BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian (leading
indicator economic) suatu negara, dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara
dipengaruhi pertumbuhan investasi di negara tersebut. Pasar modal memiliki
fungsi sebagai tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi
investor perorangan maupun institusional, serta sarana bagi perusahaan untuk
mendapatkan dana dari masyarakat (investor).
Perkembangan yang terjadi di dalam pasar modal dapat ditunjukkan oleh
perubahan harga saham yang diperdagangkan. Para investor harus memantau
pergerakan harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena harga
saham adalah informasi yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
return yang akan didapat oleh investor. Kenaikan dan penurunan harga saham
akan mencerminkan seberapa besar return yang akan diperoleh investor. Hal ini
dikarenakan investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan
memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham di masa yang akan datang
(Tandelilin, 2001:3).
Indeks Harga Saham Gabungan menjadi salah satu indikator yang sering
diperhatikan investor ketika berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini
disebabkan karena indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak
simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh, terutama
Perkembangan yang terjadi dalam indeks saham dapat ditunjukkan oleh
perubahan harga saham yang diperdagangkan di bursa efek. Pergerakan harga
saham dapat memberikan petunjuk tentang peningkatan dan penurunan aktivitas
pasar modal bagi investor dalam melakukan transaksi jual beli saham.
Pembentukan harga saham dipengaruhi permintaan dan penawaran para investor
atas saham tersebut. Naik turunya supply dan demand tersebut terjadi karena
banyaknya faktor, baik yang bersifat internal (kinerja perusahaan) maupun
eksternal (kurs, suku bunga, inflasi, harga minyak dunia) (Alwi, 2003: 87).
Tabel 1.1
Pergerakan Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan IHSG
(Oktober 2013- Desember 2014)
Minyak mentah merupakan komoditas yang memegang peran sangat vital
dalam semua aktifitas perekonomian. Kenaikan harga minyak dunia cenderung
memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja perusahaan, dimana dengan
meningkatnya harga minyak dunia akan membuat naiknya biaya produksi suatu
perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk. Naiknya biaya
produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan
perusahaan melakukan produksi karena hal tersebut akan membuat kinerja dan
profit perusahaan menurun (Blanchard, 2011:153). Turunnya kinerja dan profit
perusahaan akan berdampak pada turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Dari Tabel 1.1 terlihat pada periode Mei 2014 dan Juni 2014 ketika harga
minyak dunia mengalami kenaikan dari US$ 105.44 per barel menjadi US$
107.89 per barel, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode yang sama
mengalami penurunan dari 4893.91 menjadi 4878.58. Peristiwa sebaliknya terjadi
ketika harga minyak dunia pada periode November 2014 dan Desember 2014
mengalami penurunan dari US$ 75.57 per barel menjadi US$ 59.46 per barel,
pada periode yang sama, IHSG mengalami peningkatan dari 5149,89 menjadi
5226.95.
Pergerakan IHSG tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak
dunia. Perusahaan yang bergantung pada teknologi, modal asing, dan bahan –
bahan import, serta perusahaan yang melakukan aktivitas perdagangan
internasional, sangat sensitif terhadap perubahan kurs. Fluktuasi kurs berpotensi
mempengaruhi kondisi internal pada perusahaan yang akhirnya dapat
Nilai tukar (kurs) adalah nilai yang menunjukkan harga atau nilai mata uang
suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang asing. Nilai tukar (kurs)
dapat juga didefenisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu
banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing
(Sukirno, 2006:21). Jika kurs mengalami depresiasi berarti, permintaan terhadap
mata uang dalam negeri menurun atau dengan kata lain terjadi peningkatan
permintaan terhadap mata uang luar negeri (dollar). Ketika nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi, investor cenderung memilih untuk menginvestasikan
dananya dalam bentuk valuta asing, dengan membeli dollar sebanyak mungkin
untuk tujuan spekulatif. Hal ini menyebabkan permintaan akan saham mengalami
penurunan (Tandelilin, 2010:344).
Kondisi ini terlihat pada Tabel 1.1, dimana pada periode Januari 2014
ketika kurs rupiah Rp 12.241/US$ menurun di bulan Februari 2014 menjadi Rp
11.995 (rupiah terapresiasi terhadap dollar), IHSG pada periode yang sama
mengalami peningkatan dari 4418,76 menjadi 4620,22, peristiwa sebaliknya
terjadi pada bulan September 2014 dan Oktober 2014, ketika nilai tukar rupiah
terhadap dollar mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi terhadap dollar) dari
Rp 11.950/US$ menjadi Rp 12.206/US$,, maka IHSG mengalami penurunan dari
5137,58 menjadi 5089,55.
Indikator ketiga yang paling fluktuatif pada Tabel 1.1 adalah tingkat inflasi.
Pada umumnya tekanan inflasi di Indonesia akan meningkat pada pertengahan
tahun yaitu menjelang tahun ajaran baru, saat bulan Ramadhan, menjelang hari
Menurut Sunariyah (2006:20), inflasi merupakan kenaikan harga-harga
barang dan jasa secara terus-menerus. Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang
tinggi mengakibatkan daya beli konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari
segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya faktor produksi dan
menurunkan profitabilitas perusahaan, sehingga inflasi yang tinggi mempunyai
hubungan negatif terhadap ekonomi pasar modal.
Peningkatan inflasi yang terjadi pada November 2013 dari 8,32% menjadi
8,37%, mengakibatkan IHSG mengalami pelemahan dari 4510,63 menjadi
4256,44. Peristiwa ini merupakan dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi, sehingga mengakibatkan naiknya sejumlah harga
komoditas pangan, dan tingginya permintaan selama bulan Ramadhan, Natal dan
Tahun Baru. Inflasi terus merangkak naik hingga akhir tahun 2013 inflasi
mencapai 8,38%, angka ini merupakan catatan inflasi tertinggi sejak tahun 2010
sampai 2014. Laju inflasi mulai mereda pada bulan Februari 2014 namun kembali
naik pada bulan Desember 2014, hal ini disebabkan Pemerintah kembali
menaikkan harga BBM per tanggal 18 November 2014, dan adanya kenaikan tarif
dasar listrik dan gas, sehingga inflasi kembali mencapai angka 8,36%, sedikit
lebih rendah dari inflasi yang terjadi pada tahun 2013.
Tandelilin (2001:213) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi
merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku
bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang
diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga
dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Penjualan
saham yang serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara
signifikan (Arifin, 2007:119). Hal itu terbukti, pada bulan Oktober 2013 sampai
November 2013, ketika tingkat suku bunga SBI sebesar 6,97% naik menjadi
7,24%, IHSG pada periode yang sama justru mengalami penurunan dari 4510,63
menjadi 4256,44.
Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pergerakan harga minyak
dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, tingkat inflasi, dan suku bunga
SBI, menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan
antara IHSG dan variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai
Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2014)”
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah, apakah harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah, untuk menganalisis pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan
suku bunga SBI secara simultan dan parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan dan pola pikir tentang pengaruh perubahan harga
minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
b. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi
kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi investor asing maupun
domestik demi peningkatan IHSG di BEI secara berkesinambungan.
c. Bagi Pihak Lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi
berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku