• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA 1 MEDAN

ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA, NILAI

TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT

BANK INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2006 – 2009

SKRIPSI

OLEH

TULUS G PASARIBU 060502165 MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

(2)

ABSTRAK

Tulus G Pasaribu (2010). Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Di bawah bimbingan Dra. Nisrul Irawati, MBA, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si. (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. (Penguji I), Dr. Yenni Absah, SE, M.Si. (Penguji II).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data harian dan bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI secara simultan mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2009. Secara parsial, Harga Minyak Dunia berpengaruh secara positf dan tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Nilai Tukar dan Inflasi berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, sedangkan Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala kasihNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,

Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006 – 2009.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah banyak mendapat

dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil. Untuk itu, melalui

kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si., selaku Ketua Departemen

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA., selaku Sekretaris Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. dan Ibu Dr. Yenni Absah, SE, M.Si.

(4)

5. Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Fakultas Ekonomi USU yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengetahuan selama perkuliahan.

6. Seluruh Staf Karyawan di Fakultas Ekonomi USU.

7. Teristimewa Kedua orang tua tercinta (Bpk A. Pasaribu dan Ibu tercinta R.

Br. Hutabarat), serta abang, kakak dan adikku (Bg’ Agung & Ka’ Agung, Bg’

Anggiat & Ka’ Sri, Bg’ Kardo, dan De’ Enta) atas kasih sayang dan

dukungannya.

8. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Gabe, Fredytio, Rudy, Salman, Rade,

Romy, Hendi, Carjoni, Benny, Ceria, Dian, Sonya, Nida, Renita, dan Dety,

atas perhatian dan kebersamaan selama kuliah, serta seluruh teman – teman

Manajemen Stambuk 06, atas bantuan dan dukungannya.

9. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karena keterbatasan pengetahuan penulis dalam pengulasan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapakan adanya saran dan kritik yang

membangun demi penulisan kedepan.

Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2010 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

1. Batasan Operasional ... 10

2. Definisi Operasional ... 10

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 14

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3. Pengukuran Tingkat Inflasi ... 34

(6)

2. Dasar Hukum Penerbitan SBI ... 35

BAB III. GAMBARAN UMUM PERUSAAN A. Sejarah Pasar Modal Indonesia ... 36

B. Prosedur Pendaftaran Sekuritas di BEI ... 41

C. Prosedur Transaksi di BEI ... 41

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Desktriptif ... 43

B. Analisis Statistik ... 51

1. Analisis Regresi Linier Berganda ... 51

2. Uji Asumsi Klasik ... 54

3. Pengujian Hipotesis ... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(7)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 1.1 Pergerakan IHSG, Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,

Inflasi dan Suku Bunga SBI ... 3

Tabel 1.2 Kriteria Pengambilan Keputusan Durbin-Watson ... 19

Tabel 4.1 Perubahan IHSG Januari 2006-Desember 2009 ... 42

Tabel 4.2 Perubahan Harga Minyak Dunia Januari 2006- Desember 2009 45 Tabel 4.3 Perubahan Nilai Tukar Januari 2006-Desember 2009 ... 46

Tabel 4.4 Laju Inflasi Januari 2006-Desember 2009 ... 48

Tabel 4.5 Perubahan Suku Bunga SBI Januari 2006-Desember 2009 ... 50

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Regresi ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji Park Test ... 57

Tabel 4.9 Hasil Uji Runs ... 58

Tabel 4.10 Hasil Uji Uji Durbin-Watson (DW) ... 58

Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 59

Tabel 4.12 Hasil Uji Simultan (Uji-F) ... 60

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 8 Gambar 4.1 Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression

Standardized Residual ... 55

(9)

ABSTRAK

Tulus G Pasaribu (2010). Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Di bawah bimbingan Dra. Nisrul Irawati, MBA, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si. (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. (Penguji I), Dr. Yenni Absah, SE, M.Si. (Penguji II).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data harian dan bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI secara simultan mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2009. Secara parsial, Harga Minyak Dunia berpengaruh secara positf dan tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Nilai Tukar dan Inflasi berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, sedangkan Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan

kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh

karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang menarik

bagi para akademisi dan praktisi pasar untuk mempelajarinya. Pasar modal

memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks

Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu

negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas

kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan

berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada

IHSG.

Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan yang semakin

pesat sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Nilai IHSG

yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi

ekonomi Indonesia yang semakin kondusif. Stabilitas ekonomi yang terjaga

hingga akhir tahun 2007 mendorong kinerja bursa saham di dalam negeri. Indeks

harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 2.745,8

pada akhir bulan Desember 2007 atau naik 52,1 persen dibandingkan akhir tahun

2006.

Moradoglu, et al. (2000) mengemukakan bahwa penelitian tentang

perilaku harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan

(11)

dipengaruhi oleh fluktuasi makroekonomi. Beberapa variabel makroekonomi yang

digunakan antara lain; tingkat inflasi, tingkat bunga, nilai tukar, indeks produksi

industri, dan harga minyak.

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi

dunia. Dalam tahun 2007 ekonomi dunia tumbuh 5,0 persen dengan Asia sebagai

penggerak ekonomi dunia, didorong oleh China, India dan negara-negara

emerging market lainnya (World Economic Outlook, 2009). Tingginya

pertumbuhan ekonomi dunia turut meningkatkan permintaan minyak dunia.

Sementara itu, sisi pasokan dihadapkan pada keterbatasan produksi terutama

negara non OPEC serta kuatnya komitmen negara-negara anggota OPEC untuk

menjaga tingkat produksinya. Memasuki tahun 2008, tekanan eksternal berupa

tingginya harga minyak dunia membuat IHSG di Bursa Efek Indonesia turun 4,3

persen pada periode yang sama. Pada akhir Juli 2008 ketika harga minyak dunia

mencapai US$ 130 per barel membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di

Bursa Efek Indonesia menurun menjadi 2304,5 atau 16,1 persen lebih rendah

dibandingkan akhir tahun 2007.

Keberhasilan bank sentral mengendalikan inflasi dan mempertahankan

kurs Rupiah ke level kondusif terlihat sepanjang tahun 2006 hingga 2007.

Berbagai kebijakan ekonomi telah mampu menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah

terhadap USD. Namun, akhir 2007, Rupiah terus mengalami depresiasi yang

terhenti sejenak dan membaik Pebruari 2008 hingga Maret 2008, dan terus

meningkat tajam hingga Februari 2009, Rupiah mencapai Rp 11.852 per USD.

Naiknya nilai tukar Rupiah terhadap USD diikuti penurunan SBI, hal ini

(12)

Amerika sehingga banyak investor lebih memilih menginvestasikan dananya di

sektor perdagangan valuta asing. Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar Amerika, pemerintah terus menaikkan suku bunga sertifikat

Bank Indonesia (SBI) sejak Mei 2008 dan pada November 2008 mencapai angka

11.21% per bulan.

Tabel 1.1

Pergerakan Harga Minyak Dunia, Inflasi, Suku Bunga SBI Nilai Tukar, dan IHSG

(September 2007 – April 2009)

(13)

Sumber

Tandelilin (2001) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi merupakan

sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang

meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas

investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat

bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan

memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Hal itu terbukti,

terlihat bahwa naiknya suku bunga SBI sejak Mei 2008 diikuti penurunan IHSG

hingga mencapai level 1.241 pada November 2008 dimana suku bunga SBI pada

saat itu merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2007-2008.

Indikator ketiga yang paling fluktuatif pada Tabel 1.1 adalah tingkat inflasi.

Pada umumnya tekanan inflasi di Indonesia akan meningkat pada pertengahan

tahun yaitu menjelang tahun ajaran baru, saat bulan Ramadhan, menjelang hari

raya keagamaan terutama Idul Fitri, serta menjelang Tahun Baru. Selama periode

penelitian, inflasi sangat fluktuatif dari Januari 2006 inflasi menyentuh dua digit

(17%), hal ini terjadi sebagai dampak ditetapkannya kenaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) oleh Pemerintah yang dilakukan dalam rangka menyesuaikan

harga BBM tersebut yang mulai berlaku per 1 Oktober 2005. Fluktuasi inflasi

tampak sangat mempengaruhi pasar modal, khusunya harga saham. Dari tabel 1.1

dapat dilihat bahwa naiknya inflasi membuat IHSG tertekan, dan ketika inflasi

turun Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan.

Harga minyak dunia, nilai tukar, tingkat inflasi dan kebijakan suku bunga

SBI dapat disimpulkan mempunyai peran yang strategis bagi suatu perusahaan

(14)

khususnya perusahaan yang dalam aktivitas produksi dan operasinya banyak

memanfaatkan mata uang asing. Oleh karena mempunyai peran yang strategis

dalam suatu perusahaan, maka tentunya hal ini akan menjadi pertimbangan bagi

investor dalam pengambilan keputusan investasinya. Perilaku keputusan investasi

dari seorang investor dalam suatu pasar modal akan tercermin dari

pergerakan-pergerakan indeks harga saham gabungan pada pasar modal tersebut.

Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pergerakan harga minyak

dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat inflasi, dan suku bunga

ini menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan

antara IHSG dan variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar

Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan IHSG di Bursa

Efek Indonesia.”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: “Apakah terdapat pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan

suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia?”

C. Kerangka Konseptual

Brealey (2006:324) menyatakan bahwa perubahan dalam tingkat bunga,

inflasi, harga minyak, kurs valuta asing, dan kejadian ekonomi makro lain

(15)

saham. Ketika risiko makro yang relevan menjadi positif secara umum, harga

saham naik dan investor meraih keuntungan, ketika variabel yang sama berjalan

sebaliknya, investor merugi.

Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiaanya mengatakan bahwa ada

dua hal bagaimana harga minyak dapat mempengaruhi harga saham. Pertama,

minyak dianggap sebagai kunci dalam proses produksi. Kenaikan harga minyak

meningkatkan biaya produksi, dimana kenaikan biaya produksi ini akan menekan

harga saham gabungan. Kedua, harga minyak juga mempengaruhi pengembalian

saham melalui discount rate yang mempunyai efek negatif terhadap pengembalian

saham.

Pergerakan IHSG sulit dilepaskan begitu saja dari pengaruh berbagai

perubahan kondisi ekonomi makro. Perubahan satu variabel makro ekonomi

memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham

dapat terkena dampak positif, sedangkan saham yang lainnya terkena dampak

negatif. Harga saham emiten yang terkena dampak positif dari kenaikan kurs USD

akan meningkat harga sahamnya di bursa efek, dan sebaliknya. Selanjutnya, IHSG

juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang

dominan dampaknya (Samsul, 2006:202).

Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga umum

dan berlangsung terus menerus, meningkatnya harga – harga barang akan

menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku,

maupun biaya tenaga kerja. Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun

negatif tergantung derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat

(16)

perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang

tinggi akan menjatuhkan harga saham dipasar, sementara inflasi yang sangat

rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi sangat lamban, yang pada akhirnya

harga saham juga bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201).

Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang

ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar

kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di

Indonesia. Peningkatan suku bunga mempunyai korelasi dengan naiknya volume

penjualan saham (Riyatno, 2007). Jika tingkat bunga naik, harga saham akan

turun, dan sebaliknya jika tingkat bunga turun, harga saham akan naik. Namun

demikian, besarnya dampak kenaikan dan penurunan bunga terhadap harga saham

tergantung seberapa besar perubahan bunga tersebut (Samsul, 2006:210).

Sumber: Brealey (2006), Samsul (2006), Narayan dan Narayan (2009), (10/01/2010, diolah)

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual

Harga minyak dunia (X1)

Nilai Tukar (X2)

Inflasi (X3)

Suku Bunga SBI (X4)

(17)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan masih berdasar pada teori yang

relevan dan belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data (Sugiyono, 2005:51). Berdasarkan perumusan masalah dan

kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari

penelitian ini adalah sebagai berikut: “Harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan

suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan IHSG

di Bursa Efek Indonesia”.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisis pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku

bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan

menambah wawasan dan pola pikir tentang pengaruh perubahan harga

minyak dunia, nilai tukar Rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap

pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

(18)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi

kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi investor asing maupun

domestik demi peningkatan IHSG di BEI secara berkesinambungan.

c. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi

bagi berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih

lanjut mengenai pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah, inflasi,

dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG.

F. Metode Penelitian

1. Batasan Operasional

Batasan operasional penelitian yang ditetapkan oleh penulis adalah

meliputi pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, harga minyak dunia,

tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG selama

periode Januari 2006 – Desember 2009 di Bursa Efek Indonesia.

2. Definisi Operasional

Definisi variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Variabel IHSG adalah indikator pasar modal di Indonesia yang terdapat di

Bursa Efek Indonesia. Data pergerakan IHSG diukur dari perubahan IHSG

(dalam Setyawan, 2007) yang dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

Pergerakan IHSG =

IHSGt – IHSGt-1

(19)

Dimana:

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada bulan t

IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada bula t - 1

Data yang digunakan adalah data harian yang kemudian dirata-ratakan

menjadi data bulanan.

IHSG bulanan =

30

IHSGharian

Apabila nilai selisih IHSG positif, pergerakan IHSG disebut menguat dan

jika negatif, maka pergerakan IHSG disebut melemah.

b. Variabel harga minyak dunia merupakan harga minyak mentah dunia yang

ditentukan oleh pasar dunia dimana minyak dunia diperdagangkan. Harga

minyak dunia biasanya dihitung dalam US$ per barel. Dalam penelitian ini

data yang digunakan adalah data harian yang kemudian dirata-ratakan

untuk mendapakan data bulanan dengan menggunakan rumus :

Harga Minyak Duniabulanan = ∑Harga Minyak Duniaharian 30

Data pergerakan harga minyak dunia diukur dari perubahan harga minyak

dunia yang dihitung dengan menggunakan rumus:

Perubahan harga minyak dunia =HMt − HMt−1 HMt1

(20)

HMt-1 = Harga Minyak pada bulan t-1

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan harga

minyak dunia yang diambil dari data yang dipublikasikan OPEC melalui

websit

c. Variabel Nilai Tukar, merupakan penentuan jumlah unit dari suatu mata

uang yang dapat dibeli dengan satu unit mata uang lain (Brigham,

2006:365), maksudnya mengukur nilai suatu valuta suatu negara dari

perspektif valuta negara lain. Nilai tukar diukur dari perubahan nilai tukar

mata uang rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat (US$) setelah

disesuaikan dengan tingkat inflasi (dalam Utami dan Mudjilah, 2003),

dengan menggunakan rumus:

Nilai tukarbulanan =

30

harian tukar nilai

Data perubahan nilai mata uang Rupiah terhadap USD dapat dihitung

dengan rumus (Madura, 2006:123):

Perubahan Nilai Tukar =

Dimana:

NTt = Nilai Tukar pada bulan t

NTt-1 = Nilai Tukar pada bulan t-1

Apabila nilai tukar apresiasi akan membuat pergerakan IHSG menguat,

demikian sebaliknya, depresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan NTt – NTt-1

(21)

d. Variabel Inflasi, yaitu kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk

secara keseluruhan (Tandelilin, 2001: 212). Inflasi diukur dari perubahan

laju inflasi (dalam Utami dan Rahayu, 2003). Data inflasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data inflasi bulanan. Inflasi yang tinggi akan

menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah

akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada

akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban.

Laju Inflasi = Inflasit− Inflasit−1 Inflasit−1

e. Variabel Suku Bunga SBI, yaitu surat berharga yang dikeluarkan oleh

Bank Indonesia dengan return bulanan yang digunakan untuk

menarik/menambah jumlah uang beredar (Agung, 2005). Suku Bunga SBI

diukur dengan perubahan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan

jangka waktu satu bulan yang telah disesuaikan dengan tingkat inflasi

(dalam Utami dan Rahayu, 2003). Data suku bunga yang digunakan dalam

penelitian ini adalah suku bunga SBI 1 bulanan.

Perubahan Suku Bunga SBI =

Dimana:

SBIt = Sertifikat Bank Indonesia pada bulan t

SBIt-1 = Sertifikat Bank Indonesia pada bulan t-1

Penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan

menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga

mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan SBIt – SBIt-1

(22)

mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar

modal. Investor akan membeli saham sehingga harga saham terdorong naik

akibat meningkatnya permintaan saham dan berujung pada pergerakan IHSG.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2005: 72). Penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah harga minyak

dunia, nilai tukar rupiah/US$, inflasi dan tingkat suku bunga SBI

berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Karena yang menjadi obyek

penelitian adalah IHSG, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini

adalah periode indeks harga saham gabungan dari 1 Januari 2006 sampai

31 Desember 2009,

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2005: 73). Sementara penentuan sampel

dalam penelitian ini yaitu menggunakan sampling jenuh atau sampel

sensus, yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah

sampel (n) selama periode penelitian sebanyak 48 sampel. Peneliti

menetapkan pengambilan data secara bulanan mulai Januari 2006 –

(23)

a. Selama periode ini, terdapat pergerakan IHSG harga minyak dunia,

inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI yang konstan dan yang sangat

fluktuatif.

b. Dalam periode ini perekonomian Indonesia yang direfleksikan oleh

IHSG mencatat periode ini sebagai tahun prestasi akibat meningkatnya

harga minyak dunia secara tajam sekaligus tahun keterpurukan karena

krisis yang melanda pasar finansial global.

c. Selama periode ini IHSG, harga minyak dunia, inflasi, nilai tukar, dan

suku bunga SBI mengalami volatilitas yang tinggi akibat krisis finansial

global dan kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas

perekonomian.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di BEI melalui situs

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu dimulai dari bulan Oktober 2009 sampai bulan

Maret 2010.

5. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

meliputi data harga minyak dunia yang dipulikasikan oleh OPEC melalui situs

www.opec.org, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, data tingkat

(24)

melalui website www.bi.go.id dan data pergerakan indeks harga saham

gabungan yang diperoleh melalui situs

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi

pustaka berupa literatur, jurnal, penelitian terdahulu, dan laporan-laporan yang

dipublikasikan untuk medapat gambaran masalah yang akan diteliti serta

melalui data sekunder berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank

Indonesia, Bursa Efek Indonesia, dan OPEC (Organization of Petroleum

Exporting Countries). 7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif dan metode analisis statistik.

a. Metode analisis deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data

yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan

secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai

topik yang dibahas.

b. Metode analisis statistik

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk menguji hipotesis tentang kekuatan variabel independen (

Harga Minyak Dunia (US$), Nilai Tukar Rupiah/US$, Inflasi dan

Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap IHSG, penelitian ini menggunakan

(25)

model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square)

dengan model dasar sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana:

Y = IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

a = konstanta

X1 = Harga Minyak Dunia

X2 = Nilai Tukar Rupiah/US$

X3 = Inflasi

X4 = Tingkat Suku Bunga SBI

b1, b2, b3, b4 = koefisien regresi parsial untuk X1, X2, X3, X4 e = disturbance error (faktor pengganggu/residual)

2. Pengujian Asumsi Klasik

Menentukan ketepatan model regresi perlu dilakukan pengujian atas

beberapa asumsi klasik yang mendasari model regresi sebagai berikut:

a. Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali

(2005: 110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi

normalitas:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

(26)

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

Uji kenormalan data juga dapat dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

terhadap nilai standar residual hasil persamaan regresi. Apabila probabilitas

hasil Uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi

normal, dan demikian sebaliknya.

b. Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005: 91), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atas variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas

atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Uji Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya

(2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1

atau nilai VIF lebih kecil dari 5, maka dapat disimpulkan tidak terjadi

multikolinearitas pada data yang akan diolah.

c. Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

regresi linier terdapat hubungan yang yang kuat baik positif maupun negatif

antar data yang ada pada variabel-variabel penelitian (Umar, 2008:182).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa autokorelasi antara satu dengan

yang lainnya. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu

model regresi, maka dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson

(27)

Tabel 1.2

Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif No decision 4 – du d ≤ 4 – dl Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4 – du Sumber : Umar (2008 : 185)

Keterangan : du = batas atas, dl = batas bawah

d. Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas.

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan

di muka dengan menggunakan alat bantu Statistics Package for Social Science

16.00 (SPSS 16.00).

a. Uji – F (Uji Signifikansi Simultan)

Pengujian ini dilakukan untuk menghetahui apakah semua variabel bebas secara

simultan dapat diterima menjadi model penelitian terhadap variabel terikat.

(28)

Ho : b1 = b2 =b3 =b4 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara

serentak dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan tingkat suku bunga

SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0, Artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara

serentak dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI

terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini nilai

Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat signifikan (α) = 5%. Kriteria

penelitian hipotesis pada uji-F ini adalah:

Ho diterima jika Fhitung≤ Ftabe dan Ha diterima jika Fhitung > Ftabel

b. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel independen

secara parsial terhadap variasi variabel dependen.

Bentuk pengujiannya adalah:

H0 : bi = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari

harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi atau suku bunga SBI terhadap pergerakan

IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Ha : bi ≠0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari harga

minyak dunia, nilai tukar, inflasi atau suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG

di Bursa Efek Indonesia.

Pada penelitian ini nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat

signifikan (α) = 5%. Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t ini adalah :

Ha ditolak (H0 diterima) jika : - ttabel ≤ thitung ≤ttabel

(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Modelling

the impact of oil prices on Vietnam’s stock prices” menyatakan bahwa harga

saham, harga minyak dan nilai tukar nominal saling mempengaruhi dalam

hubungan jangka panjang. Mereka memperkirakan elastisitas jangka panjang dan

menemukan bahwa harga minyak dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap harga saham di Vietnam, dan untuk jangka pendek

harga minyak dan nilai tukar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

harga saham.

Rahman dan Mustafa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Influences

of Money Supplay and Oil Price on U.S. Stock Market” menunjukkan bahwa money supplay, harga minyak dan harga saham menunjukkan hubungan yang

saling mempengaruhi. Dengan menggunakan model vektor error-correction

mereka tidak menemukan beberapa titik temu akibat dari arus jangka panjang

money supplay dan harga minyak terhadap harga saham di Amerika, melainkan supplay money dan harga minyak mempengaruhi harga saham dalam jangka

pendek.

Setyawan (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Net Buying

(Selling) Investor Asing dan Perubahan Kurs Terhadap Pergerakan Indeks Pasar”

menunjukkan bahwa net buying (selling) dan perubahan kurs terbukti sebagai

(30)

bernilai positif maka IHSG akan naik; dan hal ini berlaku bila nilai perubahan

kurs negatif maka kondisi IHSG akan apresiasi.

Agung (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Pengaruh Nilai

Tukar Rupiah, Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap

Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bahwa

variabel nilai tukar dan SBI kurang signifikan mempengaruhi pergerakan IHSG,

sedangkan presentase kepemilikan saham oleh investor asing justru mempunyai

peran yang sangat besar dalam mempengaruhi pergerakan IHSG.

Utami dan Rahayu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan

Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar

Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi” menyatakan bahwa perubahan

profitabilitas, suku bunga, inflasi, dan nilai tukar mempunyai pengaruh secara

signifikan terhadap perubahan harga saham badan usaha selama periode krisis

ekonomi. Secara parsial hanya suku bunga dan nilai tukar mempunyai pengaruh

secara signifikan terhadap harga saham selama periode krisis ekonomi tersebut.

B. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks harga saham adalah ukuran yang didasarkan pada perhitungan

statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham setiap saat

terhadap tahun dasar. Indeks harga saham individual sering sekali dipakai

sebagai ukuran investor untuk menentukan perkembangan suatu perusahaan yang

terrefleksi dari indeks harga sahamnya. Sedangkan indeks harga saham gabungan

sering sekali dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum

(31)

Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan

pergerakan harga saham.di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5

fungsi yaitu:

1. Sebagai indikator trend pasar.

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan.

3. Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio.

4. Menfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif.

5. Menfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan

kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh terutama

fenomena-fenomena ekonomi. Bahkandewasa ini indeks harga saham dijadikan barometer

kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan analisis statistik atas

kondisi pasar terakhir.

Ada beberapa jenis pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan

untuk menghitung indeks yaitu:

1. Menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga saham yang masuk

dalam anggota indeks.

2. Menghitung (geometric mean) dari indeks individual saham yang

masuk dalam anggota indeks.

3. Menghitung rata-rata tertimbang harga pasar.

Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan

metode rata-rata tertimbang termasuk di BEI.

Adapun jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi 3 (Lubis, 2006:158), yaitu:

(32)

2. Indeks Harga Saham Sektoral (Sectoral Index)

3. Indeks LQ 45 (LQ45 Index)

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau (composite share price index)

5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)

Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite)

menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek

Indonesia. Indeks harga saham gabungan dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

IHSG = ���0 x 100

Keterangan :

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan

Ht : Harga pada waktu yang berlaku

H0 : Harga pada waktu dasar

Nilai Pasar

Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari

ini atau disebut sebagai kapitalisasi pasar.

Nilai Dasar

Nilai Dasar adalah nilai yang dihitung berdasarkan harga perdana dari

masing-masing saham atau berdasarkan harga yang telah dikoreksi jika

(33)

tercatat di bursa berubah. Penyesuaian dilakukan agar indeks benar-benar

mencerminkan harga saham.

C. Harga Minyak Dunia

Manusia tidak lepas dari energi. Semua aktifitas yang dilakukan baik kecil

maupun besar pasti membutuhkan energi. Kebutuhan energi suatu negara erat

kaitannya dengan jumlah penduduk dan tingkat perkembangan terutama

perkembangan industri. Kebutuhan energi dunia saat ini masih sangat bergantung

pada bahan bakar fosil terutama minyak bumi. Hampir 2/3 minyak bumi dunia

dikonsumsi oleh negara maju yang notabenenya hanya mampu menghasilkan 1/3

dari total minyak bumi dunia. Sebaliknya negara berkembang yang mampu

menghasilkan 2/3 dari total minyak dunia hanya dapat menikmati 1/3 minyak

dunia. Hal ini menyebabkan harga minyak dunia menjadi sangat penting dalam

perdagangan, mengingat persebaran cadangan minyak yang tidak merata di dunia.

Cadangan minyak dunia hanya dimiliki oleh beberapa negara seperti Saudi

Arabia, Irak, Iran dan beberapa negara lain. Diantara persediaan tersebut lebih

dari 25% dimiliki oleh Saudi Arabia. Banyak negara yang masih bergantung pada

negara lain dalam pemenuhan suplai minyak tersebut. Oleh karena itu, sangat

mungkin bagi negara penghasil minyak dunia untuk mendominasi harga minyak

di pasar. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk menentukan harga minyak

di pasar dunia agar kebijakan yang diambil menguntungkan semua pihak.

Ada beberapa faktor – faktor yang menyebabkan pergerakan harga minyak

(34)

a. Kekhawatiran akan berkurangnya suplai di pasaran akibat turunnya

kapasitas produksi. Minyak merupakan sumber energi yang tak

terbaharui, karenanya jumlah cadangan minyak dunia akan semakin

berkurang seiring dengan bertambahnya penggunaan minyak tersebut.

b. Penutupan/ perbaikan kilang minyak (refineries).

c. Faktor cuaca (badai). Bencana yang dialami negara produsen minyak

sangat mempengaruhi stok di pasar. Bencana alam dapat menyebabkan

kerusakan pada instalasi produksi minyak.

d. Faktor geopolik terutama yang terjadi di wilayah produsen.

e. Faktor melonjaknya permintaan dari negara emerging market terutama

China dan India, serta meningkatnya aksi spekulatif di pasar komoditi.

D. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar (exchange rate) adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap

mata uang negara lain. Terdapat dua cara untuk menyatakan kurs, yaitu:

a. Model Eropa yang sering disebut dengan Inderect Quote. Model ini

merupakan cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta asing

atau antar bank diseluruh dunia. Penetapan kursnya dilakukan berdasarka

beberapa unit mata uang asing dalam negeri.

b. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote. Model ini disebut sebagai

harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik.

1. Sistem Nilai Tukar

Sistem pokok nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

(35)

(flexible exchange rate). Pembedaan ini berdasarkan pada besar cadangan devisa

dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahankan kurs pada

sistem tersebut.(Abimanyu, 2004:8-10)

Berdasarkan besarnya intervensi bank sentral dan cadangan devisa yang

diperlukan untuk mempertahankan berbagai sistem tersebut, terdapat enam sistem

nilai tukar yang dipakai oleh banyak negara di dunia, yaitu :

a. Sistem fixed

Pada sistem fixed , otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk

mempertahankan nilai tukar nata uang sendiri terhadap satu mata uang asing

tertentu.

b. Sistem Adjustable peg

Pada sistem adjustable peg, otoritas moneter terikat untuk mempertahankan

nilai tukar valuta asing. Namun, otoritas moneter berhak mengubah kurs

apabila terjadi perubahan kebijakan.

c. Sistem Crawling peg

Dalam sistem crawling peg, otoritas moneter mengaitkan mata uang dalam

negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing

dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur – angsur dalam

persentase yang kecil.

d. Sistem Managed float

Pada sistem managed float, otoritas moneter tidak terikat untuk

mempertahankan nilai tuakr valuta asing tertentu. Namun, otoritas moneter

secara kontinyu mengintervensi pasar berdasarkan

(36)

e. Sistem Winder band

Pada sistem winder band, otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta

asing mengambang atau berfluktuasi diantara dua titik tertinggi dan

terendah.

f. Sistem free floating

Sistem free floating berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem

fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu

mengintervensi cadangan devisa.

2. Teori Nilai Tukar

Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing

(Berlianta, 2004:18-21).

a) Balance of Payment Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta

ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut.

Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan

permintaan tersebut adalah Balance of Payment.

Apabila Balance of Payment suatu negara mengalami defisit dapat

diartikan bahwa penghasilan (arus uang masuk) lebih kecil daripada

pengeluaran (arus uang keluar), maka permintaan akan valuta asing akan

bertambah guna membayar defisit tersebut, nilai tukarnya akan cenderung

mengalami penurunan dan sebaliknya.

b) Teori Purchasing Power Parity

Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini

(37)

terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut Law of

One Price sebagai dasar. Dalam Law of One Price disebutkan bahwa dengan

asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya

mempunyai harga yang sama.

c) Fisher Effect

Teori ini diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher Effect menyatakan

bahwa tingkat suku bunga nominal di satu negara akan sama dengan tingkat

suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Pernyataan tersebut dapat

digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:

Suku Bunga Nominal = Suku Bunga Riil + Tingkat Inflasi

Dengan kata lain, tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat berbeda

karena tingkat inflasi mereka berbeda.

d) Internasional Fisher Effect

Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect, bahwa pergerakan nilai mata uang

suatu negara di banding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan

suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi dari

International Fisher Effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan

yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke negara yang

mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang suku

bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga

(38)

E. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk

secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi

ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami

permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga

harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan

menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money)

(Tandelilin, 2001:212).

1. Teori Inflasi

Teori Kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi

adalah karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di

masyarakat bertambah banyak (Khalwaty, 2000:15-31). Teori kuantitas

membedakan sumber inflasi menjadi:

a) Demand pull inflation, terjadi karena adanya permintaan agregatif di mana

kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment)

sehingga kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output

(produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga.

b) Cost push inflation. Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika

dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga

faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai

jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun

karena semakin mahalnya biaya produksi akan meyebabkan kenaikan

(39)

didorong oleh beberapa faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga

kerja, industri yang monopolis, kenaikan bahan baku industri, kebijakan

pemerintah.

c) Structural approach. Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi

dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan

dapat ditanggulangi dengan melakukan pembenahan pada semua struktur

ekonomi.

d) Monetary approach. Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu

fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang

yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau

menyimpan uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess

demand for goods).

e) Accounting approach to inflation, diketahui bahwa terjadinya inflasi

bersumber pada perkembangan harga-harga pada kelompok barang dan jasa

yang digunakan untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK).

2. Jenis-jenis Inflasi

Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya

inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat

pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut

pandang (Khalwaty, 2000:31-35), sebagai berikut:

a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.

2) Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena

(40)

b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:

1) Creeping inflation adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan

berlangsung lambat, karena kenaikan harga-harga berlangsung secara

perlahan-lahan.

2) Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat

yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang

berlangsung sangat cepat.

c. Dan jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1) Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung

perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% per tahun.

2) Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di

antara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.

3) Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada di antara

30-100% per tahun.

4) Inflasi sangat berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui

100% per tahun.

3. Pengukuran Tingkat Inflasi

Untuk mengukur laju pertumbuhan tingkat inflasi, ada beberapa cara yang

dapat digunakan (Khalwaty, 2000:35-47), yaitu dengan menggunakan angka

harga umum, angka deflator PNB, indeks harga konsumen, aras harga harapan,

indeks harga dalam dan luar negeri, angka deflator GNP dan indeks harga.

(41)

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral,

salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu

pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.

Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang

terdiri dari giro wajib minimum (reserve requirement), fasilitas diskonto,

himbauan moral dan operasi pasar terbuka. Dalam operasi pasar terbuka Bank

Indonesia dapat melaksanakan transaksi jual beli surat berharga termasuk SBI.

Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu

pendek dengan sistem diskonto.

1. Tujuan Penerbitan SBI

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara

kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang

kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berkelebihan dapat mengurangi

kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk

mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

Besar kecilnya suku bunga SBI sangat tergantung dari kondisi makro yang

berkembang di Indonesia. Peningkatan suku bunga diduga mempunyai korelasi

dengan naiknya volume penjualan saham. Tingkat suku bunga yang ideal jika

besarnya berada di bawah kisaran angka 10. Hal ini berarti tingkat keuntungan

yang diharapkan dari adanya investasi akan menurun dengan cepat jika tingkat

bunga meningkat, sehingga bagi para pelaku ekonomi semakin rendah tingkat

suku bunga adalah semakin baik (Riyatno, 2007).

(42)

Surat keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang

(43)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Pasar Modal Di Indonesia

Bursa efek (pasar modal) yang terbesar di Indonesia adalah Bursa Efek

Jakarta (BEJ) yang juga dikenal dengan nama asingnya sebagai Jakarta Stock

Exchange (JSX) dan Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange

(SSX) yang kini telah bergabung dan diresmikan menjadi Bursa Efek Indonesia.

Sekuritas yang diperdagangkan di BEI adalah saham preferen (preferred stock),

saham biasa (common stock), hak (rights), dan obligasi konvertibel (convertible

bonds).

Era pasar modal di Indonesia dapat di bagi menjadi enam periode. Periode

pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun

yang didirikannya pasar modal yang pertama. Periode kedua adalah periode orde

lama yang dimulai pada tahun 1952. Periode ketiga adalah periode orde baru

dengan diaktifkannya kembali pasar modal pada tahun 1977. Periode keempat

dimulai tahun 1988 adalah periode bangunnya pasar modal dari tidur yang

panjang. Peride kelima adalah periode otomatisasi pasar modal mulai tahun 1995

dan periode keenam adalah periode krisis moneter mulai bulan Agustus 1997.

1. Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda

Pada tangggal 14 Desembeer 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk di

Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “Vereniging voor

Effectenhandel” yang merupkan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia.

Setelah perang dunia 1, pasar modal di Surabaya menadapat giliran dibuka pada

(44)

Karena masih jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga didirikan

oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan di sana juga

merupakan saham-saham perusahaan Belanda dan afiliasinya yang tergabung

dalam Dutch East Idies Trading Agencies. Pasar-pasar modal ini beroperasi

sampai kedatangan Jepang di Indonesia di tahun 1942.

2. Periode kedua (1952-1960): Periode Orde Lama

Jepang meninggalkan Indonesia pada tanggal 1 September 1951 dikeluarkan

Undang-Undang No.12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang No. 15/1952

tentang pasar modal. Juga melalui keputusan Menteri Keuangan No.

289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya

dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.

Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah

yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lainnya

adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya

diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lari ke luar negeri.

Adanya sengketa antara Pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat,

semua bisnis Belanda dinasionalisasi No. 86 tahun 1958. Sengketa ini

mengakibatkan larinya modal Belanda dari tanah Indonesia. Akibatnya mulai

tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak diperdagangkan

lagi di bursa efek Jakarta. Sejak itu aktivitas di Bura Efek Jakarta semakin

menurun.

(45)

Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode

orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini

menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal

(BAPEPAM) dan PT Danareksa. Presiden Suharto meresmikan kembali Bursa

Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977. Periode ini disebut juga dengan

periode tidur yang panjang, karena sampai dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali

perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu hanya 24 perusahaan saja. Kurang

menariknya pasar modal pada periode ini dari segi investor, disebabkan oleh tidak

dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan dividen dikenakan

pajak penghasilan sebesar 15 %.

4. Periode Keempat (1988-1995): Periode Bangun dari Tidur yang Panjang

Selama tiga tahun setelah tahun 1988, saja yaitu sampai tahun 1990, jumlah

perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 127. Sampai dengan

tahun 1996 jumlah perusahaan yang terdaftar menjadi 238. Pada periode ini,

Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional.

Peningkatan dipasar modal disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

a) Permintaan dari investor asing

Investor asing melihat bahwa pasar modal di Indonesia telah maju dengan

pesat dengan periode ini dan mempunyai prospek yang baik. Investor asing

tertarik dengan pasar Indonesia karena dianggap sebagai pasar yang

menguntungkan untuk diversifikasi secara Internasional. Sampai dengan awal

tahun 1995, jumlah kepemilikan oleh investor asing mencapai sebanyak 7,06

milyard lembar atau sekitar 29,61% dari semua sekuritas yang terdaftar.

(46)

Pakto 88 merupakan reformasi tanggal 27 Oktober 1988 yang dikeluarkan

untuk merangsang ekspor non migas, meningkatkan efisiensi dari bank komersial,

membuat kebijaksanaan moneter lebih efektif, meningkatkan simpanan domestik

dan meningkatkan pasar modal. Salah satu hasil dari reformasi pakto 88 adalah

mengurangi reserve requirement dari bank-bank deposito. Akibat dari reformasi

ini adalah pelepasan dana sebesar Rp 4 triliun dari Bank Indonesia ke sektor

keuangan. Akibat lebih lanjut adalah masyarakat mempunyai cukup dana untuk

bermain di pasar saham.

c) Perubahan generasi.

Perubahan kultur bisnis terjadi diperiode ini, yaitu dari kultur bisnis keluarga

tertutup ke kultur bisnis professional yang terbuka yang memungkinkan

profesional dari luar keluarga untuk duduk kursi kepemimpinan perusahaan.

Perubahan radikal menuju ke perusahaan professional terbuka ini juga merupakan

faktor perkembangan pasar modal, yaitu dengan mulai banyaknya perusahaan

keluarga yang go public.

Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek

Surabaya (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya

Stock Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Sampai

kuartal yang ketiga tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat

menjadi 116 saham. Jumlah ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208

emiten saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 191,57 triliun. Semua sekuritas

yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) juaga secara otomatis diperdagangkan

di BES.

(47)

Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas

manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di

bursa. Jika sebelumnya dilantai bursa terlihat dua deret antrian (sebuah untuk

antrian beli dan yang lainnya untuk antrian lainnya) yang cukup panjang untuk

masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi di catat di papan tulis,

maka setelah otomatisasi sekarang yang terlihat dilantai bursa adalah

jaringan-jaringan computer-komputer yang digunakan oleh broker.

6. Periode Keenam (Mulai Agustus 1997): Krisis Moneter.

Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara Asia,

termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Krisis

moneter yang terjadi ini dimuali dari penurunan nilai-nilai mata uang relatif

terhadap Dollar Amerika. Penurunan mata uang ini disebabkan karena spekulasi

dari pedagang-pedagang valas, kurang percayanya masyarakat terhadap mata

uang negaranya sendiri dan kurang kuatnya pondasi perekonomian.

Permintaan Dollar Amerika yang berlebihan mengakibatkan meningkatnya

dan menurunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat

Bank Indonesia (SBI) untuk mengurangi permintaan terhadap Dollar. Tingginya

suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak lagi

tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal karena total return yang di

terima lebih kecil dibanding dengan pandapatan dari bunga deposito. Akibat lebih

lanjut, harga-harga saham di pasar modal mengalami penurunan yang drastis.

Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Agustus sampai akhir tahun 1997

selalu menurun. Periode ini juga dapat diartikan sebagai periode ujian terberat

(48)

B. Prosedur Pendaftaran Sekuritas di BEI.

Sebuah perusahaan yang akan going publik dapat mengikuti prosedur yang

terdiri dari tiga tahapan utama. Yang pertama adalah persiapan diri. Yang kedua

adalah memperoleh ijin registrasi dari BAPEPAM. Yang ketiga adalah melakukan

penawaran perdana ke publik (initial public offering) dan memasuki pasar

sekunder dengan mencatatkan efeknya di bursa.

C. Prosedur Transaksi di BEI

Transaksi perdagangan di BEI menggunakan order-driven market system

dan system lelang kontinyu (continous auction system). Dengan order-driven

market system berarti bahwa pembeli dan penjual sekuritas yang ingin melakukan

transaksi harus melalui broker. Investor tidak dapat langsung melakukan transaksi

di lantai bursa. Hanya broker yang dapat melakukan transaksi jual dan beli

berdasarkan order dari investor. Disamping itu, broker juga dapat melakukan

transaksi untuk membentuk portofolionya sendiri. Masing-masing perusahaan

broker mempunyai staff yagn ditugaskan di bursa. Staf ini disebut dengan

Securities Dealer-Broker Representative.

Sistem lelang kontinyu maksudnya harga transaksi ditentukan oleh

penawaran dan permintaan dari investor. Untuk system manual, harga penjualan

terendah dan harga penawaran tertinggi dari investor diumumkan oleh broker di

bursa, seperti dipasar lelang. Harga transaksi ditentukan jika ada pertemuan antara

(49)

computer. Sistem lelang ini akan terus dilakukan secara kontinyu selama jam

kerja bursa sampai ditemukan harga kesepakatan.

Umumnya transaksi yang terjadi di bursa bukan merupakan transaksi tunai.

Pembayaran dan penyerahan sertifikat diatur pada hari kelima atau hari ke T+4

setelah transaksi terjadi. PT. Kliring Pinjaman Efek Indonesia (KPEI) ditujukan

(50)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data

yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara

objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang

dibahas. Hasil estimasi variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Deskripsi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia periode

tahun 2006-2009.

Tabel 4.1

Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2006 – 2009

Bulan Tahun

Tabel 4.1 menunjukkan perubahan IHSG di Bursa Efek Indonesia setelah

disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada

pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap IHSG selama tahun

2006-2009, ditemukan adanya perubahan indeks yang bernilai positif (+) maupun

(51)

mengalami kenaikan. Apabila perubahan indeks bernilai negatif, menunjukkan

bahwa IHSG mengalami penurunan. IHSG mencatat kenaikan terbesar selama

periode 2006-2009 sebesar 0,201 atau 20,1% yang terjadi pada bulan April tahun

2009. Sedangkan penurunan IHSG terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar

0,314 atau 31,4%.

Perubahan indeks terbesar pada tahun 2006 yang bernilai positif terjadi pada

bulan Aprilsebesar0,107 atau 10,7%. Sedangkan perubahan indeks terbesar yang

bernilai negatif terjadi pada bulan Mei sebesar -0,092 atau sebesar -9,2%. Pada

tahun 2007, perubahan indeks terbesar yang bernilai positif terjadi pada bulan

Desember sebesar0,092 atau 9,2%. Sedangkan perubahan indeks terbesar yang

bernilai negatif terjadi pada bulan Agustussebesar -0,066 atau sebesar -6,6%.

IHSG cenderung mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal ini terlihat

selama tahun 2008 perubahan indeks banyak bernilai negatif, adapun kenaikan

IHSG terbesar terjadi pada bulan Desember sebesar 0,092 atau 9,2%. sedangkan

penurunan IHSG paling besar terjadi pada bulan Oktober sebesar -0,314 atau

sebesar -31,4%.

IHSG cenderung mengalami kenaikan pada tahun 2009. Hal ini terlihat

selama tahun 2009 IHSG mengalami perubahan indeks terbesar yang bernilai

postif selama tahun 2006-2009 yang terjadi pada bulan April sebesar 0,201 atau

sebesar 20,1% sedangkan perubahan indeks yang bernilai negatif terjadi pada

bulan Oktober sebesar -0,040 atau sebesar 4%.

2. Deskripsi Perubahan Harga Minyak Dunia periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.2

(52)

Periode 2006-2009

Sumber : www.opec.org (03/03/2010, diolah)

Tabel 4.2 menunjukkan perubahan harga minyak dunia setelah disesuaikan

dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data

bulanan yang dilakukan terhadap harga minyak dunia selama tahun 2006-2009,

ditemukan adanya perubahan harga yang bernilai positif (+) maupun negatif (-).

Apabila perubahan harga positif, menunjukkan bahwa harga minyak dunia

mengalami kenaikan. Apabila perubahan harga bernilai negatif, menunjukkan

bahwa harga minyak dunia mengalami penurunan.

Harga minyak dunia mencatat kenaikan terbesar selama periode 2006-2009

sebesar 0,200 atau 20% yang terjadi pada bulan Juni tahun 2009. Sedangkan

penurunan harga minyak dunia terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar -0,296

atau -29,6%.

Perubahan harga terbesar pada tahun 2006 yang bernilai positif terjadi pada

bulan Aprilsebesar0,122 atau 12,2%. Sedangkan perubahan harga minyak dunia

terbesar yang bernilai negatif terjadi pada bulan September sebesar -0,138 atau

(53)

0,085 atau 8,5%. Sedangkan perubahan harga minyak dunia terbesar yang

bernilai negatif terjadi pada bulan Januarisebesar -0,123 atau sebesar -12,3%.

Kenaikan harga minyak dunia terbesar pada tahun 2008 yang bernilai positif

terjadi pada bulan Mei sebesar 0,135 atau 13,5%. Sedangkan penurunan harga

minyak dunia terjadi pada bulan Oktober sebesar -0,296 atau 29,6%. Pada tahun

2009 perubahan harga terbesar yang bernilai positif terjadi pada bulan Juni

sebesar 0,200 atau sebesar 20%. Sedangkan penurunan harga minyak dunia

terbesar terjadi pada bulan September sebesar -0,059 atau sebesar 5,9%.

3. Deskripsi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.3

Perubahan Nilai Tukar Periode 2006 – 2009

Bulan Tahun

Tabel 4.3 menggambarkan perubahan Nilai Tukar yang telah disesuaikan

dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data

bulanan yang dilakukan terhadap Nilai Tukar selama tahun 2006-2009, terlihat

pada Tabel 4.3 bahwa nilai tukar berfluktuasi setiap bulannya. Nilai tukar

tersebut diukur dengan perbandingan nilai tukar harian Rupiah terhadap US

(54)

Rupiah terhadap US Dollar tersebut juga dapat bernilai positif atau negatif.

Apabila perubahan nilai tukar bernilai positif, maka Rupiah mengalami depresiasi

atau melemah terhadap US Dollar. Sedangkan jika perubahan nilai tukar bernilai

negatif, maka Rupiah mengalami apresiasi atau menguat nilainya terhadap US

Dollar.

Apresiasi terbesar nilai tukar sepanjang tahun 2006-2009, terjadi pada bulan

April 2009 dimana perubahan nilai tukar sebesar -0,067 atau -6,7%. Dan

depresiasi terbesar dari nilai tukar terjadi pada bulan November 2008 dimana

perubahan nilai tukar sebesar 0,158 atau 15,8%

Apresiasi nilai tukar tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan April dan

Juli yaitu sebesar 0,024 atau 2,4%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi

terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 0,04 atau 4%. Pada tahun 2007, apresiasi

nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 0,026 atau 2,6%.

Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar

0,031 atau 3,1%.

Nilai tukar cenderung mengalami depresiasi pada tahun 2008. Hal itu

terlihat pada Tabel 4.3 banyaknya perubahan nilai tukar yang bernilai positif.

Adapun apresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar

0,036 atau 3,6%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan

November yaitu sebesar 0,158 atau 15,8%.

Nilai tukar cenderung mengalami apresiasi pada tahun 2009. Hal itu terlihat

pada Tabel 4.3 banyaknya perubahan nilai tukar yang bernilai negatif. Adapun

Gambar

Tabel 1.1 Pergerakan Harga Minyak Dunia, Inflasi, Suku Bunga SBI
Tabel 1.2 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Tabel 4.1 Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Tabel 4.2 menunjukkan perubahan harga minyak dunia setelah disesuaikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Pengaruh Inflasi, Ting kat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhad ap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia”.

Analisis Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Dolar Amerika/Rupiah (US$/Rp), Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SBI, DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

Setelah dilakukan penelitian terhadap pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah, harga minyak dunia, harga emas dunia dan indeks hangseng terhadap Indeks

Penelitian yang dilakukan oleh Hismendi dkk (2013) meneliti mengenai Analisis Pengaruh Nilai Tukar, SBI, Inflasi, dan Pertumbuhan GDP terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

Dengan adanya perubahan yang terjadi pada harga saham yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dari harga minyak, nilai tukar rupiah, inflasi maupun suku bunga SBI, tentu

Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah, apakah harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh signifikan secara simultan