• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taraf Kinerja Sturktur Gedung R

Elastik Penuh 1 1,60 1,5 2,40 2 3,20 2,5 4,00 3 4,80 3,5 5,60 4 6,40 4,5 7,20 5 8,00 Daktail Penuh 5,3 8,50 Daktail Parsial

pemancaran energi yang baik tanpa mengalami keruntuhan. Daktilitas struktur dapat dirumuskan sebagai berikut :

< � = �� (2.34)

Dalam persamaan 2.34, � = 1 adalah tingkat daktilitas untuk struktur yang berperilaku elastis penuh. Parameter daktilitas untuk struktur gedung ditunjukkan pada Tabel 2.6.

2.11 Kinerja Struktur

Pada proses perencanaan stuktur, evaluasi terhadap kinerja struktur sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sasaran dari kinerja stuktur yang direncanakan dapat dinyatakan secara jelas, sehingga penyewa, pemilik, asuransi, pemerintah atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk menetapkan level kinerja yang dipilih. Ketetapan tersebut nantinya akan digunakan oleh perencana sebagai pedoman dalam perencanaannya. Sasaran kinerja terdiri atas kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard) dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Menurut FEMA (1997) yang menjadi acuan klasik untuk perencanaan berbasis kinerja adalah level kinerja bangunan yang terdiri atas : 1. Operational Level

Tidak terjadi kerusakan struktural maupun non struktural pada bangunan. Kemungkinan terjadi sedikit kerusakan utilitas pada bangunan dan beberapa sistem yang tidak terlalu penting tidak berfungsi. Bangunan memiliki risiko

Tabel 2.6 Daktilitas struktur

24 yang sangat rendah terhadap keselamatan jiwa. Bangunan yang berada di lokasi dengan tingkat gempa rendah harus dapat memenuhi atau melampaui level ini.

2. Immediate Occupancy Level

Bangunan yang memiliki level kinerja ini diharapkan untuk meminimalisir atau tidak ada kerusakan yang terjadi pada elemen struktur dan hanya terjadi kerusakan ringan pada elemen non struktur. Setelah terjadi gempa bangunan dapat langsung difungsikan kembali (reoccupy) tetapi tetap memerlukan beberapa perbaikan, pembersihan dan menunggu pemulihan layanan utilitas. Bangunan ini memiliki risiko terhadap keselamatan jiwa yang sangat rendah. 3. Life Safety

Pada level kinerja ini, terjadi kerusakan pada elemen struktural dan non struktural sehingga diperlukan perbaikan sebelum bangunan dapat difungsikan kembali. Walaupun terjadi kerusakan pada beberapa elemen struktur, tetapi keselamatan penghuni gedung tetap terjamin.

4. Collapse Prevention

Bangunan yang berada pada level kinerja ini dapat menimbulkan bahaya yang signifikan terhadap keselamatan jiwa penghuni akibat adanya kegagalan komponen non struktural tetapi karena bangunan tidak langsung runtuh maka kerugian yang besar dapat dihindari.

Tabel 2.7 Level kinerja bangunan

25 Berdasarkan Tabel 2.8, level kinerja struktur dapat ditentukan dengan menghitung roof drift ratio pada saat target perpindahan tercapai. Roof drift ratio

adalah perbandingan antara perpindahan yang terjadi pada atap dengan tinggi total bangunan (ATC 40, 1996). Besarnya perpindahan atap (roof drift) dapat diperoleh setelah melakukan analisis statik nonlinear pushover pada model struktur. Penentuan nilai roof drift ratio dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Tabel 2.8 Level kinerja struktur

Sumber : FEMA 273 (1997)

Gambar 2.11 Roof drift ratio pada struktur Sumber : ATC 40 (1996)

26 2.12 Analisis Statik Nonlinear Pushover

Analisis statik nonlinear pushover merupakan prosedur khusus yang digunakan untuk mendesain struktur berbasis kinerja di bawah pengaruh beban seismik (CSI, 2013). Menurut Dewobroto (2005) analisis pushover dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali, sampai satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada atap, atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap. Analisis pushover akan menghasilkan sebuah grafik/kurva yang menggambarkan hubungan gaya geser dasar (V) dengan perpindahan yang terjadi pada titik kontrol (δ).

Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Tujuan analisis

pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian kritis dari elemen struktur. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan bahwa analisis statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika dibandingkan dengan hasil analisis dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan tidak tinggi. Analisis

pushover dapat digunakan sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu :

1. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah statik monotonik.

2. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat penting.

3. Untuk membuat model analisis nonlinear akan lebih rumit dibanding model analisis linear. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-Δ.

