TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2009 - 2014
OLEH
NOVA CRISTINA PANGGABEAN 130521046
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga
SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009-2014”. Tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Selama studi dan pengerjaan penelitian ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan berupa masukan, saran, motivasi dan doa dari berbagai
pihak khususnya pihak keluarga. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda L. Panggabean dan Ibunda
R. Silaban atas dukungan, kasih sayang, pengorbanan serta doa yang tulus dan
tidak pernah putus untuk penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik
secara materil maupun moril, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E, M.Ec., Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenty Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas dan Bisnis Sumatera Utara .
5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis.
7. Ibu Dr. Khaira Amalia Fahruddin, SE, MBA selaku Dosen Pembaca Penilai
yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi
ini.
8. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU
yang telah memberikan bekal pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini dengan baik, dan juga
kepada pegawai FE USU.
9. Kakak - kakak dan adik - adik ku tersayang (Retta, Yanti, Bella, Aron, Uli),
serta keponakan ku Jamiel Asyer, yang selalu menjadi motivasi dan
memberi dukungan serta doa yang tulus
10. Seluruh rekan – rekan seperjuangan Manajemen Ekstensi 2013 terimakasih
atas persahabatan yang luar biasa.
Medan, Juli 2015
yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi ekonomi makro
secara umum. Untuk melihat perkembangan pasar modal, indikator yang
digunakan adalah IHSG, yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang
digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,
Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan
di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2014.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of
Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan
diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.
Uji asumsi klasik menunjukkan data terdistribusi normal dan tidak
diperoleh suatu penyimpangan. Berdasarkan hasil perhitungan Uji Anova
diperoleh nilai Fhitung = 3,232 dengan signifikansi F sebesar 0.017. Dengan
menggunakan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,58. Maka
Fhitung (3,232) > Ftabel (2,58), atau signifikansi F sebesar 0,017 < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu harga minyak dunia,
nilai tukar rupiah, inflasi dan suku bunga SBI secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia
diterima. Secara parsial variabel nilai tukar rupiah berpengaruh negatif signifikan.
Sedangkan variabel harga minyak dunia, inflasi dan suku bunga SBI tidak
signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2009 – 2014.
development of stock market is very susceptible to macroeconomic conditions. To
see the progress of stock market, the indicators used is IHSG, which is one of the
stock market index used by the Indonesia Stock Exchange. The purpose of this
study is to analyze the influence of World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation
and Interest Rates on movement Composite Stock Price Index in Indonesia Stock
Exchange during the period 2009-2014.
The sample used in this study is a secondary data, obtained from the
monthly data published by OPEC (Organization of Petroleum Exporting
Countries), Bank Indonesia and Indonesia Stock Exchange and processed using
Multiple Linear Regression Analysis.
Classic assumption test showed normal distribution of data and no
irregularities data. Based on calculations of Anova Test, obtained Farithmetic= 3.232 with a significance F = 0.017. By using a significance level are 0.05 was
obtained value of Ftable = 2.58. Until, Farithmetic (3,232) > F table (2.58), and the significance of F 0,017 < 0,05 so that it can be concluded that the four
independent variables (oil prices, exchange rate, inflation and SBI interest rates)
effect on the movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock
Exchange accepted. In partial exchange rate is significant negative effect. While
variable oil prices, inflation and SBI interest rates is not significant to the
movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock Exchange during
the period from 2009 to 2014.
Keywords: IHSG, World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation, SBI Interest
BAB I PENDAHULUAN
2.1.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ………..15
2.1.6 Harga Minyak Dunia……….……18
2.1.7 Nilai Tukar Rupiah………...20
2.1.8 Inflasi………24
2.1.9 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)……….. 27
2.2 Hubungan Antar Variabel………. 28
2.2.1 Hubungan Harga Minyak Dunia dengan IHSG…….. 28
2.2.2 Hubungan Nilai Tukar dengan IHSG……….. 29
2.2.3Hubungan Inflasi dengan IHSG……….. 30
2.2.4Hubungan Suku Bunga SBI dengan IHSG………... 30
2.3 Penelitian Terdahulu………... 31
2.4 Kerangka Konseptual……….. 35
2.5 Hipotesis………. 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……….…38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……….… 38
3.3 Batasan Operasional………38
3.4 Definisi Operasional………39
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 43
3.6 Jenis Data……… 43
3.7 Metode Pengumpulan Data………..44
3.8 Teknik Analisis Data………....44
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan……….49
4.2. Hasil Penelitian………...…………....51
4. 3 Pembahasan……….………80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..85
5.2Saran………86
DAFTAR PUSTAKA………...88
1.1 Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan IHSG
(Oktober 2013- Desember 2014)……….. 2
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu... 33
3.1 Operasionalisasi Variabel………..42
3.2 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi……….. 47
4.1 Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)………..49
4.2 Perubahan Harga Minyak Dunia………51
4.3 Perubahan Nilai Tukar Rupiah………..53
4.4 Perubahan Tingkat Inflasi………..56
4.5 Perubahan Suku Bunga SBI……….. 58
4.6 Hasil Estimasi Regresi……….. 60
4.7 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov………62
4.8 Hasil Uji Park………65
4.9 Hasil Uji Runs………..66
4.10 Hasil uji Durbin-Watson (DW)……….66
4.11 Hasil Uji Multikolonieritas………67
4.12 Hasil Uji F……… 68
2.1 Kerangka Pemikiran………. 37 4.1 Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual…..63
yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi ekonomi makro
secara umum. Untuk melihat perkembangan pasar modal, indikator yang
digunakan adalah IHSG, yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang
digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,
Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan
di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2014.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of
Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan
diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.
Uji asumsi klasik menunjukkan data terdistribusi normal dan tidak
diperoleh suatu penyimpangan. Berdasarkan hasil perhitungan Uji Anova
diperoleh nilai Fhitung = 3,232 dengan signifikansi F sebesar 0.017. Dengan
menggunakan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,58. Maka
Fhitung (3,232) > Ftabel (2,58), atau signifikansi F sebesar 0,017 < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu harga minyak dunia,
nilai tukar rupiah, inflasi dan suku bunga SBI secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia
diterima. Secara parsial variabel nilai tukar rupiah berpengaruh negatif signifikan.
Sedangkan variabel harga minyak dunia, inflasi dan suku bunga SBI tidak
signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2009 – 2014.
development of stock market is very susceptible to macroeconomic conditions. To
see the progress of stock market, the indicators used is IHSG, which is one of the
stock market index used by the Indonesia Stock Exchange. The purpose of this
study is to analyze the influence of World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation
and Interest Rates on movement Composite Stock Price Index in Indonesia Stock
Exchange during the period 2009-2014.
The sample used in this study is a secondary data, obtained from the
monthly data published by OPEC (Organization of Petroleum Exporting
Countries), Bank Indonesia and Indonesia Stock Exchange and processed using
Multiple Linear Regression Analysis.
Classic assumption test showed normal distribution of data and no
irregularities data. Based on calculations of Anova Test, obtained Farithmetic= 3.232 with a significance F = 0.017. By using a significance level are 0.05 was
obtained value of Ftable = 2.58. Until, Farithmetic (3,232) > F table (2.58), and the significance of F 0,017 < 0,05 so that it can be concluded that the four
independent variables (oil prices, exchange rate, inflation and SBI interest rates)
effect on the movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock
Exchange accepted. In partial exchange rate is significant negative effect. While
variable oil prices, inflation and SBI interest rates is not significant to the
movement of Composite Stock Price Index in Indonesia Stock Exchange during
the period from 2009 to 2014.
Keywords: IHSG, World Oil Prices, Exchange Rate, Inflation, SBI Interest
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian (leading
indicator economic) suatu negara, dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara
dipengaruhi pertumbuhan investasi di negara tersebut. Pasar modal memiliki
fungsi sebagai tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi
investor perorangan maupun institusional, serta sarana bagi perusahaan untuk
mendapatkan dana dari masyarakat (investor).
Perkembangan yang terjadi di dalam pasar modal dapat ditunjukkan oleh
perubahan harga saham yang diperdagangkan. Para investor harus memantau
pergerakan harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena harga
saham adalah informasi yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
return yang akan didapat oleh investor. Kenaikan dan penurunan harga saham
akan mencerminkan seberapa besar return yang akan diperoleh investor. Hal ini
dikarenakan investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan
memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham di masa yang akan datang
(Tandelilin, 2001:3).
Indeks Harga Saham Gabungan menjadi salah satu indikator yang sering
diperhatikan investor ketika berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini
disebabkan karena indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak
simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh, terutama
Perkembangan yang terjadi dalam indeks saham dapat ditunjukkan oleh
perubahan harga saham yang diperdagangkan di bursa efek. Pergerakan harga
saham dapat memberikan petunjuk tentang peningkatan dan penurunan aktivitas
pasar modal bagi investor dalam melakukan transaksi jual beli saham.
Pembentukan harga saham dipengaruhi permintaan dan penawaran para investor
atas saham tersebut. Naik turunya supply dan demand tersebut terjadi karena
banyaknya faktor, baik yang bersifat internal (kinerja perusahaan) maupun
eksternal (kurs, suku bunga, inflasi, harga minyak dunia) (Alwi, 2003: 87).
Tabel 1.1
Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan IHSG
(Oktober 2013- Desember 2014)
Bulan/Tahun Harga Minyak Kurs Inflasi Suku Bunga IHSG (US$/barel) (Rp/US$) (%) SBI (%)
Minyak mentah merupakan komoditas yang memegang peran sangat vital
dalam semua aktifitas perekonomian. Kenaikan harga minyak dunia cenderung
memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan
meningkatnya harga minyak dunia akan membuat naiknya biaya produksi suatu
perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk. Naiknya biaya
produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan
perusahaan melakukan produksi karena hal tersebut akan membuat kinerja dan
profit perusahaan menurun (Blanchard, 2011:153). Turunnya kinerja dan profit
perusahaan akan berdampak pada turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Dari Tabel 1.1 terlihat pada periode Mei 2014 dan Juni 2014 ketika harga
minyak dunia mengalami kenaikan dari US$ 105.44 per barel menjadi US$
107.89 per barel, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode yang sama
mengalami penurunan dari 4893.91 menjadi 4878.58. Peristiwa sebaliknya terjadi
ketika harga minyak dunia pada periode November 2014 dan Desember 2014
mengalami penurunan dari US$ 75.57 per barel menjadi US$ 59.46 per barel,
pada periode yang sama, IHSG mengalami peningkatan dari 5149,89 menjadi
5226.95.
Pergerakan IHSG tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak
dunia. Perusahaan yang bergantung pada teknologi, modal asing, dan bahan –
bahan import, serta perusahaan yang melakukan aktivitas perdagangan
internasional, sangat sensitif terhadap perubahan kurs. Fluktuasi kurs berpotensi
mempengaruhi kondisi internal pada perusahaan yang akhirnya dapat
Nilai tukar (kurs) adalah nilai yang menunjukkan harga atau nilai mata uang
suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang asing. Nilai tukar (kurs)
dapat juga didefenisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu
banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing
(Sukirno, 2006:21). Jika kurs mengalami depresiasi berarti, permintaan terhadap
mata uang dalam negeri menurun atau dengan kata lain terjadi peningkatan
permintaan terhadap mata uang luar negeri (dollar). Ketika nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi, investor cenderung memilih untuk menginvestasikan
dananya dalam bentuk valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin
untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami
penurunan (Tandelilin, 2010:344).
Kondisi ini terlihat pada Tabel 1.1, dimana pada periode Januari 2014
ketika kurs rupiah Rp 12.241/US$ menurun di bulan Februari 2014 menjadi Rp
11.995 (rupiah terapresiasi terhadap dollar), IHSG pada periode yang sama
mengalami peningkatan dari 4418,76 menjadi 4620,22, peristiwa sebaliknya
terjadi pada bulan September 2014 dan Oktober 2014, ketika nilai tukar rupiah
terhadap dollar mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi terhadap dollar) dari
Rp 11.950/US$ menjadi Rp 12.206/US$,, maka IHSG mengalami penurunan dari
5137,58 menjadi 5089,55.
Indikator ketiga yang paling fluktuatif pada Tabel 1.1 adalah tingkat inflasi.
Pada umumnya tekanan inflasi di Indonesia akan meningkat pada pertengahan
tahun yaitu menjelang tahun ajaran baru, saat bulan Ramadhan, menjelang hari
Menurut Sunariyah (2006:20), inflasi merupakan kenaikan harga-harga
barang dan jasa secara terus-menerus. Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang
tinggi mengakibatkan daya beli konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari
segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya faktor produksi dan
menurunkan profitabilitas perusahaan, sehingga inflasi yang tinggi mempunyai
hubungan negatif terhadap ekonomi pasar modal.
Peningkatan inflasi yang terjadi pada November 2013 dari 8,32% menjadi
8,37%, mengakibatkan IHSG mengalami pelemahan dari 4510,63 menjadi
4256,44. Peristiwa ini merupakan dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi, sehingga mengakibatkan naiknya sejumlah harga
komoditas pangan, dan tingginya permintaan selama bulan Ramadhan, Natal dan
Tahun Baru. Inflasi terus merangkak naik hingga akhir tahun 2013 inflasi
mencapai 8,38%, angka ini merupakan catatan inflasi tertinggi sejak tahun 2010
sampai 2014. Laju inflasi mulai mereda pada bulan Februari 2014 namun kembali
naik pada bulan Desember 2014, hal ini disebabkan Pemerintah kembali
menaikkan harga BBM per tanggal 18 November 2014, dan adanya kenaikan tarif
dasar listrik dan gas, sehingga inflasi kembali mencapai angka 8,36%, sedikit
lebih rendah dari inflasi yang terjadi pada tahun 2013.
Tandelilin (2001:213) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi
merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku
bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang
diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga
dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Penjualan
saham yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara
signifikan (Arifin, 2007:119). Hal itu terbukti, pada bulan Oktober 2013 sampai
November 2013, ketika tingkat suku bunga SBI sebesar 6,97% naik menjadi
7,24%, IHSG pada periode yang sama justru mengalami penurunan dari 4510,63
menjadi 4256,44.
Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pergerakan harga minyak
dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, tingkat inflasi, dan suku bunga
SBI, menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan
antara IHSG dan variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai
Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2014)”
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah, apakah
harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh
signifikan secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek
Indonesia ?
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah, untuk menganalisis pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan
suku bunga SBI secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan dan pola pikir tentang pengaruh perubahan harga
minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
b. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi
kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi investor asing maupun
domestik demi peningkatan IHSG di BEI secara berkesinambungan.
c. Bagi Pihak Lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi
berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Investasi
Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan
datang (Tandelilin, 200:3). Harapan keuntungan di masa yang akan datang
merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan keuntungan
yang diharapkan. Dalam konteks investasi harapan keuntungan ini sering disebut
return atau imbal hasil (Tandelilin, 2001:3). Menurut Sunariyah (2003:4)
Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa-masa yang akan datang.
Di samping untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang, ada
beberapa tujuan lain dari sebuah investasi (Tandelilin, 2001:5), yaitu:
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang
2. Mengurangi tekanan inflasi
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain,
seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan
atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha
tertentu.
Menurut Sunariyah (2004:4) investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian
utama yaitu:
1. Investasi dalam bentuk aktiva rill (real asset), berupa aktiva berwujud seperti
emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga (financial asset) berupa
surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva rill yang di
kuasai oleh entitas.
Pemilihan aktiva financial dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat
dilakukan dengan dua cara:
a. Investasi langsung (direct investment)
Investasi langsung dapat diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat
berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go public
dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan
capital gains.
b. Investasi tidak langsung (indirect investment)
Investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki
diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment company) yang
berfungsi sebagai perantara.
Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan.
terus-menerus sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi
tersebut (Tandelilin, 2001:8) adalah sebagai berikut:
1. Penentuan tujuan investasi
2. Penentuan kebijakan investasi
3. Pemilihan strategi portofolio
4. Pemilihan aset
5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
2.1.2 Saham
Ada banyak bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh investor, salah satu
diantaranya adalah saham. Saham adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan (emiten) yang menyatakan bahwa investor yang memiliki surat
berharga tersebut mempunyai hak kepemilikan atas asset-aset perusahaan
(Tandelilin, 2001:18). Menurut Samsul (2006:45), saham adalah tanda bukti
memiliki perusahaan di mana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham
(shareholder atau stockholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat
dianggap sebagai pemegang saham adalah apabila mereka sudah tercatat sebagai
pemegang saham dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS).
Secara umum ada beberapa jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal,
antara lain:
1. Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock)
Setiap pemegang saham atas tunjuk dianggap sebagai pemilik dan memiliki
hak untuk menjual saham tersebut, memperoleh bayaran atas deviden dan
2. Saham Atas Nama (Registered Stock)
Jenis saham ini nama dari pemilik saham terdapat di sertifikat saham dan
tercatat dalam daftar pemegang saham (DPS) perusahaan. Pemegang saham
jenis ini memperoleh hak untuk menjual saham, memperoleh deviden, dan
mengakhiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
3. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki saham istimewa, pemegang
saham ini memiliki hak prioritas yang lebih rendah dibandingkan pemegang
saham preferen terutama pada saat pembagian deviden dan liquidasi
perusahaan.
4. Saham Preferen (Preferren Stock)
Pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dalam pembagian deviden
dan pembagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi dibandingkan
dengan pemegang saham biasa. Selain itu pemegang saham preferen berhak
mengajukan usul pengajuan calon anggota dewan komisaris dan direksi.
2.1.3 Risiko Investasi
Dalam berinvestasi seseorang dihadapkan pada suatu risiko yang dinamakan
risiko investasi, sehingga dalam melakukan investasi seseorang harus selalu
mempertimbangkan tingkat risiko. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan
antara return aktual dengan return yang diharapkan. Semakin besar
perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut
(2003:214), sebagai berikut: “Risk is the change of financial loss or more
formally, the variability of return associated with a given asset”. Artinya bahwa
risiko pada dasarnya adalah perubahan dari kerugian financial atau bisa di
definisikan sebagai variasi dari pengembalian asset.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulakan bahwa risiko adalah
kemungkinan dari investasi yang di lakukan oleh investor mengalami kegagalan
dalam memenuhi tingkat pengembalian yang diharapkan investor.
Adapun jenis-jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh para investor dalam
melakukan kegiatan investasi dikemukakan oleh Reilly (2003:15), diantaranya:
1. Bussiness Risk
Kemungkinan kerugian yang di derita perusahaan karena keuntungan yang
diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan. Business Risk ini
berkaitan dengan cakupan usaha perusahaan.
2. Financial Risk
Risiko yang ditimbulkan dari cara perusahaan membiayai kegiatannya
misalnya: penggunaan utang dalam membiayai asset perusahaan.
3. Liquidity Risk
Adanya ketidakpastian yang timbul pada saat sekuritas berada di pasar
sekunder.
4. Exchange Risk
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestic dengan
5. Country Risk
Risiko ini berkaitan dengan kestabilan politik serta kondisi lingkungan
perekonomian di suatu Negara.
Tandelilin (2001:50), menyebutkan beberapa sumber risiko yang dapat
mempengaruhi besarnya risiko atas surat investasi, antara lain adalah:
1. Risiko Suku Bunga
2. Risiko Pasar
3. Risiko Inflasi
4. Risiko Bisnis
5. Risiko Financial
6. Risiko Likuiditas
7. Risiko Nilai Tukar Mata Uang
8. Risiko Negara
Adapun risiko yang harus dihadapi dalam setiap keputusan investasi
mengharuskan investor untuk berhati-hati dan melakukan analisa serta
pertimbangan yang matang. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup akan
membantu investor dalam mempertimbangkan suatu alternatif investasi. Karena
itu seorang investor atau pelaku investasi yang akan berinvestasi dalam sekuritas
saham sebaiknya memiliki pemahaman mengenai pasar modal, bagaimana proses
berinvestasi pada sekuritas serta karakteristik saham itu sendiri.
Menurut Tandelilin (2001:50), ada beberapa sumber risiko yang bisa
mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber – sumber tersebut antara
1. Risiko sistematis
Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang
terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.
2. Risiko tidak sistematis
Risiko tidak sistematis adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan
pasar secara keseluruhan.
2.1.4 Return Investasi
Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena investor selalu
mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang
dihadapinya. Return adalah harapan keuntungan di masa datang atas investasi
yang dilakukan oleh investor. Tujuan investor dalam berinvestasi adalah
memaksimalkan return. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi
investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2001:47).
Menurut Jogiyanto (2010:205) return dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Return Realisasi (realized return)
Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung
berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah
b. Return ekspektasi (expected return)
Merupakan return saham perusahaan yang diharapkanakan diperoleh oleh
investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah
terjadi, sedangkan return ekspektasi sifatnya belum terjadi.Return realisasi
dibutuhkan dalam menilai Return ekspektasi.
Return saham dalam konteks manajemen investasi merupakan imbalan yang
diperoleh dari investasi yang merupakan imbalan atas keberanian Investor
menanggung resiko atas investasi yang dilakukan. Menurut Tandelilin (2001:48)
return saham terdiri dari :
1. Yield, yaitu cash flow yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang
saham (dalam bentuk deviden),
2. Capital gain (loss), yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian
dengan harga saham pada saat penjualan.
2.1.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Menurut Jogiyanto (2000 : 147), Indeks Harga Saham Gabungan merupakan
angka indeks harga saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga
menghasilkan trend, dan dapat digunakan untuk membandingkan kejadian yang
berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Indeks harga saham
individual sering sekali dipakai sebagai ukuran investor untuk menentukan
perkembangan suatu perusahaan yang terrefleksi dari indeks harga sahamnya.
Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator
Sebuah indeks diharapkan memiliki 5 fungsi yaitu:
1. Sebagai indikator trend pasar
2. Sebagai indikator tingkat keuntungan
3. Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio
4. Menfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif
5. Menfasilitasi berkembangnya produk derivatif.
Sunariyah (2003:127) mengemukakan bahwa ada dua metode perhitungan
Indeks Harga Saham Gabungan yaitu :
1. Metode rata-rata (Average Method)
Merupakan metode dimana harga pasar saham-saham yang masuk dalam
indeks tersebut dijumlah kemudian dibagi dengan suatu faktor pembagi.
IHSG =
∑P∑P e
Dimana :
IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan
P = Harga pasar saham
P = Harga dasar saham
2. Metode rata-rata tertimbang (Weighted Average Method)
Merupakan suatu metode yang menambahkan bobot dalam perhitungan indeks
disamping harga pasar saham-saham yang tercatat dan harga dasar saham.
Pembobotan yang dilakukan dalam perhitungan indeks pada umumnya adalah
jumlah saham yang dikeluarkan.
1)Paasche
Metode ini memperbandingkan kapitalisasi pasar seluruh saham dengan nilai
dasar seluruh saham yang tergantung dalam sebuah indeks. Dalam hal ini
makin besar kapitalisasi suatu saham, maka akan menimbulkan pengaruh yang
sangat besar jika terjadi perubahan harga pada saham yang bersangkutan.
IHSG =
∑ P X∑ P e x
Dimana :
Ps = Harga saham sekarang
Ss = Jumlah saham yang beredar
Pbase= Harga dasar saham
2)Laspreyes
Rumus ini menggunakan jumlah saham yang dikeluarkan pada hari dasar dan
tidak berubah selamanya walaupun ada pengeluaran saham baru.
Indeks = ∑ P X o
∑ P e x o
Dimana :
Ps = Harga saham sekarang
So = Jumlah saham awal
Pbase= Harga dasar saham
Adapun jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi 5 (Lubis, 2006 : 158),
yaitu :
1. Indeks Individual (Individual Index)
3. Indeks LQ 45 (LQ45 Index)
4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau (composite share price index)
5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)
Indeks harga saham gabungan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
IHSG =
�
Keterangan :
IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan
Ht = Harga pada waktu yang berlaku
H0 = Harga pada waktu dasar
2.1.6 Harga Minyak Dunia
Minyak mentah atau crude oil merupakan salah satu energi utama yang
sangat dibutuhkan. Hasil dari pengolahan minyak mentah dapat menjadi energi
untuk melakukan kegiatan produksi. Sebagian besar industri menggunakan
minyak dalam mejalankan kegiatannya, Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari
minyak mentah tidak lepas dari kegiatan kita, seperti bensin yang digunakan
untuk kebutuhan transportasi.
Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari
negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara-negara-negara importir (konsumen). Besarnya
kebutuhan terhadap minyak tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang
berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi
kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan
Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga
minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh
negara-negara penghasil minyak. Cadangan minyak dunia hanya dimiliki oleh beberapa
negara seperti Saudi Arabia, Irak, Iran dan beberapa negara lain. Diantara
persediaan tersebut lebih dari 25% dimiliki oleh Saudi Arabia. Banyak negara
yang masih bergantung pada negara lain dalam pemenuhan suplai minyak
tersebut. Oleh karena itu, sangat mungkin bagi negara penghasil minyak dunia
untuk mendominasi harga minyak di pasar. Sehingga dibutuhkan suatu
mekanisme untuk menentukan harga minyak di pasar dunia agar kebijakan yang
diambil menguntungkan semua pihak. Selain permintaan dan penawaran, harga
minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi
pemasok utama minyak dunia.
Jenis minyak mentah yang di perdagangkan di dunia seperti, West Texas
Intermediate (WTI), Brent Bland, OPEC Basket price dan Russian Export Blend.
Harga minyak mentah dunia diukur dengan harga spot pasar minyak dunia,
umumnya harga minyak yang digunakan menjadi harga standar dunia adalah West
Texas Intermediate (WTI). West Texas Intermediate (WTI) merupakan minyak
mentah yang memiliki kualitas tinggi. Minyak mentah tersebut berjenis
light-sweet dan memiliki kadar belerang yang rendah. Minyak jenis ini sangat cocok
untuk dijadikan bahan bakar energi, karena tingginya kualitas minyak mentah
West Texas Intermediate dijadikan harga standar minyak dunia. Harga minyak
West Texas Intermediate pada umumnya lebih tinggi lima sampai enam dollar per
dollar per barel dibanding harga minyak Brent Bland (useconomy.about.com). Hal
inilah yang menjadi alasan harga minyak WTI menjadi ukuran standar bagi
perdagangan minyak.
Dalam penelitian ini satuan ukuran minyak mentah yang digunakan adalah
barrel. Sedangkan mata uang yang digunakan sebagai alat tukar adalah dollar
Amerika Serikat. Salah satu pemilihan dollar AS sebagai alat tukar minyak adalah
karena mata uang dollar AS dikenal hampir diseluruh dunia.
2.1.7 Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar (kurs) adalah nilai yang menunjukkan jumlah nilai mata uang
dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing
(Sukirno, 2010:397). Nilai Tukar rupiah atau disebut juga kurs rupiah adalah
perbandingan nilai atau harga mata uang rupiah dengan mata uang lain.
Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat
tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang
dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing (Salvatore, 2008 : 67).
Menurut Mankiw (2000 : 115) kurs dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dan
negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dollar AS dan yen Jepang adalah
¥120/US$. Maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang.
Orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayar 120 yen untuk setiap
dollar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin memiliki yen akan
mengacu pada “kurs” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikan
sebagai kurs nominal.
2. Kurs Rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara
dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil
sering disebut term of trade.
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem nilai tukar mata uang
yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate)
Kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi
oleh otoritas moneter. Di dalam sistem nilai tukar mengambang dikenal dua
macam kurs mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni)
Dimana nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar
tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating
exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena
otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floatingexchange rate)
Dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena
otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi
2. Sistem nilai tukar tertambat (peged exchange rate)
Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu
mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan
mata uang negarapartner dagang yang utama“menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami
fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang
yang menjadi tambatannya.
3. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs)
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata
uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada
rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat
mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem
nilai tukar tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari
kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan
tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies)
Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata
uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang
disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam
“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai
tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang
bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan
bobot yang berbeda.
5. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate)
Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama
uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli
valas dalam jumlah tidak terbatas pada nilai tersebut. Nilai tukar biasanya tetap
atau diperbolehkan berfluktuasi dalambatas yang sangat sempit.
Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi
dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate
atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan permintaan dan
penawaran di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai
tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu:
1. Depresiasi (depreciation), yaitu penurunan harga mata uang nasional terhadap
berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya
kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market mechanism)
2. Apresiasi (appreciation), yaitu peningkatan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism)
3. Devaluasi (devaluation), yaitu penurunan harga mata uang nasional terhadap
pemerintah suatu negara.
4. Revaluasi (revaluation), yaitu peningkatan harga mata uang nasional terhadap
berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara.
2.1.8 Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga – harga umum yang berlaku dalam suatu
perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi
adalah persentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding
dengan tahun sebelumnya (Sukirno,2004:27)
Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas
produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga
cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money)
(Tandelilin, 2001:212).
Teori Kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah
karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyarakat
bertambah banyak (Khalwaty, 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber
inflasi menjadi:
a) Demand full inflation
Terjadi karena adanya permintaan agregatif di mana kondisi produksi telah
permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya
mendorong kenaikan harga-harga.
b) Cost push inflation
Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan
tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi
sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai jumlah tertentu.
Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun karena semakin
mahalnya biaya produksi akan meyebabkan kenaikan harga-harga. Kenaikan
biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa
faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga kerja, industri yang
monopolis, kenaikan bahan baku industri, kebijakanpemerintah.
c) Structural approach
Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi dipandang karena
tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan dapat
ditanggulangi dengan melakukan pembenahan pada semua struktur ekonomi.
d) Monetary approach
Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter,
yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar
dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan
uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess demand for
goods).
e) Accounting approach to inflation
harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun Indeks
Harga Konsumen (IHK).
Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya
inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat
pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut
pandang (Khalwaty, 2000:31-35), sebagai berikut:
a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.
2) Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena
adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.
b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:
1) Creeping inflation adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan
berlangsung lambat, karena kenaikan harga-harga berlangsung secara
perlahan-lahan.
2) Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat
yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang
berlangsung sangat cepat.
c. Ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung
perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% per tahun.
2) Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di
antara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.
30-100% per tahun.
4) Inflasi sangat berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui
100% per tahun.
Untuk mengukur laju pertumbuhan tingkat inflasi, ada beberapa cara yang
dapat digunakan (Khalwaty, 2000:35-47), yaitu dengan menggunakan angka
harga umum, angka deflator PNB, indeks harga konsumen atas harga harapan,
indeks harga dalam dan luar negeri, angka deflator GNP dan indeks harga.
2.1.9 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang adalah
surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indoenesia
(BI) sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Tujuan dari penerbitan
SBI adalah untuk menjaga stabilitas moneter, yaitu BI berkewajiban memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dengan suatu paradigma yang dianut yaitu, jumlah uang
primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengelola
kelebihan uang primer tersebut.
Menurut Siamat (2005:455), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat
berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbikan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang jangka pendek dan diperjualbelikan dengan cara diskonto.
Besarnya tingkat suku bunga SBI dijadikan tolak ukur oleh bank-bank
pemerintah, swasta nasional, dan swasta asing dalam menentukan tingkat suku
suku bunga tersebut dapat menjadi salah satu pedoman investor dalam
pengambilan keputusan investasi pada pasar modal. Sebagai wahana alternatif
investasi, pasar modal menawarkan suatu tingkat pengembalian (return) pada
tingkat resiko tertentu. Dengan membandingkan tingkat keuntungan dan resiko
pada pasar modal dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor keuangan,
investor dapat memutuskan bentuk investasi yang mampu menghasilkan
keuntungan yang optimal. Tingkat suku bunga sektor keuangan yang lazim
digunakan sebagai panduan investor disebut juga tingkat suku bunga bebas resiko
(risk free), yaitu meliputi tingkat suku bunga bank sentral dan tingkat suku bunga
deposito. Di Indonesia tingkat suku bunga Bank sentral di proxykan pada tingkat
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia atau SBI (Husnan, 2000:127).
2.2 Hubungan Antar Variabel
Konsep hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.2.1 Hubungan Harga Minyak Dunia dengan IHSG
Menurut Blanchard (2011:153), naiknya harga minyak berpengaruh terhadap
perusahaan baik dalam jangka pendek dan jangka menengah. Dalam jangka
pendek, kenaikan harga minyak mengakibatkan naiknya biaya produksi suatu
perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk. Naiknya biaya
produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan
perusahaan melakukan produksi sehingga kinerja dan profit perusahaan akan
menurun. Dalam jangka menengah kenaikan harga minyak menyebabkan
karyawan yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, hal ini
dilakukan guna menutupi besarnya biaya yang harus ditanggung perusahaan
akibat kenaikan harga minyak tersebut. Peristiwa ini tentu akan mengakibatkan
terjadinya penurunan harga saham perusahaan tersebut, dan berpengaruh terhadap
pergerakan IHSG.
2.2.2 Hubungan Nilai Tukar dengan IHSG
Menurut Samsul (2006:202) depresiasi rupiah akan berpengaruh terhadap
perusahaan go public yang faktor produksinya dari bahan impor karena akan
menurunkan laba dan harga saham. Bagi investor depresiasi rupiah terhadap
dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia menurun. Negara
dengan stabilitas perekonomian yang bagus biasanya memiliki mata uang yang
stabil pula pergerakannya. Negara dengan stabilitas perekonomian yang buruk,
mata uangnya cenderung bergerak tidak menentu dan cenderung melemah
(bappebti.go.id). Kurs inilah yang dianggap sebagai salah satu indikator yang
mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang sehingga investor
cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Melemahnya rupiah
memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena menyebabkan
pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik. Investor tentunya akan
menghindari risiko, sehingga investor akan cenderung memilih untuk
menginvestasikan dananya dalam bentuk valuta asing, dengan membeli dollar
sebanyak mungkin untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan
2.2.3 Hubungan Inflasi dengan IHSG
Kenaikan inflasi memberikan pengaruh negatif bagi investor
(Tandelilin,2001:214), Inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya
perusahaan, namun jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan
pendapatan maka profitabilitas perusahaan akan menurun, yang itu artinya dividen
yang diterima oleh investor juga akan menurun. Apabila banyak investor menjual
sahamnya karena penurunan dividen maka akan berakibat pada turunnya harga
saham, yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan kinerja IHSG. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Samsul (2006:201) yang mengatakan bahwa inflasi
yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat
rendah akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan
pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban.
2.2.4 Hubungan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan IHSG
Menurut Tandelilin (2001:213) tingkat suku bunga yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu
saham. Kenaikan tingkat suku bunga memiliki dampak negatif terhadap setiap
emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba
bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba perusahaan juga menurun
dan akhirnya berakibat turunya harga saham di pasar. Suku bunga yang tinggi
tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi
produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya
dibandingkan investasi dalam bentuk saham. Sehingga investor akan menjual
yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan
(Arifin, 2007:119).
2.3 Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya akan digunakan sebagai bahan
referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
1. Appa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi dan Kurs Rupiah/ Dollar Amerika Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
Bursa Efek Indonesa (BEI)” Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Inflasi
IHK dan kurs rupiah/dollar Amerika secara simultan berpengaruh secara
signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Secara parsial, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di lantai bursa efek
Indonesia. Sedangkan kurs rupiah/dollar Amerika berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
2. Novitasari (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Harga
Minyak Mentah, dan Suku Bunga (BI Rate) Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG)” menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh secara
negatif terhadap IHSG dan harga minyak mentah berpengaruh positif terhadap
IHSG.
3. Hasan dan Mahbobi (2013) dalam penelitian yang berjudul “The Increasing
Influence of Oil Prices On The Canadian Stock Market” menyatakan bahwa
harga minyak memiliki dampak yang signifikan terhadap harga saham di
4. Astuti et al(2012) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar Rupiah, Inflasi dan Indeks Bursa Internasional
Terhadap IHSG” menyatakan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang
signifikan antara tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, inflasi dan indeks
bursa internasional terhadap IHSG.
5. Setiawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Indonesia”, menyatakan bahwa inflasi, tingkat suku
bunga, dan nilai tukar bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
6. Triono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Nilai Tingkat
Suku Bunga SBI, Nilai Kurs dollar US, Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia
dan Harga Emas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI Periode
2005-2010”, menyatakan bahwa Tingkat inflasi, nilai tingkat bunga SBI, Harga minyak dunia dan nilai kurs dollar AS berpengaruh terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
7. Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Modelling
the impact of oil prices on Vietnam’s stock prices” menyatakan bahwa harga saham, harga minyak dan nilai tukar nominal saling mempengaruhi dalam
hubungan jangka panjang. Mereka memperkirakan elastisitas jangka panjang
dan menemukan bahwa harga minyak dan nilai tukar mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap harga saham di Vietnam, dan untuk
jangka pendek harga minyak dan nilai tukar tidak mempunyai pengaruh yang
8. Rahman dan Mustafa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Influencesof
Money Supplay and Oil Price on U.S. Stock Market” menunjukkan bahwa money supplay, harga minyak dan harga saham menunjukkan hubungan yang
saling mempengaruhi. Dengan menggunakan model vektor error-correction
mereka tidak menemukan beberapa titik temu akibat dari arus jangka panjang
money supplay dan harga minyak terhadap harga saham di Amerika,
melainkan supplay money dan harga minyak mempengaruhi harga saham
7 Narayan
Brealey (2006:324) menyatakan bahwa perubahan dalam tingkat bunga,
inflasi, harga minyak, kurs valuta asing, dan kejadian ekonomi makro lain
mempengaruhi hampir semua perusahaan dan tingkat pengembalian saham. Hal
ini juga sesuai dengan teori Tandelilin (2001 : 211) yang mengungkapkan bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara harga saham dengan kinerja ekonomi makro.
Karena itu Investor tentu harus memperhatikan faktor-faktor tersebut agar investasi
yang dilakukannya dapat memberikan hasil yang diharapkan.
Kenaikan harga minyak dunia cenderung memberikan dampak yang negatif
terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan meningkatnya harga minyak dunia
akan membuat naiknya biaya produksi suatu perusahaan dan berdampak pada
naiknya harga jual produk. Naiknya biaya produksi dan harga jual produk tentu
akan berdampak pada kemampuan perusahaan melakukan produksi karena hal
tersebut akan membuat kinerja dan profit perusahaan menurun (Blanchard,
Fluktuasi kurs rupiah juga akan berdampak pada nilai dan harga saham
perusahaan. Ketika kurs mengalami depresiasi hal ini menunjukkan turunnya
permintaan terhadap mata uang dalam negeri (rupiah) dan naiknya permintaan
terhadap mata uang asing (dollar). Ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi,
investor cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk
valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin untuk tujuan spekulatif.
Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami penurunan (Tandelilin,
2010:344).
Selanjutnya, Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat
harga umum dan berlangsung terus menerus (Sunariyah,2006:20). Meningkatnya
harga – harga barang akan menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku, maupun biaya tenaga kerja. Inflasi yang tinggi
akan menjatuhkan harga saham dipasar, sementara inflasi yang sangat rendah
akan berakibat pertumbuhan ekonomi sangat lamban, yang pada akhirnya harga
saham juga bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201).
Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang
ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar
kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di
Indonesia. Tingkat suku bunga yang tinggi dapat menyebabkan investor memilih
untuk menjual sahamnya dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan
atau deposito. Penjualan saham yang serentak akan berdampak pada penurunan
Dengan adanya perubahan yang terjadi pada harga saham yang diakibatkan
oleh adanya pengaruh dari harga minyak, nilai tukar rupiah, inflasi maupun suku
bunga SBI, tentu akan berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan landasan teori, hubungan antar variabel dan hasil penelitian
terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.1
Sumber : Blanchard (2011), Samsul (2006), Tandelilin (2001).
2.5 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori, hasil penelitian terdahulu dan
kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari
penelitian ini adalah, “Harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga
SBI mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan dan parsial terhadap
pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2014”. Harga minyak
dunia (X1)
Nilai Tukar (X2)
Inflasi (X3)
Suku Bunga SBI (X4)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian asosiatif, yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau
menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.2Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs www.idx.co.id.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yaitu dimulai dari bulan Maret 2015 sampai bulan Juli 2015
3.3Batasan Operasional
Batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu :
a. Variabel bebas (independent variabel),
terdiri dari : Harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI.
b. Variabel terikat (dependent variabel) adalah Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG)
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang terdapat di IDX
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (X), adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan pada
variabel terikat.
Adapun yang menjadi variabel bebas dari penelitian ini adalah :
a. Harga minyak dunia (X1)
Merupakan harga minyak mentah dunia yang ditentukan oleh pasar dunia
dimana minyak dunia diperdagangkan. Harga minyak dunia biasanya dihitung
dalam US$ per barel. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
bulanan periode Januari 2009 sampai Desember 2014, yang diambil dari data
yang dipublikasikan OPEC melalui website www.opec.org .
Data pergerakan harga minyak dunia diukur dari perubahan harga minyak
dunia yang dihitung dengan menggunakan rumus:
Perubahan Harga Minyak Dunia = − −
−
Dimana :
HM = Harga Minyak pada bulan t
HM− = Harga minyak pada bulan t-1
b. Nilai Tukar (X2)
Nilai tukar diukur dari perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
bulanan periode Januari 2009 sampai Desember 2010, yang diambil dari data
publikasi Bank Indonesia melalui website www.bi.go.id, satuannya adalah
Data perubahan nilai mata uang rupiah terhadap US$ dapat dihitung dengan
rumus (Madura,2006 : 123) :
Perubahan Nilai Tukar = − −
−
Dimana :
NTt = Nilai Tukar pada bulan t
NTt-1 = Nilai Tukar pada bulan t-1
Apresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan IHSG menguat, demikian
sebaliknya, depresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan IHSG melemah.
c. Inflasi (X3)
Yaitu kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk secara
keseluruhan (Tandelilin, 2001:212). Inflasi diukur dari perubahan laju inflasi.
Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi bulanan
periode Januari 2009 sampai Desember 2014, yang diambil dari data yang
dipublikasikan Bank Indonesia melalui website www.bi.go.id, satuannya adalah
persentase.
Data perubahan tingkat inflasi/ laju inflasi dapat dihitung dengan rumus :
Laju Inflasi = n l i − n l i−
n l i−
d. Suku Bunga SBI (X4)
Tingkat suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sesuai rapat
Dewan Gubernur, dengan return bulanan pada periode Januari 2009 sampai
Desember 2014, yang diambil dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia