• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Stakeholders 1.Teori Stakeholders

4. Kinerja Perusahaan

Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal. Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya (Sukhemi, 2007). Pengertian kinerja perusahaan menunjukan kaitan yang cukup erat dengan penilaian mengenai sehat atau tidak sehatnya suatu perusahaan. Sehingga jika kinerjanya baik, maka baik pula tingkat kesehatan perusahaan tersebut.

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan dilakukan agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja keuangan merupakan gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivita yang telah dilakukan. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2012).

Kinerja mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya maka kinerja menjadi hal yang sangat penting yang harus dicapai setiap perusahaan. Kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas (Jumingan 2006). Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan secara terus menerus untuk mencapai satu tujuan secara efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan lima indikator dalam menilai kinerja perusahaan, untuk meninjau dari berbagai aspek rasio yang dibutuhkan dalam menghitung kinerja perusahaan, diantaranya:

1. Total Asset Turnover (TATO)

Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang bersifat jangka pendek (inventory and account receivable) maupun jangka panjang (property, plan, and equipment). Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan tersebut. Rasio aktivitas juga dapat digunakan untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaanbaik untuk kegiatan operasi maupun jangka panjang. Rasio aktivitas memungkinkan para analis menduga kebutuhan ini serta menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan aset yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhannya.Total Asset Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva (Kasmir, 2010).

Total Assets Turn Over mengukur intensitas perusahaan dalam menggunakan aktivanya. Ukuran penggunaan aktiva paling relevan adalah penjualan, karena penjualan penting bagi laba. Total Assets Turn Over merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini merupakan ukuran sampai seberapa jauh aktiva telah dipergunakan dalam kegiatan perusahaan atau menunjukan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu. Apabila dalam menganalisis rasio ini selama beberapa periode menunjukan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa semakin efisiensi penggunaan aktiva sehingga hasil usaha akan meningkat (Sawir 2001).

Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang bersifat jangka pendek (inventory and account receivable) maupun jangka panjang (property, plan, and equipment). Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan tersebut. Rasio aktivitas juga dapat digunakan untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk kegiatan operasi maupun jangka panjang). Misalnya untuk meningkatkan penjualan akan membutuhkan tambahan aset. Rasio aktivitas memungkinkan para analis menduga kebutuhan ini serta menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan aset yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhannya.

Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam kaitannya untuk mendapatkan laba. Perusahaan dengan tingkat penjualan yang besar diharapkan mendapatkan laba yang besar pula. Nilai Total Assets Turn Over yang

semakin besar menunjukkan nilai penjualannya juga semakin besar dan harapan memperoleh laba juga semakin besar pula.

2. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham (Kasmir, 2010). Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) Earning Per Share merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai Earning Per Share tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham.

Earning Per Share sebagai salah satu rasio yang biasa digunakan dalam prospektus, bahan penyajian, dan laporan tahunan kepada pemegang saham yang merupakan laba bersih dikurangi dividen (laba tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan rata-rata tertimbang dari saham biasa yang beredar akan menghasilkan laba per saham. Sehingga Earning Per Share merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar. Alat ukur yang paling sering digunakan adalah Earning Per Share. Angka yang ditunjukkan dari Earning Per Share inilah yang sering dipublikasikan mengenai performance perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat luas (go public) karena investor maupun calon investor berpandangan bahwa Earning Per Share mengandung informasi yang penting untuk melakukan prediksi mengenai besarnya dividen per saham dan tingkat harga saham dikemudian hari, serta Earning Per Share juga relevan untukk menilai efektivitas manajemen dan kebijakan pembayaran dividen.

Menurut Tandelilin (2001), “Earning Per Share atau laba per lembar saham menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan atau jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Bagi para investor, informasi Earning Per Share merupakan informasi yang paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan

prospek earning perusahaan di masa mendatang.”

Menurut Darmadji (2001), semakin tinggi nilai Earning Per Share akan menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Dengan meningkatnya laba maka harga saham cenderung naik, begitu juga sebaliknya, hal itu juga akan diikuti perubahan Return sahamnya. Menurut Prastowo (2005), laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham dimasa datang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka Earning Per Share yang dilaporkan perusahaan.

Tujuan perhitungan Earning Per Share menurut Machfoesdz (2000) adalah untuk melihat progres dari operasi perusahaan, menentukan harga saham, dan menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan. Selanjutnya, Syamsudin (2004) mengatakan bahwa pada umumnya para pemegang saham tertarik dengan Earning Per Share (EPS) yang besar karena hal tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Menurut Syamsuddin (2004), yaitu: “Laba per

saham (Earning Per Share) adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan jumlah

lembar saham yang beredar.”

Menurut Baridwan (2003) menjelaskan mengenai laba per lembar saham (Earning Per Share) yakni : “Pendapatan per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang

beredar.” Menurut Harahap (2007), Earning Per Share digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemilik perusahaan. Rasio rendah berarti manajemen tidak menghasilkan kinerja yang baik dengan dengan memperhatikan pendapatan-pendapatan yang diperoleh. Rasio tinggi berarti perusahaan sudah mapan.

Dengan demikian, Earning Per Share adalah Rasio yang menunjukkan seberapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham dengan cara membagi laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham biasa yang beredar. Earning Per Share dapat dijadikan sebagai indikator tingkat nilai perusahaan. Earning Per Share juga merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik saham dalam perusahaan.

3. Debt Equity Ratio (DER)

Debt Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang (Kasmir, 2010). Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk membayar hutang, Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya.

Debt to Equity Ratio adalah rasio yang mengukur sejauhmana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri (Darmadji dan Fakhruddin, 2001). Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total utang terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi Debt To Equity Ratio menunjukkan komposisi total utang (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar

dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Ang, 1997). Debt To Equity Ratio mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua utang.

Menurut Brigham (2006) perusahaan dengan debt to equity yang rendah akan memiliki risiko kerugian yang kecil ketika keadaan ekonomi mengalami kemerosotan, namun ketika kondisi ekonomi membaik, kesempatan dalam memperoleh laba juga rendah. Sebaliknya, perusahaan ini menanggung risiko kerugian yang besar pula ketika perekonomian sedang merosot, tetapi dalam keadaan baik, perusahaan ini memiliki kesempatan memperoleh laba besar. Perusahaan dengan laba yang lebih tinggi akan mampu membayar dividen yang lebih tinggi, sehingga berkaitan dengan laba perlembar saham yang akan naik karena tingkat utang yang lebih tinggi, maka leverage akan dapat menaikkan harga saham (Brigham dan Houston, 2006).

Menurut Wild (2005), dua motivasi menmperoleh pendanaan usaha melalui utang adalah karena bunga sebagian besar utang jumlahnya tetap dan, jika bunga lebih kecil dari pengembalian yang diperoleh dari pendanaan utang, selisih lebih atas pengembalian akan menjadi keuntungan bagi investor ekuitas. Yang kedua, bunga merupakan beban yang dapat mengurangi pajak sedangkan dividen tidak. Beban bunga yang ditimbulkan dari utang dapat mengurangi pajak yang dapat digunakan untuk meningkatkan arus kas bagi perusahaan yang berdampak pada meningkatnya kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan meningkat maka hal ini dapat menarik perhatian investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut, sehingga hal ini berakibat pada naiknya harga saham dan kemudian berdampak pada meningkatnya return saham.

4. Return On Asset (ROA)

Return On Assets (ROA) merupakan ukuran kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar Return On Assets menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 1997). Return On Assets adalah salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. Return On Assets mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang penting digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan aktiva yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba (Tandelilin, 2001). Return On Assets digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya karena merupakan rasio antara laba bersih terhadap total aktiva. Semakin besar Return On Assets menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik. Investor percaya bahwa manajemen perusahaan telah menggunakan aktiva perusahaan secara efektif untuk menghasilkan laba bagi para pemiliknya. Keadaan ini akan direspon positif oleh investor sehingga permintaan saham perusahaan meningkat dan dapat menaikkan harga saham sehingga akan berdampak pada Return yang meningkat pula (Husnan, 1998).

Menurut Mardiyanto (2009) Return On Assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003) rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Semakin besar Return On Assets, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. Return On Assets (ROA) dalam penelitian ini adalah mengukur perbandingan antara laba bersih setelah dikurangi beban bunga dan pajak (Earning After Taxes) yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan dengan total aktiva (assets) yang dimiliki perusahaan untuk melakukan aktivitas perusahaan secara keseluruhan dan dinyatakan dalam persentase.

Return On Assets dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Nilai Return On Assets yang semakin tinggi menunjukkan suatu perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan meningkat (Brigham, 2001). Jadi semakin tinggi nilai Return On Assets menunjukkan kinerja keuangan perusahaan semakin baik dan tentu sajakan mempengaruhi return saham perusahaan.

5. Current Ratio (CR)

Likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Utomo, 2004). Untuk mengukur likuiditas perusahaan dalam penelitian ini menggunakan rasio Current Ratio

(CR). Current Ratio merupakan salah satu ukuran likuiditas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendeknya.

Rasio ini sering disebut dengan rasio modal kerja yang menunjukkan jumlah aktiva lancar yang tersedia yang dimiliki oleh perusahaan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan bisnis hariannya. Menurut Sartono (1997), Current Ratio merupakan alat ukur bagi kemampuan likuiditas (solvabilitas jangka pendek) yaitu kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar. Current Ratio yang semakin tinggi maka laba bersih yang dihasilkan perusahaan semakin sedikit. Karena rassio lancar yang tinggi menunjukan addanya kelebihan aktiva lancar yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaankarena aktiva lancar menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap (Mamduh dan Halim, 2003). Nilai Current Ratio yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi profitabilitasnya.

Dokumen terkait