• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu

     1 2 1 2 , menjadi nilai C2,

4. Menentukan prosentase kesalahan antara C2 dan C2 aktual melalui Persamaan 2.4, dan % 100 cos cos mod cos x actual t actual t el t estimate Error          ………... (2.5)

5. Nilai kesalahan ini kemudian dapat dirata-rata untuk setiap kelasnya sehingga

dapat diketahui berapa persentase kesalahan pada suatu klasifikasi.

2.9 Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu

Koefisien korelasi (KK) adalah indeks atau bilangan yang digunakan

untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah

dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam

positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ KK ≤ +1) (Hasan, 2008).

Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variable-variabel berkorelasi

positif, artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga

naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1 semakin kuat positifnya.

Jika koefisien korelasi bernilai negatif maka variable-variabel berkorelasi negatif,

artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga naik/turun.

Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1 semakin kuat negatifnya. Jika

koefisien korelasi bernilai 0 (nol) maka variable tidak menunjukkan korelasi. Jika

koefisien korelasi bernilai +1 atau -1 maka variable-variabel menunjukkan

korelasi positif atau negative sempurna (Hasan, 2008).

Koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (KD) adalah angka atau

indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel

atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain

(variabel terikat Y). Nilai koefisien penentu berada antara 0 sampai 1 (0 ≤ KP ≤

1). Jika nilai koefisien penentu (KP) = 0, berarti tidak pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Jika nilai koefisien penentu (KP) = 1

berarti variasi (naik/turunnya) variabel dependen adalah 100% dipengaruhi oleh

variabel independen. Jika nilai koefisien penentu (KP) berada di antara 0 dan 1 (0

< KP < 1) maka besarnya pengaruh variabel independen terhadap variasi

(naik/turunnya) variabel dependen adalah sesuai dengan nilai KP itu sendiri, dan

Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel tersebut,

berikut ini diberikan nilai-nilai KK sebagai patokan (Hasan, 2008).

Table 2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan

No. Interval Nilai Kekuatan Hubungan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KK = 0,00 0,00 < KK ≤ 0,20 0,20 < KK ≤ 0,40 0,40 < KK ≤ 0,70 0,70 < KK ≤ 0,90 0,90 < KK ≤ 1,00 KK = 1,00 Tidak ada

Sangat rendah atau lemah sekali

Rendah atau lemah tapi pasti

Cukup berarti atau sedang

Tinggi atau kuat

Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan

25 3.1 Kerangka Penelitian

3.1.1 Persiapan data

Sebagai langkah awal dari penulisan ini adalah mempersiapkan data

dengan terlebih dahulu menentukan klasifikasi bangunan gedung yang akan

dijadikan objek penulisan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap data yang

diperlukan, dilakukan survey ke instansi terkait ataupun ke penyedia jasa

konstruksi untuk memperoleh data-data kontrak tiap jenis bangunan gedung.

Survey juga dilakukan ke Badan Pusat Statistik (BPS) setempat untuk mengetahui

tingkat inflasi pada waktu tertentu dan data lain yang berkaitan.

3.1.2 Database

Berdasarkan survey dan data-data kontrak tiap jenis bangunan yang akan

dicari, akan diketahui rencana anggaran biaya dan luas bangunan yang

bersangkutan. Dari hasil survey ke Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan akan

diperoleh data inflasi dan data indeks harga konsumen. Indeks harga konsumen

tiap lokasi dipakai untuk normalisasi lokasi karena indeks harga konstruksi belum

ada secara resmi di Indonesia. Rencana anggaran biaya, kapasitas bangunan, data

indeks harga konsumen dan data inflasi inilah yang akan menjadi database dari

3.1.3 Pengolahan data

Pada pengolahan data diawali dengan penentuan real cost pada setiap

fungsi bangunan yang diperoleh dari data RAB yang telah didapat dengan tetap

mengacu pada standar teknis peraturan bangunan gedung. Data biaya yang

diperoleh berasal dari waktu dan lokasi yang berbeda kemudian dinormalisasi.

Normalisasi dilakukan terhadap lokasi dan waktu yang berbeda.

Normalisasi terhadap lokasi dilakukan dengan menggunakan indeks lokasi dari

indeks harga konsumen tiap lokasi. Informasi indeks diperoleh dari BPS dengan

menetapkan lokasi acuan (base location) adalah kota Denpasar. Normalisasi

terhadap waktu dilakukan dengan menggunakan angka inflasi yang dikeluarkan

oleh BPS. Biaya yang dinormalisasi terhadap waktu adalah biaya yang telah

disesuaikan dengan lokasi. Tahun acuan dalam normalisasi terhadap waktu adalah

tahun 2010.

Setelah dilakukan normalisasi, dilanjutkan dengan klasifikasi data,

Klasifikasi data ini untuk melihat perbandingan seberapa besar error yang terjadi

melalui pembagian atau pengelompokan data yang baik menurut aturan tertentu.

Selain itu, untuk melihat apakah dengan diklasifikasikan faktor kapasitas biaya

(m) menjadi lebih spesifik dibandingkan dengan tidak diklasifikasikan. Spesifik nilai m dalam arti memiliki kecenderungan yang sama atau berbeda antara

kapasitas dan biayanya. Klasifikasi dilakukan menurut Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 yang mengklasifikasikan bangunan

sederhana dan tidak sederhana dan klasifikasi menurut jumlah lantai. Eksponen

biaya. Berdasarkan pengeplotan ini kemudian dilakukan analisis hubungan antara

kapasitas dan biayanya dengan model regresi linier sederhana.

3.1.4 Model

Model faktor kapasitas biaya diperoleh dengan analisis hubungan antara

kapasitas dan biayanya. Melalui analisis regresi linier sederhana yang digunakan

dalam penelitian ini, fungsi matematis yang menghubungkan kapasitas dan biaya

bangunannya bisa diketahui. Kapasitas yang dimaksud adalah luas (m2) dan

jumlah orang pemakai. Hasil dari analisis regresi adalah fungsi matematis yang

dapat dikatakan sebagai persamaan regresi. Hasil akhir dari pengembangan faktor

kapasitas biaya adalah nilai faktor kapasitas biaya sesuai dengan fungsi bangunan

dan kapasitas serta batasan atau jangkauan itu dapat berlaku.

Setelah nilai faktor kapasitas biaya (m) sesuai dengan fungsi bangunan dan

kapasitas diketahui, nilai m tersebut disusun pada suatu grafik sesuai slopenya

dengan batasan range untuk slope yang berbeda-beda.

3.1.5 Aplikasi

Pada aplikasi faktor kapasitas biaya, bangunan yang akan dibangun

diestimasi dengan menggunakan data biaya bangunan sebelumnya yang memiliki

karakteristik atau jenis yang sama. Data lampau yang dibutuhkan adalah kapasitas

dan jumlah biayanya. Perhitungan biaya untuk kapasitas yang direncanakan

menggunakan Persamaan 2.1 dengan nilai eksponen faktor kapasitas biaya yang

Salah satu tahap penting dalam pengembangan model adalah melakukan

uji validitasnya. Proses ini meliputi tes dan evaluasi dari model yang

dikembangkan dengan beberapa validasi data. Uji validasi dimaksudkan untuk

mengukur tingkat kesalahan estimasi yang menggunakan faktor kapasitas biaya

terhadap data aktual. Koreksi ini juga melihat seberapa besar penyimpangan dari

estimasi biaya konseptual dengan metode faktor kapasitas biaya. Melalui nilai

koreksi yang dilakukan, diharapkan dapat melihat faktor kapasitas biaya untuk

setiap fungsi bangunan yang lebih mendekati kenyataan atau tingkat kesalahan

yang lebih kecil.

Dokumen terkait