperhatikan kemampuan siswa (aspek kelogisan) dan pemilihan sumber dan media belajar (aspek kemutakhiran) masuk
dalam kategori “kurang”.
Artinya, wajar jika para subjek penelitian tidak secara menyeluruh mempertimbangkan aspek-aspek di atas untuk menyusun bahan ajar karena memang tidak mudah, akan tetapi kewajaran itu bukan berarti benar atau diperbolehkan, melainkan guru tetap dituntut untuk bisa mempertimbangkan keempat aspek itu ketika menyusun bahan ajar meskipun belum seutuhnya baik.
Indikator yang ketiga yaitu guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif.Efektif berarti menghasilkan atau bernilai. Artinya proses pembelajaran harus menghasilkan sesuatu sesuai apa yang ada di dalam tujuan pembelajaran (Hamruri, 2012). Merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif berarti merencanakan suatu cara atau strategi agar pembelajaran menghasilkan nilai-nilai yang ada di dalam tujuan pembelajaran.
Secara garis besar, ciri utama pembelajaran yang efektif yaitu memudahkan siswa dalam belajar (Dunne dan Wragg, 1996). Sehingga segala aktifitas yang dilakukan guru untuk memudahkan siswa dalam belajar atau menerima pelajaran merupakan upaya agar pembelajaran dapat efektif.Perlu perencanaan dan penyusunan serta strategi yang matang untuk hal
81
tersebut.Dari data penelitian yang telah dihimpun, semua subjek teliti menyusun perencanaan dan strategi yang tidak jauh berbeda antar para guru dalam rangka terciptanya pembelajaran yang efektif. Kecuali satu subjek teliti yang memang dalam pembuatan perencanaan tidak selalau membuatnya atau dengan kalimat lain, terkang membuat terkadang juga tidak membuat.Menurut peneliti perilaku yang ditunjukan oleh subjek teliti ini tidak benar. Karena dalam satu proses pembelajaran harus ada perencanaan yang matang. Pendapat peneliti ini sesuai dengan undang-
undang nomor 14 tahun 2005 pasal 20 poin “a” tentang
guru dan dosen yang menyiratkan pada intinya bahwa dalam tugas keprofesionalnya guru berkewajiban merencanakan proses pembelajaran.
Dalam proses perencanaan tentu guru juga telah mempertimbangkan kesesuaian antara materi yang akan disampaikan dengan kondisi siswa ketika itu. Sehingga tidak ada alasan bagi guru untuk tidak merencanakan kegiatan pembelajaran. Meskipun apayang telah direncanakan guru terkadang realisasi didalam kelas ada sedikit perbedaan.
Bagi subjek teliti yang selalu merencanakan kegiatan pembelajaran, dalam konteks ini perencanaan yang dilakukan oleh subjek penelitian bersifat abstrak. Artinya subjek penelitian merencanakan, akan tetapi hanya menyesuaikan atau mengeksplorasi dari RPP yang bukan produk mereka sendiri. Sehingga, terkadang apa yang direncanakan subjek penelitian ada
82
sedikit perbedaan dengan apa yang tertuang di dalam RPP secara redaksional atau tekstual.
Namun secara substansi, apa yang dilakukan subjek teliti menurut peneliti tidak masalah, karena poinya adalah agar siswa lebih mudah memahami dan menerima mata pelajaran serta agar pembelajaran dapat lebih efektif. Masing-masing subjek penelitian memiliki strategi atau cara untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif. Ada subjek penelitian yang memfokuskan kepada metode yang digunakan, pemanfaatan media, keaktifan siswa dan lain sebagainya.Hal ini disesuaikan dengan kondisi karakteristik siswa dan lingkungan di masing-masing sekolah yang tentu berbeda-beda.Di dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Rahmatan (2004), tiga komponen yaitu pemilihan materi pelajaran, penyusunan alat evaluasi dan kerapian dalam menyusun RPP merupakan komponen yang masuk dalam kategori baik untuk mewujudkan pembelajaran efektif.
Selanjutnya, indikator yang keempat ialah guru memilih sumber belajar atau media pembelajaran sesuai dengan materi atau strategi pembelajaran.Pada penelitian ini, semua subjek penelitian telah memilih dan menggunakan media atau sumber belajar sebagai pendukung kegiatan pembelajaran.Terbukti dari beberapa RPP yang peneliti himpun dari subjek penelitian. Tentu pemilihan media atau sumber belajar disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembelajaran,
83
meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara materi dengan tujuan, serta membantu konsentrasi kegiatan belajar mengajar (Sanaky, 2009). Sebagai contoh SL yang merupakan guru di MI Islamiyah Kauman Kidul.Menggunakan media alam sekitar ketika menyampaikan pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan materi tumbuhan.Siswa diajak keluar sekolah, berjalan dan mengamati perkebunan serta persawahan yang ada di belakang sekolah.Siswapun sangat antusias ketika itu.Artinya, dalam konteks ini media atau sumber belajar juga memiliki kegunaan yang salah satunya adalah untuk menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar (Sadiman dkk, 2012).
4.3.2 Kinerja Mengajar Guru Dalam Pelaksanaan