• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut

2.1.2 Klasifikasi Sargassum crassifolium

Sargassum crassifolium merupakan salah satu spesies rumput laut dari

genus Sargassum sp. Sargassum crassifolium masuk ke dalam divisi Phaeophyta

(alga cokelat) karena pigmen inti fotosintetik ganggang ini adalah fikosantin.

Ganggang ini juga memiliki pigmen karoten, klorofil a dan c serta xantofil yang

membantu dalam proses fotosintesis (Atmadja et al., 1996).

Klasifikasi rumput laut spesies Sargassum crassifolium (Gambar 2)

menurut Dawson (1946) dalam Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista

Divisi : Phaeophyta

Kelas : Paheophyceae

Ordo : Fucales

Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum crassifolium

Gambar 2. Morfologi Sargassum crassifolium yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu

Ciri umum dari rumput laut spesies Sargassum crassifolium adalah

berwarna coklat karena dominasi pigmen fikosantin yang menutupi pigmen

klorofil sehingga ganggang ini terlihat berwarna coklat. Percabangan thallus pada

Sargassum crassifolium membentuk formasi dua-dua tidak beraturan yang

berlawanan pada sisi sepanjang thallus utama yang disebut (pinnate alternate).

Thallus yang menyerupai daun (blade) tumbuh melebar dan bergerigi dengan

permukaan yang licin.Daunpada ganggang ini berbentuk oval dengan ukuran

panjang sekitar 40 mm dan lebar 10 mm. Sargassum crassifolium mempunyai

thallus berbentuk pipih dengan percabangan rimbun dan berselang-seling

menyerupai tanaman darat. Pada bagian pinggir daun yang bergerigi mempunyai

gelembung yang disebut vesikel. Gelembung udara ini berfungsi mempertahankan

daun agar tetap di permukaan air. Ukuran diameter gelembung udara sekitar 15

mm dengan bentuk pipih dan bersayap (Atmadja et al., 1996).

Blade

Reseptakel Stipe

8

2.1.3 Klasifikasi Gracilaria salicornia

Gracilaria salicornia merupakan salah satu spesies rumput laut dari genus

Gracilaria sp. Gracilaria salicornia masuk ke dalam divisi Rhodophyta(alga

merah) karena pigmen inti fotosisntetik ganggang ini adalah fikoeritrin. Ganggang

ini juga memiliki pigmen fikosianin, karoten, klorofil a dan b serta xantofil yang

membantu dalam proses fotosintesis (Atmadja et al., 1996).

Klasifikasi rumput laut spesies Gracilaria salicornia (Gambar 3) menurut

Dawson (1946) dalam Soegiarto et al. (1978) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Protista Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Gracilariaceae Genus : Gracilaria

Spesies : Gracilaria salicornia

Gambar 3. Morfologi Gracilaria salicornia yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu

Blade

Ciri umum dari rumput laut spesies Gracilaria salicornia adalah berwarna

hijau mempunyai thallus yang licin berbentuk silindris, rimbun dan

berbuku-buku. Panjang tiap ruas buku pada thallus sekitar 1 cm. Umumnya pada alga

merah pigmen warna tubuhnya adalah fikoeritin sehingga terbentuk warna merah,

namun pada rumput laut spesies Gacilaria salicornia pigmen klorofil menutupi

pigmen fikoeritin sehingga terlihat berwarna hijau karena lokasi hidup ganggang

ini di perairan dangkal. Percabangan thallus pada rumput laut spesies Gracilaria

salicornia membentuk formasi dua-dua beraturan sejajar pada sisi sepanjang

thallus utama yang disebut (pinnate distichous). Thallus pada rumput laut spesies

Gracilaria salicornia bersifat cartilaginous yaitu bersifat rapuh dan mudah patah

saat terhempas gelombang (Atmadja et al., 1996).

2.2 Komposisi Kimia Rumput Laut

Komposisi kimia pada rumput laut umumnya dalam bentuk air, abu,

protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar. Rumput laut juga mengandung

vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam rumput laut adalah vitamin

A, B1, B2, B6, B12, dan vitamin C sedangkan mineral dalam rumput laut berupa

kalium, kalsium, fosfat, natrium, besi, dan iodium (Anggadiredja,1993).

Komposisi kimia pada rumput laut ini bervariasi berdasarkan jenis spesies dan

kondisi lingkungan. Jenis spesies dan kondisi lingkungan mempengaruhi aktivitas

fotosintesis, sehingga mempengaruhi kadar senyawa kimia yang dibentuk dalam

10

2.2.1 Air

Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan mahluk

hidup. Air berperan sebagai pembawa zat makanan dan sisa metabolisme pada

mahluk hidup. Air merupakan komponen yang dapat mempengaruhi kenampakan

tekstur serta cita rasa dalam suatu bahan. Kadar air pada rumput laut umumnya

berkisar 15-20% (bk) (SNI, 2008 dalam DKP, 2009).

2.2.2 Abu

Abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung dalam suatu

bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam

jumlah yang sedikit. Mineral berfungsi untuk zat pengatur dan pembangun. Kadar

abu dalam rumput laut umumnya tidak lebih dari 45% (bk) (Food and Nutrition

Board (US), 1981 dalam Ruperez, 2002). Fleury dan Lahaye (1991)

menambahkan rumput laut mengandung kadar abu berkisar 8% hingga 40% (bk).

.

2.2.3 Protein

Protein dibentuk dari dua atau lebih asam amino yang diikat oleh ikatan

peptida (Fessenden dan Fessenden, 1999). Asam amino merupakan senyawa yang

terdiri dari gugus karboksilat dan gugus amina, sedangkan ikatan peptida

merupakan ikatan amina antara gugus alfa-amino dari satu asam amino dan gugus

karboksil dari asam amino lainnya. Asam amino bersifat amfoter karena

mengandung gugus amina yang bersifat basa dan gugus karboksilat yang bersifat

asam dalam molekul yang sama. Protein berfungsi sebagai bahan bakar apabila

keperluan energi dalam tubuh organisme tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat

dan lemak serta mengganti jaringan yang rusak dalam tubuh mahluk hidup

asam amino yang terdapat di dalam tubuhnya (Ratana dan Chirapart, 2006). Kadar

protein pada rumput laut umumnya berkisar 6,38-14,02% (bk) (Yulianingsih dan

Tamzil, 20007).Proses pembentukan protein alanilglisina dan ikatan peptida

disajikan pada Gambar 4 (Fessenden dan Fessenden, 1999).

Gambar 4. Proses pembentukan protein alaniglisina dan ikatan peptida

2.2.4 Lemak

Lemak dibentuk dari gugus ester tiga jenis asam lemak dan satu jenis

gliserol (Fessenden dan Fessenden, 1999). Lemak merupakan senyawa organik

yang bersifat tidak larut dalam air tetapi bersifat larut dalam pelarut organik non

polar. Lemak berbeda dengan minyak. Lemak berupa padatan pada suhu kamar

karena kandungan asam lemak jenuh yang tidak mempunyai ikatan rangkap yang

sangat tinggi, sehingga titik lebur menjadi lebih tinggi, sedangkan minyak berupa

cairan pada suhu kamar karena kandungan asam lemak tak jenuh yang

mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap, sehingga titik leburnya menjadi sangat

rendah (Winarno, 2008). Kadar lemak total pada rumput laut selalu kurang dari

4% (bk). Secara umum, kadar lemak pada rumput laut tergolong rendah karena

rumput laut umumnya menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk

karbohidrat (Wong dan Cheung 2000).

12

Proses penguraian lemak tristearin disajikan pada Gambar 5 (Fessenden dan

Fessenden, 1999).

Gambar 5. Proses penguraian lemak tristearin

2.2.5 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang tersusun dari molekul karbon (C),

hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris CH2O (Fessenden dan

Fessenden, 1999). Karbohidrat dapat berupa polihidroksil aldehid maupun

polihidroksil keton. Pada organisme yang mempunyai klorofil karbohidrat

dibentuk dari reaksi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan bantuan cahaya

matahari. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi mahluk hidup.

Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang

berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak serta protein

(Winarno, 2008). Karbohidrat dapat digolongkan berdasarkan tipe ukuran

molekulnya menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida.

2.2.5.1 Monosakarida

Monosakarida dapat berupa ikatan aldehid maupun ikatan keton.

Monosakarida berupa ikatan aldehid diantaranya adalah glukosa, galaktosa,

ribosa, sedangkan monosakarida berupa ikatan keton diantaranya adalah fruktosa.

Jenis-jenis monosakarida diantaranya adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, dan

ribosa.

Glukosa merupakan monosakarida gugus aldehid yang paling penting dari

hasil hidrolisis yang dapat memutar bidang polarisasi ke kanan. Fruktosa

merupakan monosakarida gugus keton yang dapat memutar bidang polarisasi ke

kiri. Galaktosa merupakan senyawa karbohidrat yang terdapat dalam laktosa

terikat dengan glukosa. Ribosa merupakan senyawa karbohidrat pembentuk

kerangka polimer dari asam nukleat. Ribosa dibentuk dari dari molekul

ribupiranosa dan molekul ribufuranosa. Jenis-jenis monosakarida disajikan pada

Gambar 6 (Fessenden dan Fessenden, 1999).

alfa-Glukosa beta-Glukosa Fruktosa

Galaktosa Ribufuranosa Ribupiranosa

Gambar 6. Struktur kimia monosakarida jenis alfa-glukosa, beta-glukosa, fruktosa, galaktosa, ribufuranosa, dan ribupiranosa

2.2.5.2 Disakarida

Disakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun dari dua satuan

monosakarida yang disatukan oleh ikatan glikosida dari 1 atom karbon (C) pada

14

diantaranya adalah maltosa, selobiosa, laktosa, dan sukrosa. Jenis-jenis disakarida

disajikan pada Gambar 7 (Fessenden dan Fessenden, 1999).

Maltosa Selubiosa

Laktosa Sukrosa

Gambar 7. Struktur kimia disakarida jenis maltosa, selubiosa, laktosa, dan sukrosa

Maltosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul

monosakarida berupa glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida.

Maltosa dapat diuraikan oleh asam maupun enzim alfa-1,4 glukan

glukanohidrolase. Selubiosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul

monosakarida berupa glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4

beta-glikosida. Selubiosa dapat diuraikan oleh asam maupun dengan enzim

beta-glukosidase. Enzim beta-glukosidase memiliki kemampuan menguraikan ikatan

1,4 beta-glikosida namun tidak mampu menguraikan ikatan 1,4 alfa-glikosida

secara spesifik. Laktosa merupakan senyawa yang dibentuk dari dua molekul

monosakarida berupa glukosa dan galaktosa. Dalam tubuh mahluk hidup laktosa

menjadi glukosa dan galaktosa, kemudian galaktosa diubah menjadi glukosa.

berupa fruktosa dan glukosa. Sukrosa tidak termasuk dalam jenis gula pereduksi

karena pada sukrosa terdapat dua molekul yang berbeda yaitu satu molekul

glukosa yang merupakan gugus aldehid dan satu molekul fruktosa yang

merupakan gugus keton.

2.2.5.3 Oligosakarida

Oligosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun dari dua

sampai delapan satuan monosakarida yang disatukan oleh hubungan glikosida dari

1 atom karbon (C) pada gugus hidroksida (OH) dari unit monosakarida lainnya.

Oligosakarida merupakan hasil proses dari penguraian polisakarida sebelum

menjadi monosakarida. Jenis-jenis oligosakarida diantaranya adalah rafinosa,

fruktooligosakarida, dan glukooligosakarida. Jenis-jenis oligosakarida disajikan

pada Gambar 8 (Fessenden dan Fessenden, 1999).

