• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Klorinasi

Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai disinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromin klorida, dihidroisosianurat dan kloramin (Chandra, 2006).

Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang (Linsley, 1991).

2.5.2 Kegunaan Klorin

Adapun kegunaan dari klorin menurut Chandra, 2006 antara lain: 1. Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal

2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida 3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air

4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air

5. Dapat membantu proses koagulasi

Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi juga dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan proses pre

chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan chlorine yang

dilakukan di reservoir dikenal sebagai proses post chlorinasi (Darmasetiawan, 2004).

2.5.3 Cara kerja klorin

Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit.

Reaksi kimia yang terjadi:

H2O + Cl2 → HCl + HOCl HOCl → H+ + OCl

-Klorin sebagai disinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat bekerja dengan efektif sebagai disinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat disinfektan yangdimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Chandra, 2006).

Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination (titik batas). Pertambahan dosis

klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding dengan penambahan klor (Nasrullah, 2005).

2.5.4 Prinsip-prinsip pemberian klorin

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses klorinasi menurut Chandra 2006, antara lain:

1.Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi.

2.Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air.

3.Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman patogen yang mengkontaminasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air.

4.Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air.

2.5.5 Metode klorinasi

Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas

klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006).

2.5.6 Pendosisan

Dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor) - Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/l

Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC

Penetapan DPC:

1. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah 2. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100 ml air)

3. Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam labu erlenmeyer

4. Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit

5. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer 6. Hitung DPC dengan rumus:

DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l Keterangan:

V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%) D = sisa klor dalam air

Pendosisan gas klor:

1. Debit air Instalasi = 1500 l/det

2. Misalnya daya pengikat klor untuk air baku = 1,8 mg/l 3. Sisa klor yang diinginkan 0,7 mg/l

4. Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,7 mg/l = 2,5 mg/l 5. Klor aktif gas klor = 99,9% = 100%

Jumlah gas klor yang dibutuhkan:

= 1500 l/det x 2,5 mg/l = 3,75 g/det = 13,5 kg/jam 2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin

Titik batas (break point) konsentrasi klorin bebas dalam air kurang lebih 0,2 mg/l. Konsentrasi klorin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan Orthotolidine

Arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan

pemastian ada tidaknya klorin dalam air menurut Chandra 2006:

1. Orthotolidine Arsenite Test

Orthotolidine Arsenite Test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk

mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan

Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit.

Cara pemeriksaannya adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT dimasukkan ke dalam 1 ml sampel air dan diperhatikan reaksi yang terjadi. Jika mengandung klorin, sampel air itu akan berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna itu kemudaian dibandingkan dengan warna standar yang tersedia. Kelemahan uji ini adalah bahwa warna kuning dapat dihasilkan

baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat (combined

chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan.

2. Orthotolidine Arsenite Test (OTA Tes)

Pemeriksaan merupakan modifikasi dari OT Test di atas. Uji ini dapat memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting adalah bahwa uji ini dapat menentukan konsentrasi atau kadar klorin yang bebas di dalam air.

2.5.8 Dampak Klorinasi Air

Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasa disingkat dengan VHO. Senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk

trihalomethane (THM). Trihalomethane (THM) dapat ditemukan pada jenis air

yang berikut: 1. Air minum

Pada hasil pemeriksaan terhadap air minum yang menjalani proses klorinasi, baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida (ClO2), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 µg/l (Chandra, 2006).

2. Air kolam renang

Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di atas permukaan kolam renang mencapai 787 µg/m3 (Chandra, 2006).

3. Air permukaan dan air tanah

Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 µg/l dalam air minum telah direkomendasikan dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari (Chandra, 2006).

Seperti dikatakan di atas, proses klorinasi pada air yang mengandung bahan organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane (THM) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat organik (Chandra, 2006).

Dokumen terkait