• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

M. ZUNUZA

06701105 / MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

M. ZUNUZA

06701105 / MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS Nama Mahasiswa : M. ZUNUZA

Nomor Pokok : 06701105 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. Ketua

Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. Anggota

Syahril Sofyan, S.H., M.Kn. Anggota

Mengetahui: Ketua Program

Magister Kenotariatan

Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.

(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal: 12 Pebruari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

Anggota : 1. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn.

2. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N

(5)

SEMINAR HASIL PENELITIAN

(TESIS)

PEMRASARAN : M. ZUNUZA

NIM : 06701105

PROGRAM STUDI : KENOTARIATAN

JUDUL TESIS : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM

PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS

PEMBIMBING : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. 2. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. 3. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn.

HARI / TANGGAL :

PUKUL :

TEMPAT : Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana USU

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG

SAHAM PERSEROAN TERBATAS

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT No. 40 Tahun 2007 setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat (berita acara rapat) yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS, yang dalam prakteknya RUPS dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan notaris. Dalam hal pembuatan akta berita acara rapat, bahwa notaris hanya menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya Sehingga perlu dikaji mengenai potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara rapat perseroan terbatas, upaya untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita acara rapat, serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara rapat tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan socio-legal research, dengan pembahasan tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga melihat pada aspek bekerjanya hukum dalam kaitan dengan pembuatan akta berita acara perseroan terbatas.

Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa: dalam suatu RUPS perseroan dapat terjadi konflik, karena tidak ada kata sepakat, penerima kuasa dalam notulen rapat tidak sesuai dengan anggaran dasar, keabsahan notulen rapat dibawah tangan sering direkayasa, serta daftar hadir yang tidak sesuai dengan anggaran dasar (dilarang sebagai penerima kuasa), sehingga dalam pengambilan keputusan tidak mendapat suara yang sama, oleh karenanya notaris harus mengatasi hal ini dengan memberikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, pertimbangan-pertimbangan hukum, jalan keluar yang dapat ditempuh, musyawarah kembali. Jika segala usaha ini ternyata gagal, notaris tidak wajib melanjutkan rapat tersebut, dan pimpinan rapat (Dirut) harus menutup rapat karena konflik tidak dapat dihentikan. Notaris tetap membuat berita acara rapat yang isinya adalah sama dengan apa yang dihadapinya saat itu yaitu kegagalan rapat mengambil keputusan sesuai acara rapat perseroan terbatas tersebut. Notaris dalam terjadinya konflik saat rapat diadakan, memberikan

1)

Mahasiswa Strata-2 Program Magister Kenotariatan (M.Kn), Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

2)

(7)

solusi yang mudah dapat ditempuh, dengan melakukan penundaan rapat umum pemegang saham tersebut untuk 14 belas hari (2 minggu) ke depan, mencari sumber konflik agar dapat menyelesaikan perdamaian, atau jika sangat perlu menghadirkan orang-orang yang disegani atau oleh pihak atau badan arbitrase pengacara dan sebagainya. Namun notaris bukanlah pelaku rapat hanya pembuat akta dari apa yang dibicarakan dalam rapat itu. Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara RUPS dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004, adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, yang mempunyai tanggung jawab atas kebenaran isi berita acara rapat yang dibuat dan menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para pemegang saham sendiri ataupun kepada pihak ketiga demi kelanjutan perseroan terbatas tersebut tanpa berpihak kepada siapapun.

Disarankan untuk Notaris agar dapat bersifat bijaksana, arif, seimbang dan tidak memperburuk suasana konflik, dengan berusaha mendinginkan dan mendamaikan konflik yang sedang terjadi pada rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, jika tidak tercapai kata sepakat mungkin dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.

(8)

RESPONSIBILITY NOTARY IN MAKING MINUTES OF MEETING OF DECISION PUBLIC MEETING SHAREHOLDER OF

LIMITED LIABILITY COMPANY

Shareholder Meeting (rapat umum pemegang saham/RUPS) carried out by a limited liability company is representing a very important organ in taking various policy related to the corporation, so that as according to Section 77 sentence (4) Law No. 40 Year 2007 about Limited Liability Company, every management of RUPS have to be made by minutes of meeting (berita acara rapat) agreed and signed by all participant of RUPS, what in practice of RUPS poured in deed which made by notary. In the case of making minutes of meeting, that notary only elaborating deed something conducted action or seen situation or witnessing of in running its position. So that require to study to arising out conflict potency in making minutes of meeting limited liability company, strive Notary overcome conflict that happened in making minutes of meeting, and also Notary responsibility in making minutes of meeting limited liability company,

This research use research method qualitative, with approach of research socio-legal, with solution do not only limited to just law and regulation, but also see at aspect concrete of the law and regulation punish in relation to making minutes of meeting limited liability company.

for no agreement word

From result of research indicate that: in a shareholder meeting of corporation earn happened conflict, because do not have agreement, receiver have the power in minutes of meeting disagree with statutes (prohibited as receiver have the power), authenticity of minutes of meeting underhand is often engineered, and also enlist to attend inappropriate, so that in decision making do not get same voice, for the reason Notary have to overcome this matter by giving solution able to be accepted by all party, considerations of law, way out able to be gone through, deliberation return. If all this effort in the reality fail, notary do not obliged to continue the meeting, and meeting head (managing director) have to call a meeting to order because conflict cannot be discontinued. Notary remain to make the minutes of meeting which is its contents is equal to what facing of that moment that is failure of meeting take decision according to limited liability agenda of meeting. Effort Notary in the

1)

Student of Magistrate of Notary, Postgraduate Study, Sumatera Utara University, Medan.

2)

(9)

happening of meeting moment conflict performed: giving easy solution can be gone through, by conducting postponement of the shareholder meeting for 14 days compassion (two weeks) forwards, searching the source of conflict so that can finish peace, or if very require to attend people who respected or by party or body of arbitrate lawyer etcetera. In this case, notary is not perpetrator of meeting, but only maker of act from what discussed in that meeting. Responsibility Notary in making Minutes of RUPS in occupation Notary Law Number 30 Year 2004, is common functionary in charge to make minutes and other authority as referred to in this law, which take charge of to the truth of minutes of meeting and guarantee rule of law, orderliness and protection of law to all shareholder and or to third party for the shake of the limited liability company continuation without standing up for whoever.

Its suggested for Notary so that have the character of wisdom, wise, well-balanced and do not make worse conflict condition, by trying to pacify conflict which is happened at public meeting shareholder of limited liability company, if agreement cannot be taken, hence can be brought to the General Court.

Keywords: - Responsibility of Notary - Minutes of Meeting

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan anugrah-Nya, dapat diselesaikan tesis yang berjudul “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas”, di mana ini semua bukan karena kepintaran ataupun kemampuan tetapi dengan segala keterbatasan yang dimiliki, karena limpahan karunia-Nya sehingga menambah keyakinan dan kekuatan dalam penyelesaian studi ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., dan Bapak Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., atas kesediaannya memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan demi kesempurnaan penulisan ini.

Kemudian juga, penulis tujukan kepada para dosen penguji di luar komisi pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad

Yamin, S.H., M.S., C.N., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.,

(11)

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dengan sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik kepada penulis, terutama saran guna memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.

(12)

6. Kepada teman-teman terutama Trisna Yunarsih, S.H., M.Kn., yang sangat membantu dalam pelaksanaan kolokium dan seminar hasil, juga teman-teman angkatan pertama kelas khusus, Rustam Aji, S.H., M.Kn., Tawil, S.H., M.Kn., Saut Hendrik Martua, S.H., M.Kn., yang bersedia membantu menjadi pembanding dalam pengujian penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang tercinta Bapak H. Zulkarnain, ZA., S.H., MM., MBA., dan Ibu Hj. Mardiana, yang telah memberikan dorongan moril maupun materil terutama dukungan doa kepada saya, tak lupa juga adik-adik dan kakak yang tersayang Rahmawati, S.E., M. Habibil Abi, S.E., Khairul Ambia, S.E.

Tidak lupa juga saya ucapakan kepada yang tersayang Chitra Ariani, S.H., yang selalu memberikan dorongan kepada saya serta doanya sehingga penulisan tesis ini selesai tepat pada waktunya.

Akhir kata diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Pebruari 2008 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJI ... iii

INTISARI ... iv

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

a. Kerangka teori ... 13

b. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 30

BAB II POTENSI KONFLIK YANG TIMBUL DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS ... 37

A. Benturan Kepentingan Organ Perseroan Terbatas ... 37

B. Pemegang Saham Minoritas Tidak Dapat Mempergunakan Mekanisme RUPS dalam Mempertahankan Hak-Haknya ... 47

(14)

BAB III UPAYA NOTARIS MENGATASI KONFLIK DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG

SAHAM ... 68

A. Profesi Hukum ... 68

1. Nilai moral Profesi Hukum ... 68

2. Etika Profesi Hukum ... 74

B. Kode Etik Profesi Notaris ... 75

C. Upaya Notaris Mengatasi Konflik Dalam Pembuatan Berita Acara RUPS ... 88

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS ... 101

A. Perseroan Terbatas ... 101

B. Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham (RUPS) ... 120

C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara RUPS Perseroan Terbatas ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 140

A. Kesimpulan ... 140

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 142

(15)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional Indonesia adalah ketentuan-ketentuan di bidang Perseroan Terbatas, yang dalam tatanan hukum Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pengesahan Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 merupakan suatu tindakan pertama keluar dari lingkungan salah satu kodifikasi, yaitu: Wetboek van Koophandel yang lazim dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD sudah tidak lagi dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang sangat pesat. Bahkan dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 oleh DPR RI dan telah diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007. Selanjutnya dalam tulisan ini disingkat menjadi UUPT No. 1 Tahun 1995 atau UUPT No. 40 Tahun 2007.

(16)

Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, dimana badan hukum ini disebut dengan “perseroan”. Istilah perseroan pada perseroan terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggungjawab para persero atau pemegang saham, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.1

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham mempunyai konsekuensi, yaitu merupakan lembaga yang mandiri pendukung hak dan kewajiban yang dapat melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan serta mempunyai harta yang terpisah dari pengurusnya maupun para pendirinya. Para pendiri yang juga pemegang saham tidak dapat dibebani tanggung jawab yang melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya. Di samping itu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri perseroan sebelum perseroan didirikan yaitu pada saat pendiri melakukan persiapan untuk mendirikan suatu perseroan dan perbuatan hukum pendiri yang mengatasnamakan perseroan setelah perseroan berdiri terbentuk dengan akta pendirian yang dibuat oleh notaris, kesemuanya akan beralih menjadi tanggung jawab perseroan manakala perseroan disahkan sebagaimana badan hukum. Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri beralih menjadi hak dan kewajiban dari perseroan. Pendiri sudah terlepas dari hak dan kewajibannya yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga. Inilah kelebihan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang tidak dimiliki oleh

1

(17)

badan usaha dalam bentuk lainnya,2 seperti persekutuan perdata (maatschap), CV dan Firma.

Berbeda dengan orang perseorangan (manusia), perseroan terbatas walaupun merupakan subyek hukum mandiri, adalah suatu artificial person, yang tidak dapat melakukan tugasnya sendiri. Oleh karena itu perseroan memerlukan organ-organnya untuk menjalankan usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di depan pengadilan maupun diluar pengadilan. Organ perseroan tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007, bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris.

Organ-organ tersebut mempunyai fungsi dan tugas masing-masing sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun anggaran dasar perseroan. Antara organ-organ perseroan tersebut satu sama lain mempunyai hubungan organis maupun fungsional. Hubungan organis adalah hubungan yang berkaitan dengan keberadaan organ-organ tersebut, sedangkan hubungan fungsional adalah hubungan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi masing-masing organ sebagai penetap kebijakan, pelaksana kebijakan, pengawas atas pelaksanaan kebijakan dan lain-lain.maka Perseroan mutlak memerlukan direksi, komisaris dan menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang

2

(18)

ditentukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang sewaktu-waktu diperlukan yang disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham (RULBPS). RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan atau dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.

(19)

termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam undang-undang perseroan terbatas. Setiap organ diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi melainkan wewenang yang ada pada direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencapuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi perseroan terbatas, dalam arti segala kekuasaan yang ada dalam suatu perseroan terbatas tidak lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh UUPT No. 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut.

Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas, kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, menurut Emmy Panggaribuan,3 sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham

3

Emmy Pangaribuan, Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungannya

Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah

(20)

institusional.4 Paham ini menurut Rudhi Prasetya,5 berpandangan bahwa ketiga organ perseroan terbatas masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri sebagaimana yang diberikan dan menurut undang-undang dan anggaran dasar tanpa wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Dengan undang-undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham tersebut wewenang yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan anggaran dasar.

Selanjutnya tata cara penyelenggaraan RUPS sebagaimana telah dinyatakan di atas, sesuai dengan Pasal 65 UUPT No. 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi menjadi Pasal 78 UUPT No. 40 Tahun 2007, bahwa RUPS dapat diselenggarakan dengan dua macam, yaitu RUPS tahunan yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, serta RUPS lainnya yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

4

Mengenai faham institusional ini juga pernah dikemukakan oleh Munir Fuady, dalam

http://www.Hukumonline.com, yang menyatakan Kalau saya bilang, KUHD untuk masalah pemegang

saham ini lebih bagus, KUHD bilang bahwa memang waktu didirikan itu harus dua orang. Tetapi ketika telah menjadi badan hukum, satu orang nggak ada masalah. Nggak ada larangan. Tapi dalam UUPT No.1 Tahun 1995, satu orang dikasih waktu enam bulan. Dia harus carai orang lainkan. Di mana-mana, teori perjanjian sudah mulai ditinggalkan. Yang banyak sekarang ini adalah teori yang namanya teori institusionalitas. PT itukan bukan perjanjian, PT itu institusi. Berapapun orang di dalamnya, ya terserah dialah. Bukan perjanjiannya yang dilihat, tetapi institusinya. Jadi sebagai PT, dia punya kekayaan sendiri, dia punya pengurus.

5

Rudhi Prasetyo, Kedudukan, Peran dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan

Terbatas. Makalah Seminar Hukum Dagang (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

(21)

Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan undang-undang perseroan terbatas dan anggaran dasar.6

6

(22)

Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Perseroan wajib memberikan salinan bahan (materi) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. Dalam hal pemanggilan dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan dimaksud, keputusan RUPS tetapi sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

RUPS yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT No. 40 Tahun 2007 setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat (pernyataan keputusan rapat) yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dalam prakteknya RUPS dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan notaris.

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.7

7

(23)

Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang menyelenggarakan RUPS untuk kepentingan perseroan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Pada dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkandung maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak) biasanya lebih cenderung melakukan perbuatan hukum tersebut dengan merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis atau lebih dikenal dengan sebutan akta otentik.8

8

(24)

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, namun dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan pada pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui, atau tidak menyetujui isi Akta Otentik yang akan ditandatanganinya.9

Dari uraian-uraian latar belakang di atas, dilakukan pengakajian tentang tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang

9

(25)

Saham perseroan terbatas. Karena dalam hal pembuatan berita acara rapat umum pemegang saham yang dibuat oleh Notaris, bahwa notaris hanya menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Walaupun dalam setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat berita acara rapat dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS yang maksudnya untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi keputusan rapat tersebut, namun apabila RUPS tersebut dibuat oleh notaris, maka kewajiban menandatangani tersebut tidak diperlukan.10 Kemudian juga sering terjadi dalam pembuatan berita acara rapat para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, sehingga notaris harus menerangkan di dalam akta, bahwa para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu.

B. Permasalahan

1. Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas?

2. Bagaimana upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas?

3. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas?

C. Tujuan Penelitian

10

Lihat, I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman

(26)

1. Untuk mengetahui potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.

2. Untuk mengetahui upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.

D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

2. Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dan pembentuk undang-undang untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas pengguna jasa notaris, pelaku dunia usaha serta khususnya bagi seorang notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum.

E. Keaslian Penelitian

(27)

topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya. Namun demikian ada penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Laura Ginting, mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”

2. Penelitian yang dilakukan oleh Meggie Francissia, mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Kontrak Bisnis (Suatu Penelitian di Kota Medan)”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Pengertian mengenai hukum banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Satu sama lain memiliki perbedaan dan sampai sekarang tidak ada satu pengertian hukum yang disepakati oleh semua pihak, karena masing-masing mempunyai perspektif yang berbeda. Secara garis besar pengertian hukum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. Hukum dilihat sebagai perwujudan nilai-nilai tertentu, maka metode yang dipergunakan bersifat idealis, metode ini selalu berusaha menguji hukum yang harus mewujudkan nilai-nilai tertentu.

(28)

kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan tersebut. Cara pandang ini akan menggunakan metode normatif analitis.

c. Hukum dipahami sebagai alat untuk mengatur masyarakat, maka metode yang digunakan adalah sosiologis. Metode ini akan mengkaitkan hukum kepada usaha-usaha untuk mencapai tujuan dan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kongkrit masyarakat. Pusat perhatiannya tertuju pada efektifitas dari hukum.11

Jadi, dari uraian tersebut nampak bahwa cara pandang mengenai hukum berimplikasi pada metode yang akan dipergunakan dalam melakukan penelitian hukum. Untuk memperoleh pemahaman yang lengkap mengenai hukum, maka hukum harus dilihat dari dua sisi yaitu secara normatif (law in books) dan sosiologis (law in actions).

Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa yang harus dilakukan atau harus terjadi. Hukum bukan sesuatu yang sekedar untuk menjadi bahan pengkajian secara logis-rasional melainkan hukum dibuat untuk dijalankan. Perwujudan tujuan, nilai-nilai ataupun ide-ide yang terkandung di dalam

peraturan hukum merupakan suatu kegiatan yang tidak berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan timbal balik dengan masyarakat. Oleh karena itulah, dalam membicarakan masalah tersebut kita tidak dapat mengabaikan struktur

masyarakat. Setiap struktur masyarakat memiliki ciri-ciri yang dapat memberikan hambatan-hambatan sehingga hukum sulit untuk dijalankan, dan di sisi lain memberikan dukungan berupa penyediaan sarana-sarana bagi kehidupan hukumnya. Hukum juga memberikan kesempatan kepada manusia untuk

menentukan pola perilakunya sendiri di dalam batas-batas hukum yang telah ada.

11

(29)

Antonie A.G. Peters, berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga) perspektif dari fungsi hukum di dalam masyarakat, yaitu yang pertama adalah perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan yang demikian dapat disebut sebagai tinjauan dari sudut pandangan seorang polisi terhadap hukum (the policemen view of the law). Perspektif kedua dari fungsi hukum di dalam masyarakat adalah perspektif social

engineering tinjauan yang digunakan oleh para pejabat (the official’s perspective of

the law) dan oleh karena pusat perhatiannya adalah apa yang dibuat oleh

pejabat/penguasa dengan hukum, maka tinjauan ini kerap kali disebut juga (the

technocrat’s view of the law). Yang dipelajari adalah sumber-sumber kekuasaan apa

yang dapat dimobilisasikan dengan menggunakan hukum sebagai mekanisme. Perspektif yang ketiga adalah perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom’s up view

of the law) dan dapat pula disebut sebagai perspektif konsumen (the consumer’s

perspective of the law). Dengan perspektif ini ditinjau kemungkinan-kemungkinan

dan kemampuan hukum sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat.12 Berkaitan dengan pemecahan masalah penelitian ini diperlukan bantuan suatu paradigma sosial. George Ritzer13 merumuskan pengertian paradigma, yaitu suatu

12

Antonie A.G. Peters, Koesrini Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku III

Teks Sosiologi Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), hal. 18-19. 13

Goerge Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terjemahan) Alimandan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), hal. 100. Lihat juga Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 103. Istilah atau kata “paradigma” itu sendiri diintrodusir oleh Thomas S.Kuhn dalam bukunya “The Structure of Scientific

Revolutions”. Makna dari kata itu adalah pola, berasal dari paradeigma (bahasa Latin). Mengenai

(30)

pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan (dicipline). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, dari aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.

Paradigma adalah kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dan yang membantu membedakan antara satu komunitas ilmuwan (atau sub komunitas) dari komunitas ilmuwan lainnya. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan dan menghubungkan antara eksemplar, teroi-teori, metode serta peralatan yang terkandung di dalamnya.

Adapun paradigma yang dipergunakan di sini adalah paradigma definisi sosial, yang memandang sebagai manusia yang aktif menciptakan kehidupan sosialnya sendiri, tidak memandang manusia sebagai individu yang statis dan yang terpaksa dalam bertindak. Fokus perhatian paradigma ini terletak pada bagaimana caranya manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana mereka membentuk kehidupan sosial yang nyata.14

Sedangkan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu teori interaksi simbolik yang mempunyai pandangan bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Tokoh teori interaksi simbolik ini adalah Herbert Blumer.

Subtansi teori interaksionisme simbolik ini adalah bahwa kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individual dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya keyakinan, nilai, persepsi, dan teknik yang dianut oleh akademisi maupun praktisi disiplin ilmu tertentu yang mempengaruhi cara pandang realitas mereka. Kedua, sebagai upaya manusia untuk memecahkan rahasia ilmu pengetahuan yang mampu menjungkirbalikkan semua asumsi maupun aturan yang ada.

14

(31)

melalui proses belajar. Tindakan seseorang dalam proses interaksi tersebut bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya. Tindakan tersebut merupakan hasil dari proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna simbol-simbol tersebut memberikan pembatasan terhadap tiindakannya. Namun dengan kemampuan berpikir yang dimiliki, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan-tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.15

Perkembangan suatu masyarakat yang susunannya menjadi kompleks serta pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang, menghendaki pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu. Hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini kita jumpai dalam peraturan hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia, hukum menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusia. Hukum semakin memegang peranan sebagai kerangka kehidupan sosial masyarakat modern.

Salah satu peranan hukum adalah untuk menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada di dalam hidup bermasyarakat. Roscoe Pound membedakan antara kepentingan pribadi yaitu kepentingan yang berkaitan dengan masalah-masalah kehidupan pribadi, kepentingan publik, yaitu tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan bernegara, dan kepentingan sosial yaitu tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan sosial.16 Melalui undang-undang

15

Ibid, hal. 69.

16

(32)

perseroan terbatas, para pelaku ekonomi diharapkan dapat mampu berpartisipasi lebih luas dalam pembangunan ekonomi nasional ditengah-tengah derasnya arus globalisasi dan persaingan bebas dalam perekonomian internasional. Dilihat dari ilmu hukum, undang-undang perseroan terbatas ini dapat berfungsi sebagai sarana dalam menseimbangkan kepentingan-kepentingan dalam hidup bermasyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Roscoe Pond.

Selaku Badan Hukum perseroan terbatas adalah merupakan subjek hukum yang mandiri sebagaimana halnya manusia dewasa yang cakap melakukan perbuatan hukum. Perseroan Terbatas dikatakan sebagai subjek hukum yang mandiri karena tidak terkait dengan urusan pemegang saham dan pengurus. Pemegang saham diperkenankan untuk berganti, akan tetapi badan hukum tetap berdiri. Perseroan Terbatas berwenang untuk memiliki kekayaan sendiri sehingga apabila timbul kerugian atau perseroan harus membayar kewajiban yang dilakukannya, perseroan akan menggunakan kekayaan sendiri tanpa perlu menggunakan kekayaan pemegang saham dan pengurusnya.

(33)

Tahun 1995 dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Eksistensi RUPS sangat signifikan dalam penyelenggaraan perseroan terbatas, mengingat keputusan-keputusan yang penting dalam suatu perseroan terbatas akan diambil melalui mekanisme RUPS. Oleh karena itu pelaksanaan RUPS harus memenuhi segala sesuatu ketentuan yang termaktub dalam anggaran dasar perseroan dan peraturan-perundangan yang berlaku, khususnya UUPT No. 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dibuatnya hasil RUPS dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan notaris lebih dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai alat bukti yang sempurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUH Perdata, yang memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan dalam akta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan” (Verplicht Bewijs)

2. Konsepsi

a. Perseroan Terbatas

(34)

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.17

Undang-undang mengatakan bahwa perseroan terbatas didirikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang dan selamanya paling sedikit harus memiliki 2 (dua) pemegang saham, karena perseroan didirikan berdasarkan perjanjian. Maksud dan tujuan dari badan hukum perseroan terbatas tidak bersifat sosial, karena badan usaha perseroan terbatas benar-benar ingin menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi yang menghasilkan keuntungan. Badan hukum perseroan terbatas merupakan asosiasi modal sehingga dalam hal ini modal memegang peranan yang penting. Modal badan hukum perseroan terbatas yang disebut sebagai modal dasar seluruhnya terdiri atas saham-saham.

Yang dimaksud dengan persekutuan modal adalah bahwa modal dasar perseroan terbagi dalam sejumlah saham yang pada dasarnya dapat dipindahtangankan (transferable shares). Sehubungan dengan ini perlu ditegaskan bahwa sekalipun semua saham dimiliki oleh satu orang, konsep persekutuan modal tetap valid karena perseroan tidak menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai subjek hukum. Kebenaran ini dipertegas oleh ketentuan Pasal 7 ayat (7) yang mengatur bahwa 100% saham persero (BUMN berbentuk perseroan terbatas) dapat dimiliki oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.18

17

Lihat, Pasal 1 angka 1 UUPT No.40 Tahun 2007.

18

(35)

b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Selanjutnya, organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris.

1. Hak dan Wewenang

a. Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 1/1995 dan atau Anggaran Dasar.

b. Rapat Umum Pemegang Saham berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris.

2. Tempat Kedudukan dan Tempat RUPS Diadakan

a. Tempat kedudukan perseroan adalah tempat dimana kantor pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya.

b. RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tetapi harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.

3. Macam-macam RUPS

a. RUPS terdiri atas RUPS tahunan danRUPS lainnya;

(36)

b. RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan;

c. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. 4. Penyelenggaraan RUPS

Penyelenggaraan RUPS adalah Direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan, ia berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya. RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut.

c. Pengertian Notaris

Lembaga notariat mempunyai peranan yang penting karena menyangkut akan kebutuhan dalam pergaulan antara manusia yang menghendaki adanya alat bukti tertulis dalam bidang hukum Perdata, sehingga mempunyai kekuatan otentik. Mengingat pentingnya lembaga ini, maka mengacu pada peraturan

perundang-undangan di bidang notariat, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN).19

19

(37)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris termasuk dalam lingkup undang-undang dan peraturan-peraturan organik, karena mengatur Jabatan Notaris. Materi yang diatur dalamnya termasuk dalam hukum publik, sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa (dwingend recht).

Seorang notaris yang berwenang untuk membuat akta-akta otentlik dan merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat serta diperintahkan oleh suatu peraturan yang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan

G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian notaris sebagai berikut: 20 Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain..21

Lembaga notariat di kenal mulai pada abad ke-11 atau ke-12 dengan nama

Latijnse Notariaat yang berasal dari Italia Utara. Perkembangan notariat di negara ini meluas ke negara Perancis, notariat ini di kenal sebagai suatu pengabdian kepada masyarakat umum, yang kebutuhan dan kegunaannya senantiasa mendapatkan pengakuan. Pada permulaan abad ke-19 lembaga notariat telah di kenal dan meluas ke negara-negara lain.

sebelumnya, yakni dalam tahun 1620 telah diangkat notaris pertama di Indonesia. Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hal. 1

20

Ibid., hal. 31. 21

Engelbrecht De Wetboeken wetten en Veroordeningen, Benevens de Grondwet van de

(38)

Di dalam perkembangannya, nama-nama lain selain notariat antara lain digunakan sebagai :

1. Notarius, yang artinya untuk menandakan suatu golongan orang-orang yang

melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu.22

2. Notarii, yang artinya orang-orang yang mencatat atau menuliskan pidato yang

diucapkan dahulu oleh cato dalam senat Romawi dengan mempergunakan tanda-tanda kependekan.23

3. Tabelliones, yang artinya orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan

masyarakat untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat walaupun jabatan atau kedudukan mereka itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melaksanakan sesuatu formalitas yang ditentukan oleh undang-undang.24

4. Tabularii, yang artinya pegawai negeri yang mempunyai tugas mengadakan dan

memelihara pembukuan keuangan kota-kota dan juga ditugaskan untuk melakukan pengawasan atas arsip dari magistrat kota-kota, di bawah resort mana mereka berada.25

d. Akta Notaris sebagai Suatu Akta Otentik

Otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh

22

G. H.S. Lumban Tobing, op. cit, hal. 5.

23

Ibid., hal. 6.

24

Ibid., hal. 7.

25

(39)

sifat akta otentik. Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan yang dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris (sebagai pejabat umum). Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankannya jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris.26

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada 2 golongan akta notaris, yakni:27 1. akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau

“akta pejabat” (ambtelijke akten);

Contoh: antara lain: pernyataan keputusan rapat pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel.

2. akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan “akta partij (partij-akten).

26

Ibid., hal. 51.

27

(40)

Contoh, akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), wasiat, kuasa.

Perbedaan di antara kedua golongan akta itu, dapat di lihat dari bentuk akta-akta itu. Dalam akta partij, dengan diancam akan kehilangan otensitasnya atau dikenakan denda, harus ditandatangani oleh para pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau

tangannya lumpuh dan lain sebagainya, keterangan tersebut harus dicantumkan oleh notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai pengganti tanda tangan (surrogaat tanda tangan).28

Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum. Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan:29 Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka terdapat dua macam akta yaitu akta yang sifalnya otentik dan ada yang sifatnya di bawah tangan. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah:30 Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

28

Ibid., hal. 53.

29

R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIV, (Jakarta: PT. Intermasa, 1986), hal. 475.

30

(41)

Pegawai umum yang dimaksud di sini ialah pegawai-pegawai yang dinyatakan dengan undang-Undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya notaris, panitera juru sita, pegawai pencatat sipil, Hakim dan sebagainya.

Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi Pasal 1868 KUHPerdata bukanlah akta otentik atau disebut juga akta di bawah tangan. Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan ialah:

a. Akta otentik

Merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1870 KUH Perdata. Ia memberikan diantara para pihak termasuk para

ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti

yang sempurna tentang apa yang diperbuat /dinyatakan dalam akta ini. Ini

berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap

melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan

bagi Hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan” (Verplicht Bewijs).

Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa Akta otentik itu palsu,

maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu. Oleh karena itulah

maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian, baik lahiriah, formil

maupun materil (Uitwendige, formiele, en materiele bewijskrach).31

b. Akta di bawah tangan

31

N.G Yudara, Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta

(42)

Akta di bawah tangan bagi Hakim merupakan “Bukti Bebas” (VRIJ

Bewijs) karena akta di bawah tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti

materil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian

formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan

kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Dengan demikian akta di bawah

tangan berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta di bawah

tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta di bawah tangan itu

sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka akta yang dibuat secara

otentik dengan akta yang dibuat secara di bawah tangan, mempunyai nilai

pembuktian suatu akta meliputi: 32

a. Kekuatan pembuktian lahir (pihak ketiga)

Kekuatan pembuktian lahiriah artinya akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik; Mengingat sejak awal yaitu sejak adanya niat dari pihak (pihak-pihak) yang berkepentingan untuk membuat atau melahirkan alat bukti, maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah melalui proses sesuai dan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (atau dahulu Stbl 1860 Nomor 3 Reglement

of Notaris Ambt in Indonesia). Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahiriah ini

tidak ada pada akta/surat di bawah tangan (Vide Pasal 1875 KUHPerdata). b. Kekuatan pembuktian formil

32

(43)

Kekuatan pembuktian formil artinya dari akta otentik itu Dibuktikan bahwa apa dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-pihak; itulah kehendak pihak-pihak yang dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya. Dalam arti formil akta otentik menjamin kebenaran :

1) tanggal ;

2) tanda tangan ;

3) komparan, dan ;

4) tempat akta dibuat.

Dalam arti formil pula akta Notaris membuktikan kebenaran dari apa yang

disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris

sebagai Pejabat umum dalam menjalankan jabatannya. Akta di bawah tangan

tidak mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila si penandatangan dari

surat/akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

c. Kekuatan pembuktian material

(44)

berlaku sebagai alat bukti sempurna dan mengikat pihak (pihak-pihak) yang membuat akta itu.33 Dengan demikian siapapun yang membantah kebenaran akta otentik sebagai alat bukti, maka ia harus membuktikan kebalikannya.

d. Tanggung jawab kepada kode etik jabatan

Selama tidak diatur dalam undang-undang, maka dalam menjalankan tugasnya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris. Dalam kode etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris (selain memegang teguh kepada peraturan jabatan notaris), di antaranya adalah:34

a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:

1. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

2. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.

3. Berkepribadian dan baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:

1. menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab;

2. menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan peratara;

3. tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi c. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:

1. notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;

2. notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya; 3. notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yanag

(45)

d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:

1. hormat-menghormati dalam suasana kekeluargaan;

2. tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama; 3. saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atau dasar

solidaritas dan sifat tolong-menolong secara konstruktif. G. Metode Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.35

Menurut Sutrisno Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.36

Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berfikir secara rasional dan berfikir secara empiris. Oleh karena itu untuk menemukan metode ilmiah maka digabungkanlan metode pendekatan rasional dan metode pendekatan empiris, di sini rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang logis sedangkan empirisme merupakan karangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. 37

35

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6.

36

Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, (Yogyakarta: ANDI, 2000), hal. 4.

37

(46)

1. Sifat Penelitian

Dalam rangka penulisan sebuah tesis, Menurut Sunaryati Hartono, metode

socio-legal research memberikan bobot lebih pada sebuah penelitian karena

pembahasan tidak terbatas pada peraturan perundang-undangan saja, namun lebih melihat pada aspek bekerjanya hukum dalam kehidupan bermasyarakat.38

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan

socio-legal research. Hukum di samping merupakan kumpulan peraturan-peraturan

yang sifatnya normatif, juga dilihat sebagai suatu gejala sosial yang bersentuhan langsung dengan variabel lain dalam bermasyarakat. Hukum didekati dari dua sudut pandang, yaitu hukum dipelajari dan diteliti secara normative (law in books) dan secara empiris (law in actions). Studi ini ingin melihat pelaksanaan hukum mengenai tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara rapat umum pemegang saham perseroan terbatas yang berpotensi Konflik, bagaimana hukum itu dikonseptualisasikan dan dilaksanakan serta bagaimana hukum itu berinteraksi dengan aspek-aspek di luar hukum, seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Strategi penelitian yang dilakukan adalah kualitatif-induktif-eksplanatoris.

Peneliti juga mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar, sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Peneliti memasuki lapangan berhubungan langsung dengan situasi dan orang yang diselidikinya (natural setting). Penelitian kualitatif mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan

38

(47)

pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan manafsirkan dunia dari segi pendiriannya, jadi peneliti tidak memaksakan pandangannya sendiri.39

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan terhadap perseroan terbatas dan notaris yang berkedudukan di Kota Medan.

b. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti. Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran tentang objek penelitian secara tepat dan benar.40

Adapun mengenai jumlah sampel yang akan diambil pada prinsipnya tidak ada peraturan yang tetap secara mutlak menentukan berapa persen untuk diambil dari populasi.41

Populasi dalam penelitian ini adalah notaris di Kota Medan dan perseroan terbatas yang berkedudukan di Kota Medan. Mengingat banyaknya jumlah populasi

39

Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 10.

40

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 44.

41

Lihat, Klaus Krippendorff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT.Raja Granfindo Persada, 1993), hal. 96. yang menyatakan, tidak ada jawaban yang pasti untuk menjawab persoalan berapa jumlah sampel yang dapat mewakili populasi. Demikian pula Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi

Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada, 1996), hal. 147, mengatakan

(48)

dalam penelitian ini maka tidak semua populasi akan diteliti secara keseluruhan. Untuk itu akan diambil sampel dari populasi secara purposive sampling.

c. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Dengan metode ini pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan tertentu dengan melihat pada persyaratan-persyaratan antara lain : didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama dari obyek yang diteliti dan penentuan karakteristik populasi yang dilakukan dengan teliti melalui studi pendahuluan.42 Berdasarkan dari data survei penelitian awal jumlah Notaris di Kota Medan sebanyak 237 orang Notaris, diambil atau yang akan dijadikan sampel sebanyak 5 orang Notaris,43) dengan dasar pertimbangan menurut Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa setiap Notaris adalah pejabat pembuat akta otentik.

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka dalam penelitian ini diperoleh melalui :

a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya

42

Ibid, hal. 196.

43

Lihat, Klaus Krippendorff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT.Raja Granfindo Persada, 1993), hal. 96, menyatakan tidak ada jawaban yang pasti untuk menjawab persoalan berapa jumlah sampel yang dapat mewakili populasi. Lihat juga Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar

Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada, 1996),

(49)

terhadap permasalahan yang diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpulan data.44

b. Terhadap Data Sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku/literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat dalam majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti.

4. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua antara lain :

a. Data primer, berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian di lapangan. Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam (deft interview) terhadap 5 (lima) orang Notaris yang wilayah hukumnya di Kota Medan.

b. Data sekunder, data yang diperlukan untuk melengkapi data primer. Adapun data sekunder tersebut antara lain :

1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yaitu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan kenotarisan dan perseroan terbatas, antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

44

Di dalam penelitian dikenal ada tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Lihat, Soerjono Soekanto, Pengantar

(50)

b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yaitu :

a) Buku-buku ilmiah b) Makalah-makalah

c) Hasil-hasil penelitian dan wawancara

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Maka dari data yang telah dikumpulkan secara lengkap dan telah di cek keabsahannya dan dinyatakan valid, lalu diproses melalui langkah-langkah yang bersifat umum, yakni: 45

a. Reduksi data adalah data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yaitu data yang telah terkumpul telah direduksi, lalu berusaha untuk mencari maknanya, kemudian mencari pola, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan kemudian disimpulkan.

45

(51)

BAB II

POTENSI KONFLIK YANG TIMBUL DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS A. Benturan Kepentingan Organ Perseroan Terbatas

Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan. Untuk itu perlu suatu pedoman yang dijadikan acuan dalam hal benturan kepentingan. Hal ini dapat terwujud dalam suatu Code of

Conduct, Code of Conduct adalah pedoman perilaku yang mengedepankan etika

profesi.

Dalam hal Direksi menjalankan perusahaan tidak terlepas dari Good

Corporate Governance. Pemahaman ini dapat diartikan sebagai suatu proses dan

struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Digital kombinasi, sekuensial dan perancangan analisis dalam rangkaian

Ha : Electronic word of mouth memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image Blue Bird pada followers akun resmi Blue Bird Group pasca insiden anarkis demo 22

wawancara dan observasi yang dilakukan pada staf penjualan perusahaan, penilain untuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh direktur ini dilakukan secara

memiliki pengalaman pada subbidang Jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah (24007) / Jasa Pelaksanaan Instalasi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Tegangan Rendah

Keterlibatan dari Departemen Kesehatan diharapkan dapat memberikan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan ketahanan tubuh khususnya dalam

Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, ungker merupakan kelas serangga ( insekta ) ordo ( lepidoptera ) yang kehidupannya

Bukti kontrak pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk

Pada hari ini Senin tanggal enam belas bulan Juni tahun dua ribu empat belas, melalui sistem aplikasi SPSE LPSE Kabupaten Aceh Jaya website