• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Supply Chain dan Upaya Meminimalkan Waste

Salah satu tujuan dari penerapan konstruksi ramping adalah meminimalkan waste (pemborosan) yang selama ini sering terjadi dalam pelaksanaan produksi di lapangan. Adapun kategori dari waste tersebut adalah:

1. Overproduction: kategori waste ini dihasilkan karena ketidaksesuaian/ kelebihan produksi dari rencana yang telah ditetapkan.

2. Inventory: produk akhir, semi-finished product, atau sumberdaya yang terdapat dalam gudang yang tidak memberikan tambahan nilai dikategorikan dalam kategori waste ini. Waste dalam ketegori ini biasanya menimbulkan tambahan biaya untuk sistem produksi baik berupa tempat, uang, dan membutuhkan tambahan peralatan dan orang.

3. Repair/rejects: merupakan produk yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, biasanya membutuhkan biaya tambahan untuk memperbaikinya kembali.

4. Motion: perpindahan aktifitas yang tidak memberikan tambahan nilai merupakan aktifitas yang tidak produktif dan termasuk dalam kategori waste.

5. Transport: meskipun kadangkala aktifitas ini merupakan hal penting dalam proses produksi, namun perpindahan material dan produk yang tidak memberikan tambahan value tetap dikategorikan sebagai waste.

6. Processing: waste dihasilkan dalam proses produksi ketika sistem perencanaan tidak efisien dan kinerja sistem produksi tidak bisa mencapai perencanaan yang telah ditentukan.

7. Waiting: waste ini dihasilkan karena adanya bagian-bagian dalam proses produksi mengalami delay dari schedule yang direncanakan, sehingga aktifitas yang ada sesudahnya mengalami delay juga

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pada keempat proyek studi kasus terlihat telah mulai adanya usaha-usaha yang dilakukan kedua kontraktor dalam meminimalisir waste yang terjadi, antara lain :

• Mengusahakan pengelolaan inventory secara optimal dengan memperkecil material yang tersimpan di gudang dengan cara mengupayakan pemesanan material sesuai dengan kebutuhan material di lapangan dengan melakukan perhitungan yang maksimal terhadap kebutuhan material.

• Memperkecil jumlah material reject dengan melakukan pemesanan material dengan kualitas nomor satu serta bentuk ikatan kerjasama dengan supplier untuk menjamin kualitas material dan kelancaran pasokan material tersebut ke lapangan.

• Melakukan perencanaan dan perhitungan terhadap kebutuhan material di lapangan secara seksama sehingga diperoleh nilai kebutuhan yang maksimal dengan sisa material yang seminimal mungkin. Selain itu juga dilakukan upaya pemanfaatan material sisa pekerjaan seperti beton menjadi suatu bentuk yang dapat digunakan misalnya dijadikan kanstin beton.

• Selain itu juga dilakukan upaya daur ulang dari sisa material yang digunakan di lapangan seperti sisa dari potongan besi tulangan, dimana kontraktor mengadakan ikatan kontrak dengan supplier yang bersangkutan untuk melakukan daur ulang dari sisa material besi tersebut.

• Memperkecil waktu tunggu (delay) antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya dengan cara melakukan perencanaan dan pengendalian pelaksanaan pekerjaan secara matang dan selalu melakukan up date rencana kerja tersebut.

V.6 Rangkuman

Terkait dengan pengertian umum dari kinerja supply chain yaitu semua aktivitas pemenuhan permintaan customer yang dinyatakan secara kuantitatif dengan

tujuan pengukuran kinerja yang dilakukan untuk mengurangi biaya-biaya, memenuhi customer satisfication, meningkatkan keuntungan, mengetahui posisi supply chain saat ini relatif terhadap kompetitor maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai serta berguna sebagai dasar untuk menentukan arah perbaikan berkelanjutan. Jika dihubungkan dengan konsep-konsep lean construction yaitu conversion, flow, dan value, prinsip-prinsip yang lebih mendekati pada pengertian tersebut adalah prinsip conversion dan value, sementara prinsip dari flow lebih bersifat pendukung dalam melakukan pengukuran kinerja supply chain.

Berdasarkan uraian pada subbab-subbab terdahulu, terlihat dari keempat proyek studi kasus bahwa secara garis besar usaha-usaha yang telah dilakukan kedua kontraktor dalam pelaksanaan proses produksinya telah mengacu pada konsep lean construction sebagai bagian dari konsep pengelolaan supply chain di tingkat proyek. Jika dilihat kinerja dari masing-masing supply chain proyek, maka terlihat kinerja dari supply chain proyek kecenderungan relatif lebih baik terhadap pemahaman dan penerapan yang telah dilakukan di lapangan terhadap aspek-aspek dari konsep conversion pada tahap pelaksanaan.

Sedangkan untuk implementasi dari konsep flow dan konsep value masih memerlukan suatu pemahaman dan perhatian yang lebih baik lagi terhadap pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Hal ini sejalan dengan hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Roza, H.A. (2006), yang menyimpulkan bahwa tingkat kesiapan kontraktor Indonesia menuju konstruksi ramping masuk pada kategori agak kuat yang tercermin dari nilai kesiapan sebesar 81,67 %. Nilai kesiapan ini mempunyai makna bahwa pada umumnya kontraktor besar di Indonesia telah melakukan kegiatan pengelolaan proses produksi di proyek konstruksi dengan cukup baik, tetapi masih lemah dari segi prinsip-prinsip aplikatif konstruksi ramping.

Jika ditelusuri lebih dalam sampai ke aktivitas yang harus dilakukan untuk membuat flow proses produksi menjadi lancar, maka masih terdapat banyak kelemahan yang menyangkut record data dan pencatatan terhadap proses produksi

yang direncanakan, proses produksi yang dilaksanakan, hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi tersebut, serta pengukuran terhadap kinerja proses produksi tersebut. Sehingga kontraktor tidak bisa dengan cepat mengetahui jika terjadi variabilitas dalam proses produksi. Padahal jika variabilitas ini bisa dikendalikan dan diminimalkan, maka flow proses produksi bisa menjadi lebih lancar.

Tidak adanya suatu patokan (benchmark) terhadap hasil pengukuran kinerja dari setiap proyek studi kasus menyebabkan pembahasan yang dilakukan hanya terbatas pada prosedur pengelolaan supply chain dan segala permasalahan yang terkait dengan hubungan antara pihak yang terlibat dalam proses produksi di lapangan pada setiap pola supply chain yang ada. Pembahasan yang dilakukan terasa masih sangat dangkal untuk dapat menggambarkan kinerja dari suatu supply chain terkait dengan implementasi konsep-konsep lean construction.

Secara keseluruhan, rekomendasi yang dapat diberikan sebagai hasil dari penelitian ini hanya berupa gambaran umum kinerja dari beberapa pola supply chain yang telah teridentifikasi terutama yang terkait dengan metode pengelolaan hubungan antar pihak yang terlibat dalam jaringan supply chain tersebut. Keterbatasan-keterbatasan yang terjadi mengakibatkan tidak dapatnya dilakukan perbandingan yang linear terhadap keempat proyek studi kasus dengan harapan akan tercapainya pengkajian terhadap pola yang akan memberikan kinerja yang paling optimal dalam upaya pengelolaan pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain proyek konstruksi bangunan gedung dalam rangka implementasi prinsip-prinsip konstruksi ramping.

Dokumen terkait