• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45 5.1 Kesimpulan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberculosis Paru

2.1.3 Klasifikasi TB Paru a Berdasarkan Organ Tubuh

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena (Depkes RI, 2005): i. Tuberculosis paru

Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.

ii. Tuberculosis ekstra paru

Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b.Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopik

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (Depkes RI, 2005): a. Tuberculosis paru BTA positif.

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif.

ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberculosis.

iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberculosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

i. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis. iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c. Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu (Depkes RI, 2005):

i. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberculosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). ii. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif.

iii. Kasus setelah putus berobat (default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

iv. Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

v. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

a. Gejala Klinis TB Paru 2.1.4 Diagnosis TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2006).

b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu- Pagi-Sewaktu (SPS),

i. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

ii. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. iii. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi (Depkes RI, 2006). c. Diagnosis TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alur diagnosis TB paru (Depkes RI, 2006). 2.1.5 Pengobatan

Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk: a. menyembuhkan penderita sampai sembuh

b. mencegah kematian

c. mencegah kekambuhan, dan

d. menurunkan tingkat penularan (Depkes RI, 2005)

sangat ulet, karena dinding selnya mengandung kompleks lipida-glikolipida serta lilin (wax), yang sulit ditembus zat kimia. Mycobacterium tidak mengeluarkan enzim ekstraseluler maupun toksin. Penyakit bias berkembang karena kuman mampu untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit dan tahan terhadap enzim-enzim pencernaan.

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. a. Tahap awal (intensif)

i. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

ii. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. iii. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan. b. Tahap Lanjutan

i. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

ii. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

a. Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut (Depkes RI, 2005) :

i. Obat Anti Tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).

Pemakaian Obat Anti Tuberculosis - Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

ii. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

b. Panduan OAT yang Digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberculosis di Indonesia (Depkes RI, 2005):

i. Kategori 1

Kategori 1 diobati dengan kombinasi 2(HRZE)/4(HR)3. Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan, kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien: a) Pasien baru TB paru BTA positif.

b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif c) Pasien TB ekstra paru

ii. Kategori 2

Kategori 2 diobati dengan kombinasi 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HREA setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali seminggu.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a) Pasien kambuh b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus) Keterangan: R = Rifampisin H = Isoniazid E = Etambutol Z = Pirazinamid S = Streptomisin 2.2Diabetes Mellitus

Dokumen terkait