• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 KLASIFIKASI PENGELASAN

Ditinjau dari sumber panasnya. Pengelasan dapat dibedakan menjadi:

1. Mekanik

2. Listrik

3. Kimia

Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar:

1. Pengelasan tekanan (Pressure Welding)

Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

9

Gambar 2.1. Diagram Temperatur Cair Material.

Sumber: Haynes Techbook Welding Manual, Jay Storer And John Haynes.

2.3. Pengelasan Cair (Fusion Welding)

Pengelasan cair adalah proses penyambungan logam dengan cara mencairkan

logam yang tersambung.

Jenis-jenis pengelasan cair adalah sebagai berikut:

1. Oxyacetylene Welding

2. Electric Arc Welding

3. Shield Gas Arc Welding

Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.

10

- MIG

- MAG

- Submerged Welding

4. Resistance Welding

- Spot Welding

- Seam Welding

- Upset Welding

- Flash Welding

-Electro Slag Welding

- Electro Gas Welding

5. Electron Beam Welding

6. Laser Beam Welding

11

2.4. Pengelasan Dengan Gas

1. Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin welding).

Pengelasan dengan oksi–asetilen adalah proses pengelasan secara manual

dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai

mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan

atau tanpa logam pengisi. Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen

dengan gas asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 3500

o

C. Oksigen berasal dari

proses hidrolisa atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam silinder baja pada

tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalsium karbida

dengan air dengan reaksi sebagai berikut :

C2H2 + 2 H2O Ca(OH)2 + C2H2

Kalsium air kapur tohor gas karbida asetilen

Gambar 2.2.

Tabung Asetilen

Dan Oksigen

Untuk Pengelasan

Oksi-asetilen.

12

Gas asetilen yang digunakan untuk pengelasan dapat diperoleh dengan

membeli pada tabung-tabung yang ada di pasaran atau dengan cara membuat

sendiri. Alat yang berfungsi sebagai pembuat dan penyimpan gas asetilen disebut

generator asetilen. Gas asetilen yang dibuat pada generator diperoleh dengan cara

mereaksikan CaC2 ( Kalsium Karbida ) dengan air.

Cara kerja generator asetilen sistem lempar atau celup sederhana seperti terlihat

pada gambar berikut.

Gambar 2.3. Generator Asetilen System Lempar / Celup Sederhana.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

Karbit yang dicelupkan dalam air yang ditampung. Gas asetilen yang terjadi

bergerak naik, gas yang terjadi berkumpul dalam ruang gas terus kekunci air, dari

13

Cara kerja generator asetilen sistem tetes kebalikan dari generator asetilen

sistem celup, seperti pada gambar 2.3. Generator asetilen jenis ini air diteteskan

kepermukaan karbit yang terletak pada laci didalam rotor, gas asetilen yang

terbentuk kemudian masuk keruang gas, dari ruang gas masuk kekunci air dan

siap digunakan. Generator asetilen harus mendapatkan perawatan dan perhatian

yang khusus karena sistem ini menghasilkan gas yang tidak berwarna dan tidak

berbau tetapi mudah terbakar dan mempunyai sifat racun bila dihirup dalam

jumlah yang banyak sehingga harus disimpan dengan baik .

Gambar 2.4. Generator Asetilen Sistem Tetes.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

Agar aman dipakai gas asetilen dalam tabung tekanannya tidak boleh melebihi

100 kPa dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung asetilen diisi dengan

14

asetilen. Tabung asetilen mampu menahan tekanan sampai 1,7 MPa. Skema nyala

las dan sambungan gasnya bisa dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.5. Skema Nyala Las Oksi-asetilen Dan Sambungan Gasnya.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 4 jenis nyala yaitu nyala netral,

karburasi dan oksidasi dan nyala asitelin. Nyala netral diperlihatkan pada gambar

2.5 dibawah ini.

Gambar 2.6. Nyala Netral Dan Suhu Yang Dicapai Pada Ujung Pembakar.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

15

Tanda-tanda dari keempat nyala api seperti berikut ini:

1). Nyala netral

Perbandingan antara gas asetilen dan oksigen seimbang yaitu 1:1,2. Pada

nyala terdapat 2 bagian yaitu : nyala inti dan nyala luar. Nyala inti berbentuk

tumpul dan berwarna agak keputih-putihan.

2). Nyala api karburasi

Nyala ini adalah nyala kelebihan asetilen. Bila kita perhatikan dalam

penyalaan ada 3 bagian yaitu nyala inti, nyala ekor minimal 1¼ x nyala netral dan

nyala luar. Ujung nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna biru.

3). Nyala oksidasi

Nyala oksidasi adalah nyala kelebihan oksigen, nyala ini terdiri dari 2 bagian,

yaitu nyala inti dan nyala luar, nyala ini berbentuk runcing dan berwarna biru

terang/cerah.

4). Nyala Asetilen

Nyala ini hanya campuran gas oksigen yang terdapat pada udara luar dengan

asetilen, maka inti nyala api tidak terdapat pada penyalaan.

2. Pengelasan Oksi-hidrogen

Nyala pengelasan oksi-hidrogen mencapai 2000

o

C, lebih rendah dari

oksigen-asetilen. Pengelasan ini digunakan pada pengelasan lembaran tipis dan paduan

dengan titik cair yang rendah. Meskipun jenis peralatan yang digunakan disini

16

yang berbeda tidak memberikan warna nyala yang berlainan. Namun utuk mutu

sambungan las setara dengan hasil proses las lainnya.

3. Pengelasan Udara-Asetilen

Nyala dalam pengelasan ini mirip dengan pembakar Bunsen. Untuk nyala

dibutuhkan udara yang dihisap sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengelasan lebih

rendah dari yang lainnya maka kegunaannya sangat terbatas yaitu hanya untuk

patri timah dan patri suhu rendah.

4. Pengelasan Gas Bertekanan

Sambungan yang akan dilas dipanaskan dengan nyala gas menggunakan

oksi-asetilen hingga 1200

o

C kemudian ditekankan. Ada dua cara penyambungan yaitu

sambungan tertutup dan sambungan terbuka.

Pada sambungan tertutup, kedua permukaan yang akan disambung ditekan satu

sama lainnya selama proses pemanasan. Nyala menggunakan nyala ganda dengan

pendinginan air. Selama proses pemanasan, nyala tersebut diayun untuk mencegah

panas berlebihan pada sambungan yang dilas. Ketika suhu yang tepat sudah

diperoleh, benda diberi tekanan. Untuk baja karbon tekanan permulaan kurang

dari 10 MPa dan tekanan upset antara 28 MPa.

Pada sambungan terbuka menggunakan nyala ganda yang pipih yang

ditempatkan pada kedua permukaan yang disambung. Permukaan yang disambung

17

kedua permukaan ditekan sampai 28 MPa hingga logam membeku. Proses

pengelasan terbuka bisa dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.7. Skema Cara Pengelasan Tumpu Dengan Gas Bertekanan.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

5. Pemotongan Nyala Oksi-asetilen

Pemotongan dengan nyala juga merupakan suatu proses produksi. Nyala untuk

pemotongan berbeda dengan nyala untuk pengelasan dimana disekitar lubang

utama yang dialiri oksigen terdapat lubang kecil untuk pemanasan mula. Fungsi

nyala pemanas mula adalah untuk pemanasan baja sebelum dipotong. Karena

bahan yang akan dipotong menjadi panas sehingga baja akan menjadi terbakar dan

mencair ketika dialiri oksigen.

2.5. Las Busur Listrik

Las busur listrik atau umumnya disebut dengan las listrik adalah suatu proses

penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas.

18

menggunaan busur listrik untuk pemanasan. Panas oleh busur listrik terjadi karena

adanya loncatan elektron dari elektroda melalui udara ke benda kerja. Elektron

tersebut bertumbukan dengan udara/gas serta memisahkannya menjadi elektron

dan ion positif. Daerah di mana terjadi loncatan elektron disebut busur (Arc).

