• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Tinjauan Umum Adat Sai Batin Lampung

2.3.3 Klasifikasi Upacara Adat Sai Batin

51

bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Sai Batin petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.

persaudaraan dengan mempertemukan seluruh warga Suku Saibatin setempat.

Dalam pelaksanaan pernikahan nayuh, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh keluarga kedua mempelai. Setiap masyarakat adat perlu menjalani prosesi tersebut. Adapun proses pelaksanaan pernikahan adat nayuh yakni:

a) Himpun atau Musyawarah

Himpun merupakan rapat adat yang berupa proses saling tukar pendapat antara keluarga kedua calon mempelai laki-laki dan perempuan sebelum acara pernikahan. Setiap anggota keluarga beserta pemimpin adat diharapkan berpendapat tentang prosesi pernikahan yang akan berlangsung.

b) Nyelimpok

Nyelimpok merupakan istilah untuk makanan khas yang dibuat ketika pernikahan adat nayuh. Masyarakat menjaga tradisi pembuatan makanan ini secara turun temurun. Salah satu jenis nyelimpok yakni nyelimpok atau selimpok bungking. Makanan ini terbuat dari paduan ketan, pisang, gula mera, dan kelapa muda.

Setelah itu, adonan akan dibungkus menggunakan daun pisang.

Tradisi pembuatan makanan khas ini dilakukan secara bersama-sama menjelang pernikahan nayuh. Secara adat, makanan ini dibuat pada pagi hari, H-1 sebelum pelaksanaan pernikahan.

Tradisi ini merupakan perwujudan semangat gotong royong dan

53

kebersamaan antar warga adat dalam menyambut pernikahan adat.

c) Butetikol/Menyembelih Kerbau

Butetikol merupakah penyembelihan kerbau yang dilakukan pada H-1 pelaksanakan pernikahan nayuh. Proses pemotongan kerbau dipandu oleh ustaz dan dibantu oleh warga sekitar. Kegiatan ini bertujuan untuk memberi hidangan kepada masyarakat.

Mengingat acara pernikahan adat akan diselenggarakan oleh khalayak ramai, maka pihak keluarga mempelai akan mempersiapkan butetikol. Selain itu, keluarga mempelai juga akan membagikan daging kerbau khususnya kepada masyarakat yang kurang mampu. Pada praktiknya, masyarakat bebas untuk menikmati hidangan dalam kegiatan pra acara pernikahan nayuh.

d) Nyambai

Nyambai merupakan sebuah tarian kelompok yang saling berpasangan antara jejaka dan perawan. Tarian ini adalah salah satu aset budaya masyarakat Pesisir Barat (Rinjani et al., 2018).

Prosesi tarian memiliki tata cara adat yang baku karena telah ditentukan oleh ketua adat (Andika & Nurdin, 2012). Alur pelaksanaannya tinggal mengikuti petunjuk dan arahan dari ketua adat. Dalam kacamata dakwah, tarian merupakan bagian dari seni.

Islam menghargai kreatifitas manusia dalam bentuk apapun selagi

tidak bertentangan dengan tuntunan syariat. Nyambai dapat digunakan sebagai media dakwah. Nilai-nilai Islam dapat masuk melalui tarian ini. Model dakwah melalui seni pada akhirnya dapat menarik perhatian khalayak karena dai memperlihatkan Islam sebagai agama yang fleksibel dan indah (Rohbiah, 2015).

Nyambai ini bermaksud untuk saling mengenal antar warga.

Selain untuk merayakan pesta pernikahan nayuh, tari nyambai juga bermakna sebagai wadah antara laki-laki dan perempuan untuk mencari jodoh. Nyambai merupakan tarian adat masyarakat Saibatin. Tarian ini diselenggarakan H-1 sebelum pernikahan adat nayuh.

e) Acara Hari-H

• Arak-Arakan merupakan proses keliling kampung yang dilakukan oleh kedua mempelai dan keluarga besar serta masyarakat sekitar.

• Butammat yaitu proses pembacaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh pengantin pria dan wanita secara bergantian. Butammat dilakukan di bawah kelasa (tarub). Prosesi butammat disimak oleh para ustaz dan seluruh warga serta para tokoh masyarakat.

• Butetah Adok bermakna proses pemberian suatu kehormatan.

Khalayak juga mengenal butetah dengan istilah buadok.

Sedangkan adok berarti gelar. Dalam masyarakat adat Suku Saibatin, butetah adok dikenal sebagai proses pemberian gelar kepada seseorang yang memiliki keturunan bangsawan.

55

Prosesi ini dilakukan bersamaan dengan upacara pernikahan nayuh (Agustin et al., 2019).

f) Budiker

Budiker merupakan zikir dan shalawat yang dilakukan secara bersama oleh sekelompok laki-laki minimal 20 orang. Pada kegiatan budiker, keluarga mempelai mengundang setiap marga antara 8 sampai 10 orang laki-laki. Pelaksanaan acara ini dengan iringan musik rebana dan duduk saling berhadapan yang dilaksanakan pada malam hari sesudah acara pernikahan. Budiker bertujuan untuk mendoakan kedua mempelai agar mendapatkan keberkahan. Acara ini juga bermakna wujud rasa syukur atas berlangsungnya pernikahan.

B. Masa Kehamilan (Bulangekh)

Bulangekh ini telah ada sejak dahulu, yaitu sebuah acara ritual dengan memandikan seorang calon ibu pada waktu-waktu tertentu dalam masa kehamilannya pada masyarakat Lampung Saibatin dengan tujuan untuk melindungi si ibu dan janinnya dari segala kemungkinan penyakit dan gangguan dari makhluk halus. Bulangekh dalam Bahasa Lampung berarti “pengobatan dan juga tolak bala”.

Istilah Bulangekh dalam masa kehamilan, jika merujuk pada makna yang digunakan oleh masyarakat setempat, dapat diartikan sebagai sebuah acara ritual dengan tujuan untuk melindungi diri seorang ibu dan janin yang ada dalam kandungannya tersebut dari segala penyakit dan gangguan-gangguan makhluk halus,dengan cara

dimandikan oleh seorang dukun yang telah dipercaya keluarganya.

Ritual ini dilaksanakan pada waktu kandungan berumur lima bulan dan tujuh bulan. pelaksanaan Bulangekh dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penutup.

a) Tahap persiapan merupakan tahap memepersiapkan perlengkapan dan bahan yang akan digunakan pada saat melaksanakan Bulangekh. Tradisi Bulangekh dalam masa kehamilan ini dilakukan ketika usia kandungan seorang ibu hamil ini memasuki umur lima bulan dan tujuh bulan. Tahap persiapan tata cara pelaksanaan Bulangekh adalah menentukan waktu dan tempat pelaksanaan acara bulangekh, biasanya dilaksanakan pada malam hari berkisar antara pukul 19.00-21.00 WIB atau setelah Isya yang malam itu disyaratkan malam bulan purnama atau akan menjelang bulan purnama.

b) Tahap pelaksanaan Bulangekh ini dilakukan setelah semua persiapan usai. Malam harinya upacara Bulangekh dilakukan, diawali dengan membakar kemenyan oleh bapak dukun diiringi mantera dukun bercampur baur dengan do’a lantunan ayat Suci Al-Qur’an. Dengan disertai bacaan do’a yaitu “Ya Allah ya Tuhanku, lindungilah, jauhkanlah dari bala, gangguan rohani dan jasmani dan beri kesehatan juga keselamatan bagi ibu dan bayi.

Berkat Lailahaillallah Muhammadarrasulallah”. Sambil berdo’a dukun berputar mengelilingi ibu yang duduk bersimpuh

57

bersamaan dengan berkeliling dukun menyiramkan air bungabunga bercampur air jeruk, setelah selesai kemudian ibu hamil disuruh memakai kalung dengan biji kalung dari berlai jerangau, kemudian si dukun pun memberikan nasehat dan peringatan yang harus diperhatikan oleh si ibu hamil.

c) Acara Bulangekh selesai, maka diadakan penutupan (Lampung : ngebok langekh). Keesokan hari setelah acara Bulangekh selesai, maka pihak keluarga pergi ke rumah bapak dukun dengan membawa persiapan atau oleh-oleh sebagai tanda ucapan terimakasih telah membantu menjalankan acara Bulangekh tersebut. Kemudian pada malam harinya keluarga dari si ibu hamil mengadakan syukuran dengan do’a bersama mengundang tetangga dan kerabat dikampung untuk memanjatkan do’a kepada tuhan atas rasa syukur karena acara Bulangekh telah selesai dilaksanakan dan berjalan lancar.

C. Kelahiran (Ngebuyu)

Ngebuyu sendiri bermakna sebagai proses membumikan seorang anak manusia agar mengenal lingkungannya, agar mengenal dan mencintai tanah kelahirannya, dan memberikan kabar kepada seluruh kaum kerabat akan bertambahnya seorang anggota baru. Bumi adalah tanah, tanah sangat penting bagi etnik Lampung karena adalah salah satu sumber kehidupan yang penting, disamping itu tanah adalah symbol kebesaran dalam sebuah kelompok marga dan buay. Anak yang baru lahir mesti diperkenalkan kepada lingkungan dan mengetahui kebumiannya. Pada tradisi ngebuyu ini, Seorang bayi

sebelum berumur sembilan (9) hari tidak diperkanankan untuk dibawa keluar rumah. Selain untuk menghindari cuaca yang buruk, hawa dingin dapat membuat mereka terkena sakit. Ini juga merupakan tradisi di masyarakat adat Lampung Sai Batin.Untuk melakukan acara ngebuyu, diperlukan pemberitahuan kepada sanak kerabat dan handai tolan, apabila yang akan melakukan ngebuyu ini adalah keluarga Sai Batin maka kaum kerabat, penglaku dan isi lamban berperan sebagai panitia acara, dimana mereka mengundang untuk memberitahukan kaum kerabat bahwa akan diadakan acara tersebut.

Pada acara ngebuyu ini dilakukan ngegaboh yaitu bayi dibawa keluar rumah, dan diinjakkan kakinya ke tanah disebut dengan kabuyuon.

Proses ini menandakan bahwa sejak saat itu sang bayi sudah boleh dibawa keluar rumah atau dimandikan ke sungai. Ngebuyu dilakukan dengan melemparkan kemiri, beras kuning, dan uang. Jika dari keluarga yang perekonomiannya menengah keatas, objek yang dilemparkan dapat ditambah. Namun, jika berasal dari keluarga yang perekonomiannya menengah kebawah cukup melemparkan kembang gula dan beras kuning. Proses dari tradisi Ngebuyu dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, biasanya anak bayi yang baru lahir akan dimandikan dihadapan para pengunjung (biasanya anak-anak), di depan rumahnya. Setelah itu, bayi tersebut dibawa oleh orang yang dituakan di desa tersebut sembari orang tuanya menyebarkan uang, beras kuning, dan permen ke semua pengunjung. Itu adalah simbol kebahagiaan karena mempunyai anggota keluarga baru dan sebagai

59

simbol berbagi kebahagiaan. Benda-benda tersebut dilemparkan di atas rumah panggung masyarakat Lampung Sai Batin. Proses melemparkan permen dan uang ini disebut dengan Ngegabokh.

Biasanya dilakukan di hari minggu pada sore hari agar anak-anak dan juga masyarakat dapat menghadiri acara tersebut. Ngegabokh dilakukan oleh orang yang dipercayai keluarga yang mengadakan upacara tersebut. Untuk melakukan Ngegabokh tidak harus kepala adat atau orang-orang penting dari kepaksian, tetapi yang lebih penting adalah orang yang dipercaya oleh keluarga yang melakukan Ngebuyu tersebut. Acara Ngebuyu adalah bentuk rasa syukur keluarga dan bagaimana mengungkapkan kebahagiaan atas kelahiran anak dalam keluarga mereka. Ngebuyu telah menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi oleh masyarakat adat Lampung Sai Batin, yang dilakukan oleh Marga Legun. Acara ini telah menjadi upacara tradisional yang harus dilakukan setelah kelahiran bayi. Jika upacara ini dilanggar atau tidak dilakukan maka dipercaya akan terjadi celaka terhadap bayi yang telah lahir. Seperti kejadian di Buay Nyerupa yang melanggar hukum adat dengan tidak melakukan Aqiqah sebelum melakukan Ngebuyu. Seharusnya Aqiqah dilaksanakan setelah upacara Ngebuyu selesai dilakukan. Dalam acara aqiqah dilakukan membaca surat berjani, marhaban dimana pihak kelama menggendong bayi berkeliling sambil marhaban dan doa bersama, baru setelah itu riungan bersama. Setelah dilakukan upacara Ngebuyu pada hari ke tujuh (7) itulah barulah si bayi

diperbolehkan untuk dibawa keluar rumah. Selain itu, barulah si bayi juga diperkenankan untuk dilakukan Aqiqah.

D. Khitanan (Busunat)

Gambar 2.11 Ritual Busunat

Sumber : https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/masyarakatadatlampung-saibatin/

Tradisi Khitan pada budaya lampung sering disebut dengan Busunat lazimnya tradisi busunat hanya dilakukan oleh anak laki-laki yang mulai menginjak akil baligh (dewasa). Ini merupakan suatu prosesi yang harus mereka ikuti. Apalagi sejak Islam masuk dalam tataran suku Lampung, Islam begitu mempengaruhi kehidupan mereka termasuk dalam tradisi busunat ini. Satu minggu sebelum upacara diadakan telah mulai diadakan kegiatan ibu-ibu dari luar kampung dating membantu dan tidak bermalam. Bantuan itu ialah menumbuk padi (batok ngerang) membuat tepung beras dan tepung beras ketan.

Dua hari sebelum upacara dimulai diadakan lagi kegiatan membuat kue-kue, yaitu membuat kue cucur dan apam ini dilakukan ibu-ibu, sedang laki-laki (suami ibu-ibu ini) membuat juadah dan wajik.

Ibu-61

ibu ini mempunyai pertalian darah dengan yang punya hajat. Untuk pelaksanaan busunat atau khitan ini diperlukan beberapa perlengkapan dan perlengkapan tersebut perlu di persiapkan.

Busunat atau khitan dipandang sebagai peristiwa yang besar, seperti juga perkawinan. Oleh karena itu upacara busunat merupakan upacara yang meriah, yang hampir sama dengan upacara perkawinan.

Oleh karena itu upacara ini melalui beberapa tahap. Adapun rangkaian kegiatan pelaksanaan upacara khitan atau busunat pada budaya Lampung Saibatin sebagai berikut:

a) Dalam proses pelaksanaan upacara khitan atau busunat, hal pertama yang harus dilakukan adalah hippun atau himpun keluarga adalah musyawarah yang dilakukan yang punya hajat dengan keluarga besar. Setelah melakukan hippun keluarga maka akan dilanjutkan dengan hippun gedung yaitu musyawarah yang dilakukan untuk memberitahu saibatin dan masyarakat bahwa yang punya hajat akan melaksanakan perayaan khitan.

b) Nyebar hawokhan atau undangan kepada masyarakat yang beda pekon atau beda desa yang dulunya memakai sabun dan garam untuk menyampaikan pesan bahwa akan di adakannya acara, namun sekarang dengan seiringnya kemajuan zaman maka yang tadinya sabun dan garam diganti dengan hawokhan atau undangan sampai dengan sekarang.

c) Seminggu sebelum pelaksanaan maka akan diadakan yang namanya budandan yaitu mendandan atau mendekor rumah yang punya hajat dengan tikhai atau tirai dan kebung.

d) 4 hari sebelum hari H maka ibu-ibu dan mulli akan ngelasuh dan nutu gelepung, ngelasuh disini yaitu mencuci beras ketan sedangkan nutu gelepung adalah menumbuk tepung untuk membuat kue untuk keesokan harinya.

e) Ngelepot dan napai dilakukan oleh ibu-ibu tradisi ini telah dilakukan turun temurun oleh masyarakat Lampung Saibatin yaitu membuat kue lepot dengan menggunakan daun enau dan daun pisang untuk membuat tapai dan lambang sari.

f) Penyembelihan hewan yang akan disembelih untuk hari H seperti ayam, kambing, sapi atau kerbau yang dilakukan oleh bapakbapak dan mekhanai.

g) Saatnya tiba hari H pada pagi harinya maka yang punya hajat akan melakukan doa bersama masyarakat untuk kelancaran acara seta tidak ada keributan disebabkan oleh para kerabat undangan yang akan dipimpin oleh penghulu setempat.

h) Dandan kelama yaitu dandan atau berhias yang akan dilakukan oleh anak yang akan dikhitan dirumah kelama atau keluarga dari pihak ibu dan akan dibantu oleh pihak kelama, anak yang akan dikhitan didandan atau dihias dengan menggunakan pakaian haji

63

karena setelah dandan yang akan dikhitan akan melakukan betamat.

i) Sebelum betamat maka anak tersebut akan dibarak atau diarak keliling kampung sampai menuju rumahnya, barak biasanya di iringi dengan tabuhan-tabuhan berdah dan pencak silat.

j) Pada malam harinya akan dilakukan acara pemacakhan atau pemacaran yaitu sejenis kutek terbuat dari daun pacar yang ditumbuk hingga halus dan diberi air, yang nantinya akan diberikan atau dipasangkan kepada anak yang khitan.

k) Keesokan harinya tibalah waktu anak tersebut disunat atau dikhitan yang akan dilakukan oleh dokter atau mentekhi, anak tersebut akan dibaringkan ditempat tidur khusus yang telah dihias atau dekor sebelumnya oleh para mulli mekhanai, setelah sunat selesai dilakukan maka sanak saudara akan memberikan kado, amplop yang merupakan hadiah untuk anak tersebut karena telah berani untuk disunat dan acara perayaan khitan atau busunat telah selesai.

E. Kematian (Nyungkokh)

Pada saat wafat seseorang, akan ada seorang yang ngekunan yaitu memberitahu keluarga, kerabat dan handai taulan tentang kabar meninggalnya almarhum agar segera datang untuk ninggam pudak (melayat). Dalam situasi ini dibagilah tugas, ada yang melakukan bedah bumi (menggali liang lahat), ada yang memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan. Sebelum

dikuburkan diadakan upacara di halaman rumah seseorang yang meninggal dunia, yaitu nyungkokh. Nyungkokh diartikan berjalan menunduk melewati bawah keranda sebanyak 3 kali sebagai suatu bentuk penghormatan kepada seseorang yang telah meninggal.

Dilaksanakan ketika jenazah akan diberangkatkan ke pemakaman dan dipimpin oleh salah satu anggota keluarga yang paling tua.

Tradisi nyungkokh juga sebagai bentuk permintaan maaf dan perpisahan terakhir dari keluarga yang ditinggalkan. Persiapan nyungkokh dimulai dari jenazah sudah dimandikan dan di takziahkan dan sudah dishalatkan baru diadakan nyungkokh tersebut, nyungkokh memiliki makna agar masyarakat sekitar mengetahui bahwa ada yang meninggal dunia. Saat malam harinya diadakan bedu’a, yaitu tahlilan hingga Niga hari saat malam ketiga dilanjutkan Mitu Bingi pada malam ketujuh, Ngepakpuluh saat hari keempatpuluh dan Nyekhatus saat seratus hari wafatnya almarhum.

Dokumen terkait