• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu

Dalam dokumen Perkerasan Jalan (Halaman 27-130)

2.1 Umum

2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.

2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang

tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.

3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat

KELAS

JALAN

FUNGSI

JALAN

Dimensi Maksimum dan MST Kendaraan Bermotor yang

Diizinkan Menggunakan Jalan

Lebar (mm) Panjang (mm) MST (Ton) Tinggi (mm)

UU No.14/1992, ps. 7, dan PP No.43/1993, ps. 11 ayat (1) RUU LLAJ 2005 ps. 12 ayat (1) s.d. (4)

PP No.44/1993, ps. 115 ayat (1) huruf b I Arteri 2500 18000 > 10 4200 dan ≤ 1,7 x Lebar kendaraan II 2500 18000 ≤ 10 IIIA Arteri atau Kolektor 2500 18000 ≤ 8 IIIB Kolektor 2500 12000 ≤ 8 IIIC Lokal & Lingkungan 2100 9000 ≤ 8

2.2 Struktur dan Perkerasan Jalan

Jalan memiliki persyaratan dari segi konstruksi yaitu harus kuat, awet dan kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal dan semen.

Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting

bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian bahan bakar.

Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan demikian perencanaan tebal masing – masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal.

Perkerasan jalan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: 1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasan bersifat menahan beban lalu lintas dan menyebarkan ketanah dasar, tanpa menimbulkan kerusakan.

Secara umumnya konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Ada jenis struktur perkerasan yang diterapkan pada struktur perkerasan jalan baru yaitu terdiri atas:

 Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli

 Struktur perkerasan pada timbunan

 Struktur perkerasan pada galian.

Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul

oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu sebagai berikut:

a. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed Plain

Concrete Pavement).

b. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed Reinforced

Concrete Pavement).

c. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly Reinforced Concrete

Pavement).

d. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed Concrete Pavement). e. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber Reinforced Concrete

Pavement).

Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan–lapisan di bawahnya.

3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)

Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Lapisan-lapisan perkerasan komposit dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Lapisan permukaan (surface)

Plat beton (concrete slab)

Lapisan pondasi bawah (subbase)

Lapisan tanah dasar (subgrade)

4. Perkerasan Paving Block (Concrete Block)

Yaitu perkerasan yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah atau tanpa campuran lainnya (abu batu atau lainnya). Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu omposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut, sedangkan menrut SK SNI T-04-1990-F paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,1992; Akmaluddin dkk. 1998). Untuk lapisan-lapisan perkerasan paving block dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

2.3 Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya.

Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential

settlement) terbatas.

2. Mudah diperbaiki.

3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja. 4. Memiliki tahanan geser yang baik.

5. Warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan.

6. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku. 2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.

3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku. 4. Tidak baik digunakan jika serig digenangi oleh air.

5. Membutuhkan lebih banyak agregat.

Struktur perkerasan lentur menurut Pedoman Perancanaan Tebal Perkerasan Lentur (Rancangan 3) umumnya terdiri atas:

1. Lapisan permukaan (surface course)

Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan berfungsi sebagai :

 Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan bawahnya.

Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

 Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah. 2. Lapisan pondasi atas (base course)

Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai:

 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.

 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

 Bantalan terhadap lapisan permukaan. 3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapisan pondasi bawah, yang berfungsi sebagai:

 Bagian dari konstrusi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah dasar.

 Efisiensi penggunaan material.

 Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.

 Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasar setebal 50-100cm diatas akan diletakkan dilapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar.

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada prses

pemadatan tanah dasar sangat menentkan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.

c. Perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah sukar ditentukan secara pasti. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar.

d. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan tanah lunak dibawah tanah yang terletak dibawah lapisan tanah dasar sangat membantu mengatasi masalah ini.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur

Berdasarkan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan LenturManual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013.

Untuk menentukan nilai struktur yang diperlukan dapat dilihat dari langkah-langkah berikut ini:

1. Umur Rencana

Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)

Jenis

Perkerasan Elemen Perkerasan

Umur Rencana (Tahun)

Perkerasan lentur

lapisan aspal dan lapisan

berbutir dan CTB 20

pondasi jalan 40

semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.

40

Cement Treated Based

Perkerasan Kaku

lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.

40 Jalan tanpa penutup Semua elemen Minimum 10 Catatan:

1 . Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana

ditunjukkanbahwaumurrencanatersebutdapatmemberikandiscountedwholeoflifecosttere ndah.

2. Umurrencanatidakbolehdiambilmelampauikapasitasjalan padasaatumurrencana.

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana,yang ditentukan sebagai:

ESA =(ΣjeniskendaraanLHRTxVDF)... 1 CESA =ESAx365xR...2

Dimana

ESA :lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standar axle) untuk 1 (satu) hari

LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu CESA : kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

3. Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)

Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TMlapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga didalam kelompok truk.

4. Menentukan nilai CESA5

Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan persamaan berikut:

CESA5=(TM x CESA4)...3 5. Menentukan tipe perkerasan

Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana, dan pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.3 tidak absolut desainer juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan dan kepraktisan konstruksi. Tabel pemilihan jenis perkerasan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan

6. Menentukan subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade

Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:

a. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian per segmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat

digunakan :

CBR karakteristik = CBR rata2– 1.3 x standar deviasi ...4 Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi

25% - 30% (standar deviasi/nilai rata-rata).

b. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah

yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan.

7. Menentukan struktur pondasi jalan

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang, tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur.

8. Menentukan struktur perkerasan

Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB

Dan pada Tabel 2.5 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang digunakan jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain menggunakan Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif

Catatan:Tabel 2.5 hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksankan, namun untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain Tabel 2.4.

9. Periksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B

Setelah semua perhitungan dilakukan maka hasil perhitungan secara struktur diperiksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B.

10. Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan

Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus disediakan untukmemenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

 Seluruhlapispondasi bawah (subbase) harusdapat mengalirkanair.

 Desainpelebaran perkerasan harus menjamin tersedianya drainase

yangmemadai dari lapisanberbutir terbawahpadaperkerasaneksisting.

 Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik Free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free drainage pada sub base.

 Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah sekitarnya, baik didaerah timbunan ataupun dipermukaan tanah asli, maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor “m” untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.

 Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sup base. Lubang kecil (weepholes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi namun tidak dapat dijadikan satu–satunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase bawah permukaan harus diupayakan untuk disediakan.

 Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5% sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outletpoint). Selain itu harus juga tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m.

 Elevasititik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih tinggi dari muka banjir rencana sesuai standar desain drainase.

Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang umumnya terjadi pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien “m” pada desain ketebalan lapis pondasiberbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1 dan Tabel 2.6. Faktor m tersebut digunakan untuk check dengan metode AASHTO 1993. Tebal lapis pondasi berbutir dari Tabel 2.4 harus disesuaikan dengan membagi tebal desain lapis berbutir dengan faktor m. Nilai yang didapat menjadi tebal desain lapis pondasi berbutir.

11. Menentukan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan

Struktur perkerasan memerlukan daya dukung tepi yang cukup, terutama bila terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi harus dinyatakan secara terinci di dalam gambar gambar kontrak (drawings).

Ketentuan minimum adalah:

 Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih dari nilai minimum yang dinyatakan dalam Gambar 2.5.

 Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR <2%) atau tanah gambut harus dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H

Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan

Lapisan penopang dan peningkatan tanah dasar harus diperpanjang sama ke bawah median sebagaimana dalam Gambar 2.5. Area median harus terdrainase baik atau diisi dengan lean mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk menghindari pengumpulan air dan merusak tepi perkerasan.

2.5 Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 perhitungan perkerasan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan Pd-T-2002-B. Berikut prosedur perencanaan Pd-T-2002-B.

Diadopsi dari Metode AASHTO1993 dengan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut:

dengan menggunakan tabel khusus untuk jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis permukaan.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

b. Menentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) sesuai Metode

PtT-01-2002-B yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan MetodeAASHTO 1993.

Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan.

Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

c. Mengasumsikan nilai SN yang digunakan untuk menentukan angka ekivalen.

dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu.

Angka ekuivalen (E) asing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.

=[ ]4...5

e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia dalam 2 arah DA berkisar antara 0,3–0,7. Untuk perencanaan pada umumnya diambil nilai DAsenilai 0,5.

f. Menentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi kelajur rencana.

Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)

g. Menghitung lintas ekivalen selama umur rencana(W18).

W18= DDx DLx W18...6 Dimana :

DD = faktor distribusi arah. DL = faktor distribusi laju

W18= beban gandar standar kumulatif untuk dua arah

h. Menentukan reabilitas/reability ,tingkat reabilitas tinggi menunjukan jalan yang melayani lalulintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah yaitu 50% menunjukan jalan lokal.

Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

i. Menentukan MRtanah dasar berdasarkan korelasi dengan nilai CBRsegmen.

j. Menentukan nilai SN (inci) dengan menggunakan nomogram, nilai SN harus sama dengan SN yang telah diasumsikan diawal, apabila nilai SN belum sama maka langkah perencanaan diulang kembali mulai dari asumsi nilai SN. Nomogram perkerasan lentur bisa dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut:

k. Menentukan koefisien drainaselapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif

material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.

l. Menentukan tebal minimum masing-masing perkerasan.

Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat

2.6 SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur)

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah alat bantu perencanaan teknis

perkerasan jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS). Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan.

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat

lunak sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan pemakaian material dan spesifikasi yang digunakan.

SDPJL ini hanya sebagai alat bantu perhitungan perencana dalam proses mendesain perkerasan jalan lentur yang merujuk pada Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No 002/P/BM/2011. Dalam aplikasinya pemakai perangkat lunak ini masih memerlukan data dan perhitungan secara manual dan secara mandiri harus melakukan pertimbangan teknik terhadap keluarannya, sehingga menjadi desain yang sesuai dengan kebutuhan.

2.6.1 Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur

Beberapa prinsip utama dari software ini antara lain:

1. Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan mempercepat pemantauan (monitoring).

2. Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan.

3. Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat disimpan dalam satu“file perencanaan“ dan dapat di link dengan perangkat lunak Analisa Harga

Dalam dokumen Perkerasan Jalan (Halaman 27-130)

Dokumen terkait