Menurut Bernados (1885) bahwa busur yang terjadi di antara katoda karbon dan

anoda logam dapat meleburkan logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan

2 buah logam.

Gambar 2.8. Prinsip Kerja Perpindahan Logam Pada Proses SMAW.

Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.

Las Busur Listrik dapat dibagi menjadi:

1). Las Elektroda Karbon

2). Las Elektroda Terbungkus

3). Las Busur Rendam

19

5). Las TIG

6). Las MIG

7). Las Busur dengan elektroda berisi fluks

Prinsip Kerja Las Listrik.

Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam,

menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi

antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang

dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E)

dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau

kalori seperti rumus dibawah ini :

H = E x I x t

dimana :

H = Panas Dalam Satuan Joule.

E = Tegangan Listrik Dalam Volt.

I = Kuat Arus Dalam Amper.

t = Waktu Dalam Detik.

1). Las Listrik Dengan Elektroda Karbon

Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan

pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada

tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon

20

eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun

kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah.

Carbon Arc Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan

menggunakan panas dari busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang

pengisi (filler metal) dipakai jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan

dalam pembuatan aluminium dan besi. Mula-mula elektroda

kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik,

kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. Panas pada busur

bisa mencapai 5.500

o

C.

Sumber arusnya bisa DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses

Carbon Arc Welding bisa dipakai secara manual ataupun otomatis.

Pendinginannya tergantung besarnya arus, bila penggunaan arus di atas 200

Ampere digunakan air pendingin (Water Cooled). Dan sebaliknya bila di bawah

200 Ampere digunakan pendingin dengan udara bebas (Air cooled).

Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam

walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang

digunakan. Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas

sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas.

Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh

berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan.

Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu :

21

adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas

antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda yang

mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan

mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis

tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersil.

Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi :

1. Membentuk lingkungan pelindung.

2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair.

3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.

Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus

searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus

bolak-balok lebih cepat.

2). Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)

Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan

pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa

pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung,

busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O

2

dan N

2

dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi

22

Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur listrik yang terjadi

antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam induk dan ujung

elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama. Lapisan (Pembungkus)

elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.

Fungsi Fluks ini antara lain:

-

Melindungi logam cair dari lingkungan udara.

-

Menghasilkan gas pelindung

-

Menstabilkan busur

-

Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn).

3). Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)

Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang

diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli.

Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff

dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky.

Las busur rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks

yang diatur melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat

pejal diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya

terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak

kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping

23

memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal

tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las

ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan

tetap.

Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan

pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang

busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan

tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan

polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan

untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan

eletroda lebih dari satu.

4). Tungsten Inert Gas (TIG)

Pengelasan ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat (1940), berawal

dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur

terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam

pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He).

Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat

tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas

lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam

penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi

24

elektroda tidak terumpan. Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless

Steel maupun paduan Non Ferrous: Ni, Cu, Al (Air Craft). Disamping itu mutu las

bermutu tinggi, hasil las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas

berbagai posisi dan ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding,

tungsten memiliki beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding

hampir sama dengan Carbon Arc Welding.

Persamaannya:

-

Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit)

-

Memakai elektroda kawat

-

Dikhususkan hanya untuk las.

Perbedaannya:

-

Carbon Arc Welding memakai fluks (Coating), TIG memakai gas pelindung.

-

Elektroda pada Carbon Arc Welding ikut mencair sebagai logam pengisi, TIG

elektrodanya tidak ikut mencair.

-

Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal.

2.6. Parameter Pengelasan

Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan

masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh

25

harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang

dipakai.

1). Pengaruh dari Arus Listrik (I)

Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan

meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan

meningkat 2 mm per 100 A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100

A.

Gambar 2.9. Pengaruh Arus Listrik.

Sumber: Dasar-dasar pengelasan, W. Keynyon terjemahan Dines Ginting.

Sedangkan pengaruhnya terhadap kawat elektroda dengan diameter yang

dipergunakan pada saat proses pengelasan adalah diammeter (mm) x (100-200)

(A).

2). Pengaruh dari Tagangan Listrik (V)

Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses

pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material

yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan

mengurangi penetrasi pada material las.

Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan meningkat sekitar 10% pada setiap

26

3). Pengaruh Kecepatan Pengelasan

Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit, setiap

pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding

Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang.

Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan

las yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang

dangkal, hal ini dikarenakan over heat.

4). Pengaruh Polaritas arus listrik (AC atau DC)

Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan tipe

arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda

negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi.

Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan

kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu

cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan

arus AC harus memakai fluks yang khusus.

2.7. Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi

1. Fluksi

Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari

27

Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya :

- Fused Fluksi.

- Bonded Fluksi.

A).Fused Fluksi

Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur,

boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak yang

terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan :

- Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal

kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan.

- Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan – percikan

yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi

kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang

memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut.

B).Bonded Fluksi

Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran

material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass

sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus.

Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang

28

2. Kawat Elektroda

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut

klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX

yang artInya sebagai berikut :

• E menyatakan elaktroda busur listrik.

• XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam

ribuan Ib/in

2

lihat table.

• X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan

segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.

• X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok

dipakai untuk pengelasan.

Contoh : E 6013

Artinya:

• Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42

kg/mm2

• Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

• Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau

DC + atau DC –.

29

Ukuran Kawat Elektroda Elektroda dimulai dari 1.2, 1.6, 2.0, 2.5, 3, 4, 5, dan 6

mm .

Tabel 2.1. Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Listrik.

Kawat Elektroda Diameter (mm)

Arus listrik (A) Kawat Elektroda Dimeter (mm)

Arus listrik (A)

1,2 120 – 250 3 280 – 650

1,6 160 – 350 4 350 – 900

2,0 200 – 450 5 500 – 1100

2,5 240 – 570 6 600 – 1400

Sumber: Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, Dasar-Dasar Pengelasan

Menggunakan Peralatan Las Busur Listrik, 2003.

2.8. Persiapan Sambungan

Klasifikasi sambungan las berdasarkan jenis sambungan dan bentuk alur.

1. Sambungan Las Dasar

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam sambungan

tumpul, sambungan t, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai

perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang,

30

gambar 2.10. Pembagian lebih lanjut dari sambungan ini dapat dilihat dalam

gambar 2.11 sampai dengan gambar 2.16.

Gambar 2.10. Jenis-Jenis Sambungan Dasar.

31

Gambar 2.11. Alur Sambungan Las Tumpul.

Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.

2. Sambungan Tumpul

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan

ini dibagi lagi mejadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan

penetrasi sebagian seperti yang terlihat dalam gambar 2.11. Sambungan penetrasi

penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan tanpa pelat pembantu dan

sambungan dengan pelat pembantu yang masih dibagai lagi dalam pelat pembantu

yang turut menjadi bagian dari konstruksi dan pelat pembantu yang hanya sebagai

32

Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi

pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan

bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah

banyak di standarkan dalam standar AWS, DIN, JSSC dan sebagainya.

Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju kepada penurunan

masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah yang

tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini maka dalam pemilihan bentuk

alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas. Bentuk-bentuk yang telah

distandarkan pada umumnya hanya meliputi bentuk alur harus ditentukan sendiri

berdasarkan pengalaman yang dapat dipercaya.

Gambar 2.12. Sambungan T.

33

3. Sambungan Bentuk T Dan Bentuk Silang

Pada kedua sambungan ini secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis

las dengan alur dan jenis las sudut. Hal-hal yang dijelaskan untuk sambungan

tumpul di atas juga berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan

pengelasan mungkin sekali ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal

ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.

4. Sambungan sudut

Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang

dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan

Dokumen terkait