• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.4. Klasifikasi Ruptur Perineum

Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.2,5

2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.2,5

II.4.1. RUPTUR PERINEUM SPONTAN

Definisi :

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan15:

 Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.

 Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.

 Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :

 Tingkat III a. Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani.

 Tingkat III b. Robekan > 50% ketebalan sfinter ani

 Tingkat III c. Robekan hingga sfingter ani interna

 Tingkat IV :Robekan hingga epitel anus.

Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.

Gambar 3. Derajad Ruptur Spontan Perineum

Teknik menjahit robekan perineum 5,9,16

 Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

 Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan

selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan, terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.

 Tingkat III : Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia perektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan kromik catgut, sehingga bertemu kembali. Ujung- ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan kromik catgut sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

 Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

II.4.2. RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA ( EPISIOTOMI )

Definisi episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.5,8,12

Laserasi vagina dan perineum dikelompokkan menjadi derajat pertama, kedua atau ketiga. Laserasi derajat pertama mengenai fourchet, kulit perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia dan otot. Laserasi derajat kedua mengenai kulit dan membran mukosa, fasia dan otot - otot perineum, tetapi tidak mengenai m.sfingter ani. Bagian-bagian ini biasanya robek sampai ke atas pada satu atau kedua sisi vagina, membentuk cedera segitiga yang tidak teratur. Laserasi derajat ketiga mengenai mulai dari kulit, membran mukosa dan perineum,sampai

mengenai sfingter ani. Laserasi derajat keempat meluas sampai mukosa rektum sehingga memaparkan lumen rektum. Walaupun beberapa dekade terakhir beberapa penelitian telah menentang penggunaan episiotomi secara rutin / liberal, namun sedikit sekali kesepakatan secara profesional mengenai ketepatan penggunaannya. Hal ini dapat diilustrasikan dengan bervariasinya rata-rata penggunaan episiotomi yang berkisar antara 13,3% sampai 84,6% pada satu studi, dengan rata-rata 51% diantara persalinan spontan.2,3

Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat dibuat di linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea mediana tetapi diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum (episiotomi mediolateralis).4

Daerah tindakan episiotomi sendiri adalah daerah yang sarat dengan koloni bakteri ditambah lagi dengan kemampuan higienis yang kurang maka risiko terjadinya infeksi juga semakin meningkat. Waktu penyembuhan luka episiotomi tergantung pada jenis episiotomi, derajat luka episiotomi, jenis jahitan yang dipergunakan, jenis benang dan antibiotika yang dipergunakan sebagai tindakan profilaksis. Komplikasi tersering dari luka episiotomi adalah infeksi, skar episiotomi, endometriosis, trauma perineal, dispareunia, inkontinensia urin ataupun alvi.4,5,6

Indikasi untuk melakukan episiotomi

Indikasi janin : janin prematur, letak sungsang, persalinan buatan pervaginam, anak besar.

Indikasi ibu : peregangan perineum yang berlebihan, misalnya pada primipara, perineum kaku.

Cara melakukan episiotomi 2,6,13

Episiotomi medialis

Insisi dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot sfingter ani, dengan menggunakan gunting mulai dari bagian tengah cincin himenalis menuju muskulus bubokavernosus, muskulus superfisial transversa perinei dan membrana perinei. Bila kurang lebar disambung ke lateral.

Episiotomi mediolateral

Insisi dimulai dari garis tengah introitus vagina menuju ke arah samping menjauhi anus. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri tergantung kebiasaan operator.

Episiotomi lateral

Insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari posisi jam tiga atau jam sembilan ke arah lateral dengan menggunakan gunting mulai dari bagian tengah cincin himenalis menuju muskulus bubokavernosus, muskulus superfisial transversa perinei dan membrana perinei. Bila kurang lebar disambung ke lateral. Episiotomi dilakukan saat kepala bayi tampak dengan garis tengah 2-3 cm di luar his. Episiotomi yang dibuat terlalu cepat akan menyebabkan perdarahan banyak sedangkan bila dilakukan terlalu lambat tujuan episiotomi untuk mengurangi peregangan otot dasar panggul tidak terpenuhi.7,8,9

Gambar 4. Episiotomi Medial dan Mediolateral

Episiotomi atau Insisi Schuchardt.

Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.

Gambar 5. Jenis-jenis Episiotomi

Gambar 6. Episiotomi Medial dan Mediolateral

Penjahitan luka episiotomi

Penjahitan luka episiotomi bertujuan untuk hemostatik dan rekonstruksi anatomi. Diusahakan melakukan penjahitan sesedikit mungkin dengan bahan yang sehalus mungkin tetapi cukup kuat. Setiap tusukan jarum berpotensi untuk menyebabkan infeksi.14

Gambar 7. Penampang lapisan kulit

Prinsip penjahitan luka episiotomi adalah :

Menggunakan bahan sehalus mungkin tetapi cukup kuat (chromic cat gut 00), hemostatik yang baik, mendekatkan jaringan, menghindarkan dead space, sesedikit mungkin jahitan.7,8,10-12

Rockner dan Olund (1991) melaporkan kejadian infeksi pada luka perineum akibat episiotomi 10% dibandingkan dengan hanya 2% kejadian infeksi pada luka perineum akibat ruptur spontan. Dengan waktu penyembuhan 30% lebih lama pada kelompok episiotomi dibandingkan dengan kelompok ruptur spontan yang hanya 10%.6

O’ Leary melaporkan bahwa waktu penyembuhan akan meningkat 10% pada luka episiotomi yang melibatkan sfingter ani dan atau mukosa rektum. Keadaan ini juga akan meningkatkan angka komplikasi abses perineum, fistula rektovagina, dan

wound dehisence bila terjadi infeksi. Tanda-tanda tersering terjadinya infeksi adalah adanya nyeri menetap, nyeri defekasi, nyeri tekan dan edema. 7

Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena para penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi akan mencegah penyulit dan infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan baik daripada robekan / ruptur

spontan) tetapi tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pendapat ini (Enkin, et al, 2000; Wooley, 1995).8,9

Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan:

- Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematom.

- Lebih sering meluas menjadi laserasi derajat 3-4 dibandingkan laserasi derajat 3-4 yang terjadi tanpa episiotomi.

- Meningkatnya nyeri pasca salin

- Meningkatnya risiko infeksi.

Walaupun beberapa dekade terakhir beberapa penelitian telah menentang penggunaan episiotomi secara rutin / liberal, namun sedikit sekali kesepakatan secara profesional mengenai ketepatan penggunaannya. Hal ini dapat diilustrasikan dengan bervariasinya rata-rata penggunaan episiotomi, berkisar antara 13,3% sampai 84,6% pada satu studi, dengan rata-rata 51% diantara persalinan spontan.10

Proses penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah proses kinetik dan metabolik yang kompleks yang melibatkan berbagai sel dan jaringan dalam usaha untuk menutup tubuh dari lingkungan luar dengan cara mengembalikan integritas jaringan. Pada setiap perlukaan baik yang bersih maupun yang terinfeksi tubuh akan berusaha melakukan penyembuhan luka. 14,16

Dikenal tiga cara penyembuhan luka :15,16 • Penyembuhan primer

Adalah penyembuhan yang terjadi tanpa penyulit. Pembentukan jaringan granulasi sangat minimal, misalnya pada luka sayat atau luka aseptik dikelola dengan penutupan yang akurat.

• Penyembuhan sekunder

Adalah penyembuhan yang terjadi dengan pembentukan jaringan granulasi sebelum terjadi jaringan epitelialisasi. Misalnya pada luka yang terbuka dan tidak dijahit atau luka suatu dead space. Keadaan ini bisa terjadi karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang cukup luas atau infeksi.

• Penyembuhan tertier

Adalah penyembuhan yang dalam prosesnya dibantu dengan tindakan bedah agar luka tertutup. Misalnya pada luka yang dibiarkan terbuka pada fase-fase pertama penyembuhan luka (3-4 hari). Selanjutnya dijahit atau luka ditutup dengan skin graft.15

Fase penyembuhan luka 15,16,17

• Fase Inflamasi (fase initial, substrat, produktif, autolitik, katabolik)

Reaksi awal tubuh terhadap adanya trauma luka, antara hari 1-4, reaksi untuk menghilangkan mikroorganisme, benda asing dan jaringan non vital yang terdapat dalam luka sebagai persiapan reparasi. Makin hebat proses inflamasi terjadi makin lama fase ini berlangsung. Di dalam fase

ini terjadi 3 aktivitas: respon vaskuler, respon hemostatik dan respon seluler.

• Fase Proliferatif (fibroplasia, kolagen)

Fase ini terdiri dari proses epitelialisasi, kontraksi luka dan reparasi jaringan ikat. Berlangsung pada hari ke 5 – 20.Fibroblas pada fase ini sangat menonjol perannya. Fibroblas berasal dari sel mesenkin yang belum berdiferensiasi, berproliferasi menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin. Fibroblas terbentuk dari resting sel disekitar pembuluh darah, menghasilkan tropokolagen, beserta mukopolisakarida membentuk kolagen. Jenis fibroblas yang muncul dalam luka memiliki ciri khas yaitu lebih mobil dari pada fibroblas yang tidak aktif (2.4.5) . Jenis ini dapat berkontraksi. Migrasi sel-sel fibroblas didorong oleh transforming growth factor beta (TGFβ) yang dihasilkan oleh trombosit dan keratinosit, sedang proliferasi didorong oleh trombin dan serotonin yang dihasilkan oleh trombisit dan IL-1 yang dihasilkan oleh keratinosit dan oleh FGF yang dihasilkan oleh sel-sel makrofag dan oleh EGF (epidermal growth factor) yang dihasilkan oleh sel epidermis.

Gambar 8. Mekanisme Penyembuhan Luka

• Fase Maturasi (remodelling, resorbsi, diferensiasi).

Proses ini berlangsung setelah integritas jaringan tercapai. Proses ini mulai hari ke 21 sampai terjadinya pematangan parut luka kira-kira 6-9 bulan atau lebih dari 1 tahun ditandai dengan perubahan parut menjadi tipis, lemas, pucat, tidak nyeri dan gatal. Levenson dkk mengamati terjadinya perubahan histologi pada kolagen. Kolagen yang terjadi pada hari ke 5 masih tipis, dengan fibril-fibril yang tidak teratur, dalam beberapa minggu atau bulan diameter fibril meningkat dan serabutnya menjadi kompak.15

Infeksi luka episiotomi

Salah satu komplikasi tindakan pertolongan persalinan adalah infeksi pada luka episiotomi. Infeksi luka episiotomi adalah peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam luka episotomi pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda infeksi jaringan sekitarnya, tepi luka

menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus, pengeluaran pus, terkadang perih bila buang air kecil. 16

Lepasnya jahitan atau dehiscence episiotomi paling sering disebabkan oleh infeksi. Infeksi luka episiotomi dikatakan infeksi bila tanda dan gejala klinik baru timbul sekurang-kurangnya empat puluh delapan jam perawatan.16

Bila cairan radang bisa keluar, biasanya keadaan infeksi tidak berat, suhu sekitar 38°C dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan cairan radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C.16

Kebersihan luka perineum memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan luka di tempat lain. Infeksi luka episiotomi sebagian besar terjadi karena kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan luka episiotomi.19,20

Seorang penderita yang terkena infeksi pada luka episiotomi akan lebih sulit dalam proses penyembuhan, dan bila berhasil bertahan maka lama rawatan akan lebih panjang dan penambahan biaya perawatan pada penderita.8,21

Pencegahan Infeksi 16,19,22

- Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.

- Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. - Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan

dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

Selama persalinan

Usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir :

- Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.

- Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.

- Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.

- Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah.

- Yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.

- Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

Selama nifas

- Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.

- Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.

Dokumen terkait