• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORETIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

3. Kitab Kuning sebagai Referensi Dalam Proses Belajar

Proses belajar mengajar di perguruan tinggi diawali dengan melakukan kontrak perkuliahan, perkenalan, penjelasan tentang silabus dan referensi yang dipergunakan, materi yang dipelajari, metode perkuliahan dan evaluasi.

Bagi dosen yang mengajar mata kuliah berbasis ilmu keislaman setelah menjelaskan topik-topik yang dibahas, selanjutnya memerintahkan mahasiswa untuk menggunakan dan mengutamakan referensi primer yang diambil dari kitab-kitab kuning karya ulama klasik sesuai bidangnya. Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan mahasiswa membahas materi atau topik inti perkuliahan.

Dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi Islam, kitab-kitab kuning yang lazimnya dipergunakan sebagai sumber primer adalah karya ulama Timur Tengah yang masyhur di bidangnya masing-masing, seperti bidang fikih, kitab yang digunakan Imām Taqīyuddīn. Kifāyat Akhyār, Mawardi,

Aḥkām as-Sulṭāniyah, Ibn Rusyd, Bidāyah Mujtahid wa an-Nihāyah al-Muqtaṣid.

Bidang tafsir kitab yang dipakai seperti ‘Ali as-Ṣābūni, Rawā’iul Bayān

Tafsīr Ᾱyatul Aḥkām Minal Qur’ān, Aḥmad Musṭafā Marāgi, Tafsīr al-Marāgi, al-Jāmik lī Aḥkāmil Qur’ān dikarang oleh al-Qurṭūbī, Lubabul Tafsīr min Ibn Kaṡīr.

Bidang hadis kitab yang dipakai seperti Fatḥul Bāri, Nailul Auṭār, Bulūg

al-Marām, Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, Ṣaḥīḥ Muslim. Bidang usul fikih kitab yang

dipakai seperti ‘Ilmu Uṣūl Fiqh karangan ‘Abdul Wahab Khallāf.

Di kalangan pesantren kitab-kitab kuning diajarkan melalui beberapa metode yaitu metode sorogan, metode sorogan menjadi metode yang sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional karena menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan kedisiplinan santri. Setiap santri bergilir menyodorkan kitabnya dihadapan kyai.148

Metode yang lain adalah wetonan atau bandongan, metode ini waktunya telah ditentukan yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardu yang diikuti oleh sekelompok santri dengan jumlah tertentu. Cara penyampaiannya seorang kyai membaca kitab kuning pada waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama kemudian santri mendengarkan dan menyimak bacaan kyai tersebut. Metode ini disebut metode bebas karena santri tidak di absen, tidak ada sistem kenaikan kelas, santri boleh datang dan tidak, bagi mereka yang sudah menamatkan buku tersebut dapat mempelajari kitab lain. Metode ini mendidik anak untuk kreatif dan dinamis.149

Metode ketiga adalah ḥalaqah. Metode ini merupakan kelompok kelas dari sistem wetonan, dimana santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah

148Rohadi Abdul Fattah dkk, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, Dari Tradisional,

Modern, hingga Post Modern (Jakarta: Listafariska Putra, 2005), h. 48.

yang dipimpin oleh seorang kyai untuk membahas atau mengkaji satu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Ḥalaqah dilakukan untuk memahami isi kitab bukan untuk mempertanyakan benar atau salah yang diajarkan di dalam kitab.150

Metode mużākarah (Baḥṡ al-masāil) dilakukan melalui dua cara yaitu diselenggarakan oleh sesama santri untuk mengkaji satu masalah agar terlatih untuk memecahkan masalah dengan menggunakan rujukan kitab-kitab yang tersedia. Kemudian cara kedua dipimpin oleh kyai, dimana hasil mużākarah santri dibahas dan dinilai seperti seminar dan dalam mużākarah ini terjadi tanya jawab dengan menggunakan bahasa Arab.151

Metode yang dipergunakan pada mata kuliah berbasis kitab kuning di perguruan tinggi negeri mengadopsi metode pesantren, dari empat metode yang lazim dipakai di pesantren maka metode bandongan, ḥalaqah dan mużākarah yang dipergunakan. Proses belajar mengajar di perguruan tinggi menggunakan metode bandongan karena waktu perkuliahan telah ditentukan jadwalnya dengan mahasiswa tertentu sesuai dengan kelasnya. Memakai metode ḥalaqah karena dosen duduk di depan dan mahasiswa duduk dihadapan dosen, terkadang mahasiswa duduk melingkari dosennya, sedangkan metode mużākarah

digunakan karena sistem perkuliahan di UIN menggunakan metode seminar atau diskusi.

Metode seminar dan diskusi harus memenuhi tiga unsur, yaitu ada dosen (guru) pembimbing, mahasiswa (siswa) dan topik (materi) kajian ilmiah.152 Dalam proses belajar mengajar di UIN metode yang dipergunakan adalah metode seminar/diskusi, dimana dosen membagikan topik yang akan dibahas kepada mahasiswa sesuai mata kuliahnya, kemudian mahasiswa dibagi beberapa kelompok untuk mengkaji topik tersebut dan menuliskannya dalam bentuk makalah.

150

Ibid.

151Nizar, Sejarah, h. 164.

152Abd. Mukti, Konstruksi Pendidikan Islam: Belajar dari Kejayaan Madrasah

Makalah tersebut dipersentasekan dihadapan mahasiswa lain pada waktu yang telah ditentukan, dan ditanggapi oleh mahasiswa lain sehingga terjadi diskusi antar mahasiswa. Ada yang mengkritisi isi makalah, bertanya atau membanding makalah tersebut. Kesimpulan hasil diskusi dilakukan pada akhir perkuliahan, dimana dosen memberikan penjelasan tambahan berkaitan dengan topik yang dikaji.

Dengan menggabungkan tiga metode tersebut UIN membiasakan dan melatih mahasiswanya untuk dapat bekerjasama dengan teman dalam satu kelompok, mampu menyampaikan ide dan gagasan kepada orang lain, menghargai perbedaan pendapat, dapat memahami permasalahan-permasalahan dalam agama Islam sehingga mahasiswa dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut, melatih mahasiswa untuk mencari serta mengembangkan pengetahuan dan melatih mahasiswa mampu mandiri, berdiri sendiri dalam pengajaran pengetahuan.153

Kitab kuning yang digunakan menjadi referensi dalam proses belajar mengajar di fakultas keagamaan bermanfaat sebagai bekal bagi mahasiswa mendapatkan wawasan ilmu-ilmu agama sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam atau menjadi ahli ilmu agama Islam (ulama) sesuai tujuan berdirinya lembaga pendidikan tinggi keagamaan bagi masyarakat Muslim.

Umat Islam mengharapkan lahirnya para ulama terkemuka, pemikir dan pemimpin Islam dari lembaga pendidikan tinggi Islam. Guna merealisasikan tujuan tersebut maka lembaga tinggi Islam harus menyiapkan iklim yang kondusif, memungkinkan munculnya gagasan dan berkembangnya ide-ide yang spektakuler, memberikan bekal kepemimpinan dan intelektualitas yang teruji, berkualitas disertai dengan integritas pribadi dan akhlak mulia sehingga dapat menjadi tauladan di tengah-tengah masyarakat.154

Ulama yang diharapkan umat Islam lahir dari perguruan tinggi Islam tidak hanya mereka yang mengerti permasalahan keagamaan saja, tetapi

153Ibid., h. 251.

memahami urusan duniawi, sehingga perkataan ulama memiliki makna yang luas. Perguruan Tinggi Islam diharapkan melahirkan ulama yang dapat memberikan respons dan jawaban terhadap tantangan zaman serta mampu memberikan pengaruh keislaman kepada masyarakat Muslim secara keseluruhan. Menurut Deliar Noer Perguruan Tinggi Islam diharapkan dapat menciptakan ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama.155

Alquran menyebutkan bahwa kelompok intelektual yang alim disebut dengan ulul albāb, di antara ciri-cirinya a) Senanatiasa berzikir dan berfikir, b) Berpegang teguh pada kebaikan dan keadilan, c) Terbuka, teliti dan kritis dalam menerima informasi dari orang lain, d) Mengetahui sejarah dan mampu mengambil pelajaran dari kejadian masa lalu, e) Rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk dihadapan Allah, f) Patuh pada sistem hukum yang bersumber dari Alquran dan sunnah, g) Memiliki ilmu dan hikmah, h) Hanya takut kepada Allah, i) Berdedikasi untuk menyebarluaskan ilmu, mengabdikan diri bagi kesejahteraan manusia dan menyampaikan kebenaran.156

Dalam pemikiran Nur Ahmad Fadil Lubis perguruan tinggi diharapkan dapat melahirkan sarjana yang bukan hanya sekedar intelektual tetapi memadukan antara sifat ilmuan, sifat intelektual dan sekaligus sifat orang yang dekat dengan Allah.157

Dalam hal ini kitab kuning berfungsi menjadi sumber referensi keilmuan bagi mahasiswa, untuk membekali mereka dengan pengetahuan agama, agar dapat memberikan solusi menghadapi problematika kekinian. Maka sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam, calon ulama harus memiliki kompetensi dan kemampuan membaca serta memahami ilmu-ilmu kewahyuan.