Rafinosa Fruktooligosakarida Glukooligosakarida Gambar 8. Struktur kimia oligosakarida jenis rafinosa, fruktooligosakarida, dan

16

Rafinosa merupakan senyawa yang dibentuk dari tiga molekul

monosakarida berupa 2 molekul glukosa dan satu molekul fruktosa yang

dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Glukooligosakarida merupakan

senyawa yang dibentuk dari tiga molekul monosakarida berupa 3 molekul glukosa

yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Glukooligosakarida dapat

diuraikan oleh asam maupun dengan enzim alfa-glukosidase. Fruktooligosakarida

merupakan senyawa yang dibentuk dari tiga molekul monosakarida berupa 2

molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4

beta-glikosida. Fruktooligosakarida dapat diuraikan oleh asam maupun dengan

enzim beta-fruktofuranosidase.

2.2.5.4 Polisakarida

Polisakarida merupakansenyawa karbohidrat yang tersusun lebih dari

delapan satuan monosakarida. Jenis-jenis polisakarida diantaranya adalah heparin,

selulosa, amilosa, amilopektin, dan kitin. Heparin merupakan suatu senyawa

karbohidrat yang berfungsi untuk mencegah koagulasi atau penggumpalan darah.

Selulosa merupakan polisakarida yang dibentuk dari molekul mikrofibril glukosa

sebanyak 14.000 satuan glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4

beta-glikosida. Penguraian sebagian selulosa menghasilkan disakarida berupa selubiosa

sedangkan penguraian sempurna selulosa menghasilkan monosakarida berupa

glukosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 250 satuan molekul

glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4 alfa-glikosida. Penguraian sebagian

amilosa menghasilkan disakarida berupa maltosa sedangkan penguraian sempurna

amilosa menghasilkan monosakarida berupa glukosa. Amilopektin merupakan

ikatan 1,4 alfa-glikosida pada rantai utama dan dengan ikatan 1,6 alfa-glikosida

pada rantai percabangan. Kitin adalah senyawa polisakarida linear yang

mengandung N-asetil-D-glukosamin dalam bentuk terikat oleh protein dan lemak.

Hidrolisis kitin menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Jenis-jenis senyawa

polisakarida disajikan pada Gambar 9 (Fessenden dan Fessenden, 1999).

Amilosa Amilopektin

Selulosa Kitin

Gambar 9. Struktur kimia polisakarida jenis amilosa, amilopektin, selulosa, dan kitin

2.3 Komposisi Kimia Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp

Komposisi kimia pada rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat.

Karbohidrat pada rumput berupa serat sehingga hanya sebagian kecil karbohidrat

yang dapat diserap oleh pencernaan manusia. Karbohidrat yang berupa gel pada

rumput laut Caulerpa sp disebut dengan kanji, karbohidrat berupa gel pada

rumput laut Sargassum sp disebut dengan alginat sedangkan karbohidrat berupa

18

Komposisi kimia pada rumput laut Caulerpa sp, Sargassum sp, dan Gracilaria sp

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) Caulerpa sp, Sargassum sp,dan Gracilaria sp

Keterangan :

(a.) Sumber (Turangan, 2000) (b.) Sumber (Yunizal, 2004) (c.) Sumber (Soegiarto et al., 1978) (bk) Berat kering

Komposisi kimia Caulerpa sp secara spesifik mengandung kadar abu

sebesar 28,70%, kadar karbohidrat sebesar 27,20%, kadar air sebesar 20%, kadar

serat kasar sebesar 15,50%, kadar protein sebesar 10,70%, dan kadar lemak

sebesar 0,30% (Turangan, 2000). Sebagian besar komposisi kimia Caulerpa sp

berupa karbohidrat sebesar 42,70% dengan 15,50% berupa serat kasar.

Komposisi kimia Sargassum sp secara spesifik mengandung kadar abu

sebesar 34,57%, kadar serat kasar sebesar 28,59%, kadar karbohidrat sebesar

19,06%, kadar air sebesar 11,71%, kadar protein sebesar 5,53%, dan kadar lemak

sebesar 0,74% (Yunizal, 2004). Sebagian besar komposisi kimia Sargassum sp

berupa abu sebesar 34,57% dan karbohidrat sebesar 47,65% dengan 28,59%

berupa serat kasar. Komposisi Kimia

Persentase (% bk)

Caulerpa sp(a) Sargassum sp (b) Gracilaria sp (c)

Air 20 11,71 19,01 Abu 28,70 34,57 14,18 Protein 10,70 5,53 4,17 Lemak 0,30 0,74 9,54 Karbohidrat 27,20 19,06 42,59 Serat Kasar 15,50 28,59 10,51

Komposisi kimia Gracilaria sp secara spesifik mengandung kadar

karbohidrat sebesar 42,59%, kadar air sebesar 19,01%, kadar abu sebesar

14,18%, kadar serat kasar sebesar 10,51%, kadar lemak sebesar 9,54%, dan kadar

protein sebesar 4,17% (Soegiarto et al., 1978). Sebagian besar komposisi kimia

Gracilaria sp berupa karbohidrat sebesar 53,10% dengan 10,51% berupa serat

kasar. Komposisi kimia menunjukkan Gracilaria sp memiliki potensi sebagai

bahan bakar bioetanol lebih tinggi dibandingkan Caulerpa sp dan Sargassum sp

karena total karbohidrat Gracilaria sp dengan persentase sebesar 53,10% lebih

tinggi dibandingkan karbohidrat Caulerpa sp dengan persentase 42,70% dan

Sargassum sp sebesar 47,65%.

2.4 Hidrolisis

Hidrolisis adalah proses penguraian polisakarida menjadi monosakarida

berupa glukosa menggunakan air (Nelson dan Cox, 1982). Reaksi hidrolisis

senyawa poliskarida menjadi senyawa monosakarida disajikan pada Gambar 10

(Nelson dan Cox, 1982).

(Polisakarida) (Air) (Glukosa) (C6H10O5)n + H2O (C6H12O6)

Gambar10. Proses hidrolisis polisakarida menjadi monosakarida

20

Secara umum, hidrolisis dibagi menjadi dua yaitu, hidrolisis secara

kimiawi menggunakan asam dan hidrolisis secara enzimatis menggunakan

enzim. Perbedaan yang mendasar antara asam dan enzim adalah dalam hal

spesifikasi. Hidrolisis enzim bersifat lebih spesifik memotong rantai 1,4

alfa-glikosida dari polisakarida dalam menghasilkan gula sederhana sedangkan

hidrolisis asam bersifat acak memotong rantai 1,4 alfa-glikosida polisakarida

dalam menghasilkan gula sederhana. Umumnya hidrolisis asam sebagian besar

gula yang dihasilkan berupa gula pereduksi.

2.4.1 Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang dilakukan secara kimiawi

dengan menggunakan katalis berupa asam. Asam yang dapat digunakan sebagai

katalis kimia dalam proses hidrolisis adalah asam sulfat (H2SO4), asam klorida

(HCl), asam oksalat, asam trikloroasetat, dan asam trifluoroasetat. Asam sulfat

(H2SO4) dan asam klorida (HCl) merupakan asam yang paling sering digunakan

dalam proses hidrolisis, namun penggunaan asam sulfat (H2SO4) lebih umum dan

menguntungkan dibandingkan asam klorida (HCl) karena pembentukan gula

pereduksi dengan asam sulfat (H2SO4) lebih tinggi dibandingkan dengan

menggunakan asam klorida (HCI) pada konsentrasi dan waktu yang sama.

Menurut Choi dan Mathews (1996) hidrolisis pati dengan asam sulfat (H2SO4)

selama 40 menit pada suhu 132 ˚C mengakibatkan 92% pati terkonversi menjadi glukosa, sedangkan hidrolisis pati dengan asam klorida (HCI) mengakibatkan

86% pati terkonversi menjadi glukosa dengan waktu dan suhu yang sama. Pada

proses hidrolisis asam yang optimal sejumlah bahan terlebih dahulu diasamkan

bertekanan yang disebut converter hingga suhu 120 ˚C sampai 140 ˚C (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Tahapan hidrolisis asam polisakarida menjadi monosakarida disajikan

pada Gambar 11 (Nelson dan Cox, 1982).

Gambar 11. Tahapan proses hidrolisis asam polisakarida menjadi monosakarida

Awalnya proton dari katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen

glikosida yang menghubungkan dua unit gula dalam polisakarida. Asam konjugasi

terbentuk diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan keton (C-O-C)

menghasilkan zat antara kation karbonium siklik. Kation karbonium mulai

mengadisi molekul air dengan cepat dengan melepaskan proton hingga pada

akhirnya terbentuk molekul glukosa.

22

Hidrolisis asam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

hidrolisis asam adalah tidak adanya kehilangan asam dalam proses hidrolisis,

kapasitas produksi yang besar, bahan asam yang mudah didapat dan biaya lebih

murah sedangkan kekurangan dari hidrolisis asam adalah memerlukan peralatan

yang tahan korosif, menghasilkan produk sisa yang menghambat proses

fermentasi dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Produk sisa yang dapat

menghambat proses fermentasi berupa furfural, 5-hydroxy methyl furfural (HMF),

asam lefulenat, asam asetat, asam format, dan asam uronat.

2.4.2 Hidrolisis Enzim

Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang dilakukan menggunakan katalis

berupa enzim. Enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh

sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia (Fessenden

dan Fessenden, 1999). Kerja enzim sangat spesifik, karena bentuk dan struktur

enzim hanya dapat mengkatalis suatu reaksi kimia dari suatu substrat. Enzim

yang biasa digunakan dalam proses hidrolisis adalah enzim selulase, amilase, dan

gluko amilase.

Pada proses hidrolisis enzim awalnya enzim mencari substrat yang cocok

untuk memutus rantai ikatan glikosida. Selulosa mulai dihidrolisis oleh enzim

dengan cara memutus ikatan 1,4 beta-glikosida secara parsial menjadi selubiosa.

Aktivitas hidrolisis dilanjutkan kembali oleh enzim dengan memutus ikatan 1,4

beta-glikosida pada selubiosa hingga akhirnya terbentuk molekul glukosa.

Hidrolisis enzim mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari hidrolisis

enzim adalah cara kerja enzim lebih spesifik, tidak menghasilkan produk sisa,

kapasitas produksi kecil, harga relatif lebih mahal serta membutuhkan waktu

hidrolisis yang cukup lama.

Tahapan hidrolisis enzim polisakarida menjadi monosakarida disajikan

pada Gambar 12 (Nelson dan Cox, 1982).

Gambar 12. Tahapan proses hidrolisis enzim polisakarida menjadi monosakarida

24

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2012. Proses

pengambilan sampel rumput laut dilakukan pada tanggal 4 Februari 2012 di

perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan posisi titik koordinat

05˚ 52' 12,1'' LS dan 106˚ 36' 45,2'' BT (Gambar 13). Analisis uji proksimat dan proses hidrolisis rumput laut dilakukan di Laboratorium Bioetanol, Surfactant and

Bioenergy Research Center (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Alat Bahan

Nama Spesifikasi Nama Spesifikasi

GPS Garmin Map 76 SeO2 (PA)

Blender Philip BL 1516 K2SO4 (PA)

Neraca Analitik Precisa XT 220 A CuSO4. H2O (PA) Labu Kjeldhal Pyrex 100 ml H3BO3 2% (PA)

Hotplate Labinco L-32 Akuades (Teknis)

1 Set Ekstrator Soxhlet Pyrex HCl 37% (PA)

Gelas Beker Schott Duran 500 ml NaOH (PA)

Erlenmeyer Schott Duran 500 ml N-Hexana (PA)

Labu Ukur Pyrex 500 ml Kertas Saring Whatman 41

Pipet Volumetrik Pyrex 10 ml Kertas Lakmus Merck KGaA 64271

Pipet Mohr Pyrex 5 ml Phenolpthalein (PA)

Gelas Ukur Pyrex 100 ml KI (PA)

Buret Pyrex 100 ml Na-Tiosulfat (PA)

Cawan Porselin Pyrex 30 ml Kanji 0,5% (Teknis)

Pipet Mikro Gilson NG348811 Na2CO3 (PA)

Vortek Thermolyne MAXI Asam Sitrat (PA)

Tabung Reaksi Pyrex 16 ml x 150 ml H2SO4 98% (PA) Laptop Acer Aspire 4736 Asam 3,5 Dinitrosalisilat (PA)

Perangkat Lunak Microsoft Excel 2007 Alumium foil Klinpak 8 m X 30 cm

Oven EYELA NDO-400 Na-K-Tatrat (PA)

Pembakar Sanken 562221 Fenol (PA)

1 Set Pompa Vakum Model VE115N Na-Metabisulfit (PA)

Autoclave Model 19411N Rumput laut kering jenis

Caulerpa racemosa Spektrofotometer Visible Light Genesys 20 Rumput laut kering jenis

Sargassum crassifolium Tanur Nabertherm Rumput laut kering jenis

26

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Rumput Laut

Preparasi rumput laut dilakukan dengan melalui tahapan proses

perendaman, pengeringan, dan pencacahan (Lampiran 1).

a. Perendaman

Rumput laut yang diambil dari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

direndam dengan air tawar untuk menurunkan kadar garam dan menghilangkan

kotoran yang melekat pada rumput laut.

b. Pengeringan

Rumput laut yang telah dicuci, kemudian dikeringkan di bawah sinar

matahari selama kurang lebih 2-3 hari, selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 ˚C selama kurang lebih 6 jam.

c. Pencacahan

Rumput laut yang telah dikeringkan, kemudian dicacah dengan cara

dimasukkan ke dalam mesin pencacah hingga terbentuk potongan-potongan kecil.

3.3.2 Uji Proksimat

Uji proksimat dilakukan pada rumput laut untuk mengetahui komposisi

kimia dalam tubuh rumput laut. Analisis uji proksimat dalam menentukan kadar

air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat

kasar pada rumput laut yang menggunakan metode AOAC (1995) dideskripsikan

a. Kadar Air

Sampel rumput laut sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam cawan aluminium

yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu

100 ˚C sampai 105 ˚C selama 6 jam. Setelah itu, cawan didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit sampai suhu ruang dan dilakukan proses penimbangan.

Proses tersebut dilakukan hingga didapatkan berat konstan.

Kadar air ditentukan dengan rumus :

Kadarair(%) = B-A

B X 100%

Keterangan : A = Berat akhir rumput laut setelah dikeringkan (gr) B = Berat awal rumput laut basah (gr)

b. Kadar Abu

Sampel rumput laut sebanyak 1 gr dimasukkan ke dalam cawan porselin

yang telah diketahui beratnya kemudian diarangkan di atas nyala pembakar,

kemudian diabukan ke dalam tanur pada suhu 550 ˚C selama 4 jam hingga

diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, cawan didingikan ke dalam desikator

selama 30 menit sampai suhu ruang dan timbang hingga didapatkan berat konstan.

Kadar abu ditentukan dengan rumus :

Kadarabu(%) = B

A X 100%

Keterangan : A = Berat awal rumput laut basah (gr)

B = Berat akhir rumput laut setelah pengabuan (gr)

……… (1)

28

c. Kadar Protein

Sampel rumput laut sebanyak 0,5 gr dimasukkan ke dalam labu kjeldahl ukuran 100 ml. Sampel ditambahkan 2 gr campuran selen (2,5 gr SeO2, 100 gr

K2SO4 dan 20 gr CuSO4. 5H2O) dan 2 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, campuran

dipanaskan di atas pemanas selama 90 menit sampai mendidih dan larutan

menjadi jernih kehijauan. Larutan diencerkan menggunakan akuades dalam labu

ukur 100 ml sampai batas tera. Larutan dari labu ukur diambil menggunakan pipet

5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat hingga berwarna cokelat kehitaman

kemudian dilakukan proses destilasi. Larutan hasil destilasi dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran metil

merah dan metil biru dalam alkhohol) kemudian larutan dititrasi dengan

menggunakan HCl 0,02 N.

Kadar protein ditentukan dengan rumus :

Keterangan : w = Berat contoh rumput laut (mg)