Analisis pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral pada pola tertentu sebagai simulasi beban gempa, dan harus diberikan bersama-sama dengan pengaruh kombinasi beban mati dan tidak kurang dari 25% dari beban hidup yang

27 disyaratkan, selanjutnya beban tersebut harus diberikan secara bertahap dalam satu arah (monotonik). Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh di satu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Urutan terjadinya leleh ini berkaitan dengan urutan terbentuknya sendi plastis pada masing-masing elemen struktur. Sendi plastis akan terus bermunculan hingga batas deformasi pada struktur tercapai. Secara umum, tahapan dari analisis statik non linear pushover adalah sebagai berikut (Dewobroto, 2005) :

1. Menentukan titik kontrol untuk memantau besarnya perpindahan yang terjadi pada struktur yang akan digunakan untuk menyusun kurva pushover.

2. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa. Oleh karena sifat gempa adalah tidak pasti, maka perlu dibuat beberapa pola pembebanan lateral yang berbeda untuk mendapatkan kondisi yang paling menentukan. Bentuk kurva pushover ditunjukkan pada Gambar 2.12.

3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik kontrol didorong sampai batas perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.

4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika

Gambar 2.12 Kurva pushover Sumber : Dewobroto (2005)

28 memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan.

2.12.1 Mekanisme Sendi Plastis

Pada analisis pushover, struktur didorong sampai mengalami keruntuhan dengan pola beban lateral tertentu. Menurut Dewobroto (2005) pola beban lateral yang harus diberikan pada model struktur dalam proporsi yang sama dengan distribusi gaya inersia sebidang dengan diafragma lantai, dimana untuk analisis pola pembebanan terdiri atas dua jenis. Berikut ini adalah pola pembebanan yang dapat digunakan :

1. Distribusi gaya lateral yang diberikan adalah sama dengan pola ragam fundamental pada arah yang ditinjau, jika sedikitnya 75% massa dapat diantisipasi pada ragam tersebut.

2. Besarnya pola distribusi gaya lateral yang kedua adalah proporsional dengan total massa tiap lantai. Pola ini berbentuk beban merata sepanjang tinggi lantai. Pola keruntuhan menunjukkan tahapan terjadinya sendi plastis pada elemen-elemen struktur seperti pada balok, breising, dan kolom. Pada struktur rangka pemikul momen, sendi plastis hanya diperbolehkan terjadi pada balok (mekanisme balok) dan ujung bawah kolom lantai dasar atau ujung kolom atas

lantai teratas. Oleh karena itu, perlu diterapkan konsep “strong column weak beam

agar dipastikan terjadinya sendi plastis hanya pada elemen balok saja (mekanisme balok). Khusus pada model SRBE diharapkan terjadinya sendi plastis dan keruntuhan terlebih dahulu pada elemen balok link. Adapun keterangan mengenai karakteristik sendi plastis ditampilkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Grafik hubungan gaya vs perpindahan Sumber : CSI (2013)

29 Kurva diatas menunjukkan hubungan gaya – perpindahan yang bergerak dari titik A – B – C – D –E. Titik tersebut merepresentasikan karakteristik sendi plastis yang timbul pada elemen struktur. Titik A adalah titik awal, titik B menandakan leleh pertama, C menandakan kapasitas ultimate, D adalah kekuatan sisa (residual strength), dan E menandakan elemen struktur tersebut telah mengalami keruntuhan (failure). Level kinerja struktur (IO, LS, dan CP) terletak di antara sendi plastis leleh pertama sampai mencapai batas ultimate-nya.

2.12.2 Idealisasi Kurva Pushover

Berdasarkan FEMA 356 (2000) hubungan nonlinier antara gaya geser dasar dan perpindahan titik kontrol, dapat diidealisasikan agar mendapatkan kekakuan efektif Ke dan gaya geser dasar saat leleh Vy pada bangunan seperti terlihat pada Gambar 2.14 dan Gambar 2.15.

Gambar 2.14 Kurva pushover (positive post-yield slope) Sumber : FEMA 356 (2000)

Gambar 2.15 Kurva pushover (negative post-yield slope) Sumber : FEMA 356 (2000)

30 Hubungan ini harus membentuk garis bilinier dengan kemiringan awal Ke

dan kemiringan pasca leleh berupa sudut α. Kekakuan lateral Ke merupakan nilai

secant stiffness yang dihitung dari gaya geser dasar yang mempunyai nilai sama dengan 60% kuat leleh efektif stuktur. Nilai kekauan elastik Ki didapatkan dari rumus kesetimbangan statik, dengan mengambil gaya geser dasar gempa yang terjadi dan simpangan pada saat struktur masih berperilaku elastis, bisa juga nilai tersebut diambil melalui kurva pushover yang sudah ada pada tiap-tiap model. Sedangkan kemiringan pasca leleh α, penentuan titik awalnya merupakan perpotongan garis Ke dengan Vy kemudian penentuan titik garis yang melewati kurva pushover aktual dan berhenti pada target perpindahan yang telah ditentukan. Kekuatan geser efektif tidak boleh diambil lebih dari gaya geser maksimum pada kurva.

Dokumen terkait