• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Klasifikasi

Klasifikasi merupakan tahapan analisa data untuk menentukan label atau kelas data dengan menggunakan suatu model atau klasifier (Han & Kamber, 2006). Klasifikasi data dilakukan dengan 2 tahapan. Tahapan pertama menggunakan klasifier untuk suatu set kelas atau konsep data atau yang disebut learning step (training phase). Dimana algoritma klasifikasi membangun klasifier dengan manganalisis atau β€œbelajar dari” satu set pelatihan yang terdiri

dari tupel database dan label kelas terkait. Tahap pertama klassifikasi digambarkan pada Gambar 2.16.

Aturan Klasifikasi

Algoritma Klasifikasi

Input Data Training Output (Klasifier yang

telah di training)

Gambar 2.16 Tahap pertama klasifikasi.

Tahap kedua model digunakan untuk klasifikasi. pertama keakuratan prediksi dari classifier diperkirakan. jika kita menggunakan training set untuk mengukur keakuratan classifier, perkiraan ini kemungkinan akan optimis, karena classifier cenderung overfit data (dalam β€œpembelajaran data” memungkinkan untuk menggabungkan beberapa anomali tertentu dari training data yang tidak ada dalam data set secara keseluruhan). Oleh karena itu, satu set tes digunakan, terdiri dari tupel tes dan label kelas. Tupel tersebut dipilih secara acak dari kumpulan data umum. Tupel tersebut independen dari tupel pelatihan, yang berarti bahwa tidak digunakan untuk membangun classifier. Keakuratan classifier pada set tes yang diberikan adalah persentase dari uji set tupel yang diklasifikasikan dengan benar oleh classifier. Tahap kedua klassifikasi dapat digambarkan pada Gambar 2.17.

Klasifier yang telah di training Input Data Training

Output (Hasil Klasifikasi)

Input Data Baru (selain data testing)

Gambar 2.17 Tahap kedua klasifikasi

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alur Kerja Penelitian

Alur Kerja Penelitian ini di ilustrasikan pada gambar 3.1 :

Mengidentifikasi Masalah Melakukan Studi Pustaka Menentukan Tujuan Penelitian Mengumpulkan Data

Merancang dan Mengimplementasi Metode

Menguji Coba Metode Menganalisa dan Mengevaluasi Metode

Menyimpulkan Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alur Kerja Penelitian

Berdasarkan gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa alur kerja penelitian ini dimulai dengan tahapan mengidentifikasi sebuah masalah yang akan diteliti, kemudian dilakukan studi pustaka yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dilanjutkan dengan menentukan tujuan penelitian agar penelitian tidak menyebar ke ruang lingkup yang lain, selanjutnya dilakukan pengumpulan data atau sampel yang akan diteliti khususnya citra blur berdasarkan jenisnya dilanjutkan dengan merancang dan mengimplementasi motode menggunakan sampel yang telah dikumpulkan dimana perancangan dan pengimplementasian sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap metode yang telah dirancang dan diimplementasikan dan pada tahapan akhir dilakukan analisa dan evaluasi metode sehingga dapat diambil kesimpulan terhadap penelitian.

22

3.2. Data dan Peralatan Penelitian Yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 392 citra dengan ukuran 640x480 pixel yang diklassifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu average blur, motion blur, gaussian blur dan citra non blur. Data yang digunakan sebagai training set adalah 60 % dari total imageset yang digunakan dan 40 % imageset sebagai testing set dimana pembagiannya ditentukan secara acak. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah matlab versi 2016b, dan file citra yang digunakan yaitu file yang berformat .jpg . Alasan pemilihan file citra .jpg adalah untuk menjaga keaslian citra yang diperoleh, dimana citra diperoleh menggunakan kamera.

3.3. Tahapan Modikifkasi Speed-up Robust Feature Dengan Histogram of Oriented Gradient

Penelitian ini memodifikasi speed-up robust feature sebagai pendeteksi interest point dengan histogram of oriented gradient sebagai interest deskriptor. Dengan speed-up robust feature sebagai interest point detector, mendeteksi interest point pada citra yang blur dengan skala yang berbeda-beda (multiscale). Setelah interest point diperoleh, maka akan diextract dengan menggunakan histogram of oriented gradient (HOG). Dengan mendapatkan intesitas histogram pada deskriptor akan diperoleh pola degradasi pada tiap interest point. Tahapan modifikasi speed-up robust feature dengan histogram of oriented gradient dalam skema bag of visual word dapat digambarkan seperti berikut:

23

Input Citra Citra Keabuan (Grayscale) Deteksi Interest Point Speed-Up Robust Feature

Menyimpan Pola Bag of Visual Words pada Support Vector Machine Deteksi Interest Point Speed-Up Robust

Feature

Ekstraksi Interest Point meggunakan Histogram of Oriented Gradients

Pencocokan Model Pola Pada Support

Vector Machine Output (Klasifikasi Citra Blur)

Gambar 3.2 Tahapan Modifikasi speed-up robust feature dengan histogram of oriented gradient pada skema bag of visual word untuk klassifikasi citra blur.

3.4. Modifikasi Speed-up Robust Feature (SURF) Dengan Histogram of Oriented Gradient (HOG)

Skala pendeteksian interest point pada speed-up robust feature mempengaruhi klassifikasi citra blur jika dimodifikasikan dengan histogram of oriented gradien sebagai ekstraksi fiturnya. Hal ini disebabkan oleh proses ekraksi fitur yang berbeda pada kedua metode ini. Speed-up robust feature mengintegralkan citra dalam proses pendeteksian keypoint, sedangkan histogram menggunakan cell blok pada citra secara satu per satu atau single detector. Seperti pada Gambar 3.3, speed-up robust feature sebagai deteksi fitur menggunakan pengintegralan citra, dengan menggunakan skala invarian pada citra. Proses ini mendeteksi fitur pada citra dengan membentuk bulatan-bulatan sebagai deteksi fitur dalam citra.

24

Gambar 3.3 Pendeteksian interest point dengan speed-up robust feature

Bulatan pada citra pada Gambar 3.3 dihasilkan dari integral grid speed-up robust feature dengan menggunakan fast hessian matrix. Gambar 3.4 akan menunjukkan grid yang telah dibentuk oleh speed-up robust feature. Pengintegralan grid tersebut dapat mengurangi waktu komputasi dalam pendeteksian fitur yang diperoleh pada citra. Sedangkan Histogram of oriented gradient, membentuk Cell block yang menghasilkan gradient sebagai fitur citra. Gambar 3.5, menunjukkan penggunakan grid oleh Histogram of oriented gradient yang berbeda dengan speed-up robust feature dalam proses pendeteksian fitur.

Proses pendeteksian Hitogram of oriented gradient, lebih lama waktu komputasinya dibandingkan dengan speed-up robust feature, hal ini dikarenakan Histogram of oriented gradient membentuk cell blok terhadap keseluruhan citra dan menghitung gradien sebagai pendeteksian fitur terhadap cell blok yang telah dibentuk (lihat Gambar 3.5).

25

Gambar 3.4 Grid x dan y pada speed-up robust feature mendeteksi fitur dengan membentuk bulatan kecil (blob) terhadap citra.

Gambar 3.5 Histogram of oriented gradient membentuk cell blok pada citra dan menghitung gradien citra sebagai pendeteksian fitur.

26

Dengan memodifikasi Speed-up robust feature dengan Histogram of oriented gradient menghasilkan pendeteksian fitur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6. Dengan modifikasi ini dapat mengklasifikasikan citra blur berdasarkan tipe blur pada skema bag of visual word dengan lebih akurat.

Gambar 3.6 Modifikasi Speed-up robust feature dengan Histogram of oriented gradient

3.5. Pembentukan Bag Of Visual Words

Setelah di dapat fitur dengan menggunakan modifikasi speed-up robust feature dengan histogram of oriented gradients maka fitur-fitur dibentuk bag visual words atau codebook fitur dari citra blur yang telah diinputkan. Fitur-fitur yang telah didapatkan akan di cluster menggunakan k-means algorithm, untuk membedakan kelas fitur-fitur tersebut dengan k = 500. Dimana feature vector yang telah di clusterkan ini akan menjadi bag of visual words atau codebook fitur untuk mengklasifikasikan citra pada training set maupun test set menggunakan klassifer support vector machine seperti yang dicontohkan pada Gambar 3.7.

27

Gambar 3.7 Histogram Feature Vector bag1 dengan K= 500 atau disebut dengan codebook

3.6. Ukuran Performansi

Pada penelitian ini, pengukuran performansi klassifikasi menggunakan confusion matrix.

Confusion matrix adalah sebuah array 2 dimensi berukuran K x K (dimana K adalah total jumlah kelas) yang digunakan untuk melaporkan hasil mentah dari eksperimen klasifikasi (Marques, 2011). Nilai pada baris i, kolom j mengindikasikan berapa kali sebuah objek yang tergolong benar pada kelas I yang berlabel kelas j. Tabel confusion matrix berisikan empat kemungkinan keluaran sebagai bahan acuan dalam membandingkan antara kejadian yang sebenarnya (aktual) dengan kejadian yang terprediksi. Berikut adalah ilustrasinya:

Tabel 3.1 Tabel Confusion Matrix Prediksi

Average Blur Motion Blur Aktual Average Blur True Positive (TP) False Negative (FN)

Motion Blur False Positive (FP) True Negative (TN)

28

dimana :

True Positive (TP) adalah jumlah data average blur yang diprediksi average blur False Negative (FN) adalah jumlah data average blur yang diprediksi motion blur False Positive (FP) adalah jumlah data motion blur yang diprediksi average blur True Negative (TN) adalah jumlah data motion yang diprediksi motion blur

Untuk menghitung akurasi menggunakan confusion matrix dapat dirumuskan sebagai berikut:

π‘Žπ‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– = ( 𝑇𝑃 + 𝑇𝑁 π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘ π‘–)

Sedangkan untuk menghitung tingkat kesalahan klassifikasi adalah sebagai berikut:

𝑀𝑖𝑠𝑠 π‘π‘™π‘Žπ‘ π‘ π‘–π‘“π‘–π‘π‘Žπ‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘’ = ( 𝐹𝑃 + 𝐹𝑁 π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘ π‘–)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang dibahas meliputi modifikasi speed-up robust feature dengan histogram of oriented gradients, pengujian dengan variasi skala speed-up robust feature, perbandingan modifikasi metode dengan penelitian sebelumnya dan pembahasan.

4.1.1. Sampel pelatihan dan sampel pengujian

Imageset pada penelitian ini terbagi menjadi sampel pelatihan dan sampel pengujian.

Sampel pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 236 citra, sedangkan sampel pengujian terdiri dari 156 citra, yang terdiri dari 4 kategori citra. Yaitu kategori average blur, citra non blur, gaussian blur dan motion blur, dimana penentuannya dilakukan secara acak dan ukuran citra pada imageset penelitian ini sebesar 640 width x 480 height pixel. Berikut adalah 4 contoh citra yang digunakan dalam sampel pelatihan:

Gambar 4.1 Citra 8.jpg pada kategori average blur

30

Gambar 4.2 Citra 8.jpg pada kategori citra non blur

Gambar 4.3 Citra 8.jpg pada kategori gaussian blur

Gambar 4.4 Citra 8.jpg pada kategori motion blur

31

4.1.2. Hasil bag of feature

Setelah menginput training set dan testing set, selanjutnya citra-citra pada training set akan dideteksi interest pointnya menggunakan speed-up robust feature dan di ekstrak fiturnya menggunakan histogram of oriented gradients. Bag of feature yang dibentuk pada trainingSet1 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5 Bag of Feature TrainingSet1

Nilai masing-masing index pada gambar 4.5 menjadi acuan terhadap nilai fitur citra lainnya. Dimana nilai index diatas merupakan nilai fitur yang telah sudah melalui tahapan deteksi dan ekstraksi fitur, serta clustering nilai fitur-fitur, yang dikelompokkan menjadi nilai visual word index. Nilai index tersebut, dapat dilihat pada nilai index masing-masing citra, dimana nilai index pada gambar 4.1, gambar 4.2, gambar 4.3 dan gambar 4.4 tidak lebih dari 200. Hal ini sesuai dengan penetapan jumlah index pada bag of feature yang dibentuk, yaitu K=200. Berikut adalah nilai index gambar 4.1, gambar 4.2, gambar 4.3 dan gambar 4.4 :

32

Tabel 4.1 Nilai index gambar 4.1

116 95 113 153 16 102

Histogram index pada citra gambar 4.1

Tabel 4.2 Nilai index gambar 4.2

194 170 170 85 15 34

33

Histogram index citra pada gambar 4.2

34

35

Tabel 4.3 Nilai index gambar 4.3

116 113 153 16 95 113

Histogram index citra pada gambar 4.3

36

177 140 152 167 54 140

37 28 15 163 13 66

180 122 47 111 101 172

166 31 147

Tabel 4.4 Nilai index gambar 4.4

13 95 103 102 1 103

Histogram index citra pada gambar 4.4

4.1.3. Hasil klasifikasi support vector machine

Setelah masing-masing citra didapatkan nilai visual word indexnya, maka akan diklasifikasikan menggunakan support vector machine. Support vector machine yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan fungsi kernel gaussian. Citra 100.jpg, citra

37

16.jpg, citra 18.jpg, citra 19.jpg, dan citra 20.jpg pada kategori average blur merupakan citra yang termasuk ke dalam testingSet1. Sebelum diklasifikasikan, citra-citra tersebut merupakan citra yang tergolong ke dalam average blur, namun hasil prediksi klasifikasi menggunakan support vector machine tidaklah sama. Hasil prediksi klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Klasifikasi Support Vector Machine

No. average blur. Support vector machine yang menggunakan fungsi kernel gaussian menghitung skor terhadap data training, yang menghasilkan skor pada tiap-tiap kategori.

Support vector machine memutuskan klasifikasi kategori citra tersebut berdasarkan nilai skor yang terbesar. Seperti pada citra nomor 2, skor terbesarnya adalah -0.20611589 pada kategori gaussian blur, maka support vector machine mengkategorikan citra nomor 2 ke dalam gaussian blur. Hal ini merupakan klasifikasi yang salah, dimana citra nomor 2 merupakan citra yang tergolong ke dalam average blur. Kesalahan klasifikasi ini disebabkan oleh tipisnya perbedaan skor antara average blur dan gaussian blur. Support vector machine sendiri mempunyai 3 fungsi kernel yang sering digunakan dalam penelitian-penelitan sebelumnya. Kekurangan ini dapat dikembangkan dengan menggunakan fungsi kernel yang berbeda, ataupun memakai fungsi clustering yang berbeda. Hal ini dikarenakan bag of feature menggunakan visual word index yang terbentuk dengan mengklusterisasi fitur-fitur pada citra.

38

4.1.4. Modifikasi Speed-Up Robust Feature dengan Histogram of Oriented Gradients Modifikasi speed-up robust feature dengan histogram of oriented gradients dimulai dengan pembentukan grid untuk menentukan lokasi pendeteksian interest point. Grid Step yang digunakan ialah 8, grid step ini berfungsi sebagai jarak antara pixel x (width) dan y (height).

Dimana untuk setiap x selanjutnya akan berjarak 8 pixel, pada ukuran citra 480 height dan 640 width akan menghasilkan grid x = 80 dan grid y = 60. Berikut adalah tabel koordinat gridX dan gridY;

39

Pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 menampilkan koordinat gridX (1x80) dan gridY (1x60) yang akan digunakan dalam pendeteksian interest point pada citra. Sehingga menghasilkan koordinat deteksi interest point dengan ukuran matriks 4800x2, koordinat deteksi interest point ini diilustrasikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.6 Koordinat deteksi interest point

Kemudian dengan menggunakan koordinat deteksi pada gambar 4.6 akan dilakukan deteksi interest point menggunakan speed-up robust feature dengan menggunakan 3 skala pendeteksian pada citra yaitu skala 1.6, 3.2 dan 4.8. Gambar 4.2 adalah hasil pendeteksian interest point speed-up robust feature dengan menggunakan 3 skala pendeteksian pada citra 1.jpg.

Gambar 4.7 Hasil pendeteksian speed-up robust feature dengan menggunakan 3 skala

40

Setelah interest point di dapatkan, maka di ekstrak menggunakan hitogram of oriented gradients, yang menghasilkan ekstraksi seperti pada gambar 4.8 .

Gambar 4.8 Ekstraksi Histogram of Oriented Gradients

Dengan menerapkan modifikasi metode ini, maka di peroleh fitur 83x36 atau 2.988 fitur pada citra 1.jpg. Selanjutnya metode di uji dengan membentuk bag of visual words, dimana menghasilkan 41.987 fitur pada trainingSet1. Angka fitur ini tidak tetap, mengingat penentuan training set dan testing set dilakukan secara acak. Sehingga fitur yang ditemukan berbeda-beda pada tiap citra, hal ini juga dipengaruhi oleh objek yang berbeda pada citra dan tipe blur yang berbeda pada masing-masing citra.

4.2. Pengujian Dengan Variasi Skala Speed-Up Robust Feature

Pada Pengujian ini skala variasi speed-up robust feature akan di uji cobakan pada 3 model skala level, model pertama menggunakan 3 skala, model kedua dengan menggunakan 4 skala dan model terakhir menggunakan 5 skala. Berikut adalah hasil pengujian dari masing-masing skala.

41

Tabel 4.8 Pengujian klassifikasi pada trainingSet1 dengan menggunakan 3 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 97 % 0% 3% 0%

Tabel 4.9 Pengujian klassifikasi pada testingSet1 dengan menggunakan 3 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 44% 3% 46% 7%

Citra non Blur 0% 90% 2% 8%

Gaussian Blur 69% 0% 26% 5%

Motion Blur 13% 3% 2% 82%

Rata-rata Akurasi 60%

Tabel 4.10 Pengujian klassifikasi pada trainingSet1 dengan menggunakan 4 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 100% 0% 0% 0%

Citra non Blur 0% 100% 0% 0%

Gaussian Blur 14% 0% 86% 0%

Motion Blur 0% 0% 0% 100%

Rata-rata Akurasi 97%

Tabel 4.11 Pengujian klassifikasi pada testingSet1 dengan menggunakan 4 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 62% 0% 28% 10%

Citra non Blur 0% 95% 0% 5%

Gaussian Blur 69% 0% 18% 13%

Motion Blur 0% 2% 3% 95%

Rata-rata Akurasi 67%

42

Tabel 4.12 Pengujian klassifikasi pada trainingSet1 dengan menggunakan 5 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 97% 0% 2% 1%

Citra non Blur 0% 100% 0% 0%

Gaussian Blur 5% 0% 95% 0%

Motion Blur 0% 0% 0% 100%

Rata-rata Akurasi 98%

Tabel 4.13 Pengujian klassifikasi pada testingSet1 dengan menggunakan 5 skala deteksi Average Blur Citra non Blur Gaussian Blur Motion Blur

Average Blur 56% 0% 31% 13%

Citra non Blur 0% 92% 0% 8%

Gaussian Blur 36% 0% 38% 26%

Motion Blur 3% 0% 5% 92%

Rata-rata Akurasi 70%

Tabel 4.8 menunjukkan klasifikasi dengan akurasi yang cukup tinggi yaitu 98%, namun pada tabel 4.9 menunjukkan akurasi klasifikasi yang rendah yaitu 60%. Hal ini menunjukkan diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap skala yang digunakan pada pendeteksian interest point. Dimana pendeteksian pola blur pada citra kurang dikenali dengan menggunakan hanya 3 skala pendeteksian interest point. Hal ini juga ditunjukkan pada bag of feature yang terbentuk, dimana bag of feature yang dihasilkan memiliki rentang index word yang jauh. Gambar 4.9 adalah gambar bag of feature yang dibentuk.

43

Gambar 4.9 Bag of Visual Word yang dibentuk

Pada pengujian yang telah dilakukan pada tabel 4.11 ditemukan peningkatan akurasi klasifikasi citra blur sebesar 7% dari sebelumnya yaitu pada tabel 4.9. Dimana pada tabel 4.11 menggunakan 4 skala deteksi dan pada tabel 4.9 menggunakan 3 skala deteksi.

Sedangkan pada tabel 4.13 ditemukan peningkatan akurasi klasifikasi citra blur sebesar 3

% dari sebelumnya yaitu pada tabel 4.11. Dimana pada tabel 4.13 menggunakan 5 skala deteksi dan pada tabel 4.11 menggunakan 4 skala deteksi. Untuk itu diperlukan pengujian lebih lanjut dengan melakukan 10 kali pengujian terhadap 3, 4 dan 5 skala pendeteksian pada metode speed-up robust feature sebelum dimodifikasi dengan metode speed-up robust feature setelah dimodifikasi. Hal ini berfungsi untuk menemukan akurasi yang konsisten terhadap klasifikasi citra blur sebelum dan sesudah modifikasi, mengingat penentuan trainingSet dan testingSet dilakukan secara acak. Selain itu pengujian akan dilakukan dengan mengubah nilai K pada clustering k-means. Hal ini dikarenakan bag of visul words yang dihasilkan pada pengujian pada tabel 4.10, tabel 4.11, tabel 4.12 dan tabel 4.13 tidak mencapai 500 index, seperti terlihat pada gambar 4.9. Untuk itu akan dilakukan pengurangan nilai K menjadi 200. Berikut adalah hasil pengujiannya :

44

Tabel 4.14 Percobaan 1 Menggunakan 3 Skala Pendeteksian Interest Point

Pada percobaan 1 menggunakan 3 skala pendeteksian interest point pada testingSet1 sebelum dimodifikasi speed-up robust feature, menghasilkan nilai akurasi average blur sebesar 33%, citra non blur sebesar 74 %, gaussian blur sebesar 18 %, motion blur sebesar 77 % dengan rata-rata akurasi sebesar 51 %, seperti terlihat pada tabel 4.9. Selain itu terjadi banyak miss classification, seperti klasifikasi average blur yang diklasifikasikan ke dalam citra non blur sebesar 15 %, yang diklasifikasikan ke dalam gaussian blur sebesar 21 %, dan diklasifikasikan ke dalam motion blur sebesar 31 %. Sedangkan pengujian pada testingSet1 menggunakan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi mengalami peningkatan nilai akurasi average blur sebesar 44 %. Namun masih terjadi miss classification terhadap 3 kelas lainnya, untuk itu akan dilakukan 10 kali pengujian menggunakan speed-up robust feature yang belum dimodifikasi dengan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi, untuk mendapatkan nilai akurasi yang konsisten. Hasil pengujiannya ditunjukkan pada tabel 4.15 dan tabel 4.16.

Percobaan 1 Menggunakan 3 Skala Pendeteksian Interest Point testingSet1 (sebelum modifikasi speed-up robust feature)

Average Blur Citra Non Blur Gaussian Blur Motion Blur

testingSet1 (setelah modifikasi speed-up robust feature )

Average blur Citra Non Blur Gaussian Blur Motion Blur

45

Tabel 4.15 Hasil Keseluruhan 10 Kali Pengujian Pada testingSet1 Sebelum di Modifikasi Testing Skala yang digunakan

3 Skala 4 Skala 5 Skala

Tabel 4.16 Hasil Keseluruhan 10 Kali Pengujian Pada testingSet1 Setelah di Modifikasi Testing Skala yang digunakan

3 Skala 4 Skala 5 Skala

Rata-rata Akurasi 64.50% 70.80% 72.30%

Setelah dilakukan 10 kali pengujian pada testingSet1 menggunakan speed-up robust feature yang belum dimodifikasi dengan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi, didapatkan peningkatan nilai akurasi pada speed-up robust feature yang telah dimodifikasi.

46

Gambar 4.10 Hasil Klasifikasi Citra Blur Sebelum Modifikasi

Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Citra Blur Setelah Modifikasi

Dimana rata-rata akurasi tertinggi menggunakan 3 skala pendeteksian interest point menggunakan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi sebesar 64.5 %, sedangkan nilai akurasi tertinggi mengggunakan speed-up robust feature yang belum dimodifikasi sebesar 51.0 % . Rata-rata akurasi tertinggi menggunakan 4 skala pendeteksian interest point menggunakan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi sebesar 70.8 %,

51% 50%

Skala yang digunakan 3 Skala Skala yang digunakan 4 Skala Skala yang digunakan 5 Skala Skala yang digunakan 3 Skala Skala yang digunakan 4 Skala

Skala yang digunakan 5 Skala

47

sedangkan nilai akurasi tertinggi mengggunakan speed-up robust feature yang belum dimodifikasi sebesar 49.1 % . Dan rata-rata akurasi tertinggi menggunakan 5 skala pendeteksian interest point menggunakan speed-up robust feature yang telah dimodifikasi sebesar 72.3 %, sedangkan nilai akurasi tertinggi mengggunakan speed-up robust feature yang belum dimodifikasi sebesar 49.6 %. Grafik klasifikasi citra blur sebelum modifikasi dan sesudah dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11.

Setelah dilakukan 10 kali pengujian pada 3 skala yang berbeda yaitu skala 3, 4 dan 5 pendeteksian interest point, maka ditemukan rata-rata akurasi tertinggi klasifikasi citra blur sebesar 72,3% dengan menggunakan 5 skala pendeteksian seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.16.

4.3. Pembahasan

Hasil keseluruhan pengujian pada tabel 4.15 menunjukkan nilai akurasi terendah dan tertinggi pada 3 skala pendeteksian interest point sebelum dimodifikasi. Dimana pada tabel 4.15 yaitu hasil keseluruhan 10 kali pengujian pada testingSet1 sebelum dimodifikasi menunjukkan nilai akurasi terendah menggunakan 3 skala pendeteksian interest point sebesar 49 % pada percobaan 4 dan percobaan 10, sedangkan akurasi tertinggi menggunakan 3 skala pendeteksian interest point sebesar 54 % pada percobaan 6. Nilai akurasi terendah menggunakan 4 skala pendeteksian interest point sebesar 45 % pada percobaan 6, sedangkan akurasi tertinggi menggunakan 4 skala pendeteksian interest point sebesar 54 % pada percobaan 9. Nilai akurasi terendah menggunakan 5 skala pendeteksian interest point sebesar 46 % pada percobaan 2, sedangkan akurasi tertinggi menggunakan 5 skala pendeteksian interest point sebesar 53 % pada percobaan 3, percobaan 8 dan percobaan 10.

Hasil keseluruhan pengujian pada tabel 4.16 menunjukkan nilai akurasi terendah dan tertinggi pada 3 skala pendeteksian interest point setelah dimodifikasi. Dimana pada tabel 4.11 yaitu hasil keseluruhan 10 kali pengujian pada testingSet1 setelah dimodifikasi menunjukkan nilai akurasi terendah menggunakan 3 skala pendeteksian interest point sebesar 60 % pada percobaan 1 dan percobaan 8, sedangkan akurasi tertinggi menggunakan

Hasil keseluruhan pengujian pada tabel 4.16 menunjukkan nilai akurasi terendah dan tertinggi pada 3 skala pendeteksian interest point setelah dimodifikasi. Dimana pada tabel 4.11 yaitu hasil keseluruhan 10 kali pengujian pada testingSet1 setelah dimodifikasi menunjukkan nilai akurasi terendah menggunakan 3 skala pendeteksian interest point sebesar 60 % pada percobaan 1 dan percobaan 8, sedangkan akurasi tertinggi menggunakan

Dokumen terkait