• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II POTENSI KONFLIK YANG TIMBUL DALAM PEMBUATAN

B. Kode Etik Profesi Notaris

Menurut Abdul Kadir Muhammad, kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman.89

Sejalan dengan pemikiran Abdul Kadir Muhammad di atas, Bartens menyatakan bahwa etika profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamn mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.90

Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi dan merupakan upaya pencegahan berbuat yang etis bagi anggotanya.91

89

Abdul Kadir Muhammad, op. cit., hal. 77.

90

Bartens, dalam Abdul Kadir Muhammad, Ibid., hal. 77.

91

Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara teratur, rapi, lengkap, tanpa cacat, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian yang dan menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik- baik. Akan tetapi, di balik semua itu terdapat kelemahan-kelemahan sebagai berikut:92

1. Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup menggelitik para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan menggambarkan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan lukisan berbingkai.

2. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi yang keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.

Semua kode etik profesi dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud agar dapat dipahami secara konkret oleh para anggota profesi tersebut. Dengan tertulisnya setiap kode etik, tidak ada alasan bagi anggota profesi tersebut untuk tidak membacanya dan sekaligus merupakan pegangan yang sangat berarti bagi dirinya. Menurut Sumaryono, fungsi kode etik profesi memiliki tiga makna, yaitu:93

(a) sebagai sarana kontrol sosial;

(b) sebagai pencegah campur tangan pihak lain; (c) sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa:

Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip-prinsip profesional yang telah digariskan sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat

92

Ibid., hal. 78.

93

dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat melakukan kontrol melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi.94

Lebih jauh Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi melaksanakan kewajiban profesionalnya. Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah diangap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan.95

Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa etika profesi merupakan pegangan bagi anggota yang tergabung dalam profesi tersebut, maka dapat pula dikatakan bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara etika dengan profesi hukum. Menurut Liliana,96 etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan

94

Ibid., hal. 79.

95

Ibid., hal. 79. lihat juga Supriadi, op. cit., hal. 24-25.

96

pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut:97

Pertama, profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan

karena itu, maka sifat pamrih menjadi ciri khas dalam pengembangan profesi. Yang dimaksud dengan “tanpa pamrih” di sini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan klien atau pasien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri (pengembangan profesi). Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan (yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan).

Kedua, pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan klien atau

pasien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindak.

Ketiga, pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai

keseluruhan.

Keempat, agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga

dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka pengemban profesi harus bersemangat solidaritas antarrekan seprofesi.

Bertitik tolak dari pemikiran di atas, terdapat beberapa tujuan pokok dari standar-standar etika, yaitu:98

1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepala klien, lembaga (institusi) dan masyarakat pada umumnya.

2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan.

3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan yang jahat dan anggota tertentu.

4. Standar-standar etika mencerminkan/membayangkan pengharapan moral dari komunitas. Dengan demikian, standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab undang-undang etika profesi dalam pelayanannya.

5. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.

97

Ibid., hal. 50.

98

Dengan berpatokan pada hubungan etika dan profesi di atas, maka organisasi profesi memiliki tujuan agar menjalankan profesinya dengan cara profesional. Hal ini sesuai pendapat yang dinyatakan Wawan Setiawan bahwa ciri-ciri profesional dapat dijadikan kriteria umum untuk dapat digolongkan profesional dengan mempertahankan hubungan antara etika, norma profesi dan kriteria umum sebagai berikut:99

1. Dasar/basis ilmu pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang memadai.

2. Ada lembaga/organisasi profesi yang bersangkutan dan di samping mutlak sebagai anggota juga pendukung dengan kepedulian, dedikasi, serta loyalitas yang tinggi.

3. Ada aturan dan persyaratan masuk dalam kelompok profesi. 4. Mempunyai kode etik

5. Mempunyai standar proforma.

Lebih jauh Wawan Setiawan mengatakan bahwa seorang profesional haruslah memiliki kepribadian sosial, yaitu:100

1. bertanggung jawab atas semua tindakannya;

2. berusaha selalu meningkatkan ilmu pengetahuannya;

3. menyumbangkan pikiran untuk memajukan keterampilan/kemahiran dan keahlian serta pengetahuan profesi;

4. menjunjung tinggi kepercayaan orang lain terhadap dirinya;

5. menggunakan saluran yang baik dan benar serta legal dan halal untuk menyatakan ketidakpuasannya;

6. kesediaan bekerja untuk kepentingan asosiasi/organisasinya dan senantiasa memenuhi kewajiban-kewajiban organisasi profesinya;

7. mampu bekerja dengan baik dan benar tanpa pengawasan tetap atau terus- menerus;

8. mampu bekerja tanpa pengarahan terinci;

9. tidak mengorbankan orang/pihak lain demi kemajuan/keuntungan diri pribadinya semata-mata.

10.setia pada profesi dan rekan seprofesi;

99

Wawan Setiawan, dalam Liliana Tedjasaputra, Ibid., hal. 53.

100

11.mampu menghindari desas-desus; 12.merasa bangga pada profesinya;

13.memiliki motivasi penuh untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat yang dilayainya;

14.jujur, tahu akan kewajiban dan menghormati hak pihak/orang lain;

15.segala pengalamannya senantiasa diniati dengan niat dan itikad yang baik, tujuan yang dicapai hanya tujuan yang baik, demikian pula tata cara mencapai tujuan itu juga dengan cara yang baik.

Selanjutnya pembahasan kode etik profesi hukum ini akan berkisar pada profesi hukum Notaris di Indonesia.

Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, karena Peraturan Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl. 1660-3) bahkan jauh sebelumnya yakni dalam tahun 1620. Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen mengangkat notarium publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan (condicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu menjabat sebagai sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau merangkap jabatan sebagai secretaris van den gereclite dan notaris publiek. Baru lima tahun kemudian jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah notaris pada waktu itu bertambah terus. Pengangkatan-pengangkatan notaris tersebut diprioritaskan bagi kandidat- kandidat yang telah pernah menjalani masa magang pada seorang notaris.101

Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan negara dan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya

101

pemerintah orde Reformasi mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Peraturan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 ini merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notariat (Stb. 1660-3) dan Reglement op Het

Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860: 3) yang merupakan peraturan Pemerintah

Kolonial Belanda.

Dalam diktum penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN) dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketentuan, dan perlindungan hukum menuntut antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain- lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa

tersebut, akan otentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik tertentu tidak ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang- undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara mufakat meminta jasa notaris. Menurut Ismail Saleh, Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:102

2. mempunyai integritas moral yang mantap;

3. harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual); 4. sadar akan batas-batas kewenangannya;

5. tidak semata-mata berdasarkan uang.

102

Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus diperhatikan para notaris adalah sebagai berikut:103

1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesionya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

2. Serorang notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang notaris.

3. Seorang notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku profesional apabila seorang notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang notaris juga dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya autentiknya.

4. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.

Sehingga, dalam menjalankan tugasnya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris. Dalam kode etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris (selain memegang teguh kepada peraturan jabatan notaris), di antaranya adalah:104

103

Ibid., hal. 87.

104

a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:

4. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

5. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.

6. Berkepribadian dan baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:

4. menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab;

5. menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang- undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan peratara;

6. tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi c. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:

4. notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;

5. notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya; 6. notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yanag

kurang mampu;

d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:

4. hormat-menghormati dalam suasana kekeluargaan;

5. tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama; 6. saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atau dasar

solidaritas dan sifat tolong-menolong secara konstruktif.

Dalam salah satu rumusan mengenai kode etik notaris, dicantumkan larangan- larangan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota notaris sebagai berikut:105

1. Melakukan tindakan-tindakan yang pada hakikatnya mengiklankan diri tetapi tidak terbatas pada tindakan berupa memasang iklan untuk keperluan pemasaran atau propaganda, antara lain:

a. Memasang iklan dalam surat kabar, majalah berkala, terbitan perdana suatu kantor, perusahaan, biro jasa, biro iklan, baik berupa pemuatan nama, alamat, nomor telepon, maupun berupa ucapan selamat, dukungan, sumbangan uang atau apa pun. Pemuatan dalam buku-buku yang disediakan untuk pemasangan iklan dan/atau promosi.

105

b. Mengirim karangan bunga atas kejadian apa pun kepada siapa pun yang dengan itu nama anggota terpampang kepada umum, baik umum terbatas maupun tak terbatas;

c. Mengirim orang-orang selaku salesman ke berbagai tempat/lokasi untuk mengumpulkan klien atau akta.

2. Memasang papan nama yang besarnya/ukurannya melewati batas kewajaran atau memasang papan nama di beberapa tempat di luar lingkungan kantor anggota yang bersangkutan.

3. Mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada instansi-instansi, perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga untuk ditetapkan menjadi notaris dari instansi, perusahaan, atau lembaga tersebut, baik tanpa apalagi disertai penurunan tarif yang jumlahnya/besarnya tidak rendah dari tarif yang dibayar oleh instansi tersebut kepada notarisnya.

4. Menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat akta rancangan yang rancangannya telah disiapkan oleh notaris lain. Dalam hal demikian anggota yang bersangkutan wajib menolak permintaan atau, anggota boleh memenuhi permintaan itu setelah mendapat izin dari notaris pembuat rancangan.

5. Dengan jalan apapun berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditunjuk langsung kepada klien yang bersangkutan, maupun melalui perantaraan orang lain.

6. Menempatkan pegawai atau pegawai-pegawai/asisten di satu atau di cabang yang tempat di luar kantor anggota yang bersangkutan, baik di kantor cabang yang sengaja dan khusus dibuka untuk keperluan itu, maupun di dalam kantor atau instansi lembaga/klien anggota yang bersangkutan, di mana pegawai/asisten tersebut membuat akta-akte itu, membacakannya atau tidak membacakannya kepada klien, dan menyuruh klien yang bersangkutan menandatanganinya di tempat pegawai/asisten itu di kantor di instansi atu lembaga tersebut. Akte-akte yang dibuat oleh (para) pegawai/asisten tersebut kemudian dikumpulkan untuk ditandatangani oleh anggota (notaris majikan) dikantornya atau di rumahnya.

7. Mengirim minta kepada klien atau klien untuk ditandatangani oleh klien-klien. 8. Menjelek-jelekkan rekan notaris atau menjelek-jelekkan atau mempersalahkan

akta yang dibuat oleh rekan notaris;

a. Apabila seorang anggota menghadapi suatu akte buatan rekannya yang ternyata terdapat kesalahan-kesalahan yang serius atau yang membahayakan klien, maka ia wajib memberitahukan rekan yang membuat kesalahan itu akan kesalahan ulang dibuatnya, tidak dengan nada/suara untuk menggurui rekan itu, melainkan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa rekan tersebut.

b. Apabila dijumpai keadaan termaksud dalam ayat (8) di atas, maka setelah berhubungan dengan rekan notaris yang bersangkutan, kepada klien yang

bersangkutan dapat dan hendaknya dijelaskan apa yang merupakan kesalahan dan bagaimana memperbaikinya.

9. Menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu agar membuat akta pada notaris yang menahan berkas tersebut.

10.Membiarkan orang lain membuat atau menyuruh orang lain membuat akte dan menandatangani akte itu sebagai aktenya sendiri, tanpa ia mengetahui/memahami isi akte itu, apalagi kalau ia menuruti permintaan orang lain itu untuk tidak mengadakan perubahan sedikit pun pada akte yang dibuat orang lain tetapi ditandatangani anggota tersebut, dengan lain perkataan anggota ini dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani akte buatan orang lain sebagai akte anggota itu. 11.Membujuk-bujuk atau dengan cara lain apapun memaksa klien membuat akte

padanya atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari notaris lain.

12.Dilarang membentuk kelompok di dalam Ikatan Notaris Indonesia (yang tidak merupakan salah satu seksi dari organisasi INI) dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/eksekutif, apalagi menutup kemungkinan bagi anggota lain untuk berpartisipasi.

Selain larangan-larangan yang dilakukan oleh anggota notaris di atas, maka yang tidak termasuk dalam larangan sebagaimana disebut di atas adalah sebagai berikut:106

1. Tidak termasuk larangan ialah:

a. Pengiriman kartu pribadi dari anggota berisi ucapan selamat pada kesempatan ulang tahun, kelahiran anak, keagamaan, adat atau ucapanikut berduka cita dan lain sebagainya yang bersifat pribadi.

b. Pemuatan nama anggota oleh Perum Telkom atau badan yang ditugasinya, dalam lembaga kuning dari buku telepon yang disusun menurut kelompok-kelompok jenis usaha, tanpa pembuatan nama anggota dalam boks-boks iklan lembaran kuning buku telepon itu.

c. Pemuatan nama anggota dalam buku petunjuk faksimile dan/atau teleks. 2. Anggota tidak dilarang untuk menggunakan kalimat, pasal rumusan yang

terdapat dalam akta anggota lain, asal saja aktanya itu sudah selesai dibuat menjadi milik klien.

Notaris sebagai anggota yang tergabung dalam suatu organisasi, memiliki suatu kewajiban yang merupakan tanggung jawab anggota tersebut. Kewajiban harus

106

dilaksanakan, karena merupakan tolok ukur dalam menilai kinerja anggota tersebut. Dalam Pasal 2 kode etik notaris dinyatakan bahwa anggota wajib:

Dokumen terkait