• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan

3. Koefisien Determinasi (Uji Goodeness of Fit)

Koefisien determinasi adalah koefisien yang mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat atau predictornya (Situmorang dan Lufti, 2014 : 169). Nilai R menunjukkan R square (R2) menunjukkan koefisien determinasi. Angka ini akan diubah menjadi bentuk persen, dan menunjukkan sumbangan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Adjusted R Square merupakan R Square yang telah disesuaikan. Adjusted R Square biasanya digunakan jika regresi menggunakan lebih dari dua variabel. Standard Error of the Estimate adalah ukuran kesalahan prediksi (Priyatno, 2009 : 145).

Tabel 4.14

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 1 SBI, NilaiTukar, HargaMinyak, Inflasia . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: IHSG

Pada Tabel 4.14 dinyatakan bahwa variabel harga minyak, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI, tidak ada yang dikeluarkan dari persamaan yang ditunjukkan oleh kolom Variables Removed yang kosong. Metode yang dipilih adalah metode Enter. Setelah mengetahui bahwa seluruh variabel dimasukkan dalam analisis persamaan maka dilakukan pengujian hipotesis koefisien korelasi dan koefisien determinasi. Tipe hubungan antarvariabel dapat dilihat berikut ini :

Tabel 4.15

Hubungan Antar Variabel

Nilai Interpretasi

0,0 – 0,19 Sangat Tidak Erat

0,2 – 0,39 Tidak Erat

0,4 – 0,59 Cukup Erat

0,6 – 0,79 Erat

0,8 – 0,99 Sangat Erat

Sumber : (Situmorang dan Lufti, 2014 : 170)

Tabel 4.16

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

dimension0 1 .402a .162 .112 .0498533

a. Predictors: (Constant), SBI, NilaiTukar, HargaMinyak, Inflasi b. Dependent Variable: IHSG

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 18 (05/05/2015)

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai R sebesar 0,402 yang berarti bahwa hubungan antara indeks harga saham gabungan dengan variabel bebasnya, yaitu harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI adalah cukup erat. Pada Tabel 4.16 nilai R Square dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,162 yang berarti 16,2% variasi dari IHSG dijelaskan oleh ke empat variabel bebas yaitu harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI. Sedangkan sisanya 83,8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini. Ajusted R square sebesar 0,112 juga memiliki arti 11,2%

pergerakan IHSG dapat di jelaskan oleh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI. Sedangkan 88,8% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti oleh penelitian ini. Karena dalam penelitian ini terdapat lebih dari dua variabel, maka yang digunakan adalah Adjusted R Square. Error of Estimated dalam penelitian ini adalah 0,0498533. Semakin kecil standar deviasi berarti model semakin baik.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa secara simultan atau serempak variabel harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2014. Hal ini juga sesuai dengan teori Tandelilin (2001 : 211) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara harga saham dengan kinerja ekonomi makro.

Berdasarkan pengujian secara parsial (uji t), harga minyak dunia berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG. Pengaruh positif menunjukkan bahwa naiknya harga minyak dunia akan menyebabkan kenaikan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh tidak signifikan artinya harga minyak dunia tidak memiliki peranan yang cukup besar untuk mempengaruhi pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Teori yang dikemukakan oleh Blanchard (2011:153) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia cenderung memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan meningkatnya harga minyak dunia

akan membuat naiknya biaya produksi suatu perusahaan sehingga berakibat pada turunnya kinerja, profit perusahaan dan harga saham perusahaan tersebut. Namun jika dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap indeks harga saham, IHSG akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang paling dominan dampaknya (Samsul, 2006:202). Bagi perusahaan yang menggunakan minyak mentah sebagai bahan utama dalam kegiatan produksinya, kenaikan harga minyak dunia tentu akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, dimana kenaikan biaya produksi akan menekan laba dan harga saham perusahaan tersebut. Namun bagi perusahaan penghasil minyak, maupun perusahaan pertambangan, kenaikan harga minyak justru akan memberi pengaruh yang positif, karena dengan naiknya harga minyak dunia juga akan diikuti dengan kenaikan harga barang – barang hasil tambang, kenaikan harga hasil tambang tersebut akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan berpengaruh positif terhadap harga saham. Sampai dengan tahun 2014 Bursa Efek Indonesia mencatat total saham beredar sektor pertambangan mencapai 357,8 miliar saham, dengan total penggalangan dana (fund rising) Rp 41,35 triliun (www.idx.co.id). Banyaknya jumlah saham sektor pertambangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, memberi dampak dominan terhadap pergerakan IHSG, sehingga adanya kenaikan harga minyak dunia memberikan dampak yang positif terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Narayan dan Narayan (2009) yang dalam penelitiannya mengatakan bahwa harga minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham untuk jangka panjang, dan berpengaruh

positif tapi tidak signifikan terhadap harga saham untuk jangka pendek.

Berdasarkan pengujian secara parsial (uji t), nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG. Pengaruh negatif memiliki arti bahwa penurunan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar yang berarti rupiah menguat terhadap dolar (rupiah terapresiasi terhadap dolar Amerika) akan menaikkan pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh signifikan memberi arti bahwa pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia dapat dipengaruhi oleh naik turunnya nilai tukar rupiah.

Melemahnya nilai tukar rupiah (depresiasi) akan melemahkan daya beli yang berakibat pada penurunan pendapatan perusahaan dan berakibat pada menurunnya laba perusahaan. Penurunan laba ini akan menurunkan nilai perusahaan dan akhirnya menurunkan harga saham perusahaan tersebut dan sebaliknya apabila rupiah mengalami apresiasi atau menguat maka nilai perusahaan akan meningkat dan akhirnya menaikkan harga saham perusahaan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tandelilin, (2010:344), dimana melemahnya rupiah memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2010) yang menyatakan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan pengujian secara parsial (uji t), tingkat inflasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap IHSG. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa naiknya tingkat inflasi akan menyebabkan turunnnya IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh tidak signifikan artinya tingkat inflasi tidak memiliki peranan

yang cukup besar untuk mempengaruhi pergerakan IHSG.

Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga umum dan berlangsung terus menerus, meningkatnya harga – harga barang akan menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku, maupun biaya tenaga kerja. Sehingga inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham dipasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi sangat lamban, yang pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al (2012), yang menyatakan adanya pengaruh secara negatif namun tidak signifikan antara tingkat inflasi dengan IHSG.

Berdasarkan pengujian secara parsial (uji t), suku bunga SBI berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap IHSG. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa naiknya suku bunga SBI akan menyebabkan turunnya pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh tidak signifikan artinya suku bunga SBI tidak memiliki peranan yang cukup besar untuk mempengaruhi pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Arifin (2007:119), dimana suku bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya dibandingkan investasi dalam bentuk saham. Sehingga investor akan menjual sahamnya dan kemudian akan menyimpan dananya di bank. Penjualan saham yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2013),

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan uji determinasi dihasilkan bahwa telah nilai Adjusted R Square dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,112 yang berarti 11,2% variasi dari IHSG di jelaskan oleh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI. Sedangkan sisanya 88,8 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait