PEMERIKSAAN SISA KLOR DARI AIR
RESERVOIR
PADA PDAM TIRTANADI INSTALASI SUNGGAL MEDAN
TUGAS AKHIR
OLEH:
DIAN RAMADHINA
NIM 102410062
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis hantarkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pemeriksaan Sisa Klor dari Air
Reservoir pada PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal Medan.
Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan. Judul
tugas akhir ini diangkat dari praktek kerja lapangan yang dilaksanakan pada
tanggal 4 Februari 2013 sampai tanggal 4 Maret 2013 di bagian laboratorium
PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa
pihak yang telah memberikan bimbingan, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Matheus Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah memberi petunjuk dan saran dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji pada ujian
Tugas Akhir yang telah banyak memberi masukan dan membimbing dalam
5. Bapak Ir. Mawardi selaku Kepala Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal
yang telah menyediakan tempat kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
6. Bapak Iwan Setiawan sebagai Kepala Bagian Pengendalian Mutu, Ibu
Cempaka dan Bapak Adi selaku analis di Laboratorium Pengendalian Mutu
Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal yang telah banyak memberikan
bimbingan dan nasihat yang bermanfaat untuk melakukan Praktek Kerja
Lapangan, menyelesaikan laporan, dan menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Keluarga yang selalu memberi semangat dan dukungan baik moril maupun
materil untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman-teman seperjuangan penulis Clara Arianti, Puji Nurani, Kak Astri,
Kak Ledang, Kholidayani, Putri, Viani, Tari, Arahman, Ely, Yohana dan
teman-teman lainnya yang selalu bersama-sama memberikan semangat dan
masukan serta informasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih terdapatnya
banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi tercapainya kesempurnaan.
Medan, Juni 2013
Penulis,
Dian Ramadhina NIM 102410062
EXAMINATION OF RESIDUAL CHLORINE FROM RESERVOIR
ON INSTALATION OF PDAM TIRTANADI SUNGGAL MEDAN
ABSTRACT
Reservoir is water that has been through the treatment process and has been eligible to be distributed to customers. Because water is a medium of transmission of various diseases, then the water must be disinfected using chlorine gas. This inspection was conducted to determine residual chlorine from chlorine gas that has been added to the reservoir of water in the PDAM. This examination is done by the colorimetric method using a lovibond comparator with Tetrametyl benzidine indicator in accordance with the procedures used in PDAM Tirtanadi. Examination results on 25 February 2013 from 08.00-16.00 pm showed that the levels of residual chlorine in the water reservoir PDAM ranging from 0,30-0,50 ppm. The test results are still within the limits set by the minister of health from 0,20-1,00 ppm and also still in internal quality objectives PDAM from 0,30-1,00 ppm. It can be concluded that the PDAM’s water production meets the requirements according to both internal quality objectives the minister of health and PDAM, so it deserves to be distributed to customers.
ABSTRAK
Air reservoir adalah air yang telah melalui proses pengolahan dan telah layak
untuk disalurkan kepada pelanggan. Dikarenakan air merupakan salah satu media penularan dari berbagai macam penyakit, maka air harus didisinfeksi terlebih dahulu dengan menggunakan gas klorin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sisa klor dari gas klorin yang telah ditambahkan pada air reservoir di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode Kolorimetri menggunakan alat lovibond comparator dengan indikator tetrametyl
benzidine sesuai dengan prosedur yang digunakan pada PDAM Tirtanadi. Hasil
pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 dari pukul 08.00-16.00 WIB menunjukkan bahwa kadar dari sisa klor pada air reservoir PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan yaitu berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Hasil pemeriksaan tersebut masih berada di dalam batasan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm, dan juga masih berada dalam sasaran mutu internal PDAM yaitu 0,30-1,00 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa air reservoir produksi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal PDAM, sehingga layak untuk didistribusikan kepada pelanggan.
Kata kunci: air reservoir, sisa klor, kolorimetri, lovibond comparator, persyaratan, permenkes, sasaran mutu
DAFTAR ISI
2.5.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Klorin ... 16
2.5.5 Metode Klorinasi ... 16
2.5.6 Pendosisan ... 17
2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin ... 18
BAB III METODE PERCOBAAN ... 21
3.1 Alat ... 21
3.2 Bahan ... 21
3.3 Prosedur Percobaan ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil ... 23
4.2 Pembahasan ... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
LAMPIRAN ... 27
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data Pemeriksaan Sisa Klor Air Reservoir PDAM Tirtanadi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Bahan Klorinasi yang Digunakan pada
PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan ... 27 Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Percobaan ... 28 Lampiran 3. Gambar Perlakuan pada Sampel Air ... 29
EXAMINATION OF RESIDUAL CHLORINE FROM RESERVOIR
ON INSTALATION OF PDAM TIRTANADI SUNGGAL MEDAN
ABSTRACT
Reservoir is water that has been through the treatment process and has been eligible to be distributed to customers. Because water is a medium of transmission of various diseases, then the water must be disinfected using chlorine gas. This inspection was conducted to determine residual chlorine from chlorine gas that has been added to the reservoir of water in the PDAM. This examination is done by the colorimetric method using a lovibond comparator with Tetrametyl benzidine indicator in accordance with the procedures used in PDAM Tirtanadi. Examination results on 25 February 2013 from 08.00-16.00 pm showed that the levels of residual chlorine in the water reservoir PDAM ranging from 0,30-0,50 ppm. The test results are still within the limits set by the minister of health from 0,20-1,00 ppm and also still in internal quality objectives PDAM from 0,30-1,00 ppm. It can be concluded that the PDAM’s water production meets the requirements according to both internal quality objectives the minister of health and PDAM, so it deserves to be distributed to customers.
ABSTRAK
Air reservoir adalah air yang telah melalui proses pengolahan dan telah layak
untuk disalurkan kepada pelanggan. Dikarenakan air merupakan salah satu media penularan dari berbagai macam penyakit, maka air harus didisinfeksi terlebih dahulu dengan menggunakan gas klorin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sisa klor dari gas klorin yang telah ditambahkan pada air reservoir di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode Kolorimetri menggunakan alat lovibond comparator dengan indikator tetrametyl
benzidine sesuai dengan prosedur yang digunakan pada PDAM Tirtanadi. Hasil
pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 dari pukul 08.00-16.00 WIB menunjukkan bahwa kadar dari sisa klor pada air reservoir PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan yaitu berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Hasil pemeriksaan tersebut masih berada di dalam batasan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm, dan juga masih berada dalam sasaran mutu internal PDAM yaitu 0,30-1,00 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa air reservoir produksi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal PDAM, sehingga layak untuk didistribusikan kepada pelanggan.
Kata kunci: air reservoir, sisa klor, kolorimetri, lovibond comparator, persyaratan, permenkes, sasaran mutu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Air dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, kebutuhan rumah
tangga, keperluan industri dan lain-lain. Tanpa adanya pengembangan sumber
daya air, peradaban manusia tidak akan tercapai dan dinikmati sampai saat ini.
Oleh karena itu, pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar
peradaban manusia (Linsley, 1991).
Air juga merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai
macam penularan, terutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa
penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia (Sutrisno,
2010).
Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu
2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Oleh karena itu, waduk-waduk
penampang sebenarnya cukup efektif untuk mengendalikan bakteri. Walaupun
demikian, beberapa jenis patogen mungkin tetap hidup selama 2 tahun atau lebih,
karena itu dibutuhkan disinfeksi. Klorin telah terbukti merupakan disinfektan
yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera
dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis. Air yang mengalami disinfeksi
residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Residu klorin yang lebih besar dapat
menimbulkan bau yang tidak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat
diandalkan (Linsley, 1991).
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Untuk mengetahui sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA
Sunggal Medan apakah memenuhi persyaratan baik yang tertera pada peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, maupun sasaran mutu internal dari
PDAM Tirtanadi sehingga layak untuk didistribusikan ke pelanggan.
1.2.2 Manfaat
Dapat mengetahui sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA
Sunggal Medan memenuhi persyaratan baik yang tertera pada peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia maupun sasaran mutu internal dari PDAM
Tirtanadi sehingga layak untuk didistribusikan ke pelanggan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
penularan, terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan
mengadakan pengelolaan terhadap air diperlukan terutama apabila air berasal dari
air permukaan. Peningkatan kuantitas juga diperlukan karena semakin maju
tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhannya
(Sutrisno, 2010).
2.2 Sumber Utama Air Baku
1. Air Angkasa
Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi oleh musim, jumlah,
intensitas dan distribusi hujan, serta letak geografis suatu daerah dan lain-lain.
Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah
tersebut. Umumnya kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung
mineral dan sifatnya mirip air suling (Pitojo, 2002).
2. Air Permukaan
Kondisi air permukaan sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh
banyak hal yang berupa elemen metereologi dan elemen daerah pengairan.
Pada umumnya kekeruhan air permukaan cukup tinggi karena banyak
mengandung lempung dan substansi organik. Sehingga ciri air permukaan yaitu
memiliki padatan terendap (dissolved solid) rendah dan bahan tersuspensi
(suspended solids) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan bahan
tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih rendah daripada kualitas
air danau, rawa, dan reservoir. Air permukaan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, setelah melalui proses tertentu (Pitojo, 2002).
3. Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah, terdapat di antara
butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki
suspended solid rendah dan dissolved solid tinggi. Permasalah yang timbul pada
air tanah adalah tingginya angka kandungan total dissolved solid (TDS), besi,
mangan, dan kesadahan air tanah dapat berasal dari mata air kaki gunung, atau di
sepanjang aliran air sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman
15-30 m, yaitu air sumur gali, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah
dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 m atau bahkan terkadang
mencapai 100 m (Pitojo, 2002).
2.3 Persyaratan Air Minum
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010,
persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia,
parameter mikrobiologi, dan parameter radioaktivitas yang terdapat di dalam air
minum tersebut.
1. Parameter Fisika
Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air
tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah
zat yang terlarut (TDS) (Mulia, 2005).
Air yang baik idealnya tidak berbau, dan harus jernih. Air yang keruh
mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Disamping itu air yang keruh sulit didisinfeksi (Mulia, 2005).
Air yang baik idealnya tidak memiliki rasa/tawar. Selain itu juga air yang
baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar
(udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ±3ºC dari suhu udara. Air
yang secara mencolok mempunyai suhu diatas atau dibawah suhu udara berarti
mengandung zat-zat tertentu atau sedang terjadi proses biokimia yang
mengeluarkan atau menyerap energi dalam air (Mulia, 2005).
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan terlarut dan
koloid berupa senyawa kimia. Bila TDS bertambah, kesadahan akan naik dan
mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada perpipaan (Mulia, 2005).
2. Parameter Kimia
Parameter kimia dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia
organik. Dalam standar air minum Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa
logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH).
Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat kimia
mudah menguap, zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen
3. Parameter Mikrobiologi
Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme
petunjuk (indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform
menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya.
Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba
patogen di dalam air minum (Mulia, 2005).
4. Parameter Radioaktivitas
Apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama yakni menimbulkan
kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan
perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel
dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat
menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi (Mulia, 2005).
2.4 Proses Pengolahan Air
2.4.1 Pengertian
Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah
sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya
pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar
air minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2010).
2.4.2 Metode Pengolahan Air
a. Metode-metode pengolahan fisik:
1. Penyaringan
Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalasi
pengolahan bekerja dengan efisien, maka yang perlu dilakukan pembuangan
sampah-sampah besar yang mengambang dan terapung. Saringan kasar dari
batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm)
dipergunakan disini (Linsley, 1991).
2. Aerasi
Menurut Linsley 1991, aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan
dipergunakan dalam berbagai variasi operasi meliputi sebagai berikut:
- Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut
- Pembuangan karbondioksida
- Pembuangan hidrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa
- Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau
dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme
- Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi udara atau
dengan memasukkan udara kedalam air. Jenis-jenis utama alat aerasi adalah
- Aerator gaya berat misalnya kaskade air terjun atau bidang-bidang miring
- Aerator semprotan atau air mancur, dmana air disiramkan ke udara
- Penyebar suntikan, dimana udara dalam bentuk gelembung-gelembung kecil
- Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan membuat air
terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan
3. Pencampuran
Bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat
dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering.
Untuk dapat menjadi efektif, bahan-bahan kimia ini haruslah tersebar dengan baik
dalam air dengan pencampuran yang sempurna (Linsley, 1991).
4. Flokulasi
Bila bahan-bahan pengental kimia ditambahkan ke air yang mengandung
kekeruhan, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap (koagulasi).
Untuk melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil
ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus
(flokulasi) selama 20 menit hingga 30 menit. Hal ini akan menyebabkan
bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk
partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan
ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan
pengendapan gaya berat (Linsley, 1991).
Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara,
termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat, pengaliran melalui, di atas
dan di bawah kolam-kolam pengaduk dan dengan penambahan suatu gas,
biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi
berbeda-beda dari kira-kira 1 hingga 2 hp per juta gallon (0,2 hingga 0,4 kw/103 m3)
kapasitas tangki flokulator (Linsley, 1991).
5. Pengendapan
Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan
dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang
bersangkutan. Air hangat kurang rapat, sehingga partikel akan mengendap lebih
cepat dari pada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung
yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk
partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel
lumpur yang terkumpul. Kumpulan-kumpulan kimiawi mempunyai kisaran berat
jenis yang serupa, tergantung pada jumlah kandungan air dalam kumpulan itu
(Linsley, 1991).
Kecepatan mengendap partikel-partikel bulat yang terlepas di air tenang
pada suhu 68˚F (20˚C). Kecepatan mengendap di dalam suatu kolam pengendapan
akan jauh lebih kecil, karena partikel-partikelnya tidak bulat, adanya perpindahan
zat cair ke atas akibat pengendapan partikel-partikel lain serta adanya arus
konveksi. Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk
menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di
dalam air dapat diendapkan ke luar. Kolam pengendapan yang direncanakan
dengan baik akan menghilangkan 50-80% bahan padat terapung yang ada di
dalam air (Linsley, 1991).
6. Flokulasi dan pengendapan digabungkan
Bila mutu air tidak bervariasi besar dan laju aliran cukup seragam, maka
berhasil. Flokulasi dan pengendapan dilaksanakan dalam suatu tangki tunggal
yang bersekat pembagi (Linsley, 1991).
7. Filtrasi
Filter yang biasa terdiri dari selapis pasir, atau pasir dan tumbukan batubara
yang ditunjang di atas suatu tumpukan kerikil. Suatu lapisan pasir setebal 24-30
inci (60-75 cm) dengan ukuran butir yang seragam (bergaris tengah 0,35-0,45
mm) memberikan hasil yang baik. Pasir itu biasanya diletakkan di atas suatu
lapisan kerikil setebal 12-18 inci (30-45 cm) yang butir-butirnya tersusun menurut
besarnya. Suatu lapisan batubara antrasit (batubara yang keras dan mengkilat)
kadang-kadang dipergunakan di dalam filter (Linsley, 1991).
b. Metode-metode pengolahan kimiawi:
Koagulasi dan disinfeksi adalah merupakan proses yang paling umum
dipergunakan dalam pengolahan air. Pelembutan presipitasi, pertukaran ion,
adsorpsi dan oksidasi kimiawi dipergunakan bila kondisi setempat menuntut
demikian.
1. Koagulasi
Bila bahan-bahan padat terapung di dalam air ukurannya halus atau
koloidal, sering dipergunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan
benda-benda terapung dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan
partikel-partikel yang membuat keruh untuk membuat endapan flokulan. Selama
flokulasi masing-masing partikel kumpulan diubah menjadi partikel-partikel yang
lebih besar pada waktu bertumbukan satu sama lain. Partikel-partikel yang lebih
besar mempunyai kerapatan yang cukup untuk memungkinkan pembuangannya
dengan cara pengendapan gravitasi. Koagulan yang paling dikenal adalah alum
Al2(SO4)3.18H2O yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam air untuk membentuk
kumpulan alumunium hidroksida, sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
Al2(SO4)3. 18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 +18H2O
Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu
ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping alum untuk
memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang
ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan kumpulan. Dosis alum
yang biasa adalah 10 hingga 40 mg/l (kira-kira 75 hingga 300 lb per juta gallon).
Jumlah bahan kimia pelengkap yang digunakan tergantung pada sifat air. Ferro
sulfat (FeSO4) dan ferri klorida (FeCl3) juga dipergunakan sebagai koagulan.
Bahan ini membentuk endapan hidroksida besi. Garam ferro membutuhkan kapur
sebagai bahan kimia pelengkap, kalau tidak garam ferro harus diubah ke dalam
bentuk ferri dengan menambahkan klorin (Linsley, 1991).
2. Disinfeksi
Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu
2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan
disinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh
yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis (Linsley, 1991).
Dua jenis reaksi akan terjadi bila klorin dimasukkan ke dalam air, yaitu
hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisis adalah
Cl2 + H2O → HOCl + Cl- + H+
Reaksi ionisasi adalah
HOCl → OCl- + H+
Asam hipoklorit ion hipoklorit
Karena klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif
daripada ion hipoklorit, maka disinfeksi dengan klorin akan paling efektif pada
nilai-nilai pH yang asam. Klorin cair didapat dalam wadah-wadah bertekanan dan
dimasukkan kedalam air melalui suatu klorinator. Klorinator kecil memasukkan
gas tersebut secara langsung ke dalam air, sedangkan klorinator besar biasanya
melarutkan gas di dalam air, kemudian mengisi larutan itu. Klorinator harus dijaga
pada suhu 70ºF (21ºC) untuk mencegah kondensasi gas klorin di pipa-pipa
pengisian (Linsley, 1991).
Air yang mengalami disinfeksi cukup baik setelah melalui proses klorinasi
selama 10 menit akan menghasilkan residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Klorin
akan sangat efektif bila pH air rendah (Linsley, 1991).
Disinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih
tersisa dan menyediakan klorin sisa. Sisa klor yang terlalu kecil tidak dapat
diandalkan untuk tujuan penyimpanan dan keamanan konsumen (Joko, 2010).
Sedangkan sisa klor yang terlalu besar dapat menimbulkan bau tidak enak pada air
dan berbahaya bagi kesehatan (Chandra, 2006).
Bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan
mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa klorofenol.
Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak sebelum klorinasi.
Campuran klorin dan ammonia membentuk kloramin, yang merupakan
disinfektan, namun tidak seefektif hipoklorit (Linsley, 1991).
Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan
metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan,
akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah
tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan akhir sering dipergunakan
bersama-sama sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering
dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu. Superklorinasi harus
diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur
dioksida atau dengan melewatkan air yang bersangkutan melalui suatu filter
butiran karbon yang diaktifkan (Linsley, 1991).
c. Metode-metode Pengolahan Khusus:
1. Pembuangan rasa dan bau
Rasa dan bau di dalam air disebabkan oleh gas-gas terlarut, zat-zat organik
hidup, zat-zat organik yang membusuk, limbah industri dan klorin, baik sebagai
residu atau dalam gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik yang
membusuk. Aerasi, adsorpsi dan oksidasi adalah beberapa metode yang telah
dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau (Linsley, 1991).
2. Pembuangan besi dan mangan
Diantara metode yang dipergunakan untuk menghilangkan besi dan mangan
adalah oksidasi dan presipitasi, penambahan bahan-bahan kimia dan pengendapan
2.5 Klorinasi
2.5.1 Pengertian
Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani
proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air.
Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang,
dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai disinfektan,
biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang
umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa
hipoklorit, klor dioksida, bromin klorida, dihidroisosianurat dan kloramin
(Chandra, 2006).
Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan
metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan,
akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah
tumbuhnya ganggang (Linsley, 1991).
2.5.2 Kegunaan Klorin
Adapun kegunaan dari klorin menurut Chandra, 2006 antara lain:
1. Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal
2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida
3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air
4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut
yang dapat mengubah bau dan rasa pada air
5. Dapat membantu proses koagulasi
Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi juga
dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan proses pre
chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan chlorine yang
dilakukan di reservoir dikenal sebagai proses post chlorinasi (Darmasetiawan,
2004).
2.5.3 Cara kerja klorin
Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian
dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen
dan ion hipoklorit.
Reaksi kimia yang terjadi:
H2O + Cl2 → HCl + HOCl
HOCl → H+ + OCl
-Klorin sebagai disinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit
(HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat
bekerja dengan efektif sebagai disinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar
7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan
mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat disinfektan
yangdimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Chandra, 2006).
Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun
anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa
yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya
jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu
klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding dengan penambahan
klor (Nasrullah, 2005).
2.5.4 Prinsip-prinsip pemberian klorin
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses
klorinasi menurut Chandra 2006, antara lain:
1.Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan
menghambat proses klorinasi.
2.Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan
efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman
patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air.
3.Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas
sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety
(nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman patogen yang
mengkontaminasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air.
4.Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai
untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik
dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air.
2.5.5 Metode klorinasi
Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara
yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin
merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan
mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini
beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas
klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai
adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur
pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006).
2.5.6 Pendosisan
Dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor)
- Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/l
Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC
Penetapan DPC:
1. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah
2. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100 ml air)
3. Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer,
tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam
labu erlenmeyer
4. Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit
5. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer
6. Hitung DPC dengan rumus:
DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l
Keterangan:
V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan
M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%)
Pendosisan gas klor:
1. Debit air Instalasi = 1500 l/det
2. Misalnya daya pengikat klor untuk air baku = 1,8 mg/l
3. Sisa klor yang diinginkan 0,7 mg/l
4. Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,7 mg/l = 2,5 mg/l
5. Klor aktif gas klor = 99,9% = 100%
Jumlah gas klor yang dibutuhkan:
= 1500 l/det x 2,5 mg/l = 3,75 g/det = 13,5 kg/jam
2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin
Titik batas (break point) konsentrasi klorin bebas dalam air kurang lebih 0,2
mg/l. Konsentrasi klorin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan Orthotolidine
Arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan
pemastian ada tidaknya klorin dalam air menurut Chandra 2006:
1. Orthotolidine Arsenite Test
Orthotolidine Arsenite Test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk
mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan
Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit.
Cara pemeriksaannya adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT
dimasukkan ke dalam 1 ml sampel air dan diperhatikan reaksi yang terjadi.
Jika mengandung klorin, sampel air itu akan berubah warna menjadi kuning.
Perubahan warna itu kemudaian dibandingkan dengan warna standar yang
tersedia. Kelemahan uji ini adalah bahwa warna kuning dapat dihasilkan
baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat (combined
chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan.
2. Orthotolidine Arsenite Test (OTA Tes)
Pemeriksaan merupakan modifikasi dari OT Test di atas. Uji ini dapat
memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting
adalah bahwa uji ini dapat menentukan konsentrasi atau kadar klorin yang
bebas di dalam air.
2.5.8 Dampak Klorinasi Air
Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan
organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik
yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasa disingkat dengan
VHO. Senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk
trihalomethane (THM). Trihalomethane (THM) dapat ditemukan pada jenis air
yang berikut:
1. Air minum
Pada hasil pemeriksaan terhadap air minum yang menjalani proses klorinasi,
baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida
(ClO2), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses
klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil
analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang
2. Air kolam renang
Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani
disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada
kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan
bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari
keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di
atas permukaan kolam renang mencapai 787 µg/m3 (Chandra, 2006).
3. Air permukaan dan air tanah
Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam
konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh
manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini
bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan
adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan
kematian. Kadar total THM 30 µg/l dalam air minum telah direkomendasikan
dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari (Chandra, 2006).
Seperti dikatakan di atas, proses klorinasi pada air yang mengandung bahan
organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane (THM) yang
berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang
akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat
organik (Chandra, 2006).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
1) Kuvet
2) Comparator dan disk
3.2 Bahan
1) Sampel air
2) Indikator TMB (Tetra Metyl Benzidine)
3.3 Prosedur Percobaan
1) Diisi kuvet dengan air sampel ±10 ml
2) Ditambahkan 3-5 tetes indikator Tetra Metyl Benzidine
3) Ditempatkan kuvet sampel di sebelah kanan tempat kuvet comparator
4) Ditempatkan kuvet blanko di sebelah kiri tempat kuvet comparator
5) Dibandingkan warna sampel dengan standar pada comparator
- Jika warna sampel sama atau mendekati, maka nilai sisa klor baca
pada disk comparator
- Jika warna sampel tidak sama dengan warna pada disk comparator,
maka dilihat nilai tengah (median)
6) Ditampung sampel yang telah tercemar bahan kimia dalam wadah yang
7) Dicatat hasil pengukuran
8) Diisi form ketidaksesuaian jika nilai pengukuran yang diperoleh melebihi
standar yang ditetapkan
Catatan:
- Standard sisa klor air pada reservoir menurut peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 736/MENKES/PER/VI/2010:
0,20-1,00 ppm
- Sasaran mutu sisa klor di PDAM Tirtanadi: 0,30-1,00 ppm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pemeriksaan sisa klor pada sampel air reservoir PDAM Tirtanadi IPA
Sunggal Medan dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013. Pemeriksaan tersebut
dimulai dari pukul 08.00-16.00 WIB dengan menggunakan indikator tetrametyl
benzidine dan alat comparator berserta disk pemeriksaan sisa klor. Adapun data
pemeriksaan yang diperoleh seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Pemeriksaan Sisa Klor Air Reservoir PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:
Sisa klor pukul 08.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm.
Sisa klor pukul 09.00 WIB, reservoir 1 = 0,50 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm.
Sisa klor pukul 10.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.
Sisa klor pukul 11.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm.
Sisa klor pukul 12.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,50 ppm.
Sisa klor pukul 13.00 WIB, reservoir 1 = 0,40 ppm dan reservoir 2 = 0,40 ppm.
Sisa klor pukul 14.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.
Sisa klor pukul 15.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.
Sisa klor pukul 16.00 WIB, reservoir 1 = 0,30 ppm dan reservoir 2 = 0,30 ppm.
4.2 Pembahasan
Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 Ferbruari 2013 pada tabel
hasil tersebut menunjukkan perolehan sisa klor pada reservoir sekitar 0,30 ppm
hingga 0,50 ppm.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 736/MENKES/PER/VI/2010 persyaratan sisa klornya yaitu 0,20-1,00 ppm
dan sasaran mutu internal sisa klor dari PDAM Tirtanadi yaitu 0,30-1,00 ppm.
Sisa klor yang diperoleh pada pemeriksaan tanggal 25 Februari 2013 tersebut
masih memenuhi persyaratan, baik pada peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia maupun sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi Medan sehingga
menunjukkan bahwa air reservoir dari PDAM Tirtanadi Medan layak untuk
didistribusikan kepada para pelanggan dan aman untuk digunakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sisa klor dari air reservoir pada PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Medan pada
pemeriksaan pada tanggal 25 Februari 2013 berkisar antara 0,30-0,50 ppm. Sisa
klor yang diperoleh tersebut masih berada dalam range persyaratan
yang tertera pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 736/MENKES/PER/VI/2010 yaitu 0,20-1,00 ppm dan juga masih berada
dalam range sasaran mutu internal dari PDAM Tirtanadi Medan yaitu 0,30-1,00
ppm, yang berarti air reservoir tersebut layak didistribusikan kepada pelanggan.
5.2 Saran
- Apabila terdapat penyimpangan dari hasil pemeriksaan sisa klor pada suatu
waktu tertentu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setelah beberapa
menit kemudian.
- Apabila menggunakan air ledeng untuk dikonsumsi, sebaiknya direbus
terlebih dahulu untuk menghilangkan residu klorinnya dan senyawa
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Halaman 42, 55-59.
Darmasetiawan, M. (2004). Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Jakarta: Ekamitra Engineering. Halaman 126.
Joko, T. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 60
Linsley, R.K. (1991). Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga. Halaman 117-134.
Mulia, R.M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 59-62.
Nasrullah, dan Oktiawan, W. (2005). Perencanaan Bangunan Pengolahan Air
Minum. Semarang: Universitas Diponegoro. Halaman 159.
Pitojo, S. (2002). Deteksi Pencemar Air Minum. Semarang: Aneka Ilmu. Halaman 15-17.
Sutrisno, T. (2010). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 1, 51.
Lampiran 1. Gambar Bahan Klorinasi yang Digunakan di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal Medan
Lampiran 2. Alat dan Bahan Percobaan
Gambar 1. Comparator dan disk pemeriksaan sisa klor
Gambar 2. Indikator Tetrametyl Benzidine
Lampiran 3. Perlakuan pada Sampel Air
Gambar 1. Sampel Air Reservoir
Keterangan:
- Air reservoir sebagai blanko : kanan