• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkerasan Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkerasan Jalan"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA JALAN M. SAID SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NOMOR 02/M/BM/2013

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun Tugas Akhir

pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat

Oleh: BUEN BESTARAYA NIM : H1A110110 Pembimbing: Ir. YASRUDDIN, MT NIP. 19601225 199003 1 002

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL BANJARBARU

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Buen Bestaraya

Nim : H1A110110

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Sipil dan Lingkungan

Program Studi : Teknik Sipil

Judul Tugas Akhir : Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur (Flexible

Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda Kalimantan Timur

Pembimbing : Ir. Yasruddin, MT

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tugas Akhir yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Lambung Mangkurat.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

Buen Bestaraya (H1A110110)

(4)

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA JALAN M. SAID STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN

PERKERASAN JALAN NOMOR 02/M/BM/2013 SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR Oleh: Buen Bestaraya Pembimbing: Ir. YASRUDDIN, MT ABSTRAK

Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat penting. Ruas jalan M. Said Kota Samarinda salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk dan sekitarnya menuju Kota Samarinda dengan kondisi jalan yang rusak serta berlubang. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan jalan demi memperlancar akses masyarakat menuju pusat kota.

Perencanaan perkerasan jalan ini untuk mendapatkan tebal struktur perkerasan lentur dengan menggunakan Program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) yang berpedoman pada Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 serta menggunakan Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.

Pada perencanaan tebal struktur perkerasan lentur dengan Program SDPJL didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); lapis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B). Dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 didapat D1= 4 cm; D1’ = 13,5 cm; D2= 15 cm (CTB) dan D3= 15 cm. (LPA Kelas A) lalu menggunakan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); lapis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B) lalu diambil tebal perkerasan yang efisien dengan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat rencana anggaran biaya sebesar Rp. 6.747.584.530 dengan panjang jalan ±3.8 Km dan lebar jalan 5 m.

Kata kunci: Perkerasan jalan lentur 02/M/BM/2013, Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur SDPJL, Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.

(5)

ROAD PAVEMENT DESIGN bending (FLEXIBLE PAVEMENT) in M. SAID STA 0 + 000 S / D 3 + 800 ROAD PAVEMENT DESIGN WITH MANUAL NUMBER 02 / M / BM

/ 2013 SAMARINDA EAST BORNEO By: Buen Bestaraya Advisor: Ir. YASRUDDIN, MT ABSTRACK

The highway is a very important transportation infrastructure. M. Said Samarinda one access connecting residential areas and surrounding towards Samarinda with damaged roads and potholes. Therefore it is necessary for path planning in order to increase public access to the city center.

Planning pavement to get thick flexible pavement structures using SDPJL Program (Flexible Pavement Design Software) that is based on the Flexible Pavement Thickness Design Guideline No. 02/M/BM/2013 as well as the use Pavement Guidelines Bending Pt T-01-2002-B.

In the thick of planning flexible pavement structure with surface layers obtained SDPJL Program = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B). Using Flexible Pavement Thickness Design Guideline No. 02 / M / BM / 2013 obtained D1 = 4 cm; D1 '= 13.5 cm; D2 = 15 cm (CTB) and D3 = 15 cm. (LPA Class A) and then use the Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002-B obtained surface layer = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B) then taken pavement thickness efficient with obtained Flexible Pavement Guidelines

Pt T-01-2002-Bbudget plan Rp. 6.747.584.530 with the ± 3.8 Km long and 5 m wide road

.

Keywords: Pavement road bending 02/M/BM/2013, Guidelines for Design of Pavement Thickness SDPJL Flexible, Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmannirrahiim

Assalamualaikum.Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga Tugas Akhir yang berjudul ”Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda” ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaat dari beliau.Amin.

Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana (S1) pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Kedua orang tua dan keluarga saya, ayahanda tercinta Ir. M. Salmani MT. dan ibunda tercinta Effy Herlina yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan saya selama ini, serta adik saya tercinta Lemitha Anummi yang telah banyak memberikan doa, dorongan dan semangat, dalam penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai.

2. Irmalisa yang membuat saya bersemangat melewati hari-hari serta dalam mengerjakan tugas akhir ini, terimakasih karena selalu ada selalu mengingatkan selalu memberikan doa dan selalu memberikan semangat selama pengerjaan Tugas Akhir ini.

3. Ibu Ulfa Fitriati, M.Eng selaku Ketua Program Studi S-1 Teknik Sipil yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Yasruddin, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmunya serta membimbing saya dari awal hingga selesainya Tugas Akhir ini.

(7)

5. Segenap Dosen Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan ilmunya serta motivasi kepada saya.

6. Seluruh staf Program Studi S1 Teknik Sipil dan Staf-staf Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru yang telah membantu kelancaran dalam administrasi dan peminjaman literatur-literatur yang dibutuhkan.

7. Semua instruktur dan teknisi Laboratorium Jalan Raya, khususnya Aminudin Burhan. Terimakasih untuk bantuannya serta pengetahuan yang telah diberikan. 8. Seto Prabowo Epsa dan Sedjono Adi Wibowo R. yang satu perjuangan dalam

pembimbing ini yang selalu bersama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan tugas kita masing-masing.Terimakasih banyak karena sudah banyak sekali membantu dalam penulisan ini dan terimakasih untuk kerja samanya.

9. Seluruh teman-teman saya, khususnya anak Teknik Sipil 2010 terimakasih banyak untuk hari-hari yang sangat berharga serta suka duka yang pernah kita lalu bersama.

Akhir kata, saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas akhir ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas akhir ini. Semoga Tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan bagi kita semua.

