• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKILAS GAMBARAN PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN 2004

A. Pemilihan Umum Anggota Legislatif

4. Koalisi Partai-partai Politik

UU No. 23 tahun 2003 menyebutkan bahwa rekrutmen calon presiden

dilakukan oleh partai politik. Kemudian selanjutnya pada pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menjelaskan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan

oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan tersebut selanjutnya

diterjemahkan melalui UU No. 23 tahun 2003 tentang pemilu presiden dan wakil presiden. Dalam pasal 5 ayat (1) menyebutkan, “peserta pemilu presiden dan

wakil presiden adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum”. Selanjutnya

dapat diajukan oleh partai politik yang memperoleh kursi di DPR sebanyak 3%

atau yang memperoleh 5% suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif.”88

Mengenai pengaturan koalisi, dalam UU pilpres tidak disebutkan secara

eksplisit. Artinya, mekanisme koalisi yang dibentuk dan aturan main yang harus

dilakukan dalam berkoalisi tidak diatur dalam UU pilpres. Dalam UU pilpres

hanya menyebutkan tentang peran partai politik atau gabungan partai politik. Pada

pasangan gabungan partai politik inilah yang kemudian diterjemahkan dalam

bentuk koalisi antar partai dalam mengusung calon pasangan presiden dan wakil

presiden.89

Dari 24 partai politik yang berhak mencalonkan pasangan presiden dan

wakil presiden hanya ada tujuh partai politik yaitu Golkar, PDIP, PKB, PPP, PD,

PKS, dan PAN. Dari ketujuh partai di atas, yang mencalonkan pasangan presiden

dan wakil presiden hanya ada lima partai yaitu Golkar, PDIP, PPP, PD, dan PAN.

Sedangkan PKB dan PKS tidak mencalonkan. PKB tidak mencalonkan karena di tolak oleh KPU dengan alasan tidak memenuhi kesehatan jasmani dan rohani,

sedangkan PKS berdasarkan keputusan Masjlis Suro-nya untuk tidak mengajukan

pasangan calon presiden dan wakil presiden.90

Dari pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diajukan

masing-masing partai ternyata terbentuk oleh hasil koalisi. Ini terlihat dari lima pasangan

calon presiden dan wakil presiden hanya PPP yang tidak melakukan koalisi,

sedangkan empat partai berkoalisi dengan partai-partai lainnya.91

44; &$ # $ " ; ) ) " '& & " $& =

' $/ , " $ ; &$ " ) ! ) *

; 3

4-46 4 2 44

6

Menarik melihat proses tampilnya pasangan capres-cawapres dalam

pemilu presiden 2004. kombinasi pasangan capres-cawapres itu dianggap mewakili spektrum ideologi politik yang berbeda. Dengan kata lain,

masing-masing pasangan bisa saja mengklaim mewakili spektrum ideologi yang sama.

Wiranto yang pada waktu itu memenangkan dalam konvensi Partai Golkar,

setelah Gus Dur gagal maju dari calon PKB, akhirnya meminang Salahuddin

Wahid, adik kandung Abdurahman Wahid. Pasangan Wiranto-Salahudin ini

diharapkan dapat meraup suara Golkar dan kaum nahdliyyin (massa NU) yang berbasis kuat di Jawa Timur.92

Wiranto-Salahuddin Wahid membentuk pola koalisi dengan pertimbangan

bahwa sosok Wiranto dianggap dapat membawa harapan para pendamba

terjaminnya keamanan. Sedangkan Salahuddin Wahid (Gus Solah) adalah tokoh

PKB yang diharapkan bisa meraup suara dari massa PKB.93

Sedangkan pasangan Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi dianggap sebagai kombinasi representasi kelompok nasionalis dan Islam tradisional (NU).

Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dan juga puteri Soekarno, proklamator dan

presiden RI pertama. Sedangkan Hasyim adalah Ketua Umum (non-aktif) PB NU. Sehingga dengan demikian diharapkan bisa meraup pendukung panatik

Megawati, Bung Karno dan kaum nahdliyyin pendukung Hasyim Muzadi. Lagi

pula posisi Megawati waktu itu sedang menjabat sebagai presiden yang dianggap

memiliki posisi yang strategis.94

6. + + " . / '&$ $ 5$ $ 3

-6 8 ! , & " $ & $ " , " $ ; &$ "

) ! ) * ;

3

Pasangan Amin Rais-Siswono Yudhohusodo juga tidak kalah penting.

Amin Rais dianggap mewakili Islam Muhammadiyah berpasangan dengan Siswono yang dianggap mewakili spektrum nasionalis. Pasangan ini juga

diharapkan tidak hanya meraup suara Muhammadiyah yang merupakan Ormas

Islam terbesar kedua di Indonesia, tapi juga suara kaum nasionalis, khususnya

pendukung Siswono. Sebab selain tokoh nasionalis, Siswono juga dikenal sebagai

pemimpin organisasi petani yang tergabung dalam Himpunan Kerukunan Tani

Indonesia (HKTI).95

Selanjutnya pasangan SBY-JK, pasangan yang dicalonkan oleh Partai

Demokrat, PBB, PKPI sebagai capres dan cawapres. Dalam soal representasi,

kombinasi pasangan ini lebih dianggap sebagai representasi Jawa-Luar Jawa

ketimbang kombinasi Ideologi apapun. Apalagi dengan karismanya SBY,

beberapa survei selalu menempatkan SBY sebagai calon yang terfavorit.96

Diharapkan, pasangan ini dapat meraup suara dari Jawa dan luar Jawa yang simpati pada pasangan tersebut.

Terakhir kombinasi pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar. Pasangan ini

bahkan dianggap mewakili dua spektrum politik yang berbeda, tidak hanya kombinasi tokoh Islam dan nasionalis atau sipil militer, akan tetapi Jawa-Luar

Jawa.97 Sehingga diharapkan dapat meraup suara tidak hanya dari kalangan Islam

saja, akan tetapi dari kalangan nasionalis sekalipun.

Pada pilpres putara kedua, pola koalisi cenderung cair dan pragmatis. Ini

terlihat dari kelompok pendukung masing-masing kandidat dalam membangun

koalisi. Kubu Megawati dalam membangun dukungan membentuk koalisi

63

6- 2 4

kebangsaan. Koalisi ini didukung antara lain oleh partai-partai politik yang pada

pilpres putara pertama mengusung Wiranto dan Hamzah Haz. Sementara pasangan SBY-JK membentuk koalisi kerakyatan. PKS yang pada putara pertama

mendukung Amin-Siswono, kini pada putara kedua menjadi pendukung pasangan

SBY-JK. Masuknya PKS dalam koalisi ini karena SBY-JK setuju atas lima syarat

(1) konsisten melakukan perubahan; (2) mempertahankan kedaulatan RI di dunia

internasional; (3) konsisten melanjutkan demokratisasi dan reformasi; (3)

meningkatkan kualitas moral bangsa, menegakkan hukum dan HAM; dan (5)

mendukung perjuangan bangsa Palestina dan tidak membuka hubungan

diplomatik dengan Isarel.98

Sehubungan dengan hal koalisi tersebut di atas, Dhurorudin mengatakan

bahwa pola koalisi yang terjadi telah meruntuhkan sekat ideologis antara Islam

dan ideologi sekuler. Hal ini karena dalam koalisi kebangsaan, di samping terdiri

dari partai-partai sekuler terdapat juga partai-partai Islam seperti PPP dan PBR. Demikian juga halnya dalam koalisi kerakyatan terdapat partai-partai Islam seperti

PBB dan PKS.99