• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL KONSTRUKSI GEDUNG DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL KONSTRUKSI GEDUNG DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI GEDUNG

DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA

I KOMANG SUDIARTA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

(2)

ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL

KONSTRUKSI GEDUNG

DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA

I KOMANG SUDIARTA NIM 0791561042

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

(3)

ii

ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL

KONSTRUKSI GEDUNG

DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KOMANG SUDIARTA NIM 0791561042

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

(4)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30 SEPTEMBER 2011

Mengetahui Pembimbing I,

Ir. Mayun Nadiasa, MT NIP 195708011987021001

Pembimbing II,

Ir. I Nyoman Yuda Astana, MT NIP 196110241987021001

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA NIP 196204041991031002

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 195902151985102001

(5)

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 30 September 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1661/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 30 September 2011

Ketua : Ir. Mayun Nadiasa, MT

Anggota :

1. Ir. I Nyoman Yuda Astana, MT

2. Dr. Ir. I Gusti Agung Adnyana Putera, DEA 3. Ir. I Wayan Yansen, MT

(6)

v

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : I Komang Sudiarta

NIM : 0791561042

Tempat dan Tanggal Lahir : Tabanan, 26 September 1977

Alamat : Br. Belatung, Desa Pandak Gede, Kecamatan

Kediri, Tabanan

Telepon/HP : 08123998852, (0361)7907940

Menyatakan Dengan Sebenarnya Bahwa Tidak Menjiplak Setengah Atau

Sepenuhnya Tesis Orang Lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya, dan apabila di kemudian hari ternyata tidak benar maka

saya bersedia dituntut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Denpasar, 21 Oktober 2011

Hormat saya

I Komang Sudiarta

(7)

vi UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/

Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas asung wara nugraha-Nya tesis ini dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Ir. Mayun Nadiasa, MT dan Ir. Nyoman Yudha

Astana, MT, pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan

kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran selama penulis

mengikuti program magister khususnya dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dr. Ir. I Gusti Agung Adnyana

Putera, DEA selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program

Pascasarjana Universitas Udayana periode sebelumnya dan Prof. Dr. Ir. I Made

Alit Karyawan Salain, DEA selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Program Pascasarjana Universitas Udayana periode sekarang atas kesempatan dan

bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti program magister khususnya

dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Direktur Program

Pascasarjana dan Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di

(8)

vii

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang tulus disertai penghargaan kepada Ir. I Nyoman Suardika, I Nyoman Ardika,

ST dan I Nyoman Anom Purwa Winaya, MSi serta semua teman yang telah

bersumbangsih atas dukungan materi, semangat dan pemikiran serta waktu yang

telah diberikan, tidak lupa pula pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih dan persembahan keberhasilan tesis ini kepada Ir. I Komang

Sudiastawa (almarhum).

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada

keluarga tercinta, Bapak I Made Darma, Ibu Ni Wayan Riti, istriku Komang Ana

Wiryanti ST, anakku Putu Aneira Putri Arvanatha dan seluruh keluarga besar

yang penuh kesabaran dan pengorbanan telah memberikan kepada penulis

kesempatam untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

(9)

viii ABSTRAK

ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL KONSTRUKSI GEDUNG

DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA

Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep atau gambaran secara umum terhadap bangunan yang akan dibangun. Salah satu metode estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung adalah metode faktor kapasitas biaya. Untuk bisa memakai metode faktor kapasitas biaya maka nilai faktor kapasitas biaya harus diketahui terlebih dahulu.

Nilai faktor kapasitas biaya dicari dengan melakukan analisis hubungan antara biaya dan kapasitas dengan memakai model regresi linier sederhana. Analisis hubungan biaya dengan kapasitas dilakukan dengan terlebih dahulu melogaritmiskan biaya dan kapasitas. Nilai slope pada model regresi merupakan faktor kapasitas biaya yang dicari.

Hasil analisis menunjukkan, faktor kapasitas biaya pada kapasitas fisik (luas lantai) untuk bangunan sosial budaya dengan klasifikasi khusus dan jumlah lantai 4 secara berurutan adalah 0,955 dan 0,956; untuk bangunan kantor dengan klasifikasi sederhana, tidak sederhana, jumlah lantai 1, jumlah lantai 2, jumlah lantai 3 secara berurutan adalah 0,993; 1,269; 1,018; 1,228; 1,501; untuk bangunan sekolah dengan klasifikasi jumlah lantai 2 adalah 0,637; sedangkan pada kapasitas fungsional (jumlah pemakai), untuk bangunan sosial budaya dengan klasifikasi khusus dan jumlah lantai 4 secara berurutan adalah 0,947 dan 0,959; untuk bangunan kantor dengan klasifikasi sederhana, tidak sederhana, jumlah lantai 1, jumlah lantai 2, jumlah lantai 3 secara berurutan adalah 1,009; 1,274; 1,055; 1,313 dan 1,514; untuk bangunan sekolah dengan klasifikasi jumlah lantai 2 adalah 0,319. Estimasi biaya konseptual konstruksi gedung selanjutnya diperoleh dengan mengalikan biaya terdahulu yang diketahui dengan hasil perbandingan antara kapasitas yang direncanakan dengan kapasitas yang diketahui berpangkat faktor kapasitas biaya menurut fungsi, klasifikasi dan jenis kapasitasnya masing-masing.

Kata kunci : estimasi biaya konseptual, faktor kapasitas biaya, analisis regresi linier

(10)

ix ABSTRACT

CONCEPTUAL COST ESTIMATION OF BUILDING CONSTRUCTION USING COST CAPACITY FACTOR

Conceptual cost estimation is cost estimation based on the concept or general picture of the building to be constructed. One method of conceptual cost estimation on building construction is the cost capacity factor method. To be able to use the method of the cost capacity factor, the cost of capacity factor values should be known in advance.

Cost capacity factor values are sought by analyzing the relationship between cost and capacity using simple linear regression model. The analysis of the relationship with the cost of capacity was carried out by first logarithming cost and capacity. The value of slope in the regression model is the capacity factor cost sought.

The result of the analysis showed, the capacity factor in the cost of physical capacity (floor area) for social culture building with a special classification and number of 4 floors respectively were 0,955 and 0,956; for office buildings with a simple classification, not simple, a number of floors 1, number of floors 2 and 3 at sequence was 0,993; 1,269; 1,018; 1,228; 1,501; for school buildings with the classification number of floors 2 was 0,637, while the functional capacity (the number of users), for social culture building with a special classification and number of floors 4 was respectively 0,947 and 0,959; for office buildings with a simple classification, not simple, a number of floors 1, number of floors 2 and 3 respectively was 1,009; 1,274; 1,055; 1,313 and 1,514; for school buildings with the classification number of floors 2 was 0,319. Conceptual cost estimation of building construction was obtained by multiplying the known prior costs with the comparative result between the planned capacity with the known capacity powered by cost capacity factor by function, classification and type of capacity respectively.

Key word : conceptual cost estimation, cost capacity factor, linear regression analysis.

(11)

x DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM . ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ... viii

ABSTRACT ... ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR TABEL .... ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

2.1 Perencanaan Biaya Proyek... 5

(12)

xi

2.3 Metode Faktor Kapasitas Biaya ... 8

2.4 Normalisasi ... 10

2.5 Regresi Linier Sederhana ... 12

2.6 Linierisasi Kurve Tidak Linier ... 13

2.7 Bangunan Gedung di Indonesia ... 15

2.8 Validasi ... ... 20

2.9 Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu ... 21

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ... 24

3.1 Kerangka Penelitian ... 24 3.1.1 Persiapan data ... 24 3.1.2 Database ... 24 3.1.3 Pengolahan data ... 25 3.1.4 Model ... 26 3.1.5 Aplikasi ... 26 3.2 Konsep Penelitian ... 27

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Rancangan Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Penentuan Sumber Data ... 29

4.4 Variabel Penelitian ... 30

4.5 Instrumen Penelitian ... 31

4.6 Prosedur Penelitian ... 31

(13)

xii

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1 Umum ... ... 33

5.2 Analisis untuk Menentukan Faktor Kapasitas Biaya ... 35

5.2.1 Normalisasi ... 35

5.2.2 Hubungan biaya dengan luas bangunan ... 39

5.2.2.1 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya ... 39

5.2.2.2 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor 47 5.2.2.3 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah 51 5.2.3 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai ... 55

5.2.3.1 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya ... 58

5.2.3.2 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor dan sekolah ... 65

5.3 Faktor Kapasitas Biaya Bangunan Gedung ... 67

5.4 Validasi Model Faktor Kapasitas Biaya ... 71

5.5 Aplikasi Faktor Kapasitas Biaya ... 78

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1 Simpulan ... ... 82

6.2 Saran ... ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

2.1. Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana SD/MI ... 20

2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 23

5.1 Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor ... 33

5.2 Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit

dan sekolah ... ... 34

5.3 Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor setelah

dinormalisasi ... ... 37

5.4 Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit

dan sekolah setelah dinormalisasi ... 38

5.5 Daftar biaya dan luas lantai bangunan asrama ... 39

5.6 Daftar biaya dan luas lantai bangunan kantor, laboratorium,

puskesmas, rumah sakit dan sekolah ... 40

5.7 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan PerMen P. U.

No. 45/PRT/M/2007 (asrama, laboratorium, kantor, puskermas dan

sekolah)... ... 42

5.8 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan PerMen P. U.

No. 45/PRT/M/2007 (kantor dan rumah sakit) ... 43

5.9 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan jumlah lantai 1 ... 44

5.10 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan

jumlah lantai 2, 3 dan 4 ... 45

(15)

xiv

5.12 Klasifikasi bangunan kantor berdasarkan PerMen P. U.

No. 45/PRT/M/2007 ... 48

5.13 Klasifikasi bangunan kantor berdasarkan jumlah lantai ... 50

5.14 Daftar biaya dan luas lantai bangunan sekolah ... 51

5.15 Klasifikasi bangunan sekolah berdasarkan PerMen

P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 52

5.16 Klasifikasi bangunan sekolah berdasarkan jumlah lantai ... 54

5.17 Jumlah pemakai bangunan gedung sosial budaya

(asrama, kantor, laboratorium dan puskesmas) ... 58

5.18 Jumlah pemakai bangunan gedung sosial budaya

(rumah sakit dan sekolah) ... 59

5.19 Klasifikasi berdasarkan PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007

(khusus dan sederhana) ... 60

5.20 Klasifikasi berdasarkan PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007

(sederhana dan tidak sederhana) ... 61

5.21 Klasifikasi berdasarkan jumlah lantai 1, 2 dan 3 ... 63

5.22 Klasifikasi berdasarkan jumlah lantai 3 dan 4 ... 64

5.23 Model dan faktor kapasitas biaya hasil analisis hubungan biaya

dengan luas bangunan dan biaya dengan jumlah pemakai ... 69

5.24 Error estimate faktor kapasitas biaya hasil analisis hubungan biaya

dengan luas bangunan dan biaya dengan jumlah pemakai ... 75

5.25 Faktor kapasitas biaya menurut klasifikasi dan kapasitasnya setelah

(16)

xv

5.26 Rumusan matematis estimasi biaya konseptual menurut

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

2.1. Bagan Klasifikasi Bangunan Gedung menurut UUBG No. 28/2002 ... 15

3.1. Skema Konsep Model Faktor Kapasitas Biaya... … 28

5.1 Diagram tingkat jumlah masing-masing fungsi bangunan gedung ... 35

5.2 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya ... 41

5.3 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 .... 43

5.4 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 46

5.5 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor ... 48

5.6 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 49

5.7 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 50

5.8 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah ... 52

5.9 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 53

5.10 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 54

5.11 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya ... ... 59

(18)

xvii

5.12 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya

berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 45/PRT/M/2007 ... 62

5.13 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya

berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 64

5.14 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor ... 65

5.15 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor

berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 45/PRT/M/2007 ... 66

5.16 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor

berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 66

5.17 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah ... 66

5.18 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah

berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 45/PRT/M/2007 ... 67

5.19 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel luas lantai, jumlah pemakai dan biaya bangunan kantor

serta klasifikasinya ... 87

Lampiran 2 Tabel luas lantai, jumlah pemakai dan biaya bangunan sekolah

serta klasifikasinya ... 88

Lampiran 3 Error Estimate bangunan sosial budaya yang terklasifikasi

ke dalam bangunan khusus ( hubungan biaya dengan luas ) ... 89

Lampiran 4 Estimate bangunan sosial budaya yang terklasifikasi

ke dalam bangunan berlantai 4 ( hubungan biaya dengan luas ) .. 90

Lampiran 5 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam

bangunan sederhana ( hubungan biaya dengan jumlah

pemakai ) ... 91

Lampiran 6 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam

bangunan tidak sederhana ( hubungan biaya dengan jumlah

pemakai ) ... 92

Lampiran 7 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam

bangunan berlantai 1 ( hubungan biaya dengan jumlah

pemakai ) ... 93

Lampiran 8 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam

bangunan berlantai 2 ( hubungan biaya dengan jumlah

(20)

xix

Lampiran 9 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam

bangunan berlantai 3 ( hubungan biaya dengan jumlah

pemakai ) ... 95

Lampiran 10 Error Estimate bangunan sekolah yang terklasifikasi ke dalam

bangunan berlantai 2 ( hubungan biaya dengan jumlah

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Estimasi biaya merupakan hal penting dalam dunia konstruksi. Estimasi

biaya konstruksi dikerjakan sebelum pelaksanaan fisik konstruksi dilakukan dan

memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen karena estimasi biaya

mempunyai dampak pada kesuksesan proyek dan perusahaan. Keakuratan dalam

estimasi biaya tergantung pada informasi-informasi terbaru dalam bidang

konstruksi yang didapat, disamping pemilihan jenis estimasi biaya yang

dipergunakan.

Secara umum estimasi biaya konstruksi dibedakan menjadi estimasi biaya

konseptual dan estimasi biaya detail. Estimasi biaya konseptual adalah estimasi

biaya berdasarkan konsep atau gambaran secara umum terhadap bangunan yang

akan dibangun, misalnya rumah sederhana, rumah mewah, dan sebagainya.

Melalui estimasi ini diperoleh biaya konseptual yaitu biaya berdasarkan gambaran

umum yang menjadi acuan terhadap konstruksi bangunan yang direncanakan

sebelum biaya detail dihitung. Estimasi biaya detail adalah estimasi biaya

berdasarkan perhitungan secara detail terhadap kuantitas dan biaya satuan tiap

komponen bangunan sehingga diperoleh biaya total yang lebih akurat.

Berbagai metode dipakai dalam melakukan estimasi biaya konseptual

pada konstruksi bangunan gedung. Salah satu metode estimasi biaya konseptual

(22)

faktor kapasitas biaya ini mengambil dasar bahwa terdapat suatu hubungan

diantara beberapa proyek bangunan sejenis namun nilai, luas dan jumlah

pemakainya berbeda. Biaya sebuah bangunan baru diperoleh setelah faktor

kapasitas biaya diketahui. Faktor kapasitas biaya merupakan suatu koefisien pada

masing-masing fungsi bangunan yang diperoleh melalui proses tertentu

berdasarkan data biaya dan ukuran atau kapasitas proyek yang sudah diketahui

dan memiliki jenis yang sama.

Dalam prosesnya, metode faktor kapasitas biaya sebagai salah satu metode

estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung mengklasifikasikan

setiap bangunan untuk mengetahui faktor kapasitas fisik yaitu berupa luas lantai

dan kapasitas fungsional berupa jumlah orang pemakai, pada konstruksi bangunan

gedung yang bersangkutan. Kapasitas fisik berupa luas lantai dan kapasitas

fungsional berupa jumlah orang pemakai, masing-masing diplot bersama-sama

dengan biaya konstruksi bangunan gedung sehingga secara umum terdapat

hubungan antara masing-masing faktor kapasitas biaya dengan biaya konstruksi

bangunan gedung yang dapat dilihat dengan adanya suatu model persamaan.

Masing-masing nilai faktor kapasitas biaya bisa diketahui dari model persamaan

yang telah diperoleh berdasarkan penjelasan di atas.

Metode estimasi biaya konseptual pada negara maju telah banyak dikenal

dan dipergunakan dengan baik dalam dunia konstruksi antara lain untuk

pembuatan fasilitas pabrik proses kimia, peralatan kontrol untuk polusi udara serta

bandara (Abduh,2006). Walaupun demikian, penggunaan metode faktor kapasitas

(23)

banyak dikenal, khususnya di Bali. Selama ini yang banyak dipergunakan dalam

estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung adalah estimasi

parameter menurut fungsi bangunan gedung tersebut atau dengan menggunakan

data masa lalu yang diperbarui dengan menggunakan indeks biaya. Untuk bisa

memakai metode faktor kapasitas biaya dalam melakukan estimasi biaya

konseptual pada konstruksi bangunan gedung maka nilai faktor kapasitas biaya

harus diketahui terlebih dahulu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa nilai faktor kapasitas biaya bangunan gedung pada model estimasi

biaya konseptual bangunan gedung berdasarkan hubungan biaya dengan luas

lantai bangunan dan hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan?

2. Bagaimana menentukan estimasi biaya konseptual konstruksi gedung dengan

faktor kapasitas biaya bangunan gedung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui model biaya bangunan gedung berdasarkan kapasitas fisik

dan kapasitas fungsional.

2. Untuk mengetahui nilai faktor kapasitas biaya pada masing-masing bangunan

gedung sebagai faktor dalam melakukan estimasi biaya konseptual konstruksi

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat melakukan estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung

dengan menggunakan faktor kapasitas biaya.

2. Estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung dengan menggunakan

faktor kapasitas biaya bisa dijadikan sebagai alternatif dalam melakukan

estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung.

1.5 Batasan Masalah

1. Lokasi obyek penelitian dibatasi pada beberapa wilayah di Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

2. Obyek penelitian difokuskan pada bangunan gedung pemerintah menurut

klasifikasi sesuai UUBG No. 28/2002 berupa bangunan gedung sosial budaya

yang terdiri dari bangunan gedung pendidikan, layanan kesehatan dan

pelayanan umum.

3. Jumlah pemakai bangunan gedung pemerintah menurut klasifikasi sesuai

UUBG No. 28/2002 dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku atau

berdasarkan standar perencanaan yang ada.

4. Rencana Anggaran Biaya terdahulu yang dipakai berada pada rentang tahun

(25)

5 2.1 Perencanaan Biaya Proyek

Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang

sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu

perlu dilakukan identifikasi biaya proyek dengan tahapan perencanaan biaya

proyek sebagai berikut :

1. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global berdasarkan

informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan berdasarkan unit biaya

bangunan berdasarkan harga per kapasitas tertentu.

2. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak detail

berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.

3. Tahapan pelelangan , biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar

didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar kerja

yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak pekerjaan.

4. Tahapan pelaksanaan, biaya proyek pada tahapan ini dihitung lebih detail

berdasarkan kuantitas pekerjaan, gambar shop drawing dan metode

pelaksanaan dengan ketelitian yang lebih tinggi.

Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan

(26)

2.2 Estimasi Biaya

Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang

berdasarkan analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan

tertentu dengan hasil seoptimal mungkin. Aspek itu dapat dikelompokkan menjadi

4 tahapan yaitu (Kodoatie, 1995) :

1. Tahapan studi

2. Tahapan perencanaan

3. Tahapan pelaksanaan

4. Tahapan operasi dan pemeliharaan

Pada tahap perencanaan sangat penting untuk memperhatikan perkiraan

biaya untuk membangun proyek karena memiliki fungsi dengan spektrum yang

amat luas bagi masing-masing organisasi peserta proyek dengan penekanannya

yang berbeda-beda. Bagi pemilik, angka yang menunjukkan jumlah perkiraan

biaya akan menjadi salah satu patokan untuk menentukan kelanjutan investasi.

Untuk kontraktor, keuntungan financial yang akan diperoleh tergantung kepada

seberapa jauh kecakapannya membuat perkiraan biaya, bila penawaran harga yang

diajukan terlalu tinggi kemungkinan besar kontraktor yang bersangkutan akan

mengalami kekalahan, sebaliknya bila memenangkan lelang dengan harga terlalu

rendah akan mengalami kesulitan di belakang hari. Untuk konsultan, angka

tersebut diajukan kepada pemilik sebagai usulan jumlah biaya terbaik untuk

berbagai kegunaan sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat tertentu,

kredibilitasnya terkait dengan kebenaran atau ketepatan angka-angka yang

(27)

Perkiraan biaya atau estimasi biaya adalah seni memperkirakan (the art of

approximating) kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas informasi yang tersedia pada waktu itu (Soeharto, 1997).

Dalam prosesnya, tiap-tiap kategori estimasi harus secara hati-hati dipersiapkan

dari tingkat estimasi konseptual sampai pada estimasi detail untuk memperoleh

keakuratan estimasi biaya konstruksi. Keakuratan estimasi biaya konstruksi

seharusnya meningkat sesuai dengan perubahan proyek, dari perencanaan, desain

hingga estimasi akhir pada saat penyelesaian proyek. Hal ini bisa diprediksi dari

estimasi konseptual yang akan membentuk batasan, dengan tingkat keakuratannya

relatif luas terhadap nilai kontrak proyek konstruksi, karena tidak semua

gambaran desain dan detail disebutkan selama perencanaan awal.

Estimasi biaya dibedakan menjadi estimasi biaya konseptual dan estimasi

biaya detail. Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep

bangunan yang akan dibangun. Estimasi biaya konseptual ini bisa disebut juga

sebagai perkiraan biaya pendahuluan. Sebagaimana telah disampaikan

sebelumnya bahwa perkiraan biaya pendahuluan dikerjakan pada tahap konseptual

di mana dalam tahap ini semua aspek yang berkaitan dengan rencana investasi

dikembangkan, dikaji dan disaring untuk sampai pada suatu laporan yang dapat

dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan untuk tahap berikutnya (Soeharto,

1997). Tuntutan yang harus dipenuhi untuk bisa berlanjutnya rencana investasi

adalah kualitas perkiraan biaya yang berkaitan dengan akurasi estimasi biaya

tersebut. Kualitas suatu estimasi biaya yang berkaitan dengan akurasi dan

(28)

a. Tersedianya data dan informasi

b. Teknik atau metode yang digunakan

c. Kecakapan dan pengalaman estimator

d. Tujuan pemakaian perkiraan biaya

Tersedianya data dan informasi memegang peranan penting dalam hal

kualitas perkiraan biaya yang dihasilkan. Hal ini juga memerlukan kecakapan,

pengalaman serta judgement dari estimator dan tergantung pula dengan metode

perkiraan biaya yang dipakai. Terkait dengan metode yang digunakan, dikenal

beberapa metode estimasi biaya yaitu :

1. Metode parametrik

2. Metode dengan memakai daftar indeks harga dan informasi proyek terdahulu

3. Metode menganalisis unsur-unsurnya

4. Menggunakan metode faktor

5. Quantity take off dan harga satuan

6. Unit price

7. Memakai data dan informasi proyek yang bersangkutan

Metode mana yang hendah dipakai tergantung pada keperluan dan tersedianya

data serta informasi pada waktu itu (Soeharto, 1997).

2.3 Metode Faktor Kapasitas Biaya

Estimasi biaya konseptual dapat dilakukan dengan menggunakan data

masa lalu yang diperbarui dengan dasar pemikiran bahwa diantara beberapa

(29)

Pendekatan yang dipakai dalam metode ini adalah mencoba meletakkan dasar

hubungan matematis yang mengaitkan biaya dengan kapasitas tertentu dari objek

(Soeharto, 1997). Metode ini amat praktis untuk melakukan pengujian secara

cepat dalam suatu kegiatan analisis biaya. Hal ini tepat digunakan pada waktu

belum tersedianya data dan informasi untuk membuat perkiraan biaya yang lebih

akurat. Meskipun demikian karena metode ini disusun atas dasar catatan terdahulu

maka pemakaiannya harus hati-hati, perlu dikaji apakah kondisi proyek yang

sedang disiapkan serupa dengan proyek terdahulu sehingga angka-angka yang

diperoleh masih dapat diterapkan (Soeharto, 1997). Rumus matematis yang

menunjukkan hubungan antara biaya dengan kapasitas tertentu seperti tersebut di

atas adalah berupa kurva pangkat seperti pada Persamaan 2.1. di bawah ini :

m Q Q C C        1 2 1 2 ……… (2.1) dengan;

C1= biaya untuk kapasitas yang diketahui (Rp)

C2 = biaya untuk kapasitas yang ingin diketahui (Rp)

Q2 = ukuran/kapasitas fasilitas yang ingin diketahui (m2 atau orang)

Q1 = ukuran/kapasitas fasilitas yang diketahui (m2 atau orang)

m = faktor kapasitas biaya

Faktor kapasitas biaya (m) yang terdapat dalam Persamaan 2.1. diperoleh

dari hasil hubungan biaya dengan kapasitas tertentu suatu objek menggunakan

kurva linier seperti Persamaan 2.2. di bawah ini :

(30)

dengan;

y = biaya, x = kapasitas,

m = faktor kapasitas biaya q = komponen tetap

2.4 Normalisasi

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa estimasi biaya konseptual dapat

dilakukan dengan menggunakan data masa lalu yang diperbarui dengan dasar

pemikiran bahwa diantara beberapa proyek sejenis namun besar dan kapasitasnya

berbeda terdapat suatu korelasi, maka perihal harga di waktu yang lalu dan

korelasinya terhadap tingkat harga saat ini dapat ditemui dalam penerbitan

berkala sebagai indeks harga. Indeks harga adalah angka perbandingan antara

harga pada suatu waktu ( tahun tertentu) terhadap harga pada waktu (tahun) yang

digunakan sebagai dasar (Soeharto, 1997). Dengan memahami dasar teori yang

disampaikan di atas maka dapat diartikan bahwa adanya data masa lalu tentunya

terkait dengan waktu dan lokasinya masing-masing. Perbedaan lokasi yang ada

dapat terkorelasi ke lokasi yang menjadi acuan dan diterjemahkan suatu rumusan

seperti persamaan 2.3. berikut :

L B L B I I C C  ... (2.3) dengan;

CB = biaya menurut lokasi acuan (Denpasar)

(31)

IB = indeks harga konsumen menurut lokasi acuan (Denpasar)

IL = indeks harga konsumen dari suatu lokasi yang diketahui

Demikian juga halnya adanya perbedaan waktu di masa lampau dapat

terkorelasi pada waktu yang menjadi acuan dasar. Persamaan yang mewakilinya

seperti pada Persamaan 2.4.

n lalu sekarang i x Biaya Biaya         100 1 ………... (2.4) dengan; i = angka inflasi

n = selisih waktu (tahun)

Indeks harga konsumen adalah suatu ukuran statistik yang dapat

menunjukkan perubahan-perubahan pada harga komoditas dan jumlah barang

yang diminta oleh konsumen dari waktu ke waktu. Indeks harga konsumen

disusun oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan

dari berbagai sumber relevan, seperti pasar konsumen, produsen,

lembaga-lembaga konsumen dan sebagainya. Penetapan indeks harga konsumen dilakukan

dengan mempergunakan metode tertentu baik dengan indeks angka ditimbang

maupun dengan angka indeks tidak ditimbang. Waktu dasar yang dipergunakan

adalah tahun dimana ekonomi dianggap dalam keadaan stabil dan tidak berjauhan

(32)

Dalam penetapan indeks harga konsumen, ada beberapa faktor yang

dianggap mempunyai pengaruh cukup besar terhadap pembentukan harga

konsumen yaitu :

1. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan politik ekonomi dan moneter serta

politik perdagangan luar negeri.

2. Kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

3. Jumlah permintaan konsumen terhadap komoditas.

4. Kenaikan pendapatan masyarakat.

5. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen.

6. Nilai mata uang jika dibandingkan dengan kurs.

2.5 Regresi Linier Sederhana

Dalam penelitian orang bisa bekerja menggunakan model yang bisa

diartikan sebagai suatu hubungan fungsional antara peubah. Dengan model itu kita

berusaha memahami, menerangkan, mengendalikan dan kemudian

memprediksikan kelakuan sistem yang kita teliti. Model juga menolong dalam

menentukan hubungan kausal antara dua atau lebih peubah. Secara umum model

merupakan penyederhanaan dan abstraksi dari keadaan alam yang sesungguhnya.

Keadaan alam yang ingin diteliti biasanya rumit dan kemampuan kita menelitinya

secara keseluruhan amat terbatas, karena itu kita perlu menyederhanakannya

sesuai dengan kemampuan akal kita menghadapinya. Dari pengalaman di masa

(33)

diteliti, dirumuskan perkiraan kelakuan sistem tersebut dalam berbagai situasi

(Sembiring, 2003).

Model yang dibicarakan ini akan selalu berbentuk fungsi dan regresi

merupakan alat yang ampuh dalam pembentukannya (Sembiring, 2003). Regresi

yang berarti peramalan merupakan alat analisis hubungan yang digunakan untuk

meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya

dengan variabel yang lain melalui persamaan garis regresi. Regresi ini dapat

berbentuk regresi linier yaitu regresi yang memperlihatkan data yang ada dapat

dinyatakan berada pada suatu garis lurus dan regresi non linier yaitu regresi yang

memperlihatkan data yang ada tidak dapat dinyatakan pada suatu garis lurus

(Hasan, 2008).

Regresi linier dapat berupa regresi linier sederhana, yaitu regresi linier

yang hanya melibatkan dua variabel yaitu satu variabel bebas X dan satu variabel

terikat Y dan regresi linier berganda yaitu regresi linier yang melibatkan lebih dari

dua variabel, satu variabel terikat Y dan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, X3,

..., Xn) (Hasan, 2008). Apabila model tersebut diterjemahkan secara matematis

maka Persamaan 2.2. sebagai perwakilannya. Dalam persamaan tersebut, m dan q

disebut koefisien regresi yang nilainya ditentukan dari data, sedangkan y

menyatakan prediksi (Sembiring, 2003).

2.6 Linierisasi Kurve Tidak Linier

Dalam praktek sering dijumpai bahwa sebaran titik-titik pada sistem

(34)

sehingga persamaan 2.2 tidak bisa langsung digunakan. Agar persamaan regresi

linier dapat digunakan untuk mempresentasikan kurve lengkung, maka perlu

dilakukan transformasi koordinat sedemikian rupa sehingga sebaran titik data bisa

dipresentasikan dalam kurve linier. Berikut ini diberikan dua fungsi transformasi

data yang bisa digunakan, yaitu fungsi eksponensial dan fungsi berpangkat.

1) Persamaan berpangkat

Persamaan berpangkat diberikan oleh bentuk berikut ini b2

2x

a

y  dengan

a2 dan b2 adalah koefisien konstan. Persamaan tersebut dapat dilinierkan dengan menggunakan fungsi logaritmik sehingga didapat log y = b2 log x + log a2 yang

merupakan hubungan log-log antara log y dan log x. Persamaan tersebut

mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan b2 dan memotong sumbu log y

pada log a2.

2) Fungsi exponensial

Contoh lain dari kurve tak linier adalah fungsi eksponensial seperti

diberikan oleh bentuk berikut bx 1

1 e a

y  dengan a1 dan b1 adalah konstanta.

Persamaan tersebut dapat dilinierkan dengan menggunakan logaritma natural

sehingga menjadi ln y = ln a1 + b1x ln e, karena ln e = 1, maka ln y = ln a1 + b1x. Persamaan log y = b2 log x + log a2 merupakan hubungan semi logaritmik antara

ln y dan x. Persamaan tersebut mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan

(35)

2.7 Bangunan Gedung di Indonesia

Definisi tentang bangunan gedung dalam Undang-undang Republik

Indonesia nomor 28 tahun 2002 adalah "wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia

melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus".

Untuk memudahkan pengaturan menurut kelompok kegunaan gedung

dalam hal teknis dan administrasi, UUBG No. 28/2002 mengklasifikasikan

bangunan gedung fungsinyaseperti pada Gambar 2.1 dibawah ini :

Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007, bangunan

gedung negara menurut tingkat kompleksitasnya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu

bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus.  Perkantoran  Perdagangan  Penginapan  Industri  Terminal  Penyimpanan  Pariwisata  Masjid  Gereja  Pura  Wihara  Kelenten  Pendidikan  Layanan Kesehatan  Pelayanan Umum  Kebudayaan  Kemiliteran  Reaktor  Dll  R. Tinggal Tunggal  R. Tinggal Deret  R. Tinggal Susun  R. Tinggal Sementara Bangunan Gedung Usaha Keagamaan Sosial Budaya Khusus Hunian

(36)

a. Klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:

1. Gedung yang sudah ada desain prototipenya, atau bangunan gedung dengan

jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2;

2. Bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat;

3. Gedung pelayanan kesehatan: puskesmas; dan

4. Gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d.

2 lantai.

b. Klasifikasi Bangunan tidak Sederhana, antara lain:

1. Gedung yang belum ada desain prototipenya, atau gedung dengan luas di

atas dari 500 m2, atau gedung bertingkat di atas 2 lantai;

2. Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang

bertingkat lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun;

3. Gedung Rumah Sakit Klas A, B,C, dan D; dan

4. Gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung

pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai.

c. Klasifikasi Bangunan Khusus, merupakan bangunan gedung negara yang

memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan

pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Bangunan

tersebut antara lain:

1. Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden,

2. Wisma negara,

(37)

4. Gedung instalasi pertahanan, bangunan POLRI dengan penggunaan dan

persyaratan khusus,

5. Gedung laboratorium,

6. Gedung terminal udara/laut/darat,

7. Stasiun kereta api,

8. Stadion olah raga,

9. Rumah tahanan,

10. Gudang benda berbahaya,

11. Gedung bersifat monumental,

12. Gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri.

Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang diperlukan,

dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 45/PRT/M/2007

dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi

sederhana rata-rata sebesar 9,6 m2 per personil;

2. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi tidak

sederhana rata-rata sebesar 10 m2 per personil;

3. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau

ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara tersendiri (studi

kebutuhan ruang) diluar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan

ditampung.

Desain awal sebuah bangunan harus memperhatikan kapasitas bangunan

(38)

akan direncanakan adalah mengikuti standar perencanaan bangunan menurut jenis

bangunan yang akan dibangun (Neufert,1989). Asrama dengan kamar tidur

terpisah, luas kamarnya lebih besar dari 6 m2, sebaiknya 9 m2. Tempat tidur

sebaiknya tidak disusun berderet dan sebaiknya setiap tempat tidur dilengkapi

lemari pakaian dan barang pribadi yang diletakkan di sisi tempat tidur, aliran

udara harus cukup baik. Tingkat pengawasan penghuni asrama tergantung pada

system yang dianut. Pengawas asrama membutuhkan ruang keluarga dan kamar

tidur masing-masing dengan luas 18 m2 (Neufert,1989).

Daya tampung bangunan perkantoran dapat ditelusuri melalui jenis/bentuk

organisasinya. Berdasarkan bentuk organisasi ini, diketahui jumlah orang menurut

tingkatan jabatannya secara fuugsional. Hal ini, nanti akan mempengaruhi jenis

ruang yang harus tersedia dalam kantor tersebut. Jumlah orang yang

terdeskripsikan melalui struktur organisasi kantor akan menentukan ukuran luas

ruang yang dibutuhkan. Kebutuhan ruang kantor dapat dihitung melalui 2 cara

bersamaan (Neufert,1989), yaitu :

a. Ruang gerak orang (standar ruang perorangan dikalikan jumlah orang)

ditambahkan dengan ruang tambahan untuk sarana penunjang dan faktor untuk

sirkulasi utama,

b. Ruang bebas untuk bukan orang, misal ruang mesin.

Secara ideal ukuran ruang laboratorium ditentukan oleh ukuran

anthropometric, misalnya lebar daun meja diukur berdasarkan daya jangkau

maksimum, menurut teori sekitar 600 tetapi dalam prakteknya berkisar 610 hingga

(39)

berkisar antara 2.100 dan 4.600 tergantung pada disiplin ilmu dan persyaratan

khusus dari penelitian yang dikerjakan. Bila peneliti membentuk kelompok

dengan menggunakan alat bersama maka panjang daun meja bias dikurangi

menjadi sekitar 1.500 per orang. Tinggi meja diukur dari permukaan lantai

berkisar antara 450 untuk pekerjaan kimia hingga 90 untuk pekerjaan yang harus

dilakukan sambil berdiri (Neufert,1989).

Puskesmas sebagai tempat untuk pasien berobat jalan terdiri dari ruang

konsultasi, ruang penyelidikan, ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan.

Pemeriksaan berkala memakan waktu sekitar 3 jam (kira-kira 10 jam per minggu)

dan dilakukan antara pukul 09.00 – 18.00. Setiap dokter dapat menggunakan

sekaligus 2 kegiatan masing-masing dalam satu ruangan. Penggunaan ruang

diperkirakan 9 kali kunjungan per minggu, dimana rumusan perhitungan

kebutuhan ruang adalah jumlah ruang yang dibutuhkan dibagi 9 sama dengan

kegiatan dalam ruang per minggu. Untuk bangunan rumah sakit secara umum

pembangunannya didasarkan pada 2 unsur utama yakni dasar pelayanan dan

konfigurasi tempat tidur. Dalam perhitungan memakai konfigurasi tempat tidur

perbandingan tempat tidur per tim petugas rumah sakit adalah 20 – 30 pasien.

Selain itu perbandingan tempat tidur untuk suatu rumah sakit lingkungan didapat

angka kira-kira 37 – 46 m2 per tempat tidur untuk bagian perawatan dan 46 – 53

m2 per tempat tidur untuk bagian-bagian utama lainnya (Neufert,1989).

Batasan pengertian ruang untuk tahun-tahun awal pada sekolah yang

menjalankan program wajib belajar lebih banyak mengandalkan pada perencanaan

(40)

1. Unsur fasilitas dari ruang kelas utama setempat

2. Unsur fasilitas ruang tertutup yang yang dipakai bersama

3. Unsur fasilitas ruang luar yang dipakai bersama

Perubahan acuan perencanaan dari ruang kelas yang baku menjadi pusat-pusat

ruang menurut acuan baru telah dicoba dengan mengubah beberapa sekolah tua.

Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana bangunan SD/MI dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana SD/MI

Uraian

Tipe SD/MI Satuan

A B C

Jumlah Murid orang Ideal 480 Ideal 240 Min. 90 Jumlah Ruang Kelas buah 12 6 3 Jumlah murid/kelas orang 40 40 30 Jumlah Luas Ruang Kelas m2 672 336 168 Kebutuhan ruang/murid m2

/murid

1,4 1,4 1,87

Kebutuhan Ruang Belajar m2 840 504 168 Kebutuhan Ruang Kantor m2 56 42 - Kebutuhan Ruang Penunjang

(kecuali Kantin, parkir, rumah kepsek, mess guru)

m2 67 52 17

Jumlah Luas Ruang Total m2 963 598 185 Lokasi Kab./ kota Kec. /kel. Desa/daerah

terpencil

Sumber: Petunjuk Teknis Pembangunan Gedung SD/MI No. CT/TB/PELT/TC/SD/001/99

2.8 Validasi

Salah satu tahap penting dalam pengembangan model adalah melakukan

uji validitasnya. Proses ini meliputi tes dan evaluasi dari model yang

dikembangkan dengan beberapa validasi data. Uji validasi dimaksudkan untuk

(41)

terhadap data aktual. Koreksi ini juga melihat seberapa besar penyimpangan dari

estimasi biaya konseptual dengan metode faktor kapasitas biaya. Melalui nilai

koreksi yang dilakukan, diharapkan dapat melihat faktor kapasitas biaya untuk

setiap fungsi bangunan yang lebih mendekati kenyataan atau tingkat kesalahan

yang lebih kecil. Tahapan validasi yang dilakukan meliputi:

1. Menentukan data-data bangunan yang memiliki karakteristik sama pada setiap

fungsi bangunan yang nantinya akan menjadi nilai Q1, Q2, C1 dan C2,

2. Menentukan nilai m, Q1, Q2, C1 dan C2 dari data yang terdapat pada setiap klasifikasi,

3. Input nilai Q1, Q2 dan C1 pada persamaan faktor kapasitas

m Q Q C C        1 2 1 2 , menjadi nilai C2,

4. Menentukan prosentase kesalahan antara C2 dan C2 aktual melalui Persamaan 2.4, dan % 100 cos cos mod cos x actual t actual t el t estimate Error          ………... (2.5)

5. Nilai kesalahan ini kemudian dapat dirata-rata untuk setiap kelasnya sehingga

dapat diketahui berapa persentase kesalahan pada suatu klasifikasi.

2.9 Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu

Koefisien korelasi (KK) adalah indeks atau bilangan yang digunakan

untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah

(42)

dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam

positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ KK ≤ +1) (Hasan, 2008).

Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variable-variabel berkorelasi

positif, artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga

naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1 semakin kuat positifnya.

Jika koefisien korelasi bernilai negatif maka variable-variabel berkorelasi negatif,

artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga naik/turun.

Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1 semakin kuat negatifnya. Jika

koefisien korelasi bernilai 0 (nol) maka variable tidak menunjukkan korelasi. Jika

koefisien korelasi bernilai +1 atau -1 maka variable-variabel menunjukkan

korelasi positif atau negative sempurna (Hasan, 2008).

Koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (KD) adalah angka atau

indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel

atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain

(variabel terikat Y). Nilai koefisien penentu berada antara 0 sampai 1 (0 ≤ KP ≤

1). Jika nilai koefisien penentu (KP) = 0, berarti tidak pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Jika nilai koefisien penentu (KP) = 1

berarti variasi (naik/turunnya) variabel dependen adalah 100% dipengaruhi oleh

variabel independen. Jika nilai koefisien penentu (KP) berada di antara 0 dan 1 (0

< KP < 1) maka besarnya pengaruh variabel independen terhadap variasi

(naik/turunnya) variabel dependen adalah sesuai dengan nilai KP itu sendiri, dan

(43)

Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel tersebut,

berikut ini diberikan nilai-nilai KK sebagai patokan (Hasan, 2008).

Table 2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan

No. Interval Nilai Kekuatan Hubungan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KK = 0,00 0,00 < KK ≤ 0,20 0,20 < KK ≤ 0,40 0,40 < KK ≤ 0,70 0,70 < KK ≤ 0,90 0,90 < KK ≤ 1,00 KK = 1,00 Tidak ada

Sangat rendah atau lemah sekali

Rendah atau lemah tapi pasti

Cukup berarti atau sedang

Tinggi atau kuat

Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan

(44)

25 3.1 Kerangka Penelitian

3.1.1 Persiapan data

Sebagai langkah awal dari penulisan ini adalah mempersiapkan data

dengan terlebih dahulu menentukan klasifikasi bangunan gedung yang akan

dijadikan objek penulisan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap data yang

diperlukan, dilakukan survey ke instansi terkait ataupun ke penyedia jasa

konstruksi untuk memperoleh data-data kontrak tiap jenis bangunan gedung.

Survey juga dilakukan ke Badan Pusat Statistik (BPS) setempat untuk mengetahui

tingkat inflasi pada waktu tertentu dan data lain yang berkaitan.

3.1.2 Database

Berdasarkan survey dan data-data kontrak tiap jenis bangunan yang akan

dicari, akan diketahui rencana anggaran biaya dan luas bangunan yang

bersangkutan. Dari hasil survey ke Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan akan

diperoleh data inflasi dan data indeks harga konsumen. Indeks harga konsumen

tiap lokasi dipakai untuk normalisasi lokasi karena indeks harga konstruksi belum

ada secara resmi di Indonesia. Rencana anggaran biaya, kapasitas bangunan, data

indeks harga konsumen dan data inflasi inilah yang akan menjadi database dari

(45)

3.1.3 Pengolahan data

Pada pengolahan data diawali dengan penentuan real cost pada setiap

fungsi bangunan yang diperoleh dari data RAB yang telah didapat dengan tetap

mengacu pada standar teknis peraturan bangunan gedung. Data biaya yang

diperoleh berasal dari waktu dan lokasi yang berbeda kemudian dinormalisasi.

Normalisasi dilakukan terhadap lokasi dan waktu yang berbeda.

Normalisasi terhadap lokasi dilakukan dengan menggunakan indeks lokasi dari

indeks harga konsumen tiap lokasi. Informasi indeks diperoleh dari BPS dengan

menetapkan lokasi acuan (base location) adalah kota Denpasar. Normalisasi

terhadap waktu dilakukan dengan menggunakan angka inflasi yang dikeluarkan

oleh BPS. Biaya yang dinormalisasi terhadap waktu adalah biaya yang telah

disesuaikan dengan lokasi. Tahun acuan dalam normalisasi terhadap waktu adalah

tahun 2010.

Setelah dilakukan normalisasi, dilanjutkan dengan klasifikasi data,

Klasifikasi data ini untuk melihat perbandingan seberapa besar error yang terjadi

melalui pembagian atau pengelompokan data yang baik menurut aturan tertentu.

Selain itu, untuk melihat apakah dengan diklasifikasikan faktor kapasitas biaya

(m) menjadi lebih spesifik dibandingkan dengan tidak diklasifikasikan. Spesifik nilai m dalam arti memiliki kecenderungan yang sama atau berbeda antara

kapasitas dan biayanya. Klasifikasi dilakukan menurut Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 yang mengklasifikasikan bangunan

sederhana dan tidak sederhana dan klasifikasi menurut jumlah lantai. Eksponen

(46)

biaya. Berdasarkan pengeplotan ini kemudian dilakukan analisis hubungan antara

kapasitas dan biayanya dengan model regresi linier sederhana.

3.1.4 Model

Model faktor kapasitas biaya diperoleh dengan analisis hubungan antara

kapasitas dan biayanya. Melalui analisis regresi linier sederhana yang digunakan

dalam penelitian ini, fungsi matematis yang menghubungkan kapasitas dan biaya

bangunannya bisa diketahui. Kapasitas yang dimaksud adalah luas (m2) dan

jumlah orang pemakai. Hasil dari analisis regresi adalah fungsi matematis yang

dapat dikatakan sebagai persamaan regresi. Hasil akhir dari pengembangan faktor

kapasitas biaya adalah nilai faktor kapasitas biaya sesuai dengan fungsi bangunan

dan kapasitas serta batasan atau jangkauan itu dapat berlaku.

Setelah nilai faktor kapasitas biaya (m) sesuai dengan fungsi bangunan dan

kapasitas diketahui, nilai m tersebut disusun pada suatu grafik sesuai slopenya

dengan batasan range untuk slope yang berbeda-beda.

3.1.5 Aplikasi

Pada aplikasi faktor kapasitas biaya, bangunan yang akan dibangun

diestimasi dengan menggunakan data biaya bangunan sebelumnya yang memiliki

karakteristik atau jenis yang sama. Data lampau yang dibutuhkan adalah kapasitas

dan jumlah biayanya. Perhitungan biaya untuk kapasitas yang direncanakan

menggunakan Persamaan 2.1 dengan nilai eksponen faktor kapasitas biaya yang

(47)

Salah satu tahap penting dalam pengembangan model adalah melakukan

uji validitasnya. Proses ini meliputi tes dan evaluasi dari model yang

dikembangkan dengan beberapa validasi data. Uji validasi dimaksudkan untuk

mengukur tingkat kesalahan estimasi yang menggunakan faktor kapasitas biaya

terhadap data aktual. Koreksi ini juga melihat seberapa besar penyimpangan dari

estimasi biaya konseptual dengan metode faktor kapasitas biaya. Melalui nilai

koreksi yang dilakukan, diharapkan dapat melihat faktor kapasitas biaya untuk

setiap fungsi bangunan yang lebih mendekati kenyataan atau tingkat kesalahan

yang lebih kecil.

3.2 Konsep Penelitian

Untuk menggambarkan konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar di

(48)

Klasifikasi Bangunan Gedung Pengumpulan Data - Survey Data-data Kontrak tiap jenis bangunan BPS Rencana Anggaran Biaya KAPASITAS BANGUNAN Data Indeks Harga Konsumen Data Inflasi Real Cost Standar Teknis Peraturan Bangunan Gedung Normalisasi Data Biaya Klasifikasi Hubungan Kapasitas dan biaya setiap fungsi bangunan : - Menurut Permen No. 45/PRT/M/2007 - Menurut jumlah lantai

Plot Hubungan dengan algoritma untuk menentukan

nilai m                  o n o n Q Q m C C ln ln Model Faktor Kapasitas Biaya dari persamaan garis linier

dengan nilai m yang memiliki batas kapasitas tertentu

OUTPUT : Nilai m sesuai range, klasifikasi bangunan dan kapasitas. Listing nilai m pada satu tabel sesuai slopenya dengan batasan range untuk slope yang berbeda-beda

Bangunan yang akan dibangun diestimasi dengan menggunakan data biaya bangunan sebelumnya yang

memiliki jenis yang sama. Input data: kapasitas rencana

(Q2), C1 & Q1 bangunan lampau ESTIMASI BIAYA m Q Q C C        1 2 1 2 Dimana:

C1 = biaya yang diketahui C2 = biaya yang ingin diketahui Q2 = ukuran /kapasitas yang ingin

diketahui

Q1 = ukuran /kapasitas yang diketahui m = faktor kapasitas biaya

(49)

30 4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian diawali dengan pengumpulan data RAB bangunan yang

tergolong fungsi sosial budaya dan dikelompokkan pada masing-masing fungsi

yang lebih spesifik. Real cost dari RAB ditentukan, selanjutnya dilakukan

normalisasi terhadap tempat dan waktu. Jumlah orang pemakai masing-masing

bangunan dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku atau dasar acuan standar

yang ada. Analisis hubungan biaya dengan kapasitas dilakukan dengan terlebih

dahulu melogaritmiskan biaya dan kapasitas. Nilai faktor kapasitas yang didapat

dari analisis hubungan tersebut diplot dalam satu tabel, dan nilai-nilai tersebut

diuji dan dicari tingkat kesalahannya. Selanjutnya akan diketahui nilai faktor

kapasitas masing-masing fungsi bangunan beserta dengan klasifikasinya.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten

Badung, Provinsi Bali yang dilaksanakan pada tahun 2009/2010.

4.3 Penentuan Sumber Data

Sumber data yang dimaksud adalah Dokumen Kontrak pembangunan

gedung yang dimiliki penyedia jasa konstruksi yang berada di wilayah Kota

(50)

disesuaikan dengan rencana klasifikasi yang sudah ditetapkan yakni bangunan

gedung pemerintah menurut klasifikasi sesuai UUBG No. 28/2002 berupa

bangunan gedung sosial budaya yang terdiri dari bangunan gedung pendidikan,

layanan kesehatan, pelayanan umum dan kebudayaan dari beberapa kurun waktu

tertentu sehingga data yang terkumpul dapat langsung dikelompokkan menurut

fungsinya. Tujuan klasifikasi bangunan ini untuk memudahkan ketika survei.

Jumlah data sebagai sampel yang diharapkan bisa terpenuhi setidaknya memenuhi

batasan minimum dari populasi yang ada.

Metode pengumpulan data, selain dengan cara mendatangi langsung

penyedia jasa konstruksi untuk memperoleh informasi mengenai data bangunan

dari dokumen kontrak juga melakukan browsing internet untuk memperoleh

data-data pendukung.

Informasi data, selain dari dokumen kontrak yang akan menunjang

pengolahan data juga dari data inflasi dan indeks konsumen yang diperoleh dari

website Badan Pusat Statistik. Data penunjang, selain dari data di atas juga dari

standar peraturan pedoman bangunan sesuai fungsi gedung yang diteliti yaitu

bangunan pendidikan dasar mengikuti peraturan dari Dikdasmen, pendidikan

tinggi mengikuti peraturan menurut Dikti, dan bangunan perkantoran pemerintah

mengikuti peraturan menurut Permen.

4.4 Variabel Penelitian

Dalam menentukan faktor kapasitas biaya untuk bangunan gedung,

(51)

sederhana tersebut. Variabel tersebut adalah variabel tidak bebas berupa biaya

bangunan gedung dan variabel bebas berupa kapasitas bangunan. Kapasitas

bangunan ini terdiri dari kapasitas fisik berupa luas ruang bangunan gedung dan

kapasitas fungsional berupa jumlah orang pengguna atau penghuni bangunan

gedung yang bersangkutan.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah wawancara langsung pada penyedia jasa

konstruksi dan mengambil langsung data yang sesuai setelah mendapatkan ijin

dari penyedia jasa.

4.6 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan melakukan

kunjungan kepada penyedia jasa konstruksi di wilayah Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung. Tahap awal dijelaskan terlebih dahulu tujuan kedatangan dan

latar belakang untuk diijinkan memperoleh data di tempat tersebut. Apabila dirasa

perlu surat pengantar dari jurusan disertakan dalam proses tersebut. Pengumpulan

data ini dilakukan oleh penulis sendiri dengan memilih kontrak-kontrak yang

sesuai.

4.7 Analisis Data

Analisis data menggunakan bantuan Microsoft exel untuk menampilkan

(52)

pada setiap fungsi bangunan. Data biaya yang diperoleh berasal dari waktu dan

lokasi yang berbeda kemudian dinormalisasi.

Setelah dilakukan normalisasi, dilanjutkan dengan klasifikasi data,

Klasifikasi ini untuk melihat perbandingan seberapa besar error yang terjadi

melalui pembagian atau pengelompokan data yang baik menurut aturan tertentu.

Selain itu, untuk melihat apakah dengan diklasifikasikan faktor kapasitas biaya m

menjadi lebih spesifik dibandingkan dengan tidak diklasifikasikan. Spesifik nilai

m dalam arti memiliki kecenderungan yang sama atau berbeda antara kapasitas dan biayanya. Eksponen faktor kapasitas biaya ini didapatkan dengan

menggunakan algoritma kapasitas dan biaya. Berdasarkan pengeplotan ini

(53)

34 5.1 Umum

Berdasarkan survey yang telah dilakukan diperoleh 40 Rencana Anggaran

Biaya historis proyek pembangunan gedung menurut fungsinya masing-masing.

Rencana Anggaran Biaya yang terkumpul tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1 dan

table 5.2 di bawah ini.

Tabel 5.1

Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor

No Kode Jenis RAB Luas

Lantai Tahun Lokasi

Jumlah Lantai 1 As 1 Asrama 1.958.337.272,73 673,18 2007 Denpasar 2 2 As 2 Asrama 822.233.636,36 422,30 2008 Denpasar 1 3 As 3 Asrama 1.046.090.909,09 350,00 2006 Denpasar 2 4 As 4 Asrama 458.603.000,00 337,00 2003 Denpasar 1 5 As 5 Asrama 1.178.421.818,18 721,00 2002 Badung 2 6 As 6 Asrama 1.309.090.909,09 480,00 2006 Denpasar 2 7 K 1 Kantor 2.377.430.909,09 871,72 2006 Denpasar 2 8 K 2 Kantor 508.140.909,09 207,02 2008 Badung 1 9 K 3 Kantor 1.108.545.454,55 500,00 2006 Denpasar 2 10 K 4 Kantor 707.710.000,00 400,00 2003 Denpasar 1 11 K 5 Kantor 4.446.581.818,18 1.222,81 2008 Denpasar 3 12 K 6 Kantor 2.954.545.454,55 855,26 2008 Denpasar 2 13 K 7 Kantor 1.569.074.545,45 575,33 2007 Denpasar 1 14 K 8 Kantor 6.191.180.000,00 1.702,58 2005 Denpasar 3 15 K 9 Kantor 5.225.500.909,09 1.796,27 2002 Denpasar 3 16 K 10 Kantor 1.355.924.545,45 426,15 2008 Denpasar 2 17 K 11 Kantor 589.818.181,82 204,00 2007 Badung 1 18 K 12 Kantor 397.138.181,82 376,00 2003 Denpasar 1 19 K 13 Kantor 1.900.000.000,00 696,67 2002 Denpasar 2 20 K 14 Kantor 5.181.818.181,82 1.628,57 2004 Denpasar 3

(54)

Tabel 5.2

Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit dan sekolah

No Kode Jenis RAB Luas

Lantai Tahun Lokasi

Jumlah Lantai 1 L 1 Laboratorium 1.275.128.181,82 467,55 2007 Denpasar 2 2 L 2 Laboratorium 3.278.257.272,73 1.163,25 2008 Denpasar 2 3 L 3 Laboratorium 3.909.090.000,00 1.228,57 2008 Badung 2 4 P 1 Puskesmas 338.625.454,55 165,55 2004 Badung 1 5 P 2 Puskesmas 1.094.839.000,00 401,44 2008 Badung 2 6 RS 1 Rumah sakit 1.327.272.727,27 456,25 2003 Denpasar 1 7 RS 2 Rumah Sakit 8.596.001.818,18 2.954,88 2006 Denpasar 4 8 RS 3 Rumah Sakit 9.409.909.090,91 3.136,64 2006 Denpasar 4 9 RS 4 Rumah Sakit 3.773.718.181,82 1.297,22 2004 Badung 4 10 RS 5 Rumah Sakit 2.634.208.181,82 905,51 2006 Denpasar 3 11 S 1 Sekolah 193.909.090,91 118,50 2004 Badung 1 12 S 2 Sekolah 1.068.636.363,64 325,00 2006 Badung 2 13 S 3 Sekolah 161.750.000,00 118,62 2002 Badung 1 14 S 4 Sekolah 281.818.181,82 140,91 2002 Badung 1 15 S 5 Sekolah 2.817.272.727,27 930,00 2007 Badung 3 16 S 6 Sekolah 722.709.090,91 314,00 2004 Badung 2 17 S 7 Sekolah 842.919.090,91 440,00 2003 Denpasar 2 18 S 8 Sekolah 302.559.090,91 202,00 2004 Denpasar 1 19 S 9 Sekolah 723.511.818,18 314,00 2004 Denpasar 1 20 S 10 Sekolah 1.068.636.363,64 425,00 2006 Badung 1

Dari tabel 5.1 dan table 5.2 tersebut di atas, 6 buah teridentifikasi dengan

fungsi bangunan sebagai asrama, 14 teridentifikasi dengan fungsi bangunan

sebagai kantor, 3 teridentifikasi dengan fungsi bangunan sebagai laboratorium, 2

teridentifikasi dengan fungsi bangunan sebagai puskesmas, 5 teridentifikasi

dengan fungsi bangunan sebagai rumah sakit dan 10 teridentifikasi dengan fungsi

bangunan sebagai sekolah. Dari identifikasi di atas dapat dilihat bahwa hasil

survey terhadap bangunan gedung dengan fungsi laboratorium, puskesmas dan

(55)

menurut klasifikasi tertentu. Diagram identifikasi tersebut di atas dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.1 Diagram tingkat jumlah masing-masing fungsi bangunan gedung

5.2 Analisis untuk Menentukan Faktor Kapasitas Biaya 5.2.1 Normalisasi

Langkah awal yang dilakukan dalam analisis data adalah memberikan

kode sesuai dengan fungsi bangunannya masing-masing. Untuk fungsi bangunan

sebagai asrama diberi kode As1 sampai dengan As6, kantor diberi kode K1

sampai dengan K14, laboratorium diberi kode L1 sampai dengan L3, puskesmas

diberi kode P1 sampai dengan P2, rumah sakit diberi kode RS1 sampai dengan

RS5 dan sekolah diberi kode S1 sampai dengan S10. Langkah selanjutnya adalah

melakukan normalisasi terhadap masing-masing biaya bangunan disesuaikan

dengan daerah acuan yaitu Kota Denpasar dan waktu acuan yaitu tahun 2010.

Normalisasi terhadap daerah acuan memakai persamaan 2.3 yaitu :

L B L B I I C C  dengan :

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Klasifikasi Bangunan Gedung menurut UUBG No. 28/2002
Tabel 2.1. Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana SD/MI  Uraian
Table 2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan
Gambar 3.1. Skema Konsep Model Faktor Kapasitas Biaya  2 9
+7

Referensi

Dokumen terkait

Palembang merupakan salah kota terbesar yang ada di Indonesia, begitu juga dalam hal pendidikan tercatat bahwa Kota Palembang memiliki 933 sekolah yang terdiri dari Sekolah

Hal ini berdasarkan persentase nilai setiap aspek penilaian menulis naskah drama siswa kelas VIII MTs Nurul Khairiyah Sei Tuan diketahui bahwa, nilai rata-rata untuk

SALAH satu pendaki pemula yang juga merupakan peserta termuda masih duduk di Kelas IV SD dan pada saat kegiatan berlangsung masih melaksanakan pembelajaran

Dalam pengambilan studi pendahuluan peneliti menggunakan teknik wawancara, yang menunjukan bahwa ada 4 mahasiswa ingin melanjutkan pendidikan profesi ners dengan

Penyusunan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs (RAD MDGs) Propinsi Sumatera Barat Æ Review Set MDGs Nasional.. Peningkatan Alokasi Anggaran Untuk Mendukung

Alokasi Anggaran Intansi Terkait bersumber

Pada akhirnya kegiatan ini menjadi salah satu upaya untuk terus mengembangkan pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya rumah sakit, agar dapat memberikan

Pada ayat ini Allah memberikan pelajaran kepada manusia untuk senantiasa berfikir dan merenungi ciptaa- ciptaannya, walaupun itu adalah sesuatu yang biasa dianggap