Banjarbaru, Desember 2014

(8)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN...ii LEMBAR PERNYATAAN...iii ABSTRAK...iv ABSTRACK... v PRAKATA... vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

DAFTAR NOTASI... xvi

BAB I ... iii

PENDAHULUAN ... xviii

1.1 Latar Belakang ... xviii

1.2 Tujuan Penelitian ... xix

1.3 Batasan Masalah ... xix

1.4 Manfaat Penelitian ... xix

1.5 Lokasi Penelitian...xx

BAB II...xxii

TINJAUAN PUSTAKA ...xxii

2.1 Umum ... xxii

2.1.1 Pengertian Jalan ... xxii

2.1.2 Sistem Jaringan Jalan... xxii

2.1.3 Fungsi Jalan Umum ... xxiii

2.1.4 Kelas Jalan ... xxvi

(9)

2.2 Struktur dan Perkerasan Jalan ... xxix 2.3 Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ... xxxiv 2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur... xxxvii 2.5 Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B ... xlvi 2.6 SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur)... li 2.6.1 Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur ... lii 2.6.2 Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL... liii 2.6.3 Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0 ... liii 2.6.4 Output Hasil Perencanaan SDPJL ... lix 2.7 Analisa Harga Satuan... lix 2.7.1 Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja ... lx 2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat ... lxiii 2.7.3 Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan... lxxi BAB III ...lxxvi METODE PENELITIAN...lxxvi 3.1 Tahapan Persiapan ... lxxvi 3.2 Pengumpulan Data ... lxxvi 3.3 Analisa Data... lxxvii 3.4 Bagan Alir... lxxvii BAB IV ...lxxx HASIL DAN PEMBAHASAN...lxxx 4.1 Perencanaan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013... lxxx 4.1.1 Menetapkan Umur Rencana... lxxx 4.2.1 Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar ... lxxxi 4.1.3 Menentukan Nilai CESA4... lxxxiii 4.1.4 Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM) ... lxxxiv 4.1.5 Menentukan nilai CESA5... lxxxiv 4.1.6 Menentukan Tipe Perkerasan... lxxxiv

(10)

4.1.7 Struktur Pondasi Jalan ... lxxxv 4.1.8 Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan ... lxxxvi 4.1.9 Desain Tebal Perkerasan... lxxxvii 4.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan SDPJL ...xc 4.2.1 Data Input ...xc 4.2.2 Data Output...xci 4.3 Analisa Data Perhitungan Tebal Perkerasan Dengan Menggunakan Pedoman

Pd-T-01-2002-B ...xciv 4.3.1 Menentukan Indeks Permukaan...xciv 4.3.2 Asumsi Nilai Struktural Number (SN) ...xcvi 4.3.3 Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan ...xcvi 4.3.4 Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA)...xcix 4.3.5 Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)...xcix 4.3.6 Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18) ...xcix 4.3.7 Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar...cix 4.3.8 Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan ... cxiii 4.3.9 Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN ..cxv 4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase...cxvi 4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing–Masing Perkerasan...cxvii 4.4 Rencana Anggaran Biaya...cxxvii

4.4.1 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan...110

4.4.2 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya ...112

BAB V...113 PENUTUP...113 5.1 Kesimpulan ...113 5.2 Saran ...115 LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat ... xxix

Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ...xxxviii

Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan ... xl Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB...xli Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif ...xlii Tabel 2.6 Koefisien drainase ‘m’ untuk lapis berbutir...xliv Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) ...xlvii Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)...xlvii Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)...xlviii Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan...xlix Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur. ...li Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi agregat (inci) ...li Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat ...lxxiv Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan Berbasis Semen atau Beton Semen...lxxiv Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ... 62

Tabel 4.2 LHR2034(Akhir Umur Rencana) ... 65

Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan ... 67

Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan... 68

Tabel 4.5Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapisan... 69

Tabel 4.6 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis... 70

(12)

Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo) ... xcv Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt)... xcvi Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)... xcviii Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL)... xcix Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan ... cii Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014)... ciii Tabel 4.14 LHR2034(Akhir Umur Rencana) ... civ Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N)... cv Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadi LHR dalam lss/hari/2 arah cv Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18 ... cvi Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan... cvii Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR... cviii Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade ... cxi Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m) ... cxvii Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1 ... cxxv Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode ... cxxvi Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan... cxxx Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan... cxxxi

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ruas Jalan Utama... xx

Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian ... xxi

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur...xxxi

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku...xxxii

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit ...xxxiii

Gambar 2. 4 Lapisan Paving Block ... xxxiv Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan...xlvi Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur... l Gambar 2.7 Tampilan Awal Program SDPJL 1.0 ...liv Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey ... lv Gambar 2.9 Kolom AADT Rencana ... lv Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik...lvi Gambar 2.11 Data untuk Proses Sorting...lvi Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan...lvii Gambar 2.13 Pengelompokan Data Lendutan ...lvii Gambar 2.14 Hasil Sort ...lviii Gambar 2.15 Hasil Output ...lviii Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama

...lxxviii

Gambar 3. 2 Bagan Alur Metode Pt T-01-2002-B ...lxxix Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur

...lxxxix

Gambar 4.2 Data Input Awal Program SDPJL... xc Gambar 4.3 Data Input Akhir Program SDPJL ... xci Gambar 4.4 Data Output Program SDPJL... xcii

(15)

Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur ... xciii Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan ... xciv Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis ... cxii Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus ... cxii Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan... cxiii Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur... cxxvi

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kartu Kegiatan Asistensi

LAMPIRAN 2 Berita Acara Dan Surat Menyurat

LAMPIRAN 3 Faktor Ekuivalen Beban

LAMPIRAN 4 Data Lalu Lintas Selama 24 jam

LAMPIRAN 5 Data Perhitungan Nilai CBR

LAMPIRAN 6 Nomogram Penentuan Nilai SN

LAMPIRAN 7 Daftar Harga Satuan

LAMPIRAN 8 Rekapitulasi Perhitungan

LAMPIRAN 9 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

LAMPIRAN 10 Gambar Dilapangan

(17)

DAFTAR NOTASI

CESA = Cumulative Equivalent Standard Axles

CESA4 = Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 4 CESA5 = Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 5

TM = Traffic Multiplier Untuk Desain Perkerasan Beraspal

VDF = Vehicle Damage Factor

W18(Wt) = Volume Kumulatif Lalu Lintas Selama Umur Rencana.

ZR = Deviasi Normal Standar Sebagai Fungsi Dari Tingkat Kepercayaan

(R), Yaitu Dengan Menganggap Bahwa Semua Parameter Masukan Yang Digunakan Adalah Nilai Rata-Rata.

S0 = Gabungan Standart Error Untuk Perkiraan Lalu Lintas Dan Kinerja.

ΔIP = Perbedaan Antara Indeks Pelayanan Pada Awal Umur Rencana (IP0)

MR = Modulus Resilien Tanah Dasar Efektif (psi)

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan raya adalah suatu tempat atau area yang berbentuk jalur yang digunakan sebagai prasarana transportasi, baik menggunakan kendaraan maupun pejalan kaki. Sehubungan dengan perkembangan lalu lintas yang demikian pesat, maka untuk dapat meningkatkan pelayanan jalan yang baik dari segi geometrik, struktur perkerasan, maupun kapasitas, maka diperlukan suatu perencanaan teknis yang terbaik dan ekonomis dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta faktor lingkungan.

Kota Samarinda sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur memerlukan prasarana jalan untuk menunjang pembangunan dibidang ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan desa-desa atau pusat pemukiman di sekitarnya menuju ke pusat kota. Salah satu kawasan atau daerah yang diperlukan peningkatan infrastruktur jalan yaitu ruas jalan M. Said yang merupakan ruas jalan yang terletak di kecamatan Sungai Kunjang menuju ke kota Samarinda.

Jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang dipilih untuk diteliti karena merupakan jalan akses pemukiman yang padat penduduk, dimana panjang jalannya kurang lebih dari 3,80 km dan jalan yang ada kondisinya rusak serta berlubang dan struktur lapis perkerasannya masih menggunakan lapis pondasi bawah dari material laterit dengan lebar badan jalan yang ada hanya 5 meter. Selain hal tersebut jalan M. Said adalah salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk dan sekitarnya menuju ke Kota Samarinda.

Adapun perencanaan perkerasan ruas jalan M. Said digunakan perkerasan lentur (fleksibel) yang sesuai dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun

(19)

2013, Program Software Desain Perkerasan Lentur (SDPJL) dan Metode Pt T-01-2002-B.

Perbedaan mendasar dari ketiga metode tersebut adalah pada cara mendapatkan hasil tebal perkerasan dimana perhitungan dari metode 02/M/BM/2013 menggunakan tabel perhitungan, program SDPJL menggunakan software, dan metode Pt T-01-2002-B menggunakan perhgitungan dan grafis.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Merencanakan tebal perkerasan lentur sesuai Pedoman Perkerasan Jalan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 yang diperiksa menggunakan Pedoman Pt-T-01-2002-B dan menganalisis tebal perkerasan lentur dengan menggunakan program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda

b. Menganalisis Rencana Anggaran Biaya (RAB) berdasarkan ketebalan lapisan yang paling tipis dengan menggunakan AHSP 2013

1.3 Batasan Masalah

Menyadari akan luasnya permasalahan dalam perencanaan suatu jalan yang mencakup berbagai aspek, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya membatasi permasalahan pada perencanaan desain tebal perkerasan lentur, dan menghitung rencana anggaran biaya (RAB) untuk ruas jalan M. Said Samarinda.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rencana tebal perkerasan jalan serta rencana anggaran biaya (RAB). Diharapkan hasil ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi acuan dalam suatu perencanaan perkerasan jalan.

(20)

1.5 Lokasi Penelitian

Letak jalan yang dilakukan penelitian berada di provinsi Kalimantan Timur atau tepatnya di ruas jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Berikut ini adalah layout dari ruas jalan M. Said Kota Samarinda.

Untuk daerah ruas jalan rencana sendiri dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini:

(21)

Untuk Denah Lokasi Perencanaan bisa dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

2.1.1 Pengertian Jalan

Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan untuk lalu lintas baik menggunakan kendaraan maupun jalan kaki yang menghubungkan dari satu daerah ke daerah lain.

Sebagai prasarana transportasi, jalan harus memenuhi syarat sesuai dengan fungsinya yaitu memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain dengan cara aman, nyaman, lancar dan ekonomis.(Sumber: Undang-Undang

Jalan No. 38 Tahun, 2004)

2.1.2 Sistem Jaringan Jalan

Dengan kemajuan jaman yang begitu pesat, maka tuntutan perekonomian, pendidikan, dan hal-hal lainnya yang merupakan tuntutan hidup membuat tuntutan akan pelayanan terhadap transportasi semakin besar. Dari jenis kendaraan, ukuran dan jumlah semua juga ikut berubah pula sehingga masalah–masalah seperti kelancaran arus lalu lintas, kenyamanan dan hal-hal lainnya yang membuat kinerja jalan menurun mencuat kepermukaan, oleh karena itu perlunya diadakan batasan-batasan. Batasan-batasan tersebut itulah yang membuat jalan diklasifikasikannya. Sistem jaringan dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi. Jaringan jalan primer

(23)

menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota-kota dibawahnya sampai kepersiil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer antara lain: Industri berskala regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat perdagangan skala Regional/Grosir.

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubunkan kawasan-kawasan yang memiliki fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai keperumahan.

2.1.3 Fungsi Jalan Umum

Berdasarkan fungsinya, jalan umum dapat dikelompokkan kedalam:

1. Jalan Arteri Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai berikut:

a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.

c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.

(24)

e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

f. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan menggunakan jalan ini.

g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.

h. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu lintasnya.

i. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.

j. Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.

k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan. 2. Jalan Kolektor Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua

dengan kota jenjang kedua atau kota menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya adalah: a. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar

kota.

b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. c. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam.

d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.

e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien jarak antaranya lebih dari 400 meter.

f. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat dijinkan melalui jalan ini.

g. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintasnya.

(25)

i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk

j. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.

k. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer. 3. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil atau kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota dibawahnya, atau kota jenjnag ketiga dengan persiil atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persiil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah:

a. Merupakan terusan jalan lokal pimer luar kota.

b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. c. Dirancang umtuk kecepatan rencana 20 km/jam.

d. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini. e. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.

f. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pelayan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya. 4. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder

kesatu atau menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Kriteria untuk jalan perkotaan:

a. Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 20 km/jam. b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.

c. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini didaerah pemukiman.

d. Lokasi parkir pada jalan dibatasi.

e. Harus mempunyai perlengkapan jalan cukup.

(26)

5. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya dan kawasan sekunder dengan perumahan. Kriteria untuk daerah perkotaan adalah:

a. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam. b. Lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.

c. Kendaraan angkutan barang dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini didaerah pemukiman.

d. Besarnya LHR umumnya paling rendah.

2.1.4 Kelas Jalan

Berdasarkan pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas jalan berdasarkan:

1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.

Pengelompokkan jalan menurut kelas jalan terdiri atas beberapa kelas, antara lain adalah:

a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.

b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

c. Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm,

(27)

ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

d. Jalan Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton. Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1 secara nyata menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini sangat mempengaruhi tebal perkerasan jalan tersebut.

2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.

2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang

(28)

tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.

3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

(29)

Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat

KELAS

JALAN

FUNGSI

JALAN

Dimensi Maksimum dan MST Kendaraan Bermotor yang

Diizinkan Menggunakan Jalan

Lebar (mm) Panjang (mm) MST (Ton) Tinggi (mm)

UU No.14/1992, ps. 7, dan PP No.43/1993, ps. 11 ayat (1) RUU LLAJ 2005 ps. 12 ayat (1) s.d. (4)

PP No.44/1993, ps. 115 ayat (1) huruf b I Arteri 2500 18000 > 10 4200 dan≤ 1,7 x Lebar kendaraan II 2500 18000 ≤ 10 IIIA Arteri atau Kolektor 2500 18000 ≤ 8 IIIB Kolektor 2500 12000 ≤ 8 IIIC Lokal & Lingkungan 2100 9000 ≤ 8

2.2 Struktur dan Perkerasan Jalan

Jalan memiliki persyaratan dari segi konstruksi yaitu harus kuat, awet dan kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal dan semen.

Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting

(30)

bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian bahan bakar.

Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan demikian perencanaan tebal masing–masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal.

Perkerasan jalan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: 1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasan bersifat menahan beban lalu lintas dan menyebarkan ketanah dasar, tanpa menimbulkan kerusakan.

Secara umumnya konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Ada jenis struktur perkerasan yang diterapkan pada struktur perkerasan jalan baru yaitu terdiri atas:

 Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli

 Struktur perkerasan pada timbunan

 Struktur perkerasan pada galian.

Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

(31)

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur 2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul

(32)

oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu sebagai berikut:

a. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed Plain

Concrete Pavement).

(33)

b. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed Reinforced

Concrete Pavement).

c. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly Reinforced Concrete

Pavement).

d. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed Concrete Pavement). e. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber Reinforced Concrete

Pavement).

Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan–lapisan di bawahnya.

3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)

Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Lapisan-lapisan perkerasan komposit dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Lapisan permukaan (surface)

Plat beton (concrete slab)

Lapisan pondasi bawah (subbase) Lapisan tanah dasar

(subgrade)

(34)

4. Perkerasan Paving Block (Concrete Block)

Yaitu perkerasan yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah atau tanpa campuran lainnya (abu batu atau lainnya). Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu omposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut, sedangkan menrut SK SNI T-04-1990-F paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,1992; Akmaluddin dkk. 1998). Untuk lapisan-lapisan perkerasan paving block dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

2.3 Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya.

(35)

Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential

settlement) terbatas.

2. Mudah diperbaiki.

3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja. 4. Memiliki tahanan geser yang baik.

5. Warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan.

6. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku. 2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.

3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku. 4. Tidak baik digunakan jika serig digenangi oleh air.

5. Membutuhkan lebih banyak agregat.

Struktur perkerasan lentur menurut Pedoman Perancanaan Tebal Perkerasan Lentur (Rancangan 3) umumnya terdiri atas:

1. Lapisan permukaan (surface course)

Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan berfungsi sebagai :

 Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan bawahnya.

Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

 Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah. 2. Lapisan pondasi atas (base course)

(36)

Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai:

 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.

 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

 Bantalan terhadap lapisan permukaan. 3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapisan pondasi bawah, yang berfungsi sebagai:

 Bagian dari konstrusi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah dasar.

 Efisiensi penggunaan material.

 Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.

 Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasar setebal 50-100cm diatas akan diletakkan dilapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar.

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada prses

(37)

pemadatan tanah dasar sangat menentkan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.

c. Perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah sukar ditentukan secara pasti. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar.

d. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan tanah lunak dibawah tanah yang terletak dibawah lapisan tanah dasar sangat membantu mengatasi masalah ini.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur

Berdasarkan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan LenturManual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013.

Untuk menentukan nilai struktur yang diperlukan dapat dilihat dari langkah-langkah berikut ini:

(38)

1. Umur Rencana

Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)

Jenis

Perkerasan Elemen Perkerasan

Umur Rencana (Tahun)

Perkerasan lentur

lapisan aspal dan lapisan

berbutir dan CTB 20

pondasi jalan 40

semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.

40

Cement Treated Based Perkerasan

Kaku

lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.

40 Jalan tanpa penutup Semua elemen Minimum 10 Catatan:

1 . Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana

ditunjukkanbahwaumurrencanatersebutdapatmemberikandiscountedwholeoflifecosttere ndah.

2. Umurrencanatidakbolehdiambilmelampauikapasitasjalan padasaatumurrencana.

(39)

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana,yang ditentukan sebagai:

ESA =(ΣjeniskendaraanLHRTxVDF)... 1 CESA =ESAx365xR...2

Dimana

ESA :lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standar axle) untuk 1 (satu) hari

LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu CESA : kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

3. Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)

Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TMlapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga didalam kelompok truk.

4. Menentukan nilai CESA5

Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan persamaan berikut:

CESA5=(TM x CESA4)...3 5. Menentukan tipe perkerasan

Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana, dan pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.3 tidak absolut desainer juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan dan kepraktisan konstruksi. Tabel pemilihan jenis perkerasan sebagai berikut:

(40)

Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan

6. Menentukan subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade

Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:

a. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian per segmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat

digunakan :

CBR karakteristik = CBR rata2–1.3 x standar deviasi ...4 Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi

25% - 30% (standar deviasi/nilai rata-rata).

b. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah

(41)

yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan.

7. Menentukan struktur pondasi jalan

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang, tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur.

8. Menentukan struktur perkerasan

Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB

Dan pada Tabel 2.5 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang digunakan jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain menggunakan Tabel 2.5.

(42)

Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif

Catatan:Tabel 2.5 hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksankan, namun untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain Tabel 2.4.

9. Periksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B

Setelah semua perhitungan dilakukan maka hasil perhitungan secara struktur diperiksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B.

10. Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan

Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus disediakan untukmemenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

 Seluruhlapispondasi bawah (subbase) harusdapat mengalirkanair.

 Desainpelebaran perkerasan harus menjamin tersedianya drainase

yangmemadai dari lapisanberbutir terbawahpadaperkerasaneksisting.

 Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik Free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free drainage pada sub base.

(43)

 Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah sekitarnya, baik didaerah timbunan ataupun dipermukaan tanah asli, maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor

“m”untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.

 Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sup base. Lubang kecil (weepholes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi namun tidak dapat dijadikan satu–satunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase bawah permukaan harus diupayakan untuk disediakan.

 Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5% sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outletpoint). Selain itu harus juga tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m.

 Elevasititik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih tinggi dari muka banjir rencana sesuai standar desain drainase.

Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang umumnya terjadi pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien “m” pada desain ketebalan lapis pondasiberbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1 dan Tabel 2.6. Faktor m tersebut digunakan untuk check dengan metode AASHTO 1993. Tebal lapis pondasi berbutir dari Tabel 2.4 harus disesuaikan dengan membagi tebal desain lapis berbutir dengan faktor m. Nilai yang didapat menjadi tebal desain lapis pondasi berbutir.

(44)
(45)

11. Menentukan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan

Struktur perkerasan memerlukan daya dukung tepi yang cukup, terutama bila terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi harus dinyatakan secara terinci di dalam gambar gambar kontrak (drawings).

Ketentuan minimum adalah:

 Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih dari nilai minimum yang dinyatakan dalam Gambar 2.5.

 Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR <2%) atau tanah gambut harus dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H

(46)

Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan

Lapisan penopang dan peningkatan tanah dasar harus diperpanjang sama ke bawah median sebagaimana dalam Gambar 2.5. Area median harus terdrainase baik atau diisi dengan lean mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk menghindari pengumpulan air dan merusak tepi perkerasan.

2.5 Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 perhitungan perkerasan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan Pd-T-2002-B. Berikut prosedur perencanaan Pd-T-2002-B.

Diadopsi dari Metode AASHTO1993 dengan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut:

(47)

dengan menggunakan tabel khusus untuk jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis permukaan.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

b. Menentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) sesuai Metode

PtT-01-2002-B yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan MetodeAASHTO 1993.

Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan.

Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

c. Mengasumsikan nilai SN yang digunakan untuk menentukan angka ekivalen.

(48)

dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu.

Angka ekuivalen (E) asing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.

=[ ]4...5

e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia dalam 2 arah DA berkisar antara 0,3–0,7. Untuk perencanaan pada umumnya diambil nilai DAsenilai 0,5.

f. Menentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi kelajur rencana.

Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)

g. Menghitung lintas ekivalen selama umur rencana(W18).

W18= DDx DLx W18...6 Dimana :

DD = faktor distribusi arah. DL = faktor distribusi laju

W18= beban gandar standar kumulatif untuk dua arah

h. Menentukan reabilitas/reability ,tingkat reabilitas tinggi menunjukan jalan yang melayani lalulintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah yaitu 50% menunjukan jalan lokal.

(49)

Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

i. Menentukan MRtanah dasar berdasarkan korelasi dengan nilai CBRsegmen.

j. Menentukan nilai SN (inci) dengan menggunakan nomogram, nilai SN harus sama dengan SN yang telah diasumsikan diawal, apabila nilai SN belum sama maka langkah perencanaan diulang kembali mulai dari asumsi nilai SN. Nomogram perkerasan lentur bisa dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut:

(50)
(51)

k. Menentukan koefisien drainaselapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif

material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.

l. Menentukan tebal minimum masing-masing perkerasan.

Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat

2.6 SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur)

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah alat bantu perencanaan teknis

perkerasan jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS). Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan.

(52)

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat

lunak sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan pemakaian material dan spesifikasi yang digunakan.

SDPJL ini hanya sebagai alat bantu perhitungan perencana dalam proses mendesain perkerasan jalan lentur yang merujuk pada Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No 002/P/BM/2011. Dalam aplikasinya pemakai perangkat lunak ini masih memerlukan data dan perhitungan secara manual dan secara mandiri harus melakukan pertimbangan teknik terhadap keluarannya, sehingga menjadi desain yang sesuai dengan kebutuhan.

2.6.1 Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur

Beberapa prinsip utama dari software ini antara lain:

1. Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan mempercepat pemantauan (monitoring).

2. Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan.

3. Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat disimpan dalam

satu“file perencanaan“ dan dapat dilink dengan perangkat lunak Analisa Harga

Satuan.

4. Mempermudah perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan konstruksi perkerasan jalan, (dapat mendesain beberapa alternatif desain dalam waktu yang bersamaan).

(53)

2.6.2 Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL

Desain perkerasan jalan lentur dengan menggunakan software ini, memerlukan data yang antara lain :

1. Data kekuatan jalan yang ada, yang diperoleh dengan pengukuran B/Beam (untuk jalan yang beraspal) atau dengan pengukuran CBR subgrade menggunakan alat Dinamic Cone Penetrometer (untuk jalan tanah, jalan rusak dan pelebaran).

2. Data geometrik Jalan termasuk temperatur perkerasan dan ketebalan aspal existing.

3. Data sumber material. 4. Harga satuan.

5. Peta lokasi proyek yang menunjukkan secara pasti titik awal dan titik akhir proyek berikut datumnya.

6. Data perkiraan kebutuhan lapangan lainnya. 7. Data Lalu Lintas.

2.6.3 Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0

Adapun langkah-langkah perencanaan dengan menggunakan program SDPJL 1.0 berdasarkan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 ini adalah sebagai berikut:

1. Tampilan awal

Tampilan awal merupakan isian data yang terdiri sebagai berikut:

a. Isian, Inputing data isian di isi sesuai dengan kebutuhan lapangan dan untuk mengisinya ada fasilitas pembantu berupa tanda merah dalam sel (untuk membantu pengisian). Caranya geser cursor ke arah tanda merah dengan mempergunakan mouse, sehingga muncul kotak keterangan seperti terlihat pada gambar 2.7

(54)

b. Pilihan, Di dalam gambar 2.7 terlihat kotak pilihan untuk pengisian (contohnya: Fungsi Jalan). Cara menentukan pilihan, geser cursor ke pojok kanan kotak pilihan, tekan mouse pada saat cursor terdapat pada segitiga, kemudian tentukan pilihan yang dibutuhkan.

(55)

2. Tampilan isian data hasil survey

Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey

3. Tampilan kolom AADT Rencana

Diisi dengan kondisi lalu lintas disesuaikan dengan Tabel Koefesien Distribusi Kendaraan dibuat formulanya.

Contoh pengisian data:

(56)

4. Tampilan hasil analisa traffik

Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik

5. Tampilan data untuk proses sorting

(57)

6. Tampilan pengelompokan data lapangan

Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan

7. Contoh tampilan pengelompokan data lendutan

(58)

8. Tampilan hasil sort

Gambar 2.14 Hasil Sort

9. Tampilan hasil output

(59)

2.6.4 Output Hasil Perencanaan SDPJL

Output hasil perencanaan SDPJL terdiri dari: a. Tebal lapisan perkerasan

b. Volume Pekerjaan c. Analisa Harga Satuan

Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan perangkat lunak analisa Harga Satuan dengan cara link antar file.

Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada tebal lapisan perkerasan dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan yang lebih rinci dalam dalam lembar kerja yang ada dalam SDPJL.

2.7 Analisa Harga Satuan

Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu sfesifikasi teknik dan komponen harga satuan, baik untuk kegiatan pemeliharaan, maupun peningkatan jalan.

Analisa harga satuan pekerjaan yang akan dilakukan adalah harga satuan bahan, harga satuan alat dan harga satuan upah. Dari analisa yang dilakukan untuk masing-masing kelompok, kemudian disatukan menjadi analisis harga satuan pekerjaan. Jumlah perkiraan biaya proyek dapat dibuat dengan mengalikan kuantitas satuan pekerjaan dan harga satuan pekerjaan.

Menurut Bina Marga, data harga satuan dasar yang digunakan dalam perhitungan analisa harga satuan adalah sebagai berikut:

(60)

2. Harga kontrak untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kenaikan harga yang terjadi.

3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan media cetak lainnya.

4. Daftar harga/tarif dan barang/jasa yang dikeluarkan pabrik atau agen tunggal. 5. Daftar harga standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang baik pusat

maupun daerah.

6. Data lain yang dapat digunakan.

2.7.1 Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja

Komponen tenaga kerja berupa upah yang digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas paralatan utama. Suatu produksi jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia pada umumnya dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok kerja yang dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan berdasarkan metode kerja yang ditetapkan yang disebut alat bantu serta bahan yang diolah.

Biaya tenaga kerja standar dapat dibayar dalam sistem hari orang standar atau jam orang standar. Besarnya sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi pekerjaan. Secara lebih rinci faktor tersebut dipengaruhi antara lain oleh :

a. Keahlian tenaga kerja b. Jumlah tenaga kerja c. Faktor kesulitan pekerjaan d. Ketersediaan peralatan e. Pengaruh lamanya kerja

(61)

f. Pengaruh tingkat persaingan tenaga kerja

2.7.1.1 Kualifikasi Tenaga Kerja

Dalam pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan diperlukan keterampilan yang memadai untuk dapat melaksanakan suatu jenis pekerjaan. Tenaga kerja yang terlibat dalam suatu jenis pekerjaan jalan dan jembatan umumnya terdiri dari:

a. Pekerja, b. Tukang, c. Mandor, d. Operator, e. Pembantu operator, f. Sopir, g. Pembantu sopir, h. Mekanik, i. Pembantu mekanik, j. Kepala tukang. 2.7.1.2 Standar Upah

Sumber data harga standar upah berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional) didapat dari ketetapan yang dikeluarkan Mentri Tenaga Kerja mengenai besarnya upah minimum regional yang selalu diadakan peninjauan kembali setiap tahun.

Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah pokok terendah termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja di wilayah tertentu dalam satu provinsi, dan ini adalah sebagai dasar upah.

Dalam suatu perusahaan, upah minimum regional (UMR) ini akan terjadi pula sebagai harga dasar upah. Komponen upah dasar tenaga kerja adalah upah berdasar UMR, disamping tujuan seprti:

(62)

a. Makan, b. Transport,

c. Pengobatan dan pengamanan,

d. Runah atau tempat tinggal sementara atau tempat penampungan sementara para pekerja selama kegiatan pekerjaan berjalan,

e. Perlengkapan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

Untuk suatu perusahaan baik yang bergerak di bidang pembangunan atau lainnya, dasar upah, selain berdasar (UMR), dipertimbangkan pula adanya upah lokal dan upah mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah (lokasi pekerjaan). Upah lokal adalah harga upah setempat pada waktu yang bersangkutan atau yang terjadi pada waktu itu. Sumber data upah lokal adalah dari instansi yang berwenag di daerah.

2.7.1.3 Hari Orang Standar (Standard Man Day)

Yang dimaksud dengan pekerja standar di sini adalah pekerja yang bisa mengerjakan satu macam pekerjaan seperti pekerja galian, pekerja pengaspalan, pekerja pasangan batu, pekerja las dan lain sebagainya. Dalam sistem pengupahan digunakan satu satuan upah berupa orang hari standar (Standard Man Day) yang disingkat orang hari (OH) atau man day (MD), yaitu sama dengan upah pekerjaan dalam 1 hari kerja (8 jam kerja termasuk 1 jam istirahat).

2.7.1.4 Jam Orang Standar (Standard Man Hour)

Orang hari standar atau satu hari orang bekerja adalah 8 jam, terdiri dari 7 jam kerja (efektif) dan satu jam istirahat. Apabila perhitungan upah dinyatakan dengan upah orang per jam (OJ) maka upah orang per jam dihitung sebagai berikut:

ℎ ( ) = ... 5 Bila diperoleh data upah pekerja per bulan, maka upah jam orang pada

(63)

selama satu bulan (24-26) hari kerja dan dengan jumlah 7 jam kerja efektif selama satu hari.

2.7.1.5 Koefisien dan Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah jam kerja merupakan koefisien tenaga kerja atau kuantitas jam kerja per satuan pengukuran. Koefisien ini adalah faktor yang menunjukkan lamanya pelaksanaan dari tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan satu satuan volume pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi koefisien tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas peralatan utama.

Jumlah tenaga kerja tersebut adalah relatif tergantung dari beban kerja utama produk yang dianalisis. Jumlah total waktu digunakan sebagai dasar menghitung jumlah pekerja yang digunakan. Rasio antara mandor dengan pekerja paling kecil 1:20 atau pada kondisi tertentu adalah 1:10. Rasio antara kepala tukang dan tukang adalah sekitar 1:10.

2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat

2.7.2.1 Masukan Untuk Perhitungan Biaya Alat

Komponen alat digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis pekerjaannya. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar alat anatara lain: jenis peralatan, efesiensi kerja, kondisi cuaca, kondisi medan, dan jenis material/bahan yang dikerjakan. Jika beberapa jenis peralatan yang digunakan

untuk pekerjaan secara mekanis dan digunakan dalam mata pembayaran tertentu, maka besarnya suatu produktivitas ditentukan oleh peralatan utama yang digunakan dalam mata pembayaran tersebut. Berikut ini masukan yang diperlukan dalam perhitungan biaya alat pers atuan waktu.

(64)

Jenis alat yang dipergunakan dalam satu mata pembayaran disesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi teknis. Pada umumnya satu jenis peralatan hanya mampu melaksanakan satu jenis kegiatan pelaksanaan pekerjaan.

b. Tenaga mesin

Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan tenaga kuda atau horsepower.

c. Kapasitas alat

Kapasitas alat adalah kapasitas peralatan (Cp) yang dipergunakan, misalnya AMP 5ton/jam (kapasitas produksi per jam). Ada beberapa peralatan yang bisa berdiri sendiri dalam operasinya, tapi ada peralatan yang bergantung pada peralatan lain seperti misalnya dum truck, yang tidak bisa mengisi muatannya sendiri, harus diisi memakai loader atau excavator. Jadi isi muatan bak dump truck tergantung pada berapa banyak yang bisa di tumpahkan oleh pengisinya (loader atau excavator)

d. Umur ekonomi alat

Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standard dari pabrik pembuat. Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah biaya, yaitu biaya untuk operasi sesuai fungsinya dan biaya pemeliharaan (termasuk perbaikan) selama operasi. Setiap jenis peralatan mempunyai umur ekonomis sendiri-sendiri yang berbeda antara satu jenis peralatan lainnya. Biasanya dinyatakan dalam tahun pengoprasian.

Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah (menjadi lebih singkat) yang diakibatkan antara lain karena cara pengoprasian yang tidak baik dan tidak benar serta pemeliharaan dan perbaikannya tidak baik.

(65)

Pada peralatan yang bermesin maka jam peralatan atau jam pemakaian peralatan akan dihitung dan di catat sejak mesin dihidupkan sampai mesin dimatikan.Selama waktu (jam) pelaksanaan kegiatan pekerjaan maka peralatan tetap dihidupkan, kecuali generating set (gen set) yang selalu tetap dihidupkan, untuk peralatan tidak bermesin maka jam pemakaiannya sama dengan jam pelaksanaan kegiatan pekerjaan.

f. Harga pokok alat

Harga pokok perolehan alat (B) yang dipakai dalam perhitungan biaya sewa alat atau pada analisis harga satuan dasar alat. Harga yang tercantum dapat terjadi melalui persyaratan jual beli apakah barang tersebut loko gudang, fraco gudang, free on board, serta kadang-kadang penjual harus menanggung cost, freight, and insurance atas barang yang dikirim.

g. Nilai sisa alat

Nilai sisa peralatan (C) atau bisa disebut nilai jual kembali (resale value) adalah perkiraan harga peralatan yang bersangkutan pada akhir umur ekonomisnya. Untuk perhitungan analisa harga saat ini, nilai sisa alat dapat diambil rata-rata 10% dari pada harga pokok alat, tergantung pada karakteristik (dari pabrik pembuat) dan kemudian pemeliharaan alat.

Nilai sisa alat : C= 10% harga alat

h. Tingkat suku bunga, faktor angsuran modal dan biaya pengembalian modal Merupakan tingkat suku bunga bank pinjaman infestasi yang berlaku pada waktu pembelian peralatan yang bersangkutan. Perencanaan teknis/pengguna jasa menentukan nilai suku bunga ini dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa bank komersial terutama di wilayah tempat kegiatan pekerjaan berada. Untuk mendapatkan biaya pengembalian modal menggunakan rumus (7)

(66)

= ( )× ...8 dimana:

A = Umur ekonomis alat

D = Faktor angsuran dan pengembalian modal

E = Biaya pengembalian modal

i = Tngkat suhu bunga pinjaman investasi (% per tahun)

B = Harga pokok alat (rupiah)

C = Nilai sisa alat (%)

W = Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam)

i. Angsuran dan pajak

Besarnya nilai angsuran (Ins) dan pajak kepemilikan peralatan ini umumnya diambil rata-rata per tahun sebesar 0,1% untuk angsuransi dan 0,1% untuk pajak, atau dijumlahkan sebesar 0,2% dari harga pokok alat, atau 2% dari sisa alat (apabila nilai sisa alat = 10% dari harga pokok alat). rumus untuk mendapatkan nilai asuransi dapat dilihat pada persamaan (8)

= × ...9 dimana:

F = Asuransi

B = Harga pokok alat (rupiah)

Inc = Asuransi(5)

W = Jumlah jam dalam kerja alat dalam satu tahun (jam) j. Upah tenaga

Upah tenaga kerja dalam perhitungan biaya operasi peralatan disisni terdiri atas biaya upah tenaga kerja dalam satuan Rp./jam. Untuk mengoprasikan alat diperlukan opertor dan pembantu operator.

Gambar

Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian
Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur 2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Berdasarkan hasil perhitungan tebal perkerasan lentur Untreated Base menggunakan Metode Analisa Komponen Bina Marga, didapat tebal lapis permukaan yaitu 5 cm

Dari data klasifikasi manfaat jalan arteri dan hasil perhitungan LER yaitu didapat nilai LER =2491,8902 maka berdasarkan Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur jalan

Setelah melakukan analisis perancangan tebal lapis perkerasan lentur jalan dengan menggunakan metode empirik (AASHTO 1993) dan mekanistik-empirik (KENPAVE), pada

Berdasarkan pada pengetahuan penulis, untuk penelitian dengan Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 dan AASHTO 1993 pada

Dari hasil evaluasi menggunakan program Kenpave, didapat hasil untuk tebal perkerasan tipe A tebal perkerasan yang direncanakan menghasilkan jumlah repetisi

Dari hasil penelitian diperoleh tebal perkerasan lentur CBR 5,30% umur rencana 5 tahun tebal permukaan 13 cm, lapis pondasi atas 29 cm dan umur rencana 10 tahun tebal permukaan 17 cm,

Korelasi CBR dan DDT Analisa Tebal Perkerasan Lentur Dari tabel Faktor Regional Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode lendutan di dapat nilai FR = 2,0 Indeks

Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Bina Marga 1987 1 Kondisi Lapis Keras Jalan Asia Raya dan Jalan Eropa I Data-data yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan