• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2009 - 2014

OLEH

NOVA CRISTINA PANGGABEAN 130521046

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga

SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek

Indonesia Periode 2009-2014”. Tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Selama studi dan pengerjaan penelitian ini penulis telah banyak

mendapatkan bantuan berupa masukan, saran, motivasi dan doa dari berbagai

pihak khususnya pihak keluarga. Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda L. Panggabean dan Ibunda

R. Silaban atas dukungan, kasih sayang, pengorbanan serta doa yang tulus dan

tidak pernah putus untuk penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik

secara materil maupun moril, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E, M.Ec., Ak., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenty Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen

(3)

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas dan Bisnis Sumatera Utara .

5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis.

7. Ibu Dr. Khaira Amalia Fahruddin, SE, MBA selaku Dosen Pembaca Penilai

yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi

ini.

8. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU

yang telah memberikan bekal pengetahuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini dengan baik, dan juga

kepada pegawai FE USU.

9. Kakak - kakak dan adik - adik ku tersayang (Retta, Yanti, Bella, Aron, Uli),

serta keponakan ku Jamiel Asyer, yang selalu menjadi motivasi dan

memberi dukungan serta doa yang tulus

10. Seluruh rekan – rekan seperjuangan Manajemen Ekstensi 2013 terimakasih

atas persahabatan yang luar biasa.

Medan, Juli 2015

(4)

yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi ekonomi makro

secara umum. Untuk melihat perkembangan pasar modal, indikator yang

digunakan adalah IHSG, yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang

digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,

Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2014.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of

Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan

diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Uji asumsi klasik menunjukkan data terdistribusi normal dan tidak

diperoleh suatu penyimpangan. Berdasarkan hasil perhitungan Uji Anova

diperoleh nilai Fhitung = 3,232 dengan signifikansi F sebesar 0.017. Dengan

menggunakan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,58. Maka

Fhitung (3,232) > Ftabel (2,58), atau signifikansi F sebesar 0,017 < 0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu harga minyak dunia,

nilai tukar rupiah, inflasi dan suku bunga SBI secara bersama-sama berpengaruh

terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

diterima. Secara parsial variabel nilai tukar rupiah berpengaruh negatif signifikan.

Sedangkan variabel harga minyak dunia, inflasi dan suku bunga SBI tidak

signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek

Indonesia selama periode 2009 – 2014.

(5)

development of stock market is very susceptible to macroeconomic conditions. To

see the progress of stock market, the indicators used is IHSG, which is one of the

stock market index used by the Indonesia Stock Exchange. The purpose of this

study is to analyze the influence of World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation

and Interest Rates on movement Composite Stock Price Index in Indonesia Stock

Exchange during the period 2009-2014.

The sample used in this study is a secondary data, obtained from the

monthly data published by OPEC (Organization of Petroleum Exporting

Countries), Bank Indonesia and Indonesia Stock Exchange and processed using

Multiple Linear Regression Analysis.

Classic assumption test showed normal distribution of data and no

irregularities data. Based on calculations of Anova Test, obtained Farithmetic= 3.232 with a significance F = 0.017. By using a significance level are 0.05 was

obtained value of Ftable = 2.58. Until, Farithmetic (3,232) > F table (2.58), and the significance of F 0,017 < 0,05 so that it can be concluded that the four

independent variables (oil prices, exchange rate, inflation and SBI interest rates)

effect on the movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock

Exchange accepted. In partial exchange rate is significant negative effect. While

variable oil prices, inflation and SBI interest rates is not significant to the

movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock Exchange during

the period from 2009 to 2014.

Keywords: IHSG, World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation, SBI Interest

(6)

BAB I PENDAHULUAN

2.1.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ………..15

2.1.6 Harga Minyak Dunia……….……18

2.1.7 Nilai Tukar Rupiah………...20

2.1.8 Inflasi………24

2.1.9 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)……….. 27

2.2 Hubungan Antar Variabel………. 28

2.2.1 Hubungan Harga Minyak Dunia dengan IHSG…….. 28

2.2.2 Hubungan Nilai Tukar dengan IHSG……….. 29

2.2.3Hubungan Inflasi dengan IHSG……….. 30

2.2.4Hubungan Suku Bunga SBI dengan IHSG………... 30

2.3 Penelitian Terdahulu………... 31

2.4 Kerangka Konseptual……….. 35

2.5 Hipotesis………. 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……….…38

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……….… 38

3.3 Batasan Operasional………38

3.4 Definisi Operasional………39

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 43

3.6 Jenis Data……… 43

3.7 Metode Pengumpulan Data………..44

3.8 Teknik Analisis Data………....44

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan……….49

4.2. Hasil Penelitian………...…………....51

(7)

4. 3 Pembahasan……….………80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..85

5.2Saran………86

DAFTAR PUSTAKA………...88

(8)

1.1 Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan IHSG

(Oktober 2013- Desember 2014)……….. 2

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu... 33

3.1 Operasionalisasi Variabel………..42

3.2 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi……….. 47

4.1 Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)………..49

4.2 Perubahan Harga Minyak Dunia………51

4.3 Perubahan Nilai Tukar Rupiah………..53

4.4 Perubahan Tingkat Inflasi………..56

4.5 Perubahan Suku Bunga SBI……….. 58

4.6 Hasil Estimasi Regresi……….. 60

4.7 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov………62

4.8 Hasil Uji Park………65

4.9 Hasil Uji Runs………..66

4.10 Hasil uji Durbin-Watson (DW)……….66

4.11 Hasil Uji Multikolonieritas………67

4.12 Hasil Uji F……… 68

(9)

2.1 Kerangka Pemikiran………. 37 4.1 Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual…..63

(10)

yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi ekonomi makro

secara umum. Untuk melihat perkembangan pasar modal, indikator yang

digunakan adalah IHSG, yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang

digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,

Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2014.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of

Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan

diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Uji asumsi klasik menunjukkan data terdistribusi normal dan tidak

diperoleh suatu penyimpangan. Berdasarkan hasil perhitungan Uji Anova

diperoleh nilai Fhitung = 3,232 dengan signifikansi F sebesar 0.017. Dengan

menggunakan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,58. Maka

Fhitung (3,232) > Ftabel (2,58), atau signifikansi F sebesar 0,017 < 0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu harga minyak dunia,

nilai tukar rupiah, inflasi dan suku bunga SBI secara bersama-sama berpengaruh

terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

diterima. Secara parsial variabel nilai tukar rupiah berpengaruh negatif signifikan.

Sedangkan variabel harga minyak dunia, inflasi dan suku bunga SBI tidak

signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek

Indonesia selama periode 2009 – 2014.

(11)

development of stock market is very susceptible to macroeconomic conditions. To

see the progress of stock market, the indicators used is IHSG, which is one of the

stock market index used by the Indonesia Stock Exchange. The purpose of this

study is to analyze the influence of World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation

and Interest Rates on movement Composite Stock Price Index in Indonesia Stock

Exchange during the period 2009-2014.

The sample used in this study is a secondary data, obtained from the

monthly data published by OPEC (Organization of Petroleum Exporting

Countries), Bank Indonesia and Indonesia Stock Exchange and processed using

Multiple Linear Regression Analysis.

Classic assumption test showed normal distribution of data and no

irregularities data. Based on calculations of Anova Test, obtained Farithmetic= 3.232 with a significance F = 0.017. By using a significance level are 0.05 was

obtained value of Ftable = 2.58. Until, Farithmetic (3,232) > F table (2.58), and the significance of F 0,017 < 0,05 so that it can be concluded that the four

independent variables (oil prices, exchange rate, inflation and SBI interest rates)

effect on the movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock

Exchange accepted. In partial exchange rate is significant negative effect. While

variable oil prices, inflation and SBI interest rates is not significant to the

movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock Exchange during

the period from 2009 to 2014.

Keywords: IHSG, World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation, SBI Interest

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian (leading

indicator economic) suatu negara, dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara

dipengaruhi pertumbuhan investasi di negara tersebut. Pasar modal memiliki

fungsi sebagai tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi

investor perorangan maupun institusional, serta sarana bagi perusahaan untuk

mendapatkan dana dari masyarakat (investor).

Perkembangan yang terjadi di dalam pasar modal dapat ditunjukkan oleh

perubahan harga saham yang diperdagangkan. Para investor harus memantau

pergerakan harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena harga

saham adalah informasi yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

return yang akan didapat oleh investor. Kenaikan dan penurunan harga saham

akan mencerminkan seberapa besar return yang akan diperoleh investor. Hal ini

dikarenakan investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan

memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham di masa yang akan datang

(Tandelilin, 2001:3).

Indeks Harga Saham Gabungan menjadi salah satu indikator yang sering

diperhatikan investor ketika berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini

disebabkan karena indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak

simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh, terutama

(13)

Perkembangan yang terjadi dalam indeks saham dapat ditunjukkan oleh

perubahan harga saham yang diperdagangkan di bursa efek. Pergerakan harga

saham dapat memberikan petunjuk tentang peningkatan dan penurunan aktivitas

pasar modal bagi investor dalam melakukan transaksi jual beli saham.

Pembentukan harga saham dipengaruhi permintaan dan penawaran para investor

atas saham tersebut. Naik turunya supply dan demand tersebut terjadi karena

banyaknya faktor, baik yang bersifat internal (kinerja perusahaan) maupun

eksternal (kurs, suku bunga, inflasi, harga minyak dunia) (Alwi, 2003: 87).

Tabel 1.1

Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan IHSG

(Oktober 2013- Desember 2014)

Bulan/Tahun Harga Minyak Kurs Inflasi Suku Bunga IHSG (US$/barel) (Rp/US$) (%) SBI (%)

(14)

Minyak mentah merupakan komoditas yang memegang peran sangat vital

dalam semua aktifitas perekonomian. Kenaikan harga minyak dunia cenderung

memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan

meningkatnya harga minyak dunia akan membuat naiknya biaya produksi suatu

perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk. Naiknya biaya

produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan

perusahaan melakukan produksi karena hal tersebut akan membuat kinerja dan

profit perusahaan menurun (Blanchard, 2011:153). Turunnya kinerja dan profit

perusahaan akan berdampak pada turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Dari Tabel 1.1 terlihat pada periode Mei 2014 dan Juni 2014 ketika harga

minyak dunia mengalami kenaikan dari US$ 105.44 per barel menjadi US$

107.89 per barel, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode yang sama

mengalami penurunan dari 4893.91 menjadi 4878.58. Peristiwa sebaliknya terjadi

ketika harga minyak dunia pada periode November 2014 dan Desember 2014

mengalami penurunan dari US$ 75.57 per barel menjadi US$ 59.46 per barel,

pada periode yang sama, IHSG mengalami peningkatan dari 5149,89 menjadi

5226.95.

Pergerakan IHSG tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak

dunia. Perusahaan yang bergantung pada teknologi, modal asing, dan bahan –

bahan import, serta perusahaan yang melakukan aktivitas perdagangan

internasional, sangat sensitif terhadap perubahan kurs. Fluktuasi kurs berpotensi

mempengaruhi kondisi internal pada perusahaan yang akhirnya dapat

(15)

Nilai tukar (kurs) adalah nilai yang menunjukkan harga atau nilai mata uang

suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang asing. Nilai tukar (kurs)

dapat juga didefenisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu

banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing

(Sukirno, 2006:21). Jika kurs mengalami depresiasi berarti, permintaan terhadap

mata uang dalam negeri menurun atau dengan kata lain terjadi peningkatan

permintaan terhadap mata uang luar negeri (dollar). Ketika nilai tukar rupiah

mengalami depresiasi, investor cenderung memilih untuk menginvestasikan

dananya dalam bentuk valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin

untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami

penurunan (Tandelilin, 2010:344).

Kondisi ini terlihat pada Tabel 1.1, dimana pada periode Januari 2014

ketika kurs rupiah Rp 12.241/US$ menurun di bulan Februari 2014 menjadi Rp

11.995 (rupiah terapresiasi terhadap dollar), IHSG pada periode yang sama

mengalami peningkatan dari 4418,76 menjadi 4620,22, peristiwa sebaliknya

terjadi pada bulan September 2014 dan Oktober 2014, ketika nilai tukar rupiah

terhadap dollar mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi terhadap dollar) dari

Rp 11.950/US$ menjadi Rp 12.206/US$,, maka IHSG mengalami penurunan dari

5137,58 menjadi 5089,55.

Indikator ketiga yang paling fluktuatif pada Tabel 1.1 adalah tingkat inflasi.

Pada umumnya tekanan inflasi di Indonesia akan meningkat pada pertengahan

tahun yaitu menjelang tahun ajaran baru, saat bulan Ramadhan, menjelang hari

(16)

Menurut Sunariyah (2006:20), inflasi merupakan kenaikan harga-harga

barang dan jasa secara terus-menerus. Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang

tinggi mengakibatkan daya beli konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari

segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya faktor produksi dan

menurunkan profitabilitas perusahaan, sehingga inflasi yang tinggi mempunyai

hubungan negatif terhadap ekonomi pasar modal.

Peningkatan inflasi yang terjadi pada November 2013 dari 8,32% menjadi

8,37%, mengakibatkan IHSG mengalami pelemahan dari 4510,63 menjadi

4256,44. Peristiwa ini merupakan dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) bersubsidi, sehingga mengakibatkan naiknya sejumlah harga

komoditas pangan, dan tingginya permintaan selama bulan Ramadhan, Natal dan

Tahun Baru. Inflasi terus merangkak naik hingga akhir tahun 2013 inflasi

mencapai 8,38%, angka ini merupakan catatan inflasi tertinggi sejak tahun 2010

sampai 2014. Laju inflasi mulai mereda pada bulan Februari 2014 namun kembali

naik pada bulan Desember 2014, hal ini disebabkan Pemerintah kembali

menaikkan harga BBM per tanggal 18 November 2014, dan adanya kenaikan tarif

dasar listrik dan gas, sehingga inflasi kembali mencapai angka 8,36%, sedikit

lebih rendah dari inflasi yang terjadi pada tahun 2013.

Tandelilin (2001:213) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi

merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku

bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang

diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga

(17)

dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Penjualan

saham yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara

signifikan (Arifin, 2007:119). Hal itu terbukti, pada bulan Oktober 2013 sampai

November 2013, ketika tingkat suku bunga SBI sebesar 6,97% naik menjadi

7,24%, IHSG pada periode yang sama justru mengalami penurunan dari 4510,63

menjadi 4256,44.

Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pergerakan harga minyak

dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, tingkat inflasi, dan suku bunga

SBI, menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan

antara IHSG dan variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai

Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2014)”

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah, apakah

harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh

signifikan secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek

Indonesia ?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah, untuk menganalisis pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan

suku bunga SBI secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan

menambah wawasan dan pola pikir tentang pengaruh perubahan harga

minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap

pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

b. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi

kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi investor asing maupun

domestik demi peningkatan IHSG di BEI secara berkesinambungan.

c. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi

berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut

mengenai pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Investasi

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang

dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan

datang (Tandelilin, 200:3). Harapan keuntungan di masa yang akan datang

merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan keuntungan

yang diharapkan. Dalam konteks investasi harapan keuntungan ini sering disebut

return atau imbal hasil (Tandelilin, 2001:3). Menurut Sunariyah (2003:4)

Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang

dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan

keuntungan di masa-masa yang akan datang.

Di samping untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang, ada

beberapa tujuan lain dari sebuah investasi (Tandelilin, 2001:5), yaitu:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang

2. Mengurangi tekanan inflasi

Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain,

seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan

atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

3. Dorongan untuk menghemat pajak

Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat

(20)

perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha

tertentu.

Menurut Sunariyah (2004:4) investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian

utama yaitu:

1. Investasi dalam bentuk aktiva rill (real asset), berupa aktiva berwujud seperti

emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate.

2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga (financial asset) berupa

surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva rill yang di

kuasai oleh entitas.

Pemilihan aktiva financial dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat

dilakukan dengan dua cara:

a. Investasi langsung (direct investment)

Investasi langsung dapat diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat

berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go public

dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan

capital gains.

b. Investasi tidak langsung (indirect investment)

Investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki

diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment company) yang

berfungsi sebagai perantara.

Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan.

(21)

terus-menerus sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi

tersebut (Tandelilin, 2001:8) adalah sebagai berikut:

1. Penentuan tujuan investasi

2. Penentuan kebijakan investasi

3. Pemilihan strategi portofolio

4. Pemilihan aset

5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio

2.1.2 Saham

Ada banyak bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh investor, salah satu

diantaranya adalah saham. Saham adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan (emiten) yang menyatakan bahwa investor yang memiliki surat

berharga tersebut mempunyai hak kepemilikan atas asset-aset perusahaan

(Tandelilin, 2001:18). Menurut Samsul (2006:45), saham adalah tanda bukti

memiliki perusahaan di mana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham

(shareholder atau stockholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat

dianggap sebagai pemegang saham adalah apabila mereka sudah tercatat sebagai

pemegang saham dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS).

Secara umum ada beberapa jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal,

antara lain:

1. Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock)

Setiap pemegang saham atas tunjuk dianggap sebagai pemilik dan memiliki

hak untuk menjual saham tersebut, memperoleh bayaran atas deviden dan

(22)

2. Saham Atas Nama (Registered Stock)

Jenis saham ini nama dari pemilik saham terdapat di sertifikat saham dan

tercatat dalam daftar pemegang saham (DPS) perusahaan. Pemegang saham

jenis ini memperoleh hak untuk menjual saham, memperoleh deviden, dan

mengakhiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3. Saham Biasa (Common Stock)

Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki saham istimewa, pemegang

saham ini memiliki hak prioritas yang lebih rendah dibandingkan pemegang

saham preferen terutama pada saat pembagian deviden dan liquidasi

perusahaan.

4. Saham Preferen (Preferren Stock)

Pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dalam pembagian deviden

dan pembagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi dibandingkan

dengan pemegang saham biasa. Selain itu pemegang saham preferen berhak

mengajukan usul pengajuan calon anggota dewan komisaris dan direksi.

2.1.3 Risiko Investasi

Dalam berinvestasi seseorang dihadapkan pada suatu risiko yang dinamakan

risiko investasi, sehingga dalam melakukan investasi seseorang harus selalu

mempertimbangkan tingkat risiko. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan

antara return aktual dengan return yang diharapkan. Semakin besar

perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut

(23)

(2003:214), sebagai berikut: “Risk is the change of financial loss or more

formally, the variability of return associated with a given asset”. Artinya bahwa

risiko pada dasarnya adalah perubahan dari kerugian financial atau bisa di

definisikan sebagai variasi dari pengembalian asset.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulakan bahwa risiko adalah

kemungkinan dari investasi yang di lakukan oleh investor mengalami kegagalan

dalam memenuhi tingkat pengembalian yang diharapkan investor.

Adapun jenis-jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh para investor dalam

melakukan kegiatan investasi dikemukakan oleh Reilly (2003:15), diantaranya:

1. Bussiness Risk

Kemungkinan kerugian yang di derita perusahaan karena keuntungan yang

diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan. Business Risk ini

berkaitan dengan cakupan usaha perusahaan.

2. Financial Risk

Risiko yang ditimbulkan dari cara perusahaan membiayai kegiatannya

misalnya: penggunaan utang dalam membiayai asset perusahaan.

3. Liquidity Risk

Adanya ketidakpastian yang timbul pada saat sekuritas berada di pasar

sekunder.

4. Exchange Risk

Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestic dengan

(24)

5. Country Risk

Risiko ini berkaitan dengan kestabilan politik serta kondisi lingkungan

perekonomian di suatu Negara.

Tandelilin (2001:50), menyebutkan beberapa sumber risiko yang dapat

mempengaruhi besarnya risiko atas surat investasi, antara lain adalah:

1. Risiko Suku Bunga

2. Risiko Pasar

3. Risiko Inflasi

4. Risiko Bisnis

5. Risiko Financial

6. Risiko Likuiditas

7. Risiko Nilai Tukar Mata Uang

8. Risiko Negara

Adapun risiko yang harus dihadapi dalam setiap keputusan investasi

mengharuskan investor untuk berhati-hati dan melakukan analisa serta

pertimbangan yang matang. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup akan

membantu investor dalam mempertimbangkan suatu alternatif investasi. Karena

itu seorang investor atau pelaku investasi yang akan berinvestasi dalam sekuritas

saham sebaiknya memiliki pemahaman mengenai pasar modal, bagaimana proses

berinvestasi pada sekuritas serta karakteristik saham itu sendiri.

Menurut Tandelilin (2001:50), ada beberapa sumber risiko yang bisa

mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber – sumber tersebut antara

(25)

1. Risiko sistematis

Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang

terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan

mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.

2. Risiko tidak sistematis

Risiko tidak sistematis adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan

pasar secara keseluruhan.

2.1.4 Return Investasi

Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena investor selalu

mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang

dihadapinya. Return adalah harapan keuntungan di masa datang atas investasi

yang dilakukan oleh investor. Tujuan investor dalam berinvestasi adalah

memaksimalkan return. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi

investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor

menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2001:47).

Menurut Jogiyanto (2010:205) return dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Return Realisasi (realized return)

Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung

berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah

(26)

b. Return ekspektasi (expected return)

Merupakan return saham perusahaan yang diharapkanakan diperoleh oleh

investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah

terjadi, sedangkan return ekspektasi sifatnya belum terjadi.Return realisasi

dibutuhkan dalam menilai Return ekspektasi.

Return saham dalam konteks manajemen investasi merupakan imbalan yang

diperoleh dari investasi yang merupakan imbalan atas keberanian Investor

menanggung resiko atas investasi yang dilakukan. Menurut Tandelilin (2001:48)

return saham terdiri dari :

1. Yield, yaitu cash flow yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang

saham (dalam bentuk deviden),

2. Capital gain (loss), yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian

dengan harga saham pada saat penjualan.

2.1.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Menurut Jogiyanto (2000 : 147), Indeks Harga Saham Gabungan merupakan

angka indeks harga saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga

menghasilkan trend, dan dapat digunakan untuk membandingkan kejadian yang

berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Indeks harga saham

individual sering sekali dipakai sebagai ukuran investor untuk menentukan

perkembangan suatu perusahaan yang terrefleksi dari indeks harga sahamnya.

Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator

(27)

Sebuah indeks diharapkan memiliki 5 fungsi yaitu:

1. Sebagai indikator trend pasar

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan

3. Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio

4. Menfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif

5. Menfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Sunariyah (2003:127) mengemukakan bahwa ada dua metode perhitungan

Indeks Harga Saham Gabungan yaitu :

1. Metode rata-rata (Average Method)

Merupakan metode dimana harga pasar saham-saham yang masuk dalam

indeks tersebut dijumlah kemudian dibagi dengan suatu faktor pembagi.

IHSG =

∑P

∑P e

Dimana :

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

P = Harga pasar saham

P = Harga dasar saham

2. Metode rata-rata tertimbang (Weighted Average Method)

Merupakan suatu metode yang menambahkan bobot dalam perhitungan indeks

disamping harga pasar saham-saham yang tercatat dan harga dasar saham.

Pembobotan yang dilakukan dalam perhitungan indeks pada umumnya adalah

jumlah saham yang dikeluarkan.

(28)

1)Paasche

Metode ini memperbandingkan kapitalisasi pasar seluruh saham dengan nilai

dasar seluruh saham yang tergantung dalam sebuah indeks. Dalam hal ini

makin besar kapitalisasi suatu saham, maka akan menimbulkan pengaruh yang

sangat besar jika terjadi perubahan harga pada saham yang bersangkutan.

IHSG =

∑ P X

∑ P e x

Dimana :

Ps = Harga saham sekarang

Ss = Jumlah saham yang beredar

Pbase= Harga dasar saham

2)Laspreyes

Rumus ini menggunakan jumlah saham yang dikeluarkan pada hari dasar dan

tidak berubah selamanya walaupun ada pengeluaran saham baru.

Indeks = ∑ P X o

∑ P e x o

Dimana :

Ps = Harga saham sekarang

So = Jumlah saham awal

Pbase= Harga dasar saham

Adapun jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi 5 (Lubis, 2006 : 158),

yaitu :

1. Indeks Individual (Individual Index)

(29)

3. Indeks LQ 45 (LQ45 Index)

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau (composite share price index)

5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)

Indeks harga saham gabungan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

IHSG =

Keterangan :

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

Ht = Harga pada waktu yang berlaku

H0 = Harga pada waktu dasar

2.1.6 Harga Minyak Dunia

Minyak mentah atau crude oil merupakan salah satu energi utama yang

sangat dibutuhkan. Hasil dari pengolahan minyak mentah dapat menjadi energi

untuk melakukan kegiatan produksi. Sebagian besar industri menggunakan

minyak dalam mejalankan kegiatannya, Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari

minyak mentah tidak lepas dari kegiatan kita, seperti bensin yang digunakan

untuk kebutuhan transportasi.

Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari

negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara-negara-negara importir (konsumen). Besarnya

kebutuhan terhadap minyak tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang

berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi

kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan

(30)

Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga

minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh

negara-negara penghasil minyak. Cadangan minyak dunia hanya dimiliki oleh beberapa

negara seperti Saudi Arabia, Irak, Iran dan beberapa negara lain. Diantara

persediaan tersebut lebih dari 25% dimiliki oleh Saudi Arabia. Banyak negara

yang masih bergantung pada negara lain dalam pemenuhan suplai minyak

tersebut. Oleh karena itu, sangat mungkin bagi negara penghasil minyak dunia

untuk mendominasi harga minyak di pasar. Sehingga dibutuhkan suatu

mekanisme untuk menentukan harga minyak di pasar dunia agar kebijakan yang

diambil menguntungkan semua pihak. Selain permintaan dan penawaran, harga

minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi

pemasok utama minyak dunia.

Jenis minyak mentah yang di perdagangkan di dunia seperti, West Texas

Intermediate (WTI), Brent Bland, OPEC Basket price dan Russian Export Blend.

Harga minyak mentah dunia diukur dengan harga spot pasar minyak dunia,

umumnya harga minyak yang digunakan menjadi harga standar dunia adalah West

Texas Intermediate (WTI). West Texas Intermediate (WTI) merupakan minyak

mentah yang memiliki kualitas tinggi. Minyak mentah tersebut berjenis

light-sweet dan memiliki kadar belerang yang rendah. Minyak jenis ini sangat cocok

untuk dijadikan bahan bakar energi, karena tingginya kualitas minyak mentah

West Texas Intermediate dijadikan harga standar minyak dunia. Harga minyak

West Texas Intermediate pada umumnya lebih tinggi lima sampai enam dollar per

(31)

dollar per barel dibanding harga minyak Brent Bland (useconomy.about.com). Hal

inilah yang menjadi alasan harga minyak WTI menjadi ukuran standar bagi

perdagangan minyak.

Dalam penelitian ini satuan ukuran minyak mentah yang digunakan adalah

barrel. Sedangkan mata uang yang digunakan sebagai alat tukar adalah dollar

Amerika Serikat. Salah satu pemilihan dollar AS sebagai alat tukar minyak adalah

karena mata uang dollar AS dikenal hampir diseluruh dunia.

2.1.7 Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar (kurs) adalah nilai yang menunjukkan jumlah nilai mata uang

dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing

(Sukirno, 2010:397). Nilai Tukar rupiah atau disebut juga kurs rupiah adalah

perbandingan nilai atau harga mata uang rupiah dengan mata uang lain.

Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat

tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang

dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing (Salvatore, 2008 : 67).

Menurut Mankiw (2000 : 115) kurs dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dan

negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dollar AS dan yen Jepang adalah

¥120/US$. Maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang.

Orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayar 120 yen untuk setiap

dollar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin memiliki yen akan

(32)

mengacu pada “kurs” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikan

sebagai kurs nominal.

2. Kurs Rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara

dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan

barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil

sering disebut term of trade.

Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem nilai tukar mata uang

yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:

1. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate)

Kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi

oleh otoritas moneter. Di dalam sistem nilai tukar mengambang dikenal dua

macam kurs mengambang, yaitu :

a. Mengambang bebas (murni)

Dimana nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar

tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating

exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena

otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

b. Mengambang terkendali (managed or dirty floatingexchange rate)

Dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada

tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena

otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi

(33)

2. Sistem nilai tukar tertambat (peged exchange rate)

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu

mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan

mata uang negarapartner dagang yang utama“menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi

tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami

fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang

yang menjadi tambatannya.

3. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs)

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata

uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada

rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat

mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem

nilai tukar tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari

kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan

tajam.

4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies)

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata

uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah

menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang

disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam

“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai

(34)

tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang

bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan

bobot yang berbeda.

5. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate)

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama

uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli

valas dalam jumlah tidak terbatas pada nilai tersebut. Nilai tukar biasanya tetap

atau diperbolehkan berfluktuasi dalambatas yang sangat sempit.

Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi

dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh

pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate

atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan permintaan dan

penawaran di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai

tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu:

1. Depresiasi (depreciation), yaitu penurunan harga mata uang nasional terhadap

berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya

kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market mechanism)

2. Apresiasi (appreciation), yaitu peningkatan harga mata uang nasional

terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik

menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market

mechanism)

3. Devaluasi (devaluation), yaitu penurunan harga mata uang nasional terhadap

(35)

pemerintah suatu negara.

4. Revaluasi (revaluation), yaitu peningkatan harga mata uang nasional terhadap

berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh

pemerintah suatu negara.

2.1.8 Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga – harga umum yang berlaku dalam suatu

perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi

adalah persentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding

dengan tahun sebelumnya (Sukirno,2004:27)

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang

terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas

produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga

cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan

menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money)

(Tandelilin, 2001:212).

Teori Kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah

karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyarakat

bertambah banyak (Khalwaty, 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber

inflasi menjadi:

a) Demand full inflation

Terjadi karena adanya permintaan agregatif di mana kondisi produksi telah

(36)

permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya

mendorong kenaikan harga-harga.

b) Cost push inflation

Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan

tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi

sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai jumlah tertentu.

Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun karena semakin

mahalnya biaya produksi akan meyebabkan kenaikan harga-harga. Kenaikan

biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa

faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga kerja, industri yang

monopolis, kenaikan bahan baku industri, kebijakanpemerintah.

c) Structural approach

Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi dipandang karena

tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan dapat

ditanggulangi dengan melakukan pembenahan pada semua struktur ekonomi.

d) Monetary approach

Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter,

yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar

dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan

uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess demand for

goods).

e) Accounting approach to inflation

(37)

harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun Indeks

Harga Konsumen (IHK).

Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya

inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat

pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut

pandang (Khalwaty, 2000:31-35), sebagai berikut:

a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.

2) Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena

adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.

b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:

1) Creeping inflation adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan

berlangsung lambat, karena kenaikan harga-harga berlangsung secara

perlahan-lahan.

2) Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat

yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang

berlangsung sangat cepat.

c. Ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1) Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung

perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% per tahun.

2) Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di

antara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.

(38)

30-100% per tahun.

4) Inflasi sangat berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui

100% per tahun.

Untuk mengukur laju pertumbuhan tingkat inflasi, ada beberapa cara yang

dapat digunakan (Khalwaty, 2000:35-47), yaitu dengan menggunakan angka

harga umum, angka deflator PNB, indeks harga konsumen atas harga harapan,

indeks harga dalam dan luar negeri, angka deflator GNP dan indeks harga.

2.1.9 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia

No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang adalah

surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indoenesia

(BI) sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Tujuan dari penerbitan

SBI adalah untuk menjaga stabilitas moneter, yaitu BI berkewajiban memelihara

kestabilan nilai rupiah. Dengan suatu paradigma yang dianut yaitu, jumlah uang

primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi

kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengelola

kelebihan uang primer tersebut.

Menurut Siamat (2005:455), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat

berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbikan oleh Bank Indonesia sebagai

pengakuan utang jangka pendek dan diperjualbelikan dengan cara diskonto.

Besarnya tingkat suku bunga SBI dijadikan tolak ukur oleh bank-bank

pemerintah, swasta nasional, dan swasta asing dalam menentukan tingkat suku

(39)

suku bunga tersebut dapat menjadi salah satu pedoman investor dalam

pengambilan keputusan investasi pada pasar modal. Sebagai wahana alternatif

investasi, pasar modal menawarkan suatu tingkat pengembalian (return) pada

tingkat resiko tertentu. Dengan membandingkan tingkat keuntungan dan resiko

pada pasar modal dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor keuangan,

investor dapat memutuskan bentuk investasi yang mampu menghasilkan

keuntungan yang optimal. Tingkat suku bunga sektor keuangan yang lazim

digunakan sebagai panduan investor disebut juga tingkat suku bunga bebas resiko

(risk free), yaitu meliputi tingkat suku bunga bank sentral dan tingkat suku bunga

deposito. Di Indonesia tingkat suku bunga Bank sentral di proxykan pada tingkat

suku bunga Sertifikat Bank Indonesia atau SBI (Husnan, 2000:127).

2.2 Hubungan Antar Variabel

Konsep hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.2.1 Hubungan Harga Minyak Dunia dengan IHSG

Menurut Blanchard (2011:153), naiknya harga minyak berpengaruh terhadap

perusahaan baik dalam jangka pendek dan jangka menengah. Dalam jangka

pendek, kenaikan harga minyak mengakibatkan naiknya biaya produksi suatu

perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk. Naiknya biaya

produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan

perusahaan melakukan produksi sehingga kinerja dan profit perusahaan akan

menurun. Dalam jangka menengah kenaikan harga minyak menyebabkan

(40)

karyawan yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, hal ini

dilakukan guna menutupi besarnya biaya yang harus ditanggung perusahaan

akibat kenaikan harga minyak tersebut. Peristiwa ini tentu akan mengakibatkan

terjadinya penurunan harga saham perusahaan tersebut, dan berpengaruh terhadap

pergerakan IHSG.

2.2.2 Hubungan Nilai Tukar dengan IHSG

Menurut Samsul (2006:202) depresiasi rupiah akan berpengaruh terhadap

perusahaan go public yang faktor produksinya dari bahan impor karena akan

menurunkan laba dan harga saham. Bagi investor depresiasi rupiah terhadap

dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia menurun. Negara

dengan stabilitas perekonomian yang bagus biasanya memiliki mata uang yang

stabil pula pergerakannya. Negara dengan stabilitas perekonomian yang buruk,

mata uangnya cenderung bergerak tidak menentu dan cenderung melemah

(bappebti.go.id). Kurs inilah yang dianggap sebagai salah satu indikator yang

mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang sehingga investor

cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Melemahnya rupiah

memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena menyebabkan

pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik. Investor tentunya akan

menghindari risiko, sehingga investor akan cenderung memilih untuk

menginvestasikan dananya dalam bentuk valuta asing, dengan membeli dollar

sebanyak mungkin untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan

(41)

2.2.3 Hubungan Inflasi dengan IHSG

Kenaikan inflasi memberikan pengaruh negatif bagi investor

(Tandelilin,2001:214), Inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya

perusahaan, namun jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan

pendapatan maka profitabilitas perusahaan akan menurun, yang itu artinya dividen

yang diterima oleh investor juga akan menurun. Apabila banyak investor menjual

sahamnya karena penurunan dividen maka akan berakibat pada turunnya harga

saham, yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan kinerja IHSG. Hal ini

juga sesuai dengan pendapat Samsul (2006:201) yang mengatakan bahwa inflasi

yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat

rendah akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan

pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban.

2.2.4 Hubungan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan IHSG

Menurut Tandelilin (2001:213) tingkat suku bunga yang meningkat akan

menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu

saham. Kenaikan tingkat suku bunga memiliki dampak negatif terhadap setiap

emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba

bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba perusahaan juga menurun

dan akhirnya berakibat turunya harga saham di pasar. Suku bunga yang tinggi

tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi

produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya

dibandingkan investasi dalam bentuk saham. Sehingga investor akan menjual

(42)

yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan

(Arifin, 2007:119).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya akan digunakan sebagai bahan

referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Appa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi dan Kurs Rupiah/ Dollar Amerika Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di

Bursa Efek Indonesa (BEI)” Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Inflasi

IHK dan kurs rupiah/dollar Amerika secara simultan berpengaruh secara

signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

Secara parsial, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) berpengaruh negatif dan

tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di lantai bursa efek

Indonesia. Sedangkan kurs rupiah/dollar Amerika berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

2. Novitasari (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Harga

Minyak Mentah, dan Suku Bunga (BI Rate) Terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG)” menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh secara

negatif terhadap IHSG dan harga minyak mentah berpengaruh positif terhadap

IHSG.

3. Hasan dan Mahbobi (2013) dalam penelitian yang berjudul “The Increasing

Influence of Oil Prices On The Canadian Stock Market” menyatakan bahwa

harga minyak memiliki dampak yang signifikan terhadap harga saham di

(43)

4. Astuti et al(2012) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar Rupiah, Inflasi dan Indeks Bursa Internasional

Terhadap IHSG” menyatakan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang

signifikan antara tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, inflasi dan indeks

bursa internasional terhadap IHSG.

5. Setiawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan di Bursa Efek Indonesia”, menyatakan bahwa inflasi, tingkat suku

bunga, dan nilai tukar bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

6. Triono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Nilai Tingkat

Suku Bunga SBI, Nilai Kurs dollar US, Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia

dan Harga Emas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode

2005-2010”, menyatakan bahwa Tingkat inflasi, nilai tingkat bunga SBI, Harga minyak dunia dan nilai kurs dollar AS berpengaruh terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG).

7. Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Modelling

the impact of oil prices on Vietnam’s stock prices” menyatakan bahwa harga saham, harga minyak dan nilai tukar nominal saling mempengaruhi dalam

hubungan jangka panjang. Mereka memperkirakan elastisitas jangka panjang

dan menemukan bahwa harga minyak dan nilai tukar mempunyai pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap harga saham di Vietnam, dan untuk

jangka pendek harga minyak dan nilai tukar tidak mempunyai pengaruh yang

(44)

8. Rahman dan Mustafa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Influencesof

Money Supplay and Oil Price on U.S. Stock Market” menunjukkan bahwa money supplay, harga minyak dan harga saham menunjukkan hubungan yang

saling mempengaruhi. Dengan menggunakan model vektor error-correction

mereka tidak menemukan beberapa titik temu akibat dari arus jangka panjang

money supplay dan harga minyak terhadap harga saham di Amerika,

melainkan supplay money dan harga minyak mempengaruhi harga saham

(45)
(46)

7 Narayan

Brealey (2006:324) menyatakan bahwa perubahan dalam tingkat bunga,

inflasi, harga minyak, kurs valuta asing, dan kejadian ekonomi makro lain

mempengaruhi hampir semua perusahaan dan tingkat pengembalian saham. Hal

ini juga sesuai dengan teori Tandelilin (2001 : 211) yang mengungkapkan bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara harga saham dengan kinerja ekonomi makro.

Karena itu Investor tentu harus memperhatikan faktor-faktor tersebut agar investasi

yang dilakukannya dapat memberikan hasil yang diharapkan.

Kenaikan harga minyak dunia cenderung memberikan dampak yang negatif

terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan meningkatnya harga minyak dunia

akan membuat naiknya biaya produksi suatu perusahaan dan berdampak pada

naiknya harga jual produk. Naiknya biaya produksi dan harga jual produk tentu

akan berdampak pada kemampuan perusahaan melakukan produksi karena hal

tersebut akan membuat kinerja dan profit perusahaan menurun (Blanchard,

(47)

Fluktuasi kurs rupiah juga akan berdampak pada nilai dan harga saham

perusahaan. Ketika kurs mengalami depresiasi hal ini menunjukkan turunnya

permintaan terhadap mata uang dalam negeri (rupiah) dan naiknya permintaan

terhadap mata uang asing (dollar). Ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi,

investor cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk

valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin untuk tujuan spekulatif.

Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami penurunan (Tandelilin,

2010:344).

Selanjutnya, Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat

harga umum dan berlangsung terus menerus (Sunariyah,2006:20). Meningkatnya

harga – harga barang akan menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku, maupun biaya tenaga kerja. Inflasi yang tinggi

akan menjatuhkan harga saham dipasar, sementara inflasi yang sangat rendah

akan berakibat pertumbuhan ekonomi sangat lamban, yang pada akhirnya harga

saham juga bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201).

Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang

ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar

kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di

Indonesia. Tingkat suku bunga yang tinggi dapat menyebabkan investor memilih

untuk menjual sahamnya dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan

atau deposito. Penjualan saham yang serentak akan berdampak pada penurunan

(48)

Dengan adanya perubahan yang terjadi pada harga saham yang diakibatkan

oleh adanya pengaruh dari harga minyak, nilai tukar rupiah, inflasi maupun suku

bunga SBI, tentu akan berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham

Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan landasan teori, hubungan antar variabel dan hasil penelitian

terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.1

Sumber : Blanchard (2011), Samsul (2006), Tandelilin (2001).

2.5 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori, hasil penelitian terdahulu dan

kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari

penelitian ini adalah, “Harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga

SBI mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan dan parsial terhadap

pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2014”. Harga minyak

dunia (X1)

Nilai Tukar (X2)

Inflasi (X3)

Suku Bunga SBI (X4)

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian asosiatif, yang bertujuan untuk

menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau

menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs www.idx.co.id.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu dimulai dari bulan Maret 2015 sampai bulan Juli 2015

3.3Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu :

a. Variabel bebas (independent variabel),

terdiri dari : Harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,

tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI.

b. Variabel terikat (dependent variabel) adalah Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG)

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang terdapat di IDX

(50)

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (X), adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan pada

variabel terikat.

Adapun yang menjadi variabel bebas dari penelitian ini adalah :

a. Harga minyak dunia (X1)

Merupakan harga minyak mentah dunia yang ditentukan oleh pasar dunia

dimana minyak dunia diperdagangkan. Harga minyak dunia biasanya dihitung

dalam US$ per barel. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data

bulanan periode Januari 2009 sampai Desember 2014, yang diambil dari data

yang dipublikasikan OPEC melalui website www.opec.org .

Data pergerakan harga minyak dunia diukur dari perubahan harga minyak

dunia yang dihitung dengan menggunakan rumus:

Perubahan Harga Minyak Dunia = − −

Dimana :

HM = Harga Minyak pada bulan t

HM− = Harga minyak pada bulan t-1

b. Nilai Tukar (X2)

Nilai tukar diukur dari perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap

dollar Amerika Serikat. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data

bulanan periode Januari 2009 sampai Desember 2010, yang diambil dari data

publikasi Bank Indonesia melalui website www.bi.go.id, satuannya adalah

(51)

Data perubahan nilai mata uang rupiah terhadap US$ dapat dihitung dengan

rumus (Madura,2006 : 123) :

Perubahan Nilai Tukar = − −

Dimana :

NTt = Nilai Tukar pada bulan t

NTt-1 = Nilai Tukar pada bulan t-1

Apresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan IHSG menguat, demikian

sebaliknya, depresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan IHSG melemah.

c. Inflasi (X3)

Yaitu kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk secara

keseluruhan (Tandelilin, 2001:212). Inflasi diukur dari perubahan laju inflasi.

Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi bulanan

periode Januari 2009 sampai Desember 2014, yang diambil dari data yang

dipublikasikan Bank Indonesia melalui website www.bi.go.id, satuannya adalah

persentase.

Data perubahan tingkat inflasi/ laju inflasi dapat dihitung dengan rumus :

Laju Inflasi = n l i − n l i−

n l i−

d. Suku Bunga SBI (X4)

Tingkat suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sesuai rapat

Dewan Gubernur, dengan return bulanan pada periode Januari 2009 sampai

Desember 2014, yang diambil dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia

Gambar

Tabel
Tabel 1.1 Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi,
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Sumber : Blanchard (2011), Samsul (2006), Tandelilin (2001).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Dolar Amerika/Rupiah (US$/Rp), Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di

PENGARUH INFLASI, KURS, SUKU BUNGA SBI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PADA BURSA EFEK.. INDONESIA PERIODE 2005-2009 TRI

434 tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia (BEI) dengan probabilitas sebesar 0,000. 2)

Maka penulis ,dalam penulisan mengambil judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Idr/Usd, Tingkat Inflasi Dan Suku Bunga Indonesia (SBI) Terhadap Indeks Harga Saham

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan

PENGARUH TINGKAT INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA TERHADAP.. INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN PADA BURSA

Hasil Penelitian Menunjukan : 1 Inflasi tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, 2 Nilai Tukar Rupiah tidak berpengaruh dan

Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga Dan Nilai Tukar Kurs Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Per Bulan Di Bursa Efek Indonesia Periode Januari 2018 Sampai Desember Junaldo