KONSTRUKSI GEDUNG
DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA
I KOMANG SUDIARTA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL
KONSTRUKSI GEDUNG
DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA
I KOMANG SUDIARTA NIM 0791561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
ii
ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL
KONSTRUKSI GEDUNG
DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I KOMANG SUDIARTA NIM 0791561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30 SEPTEMBER 2011
Mengetahui Pembimbing I,
Ir. Mayun Nadiasa, MT NIP 195708011987021001
Pembimbing II,
Ir. I Nyoman Yuda Astana, MT NIP 196110241987021001
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA NIP 196204041991031002
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 195902151985102001
iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 30 September 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1661/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 30 September 2011
Ketua : Ir. Mayun Nadiasa, MT
Anggota :
1. Ir. I Nyoman Yuda Astana, MT
2. Dr. Ir. I Gusti Agung Adnyana Putera, DEA 3. Ir. I Wayan Yansen, MT
v
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : I Komang Sudiarta
NIM : 0791561042
Tempat dan Tanggal Lahir : Tabanan, 26 September 1977
Alamat : Br. Belatung, Desa Pandak Gede, Kecamatan
Kediri, Tabanan
Telepon/HP : 08123998852, (0361)7907940
Menyatakan Dengan Sebenarnya Bahwa Tidak Menjiplak Setengah Atau
Sepenuhnya Tesis Orang Lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya, dan apabila di kemudian hari ternyata tidak benar maka
saya bersedia dituntut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Denpasar, 21 Oktober 2011
Hormat saya
I Komang Sudiarta
vi UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas asung wara nugraha-Nya tesis ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ir. Mayun Nadiasa, MT dan Ir. Nyoman Yudha
Astana, MT, pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran selama penulis
mengikuti program magister khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dr. Ir. I Gusti Agung Adnyana
Putera, DEA selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program
Pascasarjana Universitas Udayana periode sebelumnya dan Prof. Dr. Ir. I Made
Alit Karyawan Salain, DEA selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Program Pascasarjana Universitas Udayana periode sekarang atas kesempatan dan
bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti program magister khususnya
dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Direktur Program
Pascasarjana dan Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di
vii
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tulus disertai penghargaan kepada Ir. I Nyoman Suardika, I Nyoman Ardika,
ST dan I Nyoman Anom Purwa Winaya, MSi serta semua teman yang telah
bersumbangsih atas dukungan materi, semangat dan pemikiran serta waktu yang
telah diberikan, tidak lupa pula pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih dan persembahan keberhasilan tesis ini kepada Ir. I Komang
Sudiastawa (almarhum).
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
keluarga tercinta, Bapak I Made Darma, Ibu Ni Wayan Riti, istriku Komang Ana
Wiryanti ST, anakku Putu Aneira Putri Arvanatha dan seluruh keluarga besar
yang penuh kesabaran dan pengorbanan telah memberikan kepada penulis
kesempatam untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
viii ABSTRAK
ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL KONSTRUKSI GEDUNG
DENGAN FAKTOR KAPASITAS BIAYA
Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep atau gambaran secara umum terhadap bangunan yang akan dibangun. Salah satu metode estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung adalah metode faktor kapasitas biaya. Untuk bisa memakai metode faktor kapasitas biaya maka nilai faktor kapasitas biaya harus diketahui terlebih dahulu.
Nilai faktor kapasitas biaya dicari dengan melakukan analisis hubungan antara biaya dan kapasitas dengan memakai model regresi linier sederhana. Analisis hubungan biaya dengan kapasitas dilakukan dengan terlebih dahulu melogaritmiskan biaya dan kapasitas. Nilai slope pada model regresi merupakan faktor kapasitas biaya yang dicari.
Hasil analisis menunjukkan, faktor kapasitas biaya pada kapasitas fisik (luas lantai) untuk bangunan sosial budaya dengan klasifikasi khusus dan jumlah lantai 4 secara berurutan adalah 0,955 dan 0,956; untuk bangunan kantor dengan klasifikasi sederhana, tidak sederhana, jumlah lantai 1, jumlah lantai 2, jumlah lantai 3 secara berurutan adalah 0,993; 1,269; 1,018; 1,228; 1,501; untuk bangunan sekolah dengan klasifikasi jumlah lantai 2 adalah 0,637; sedangkan pada kapasitas fungsional (jumlah pemakai), untuk bangunan sosial budaya dengan klasifikasi khusus dan jumlah lantai 4 secara berurutan adalah 0,947 dan 0,959; untuk bangunan kantor dengan klasifikasi sederhana, tidak sederhana, jumlah lantai 1, jumlah lantai 2, jumlah lantai 3 secara berurutan adalah 1,009; 1,274; 1,055; 1,313 dan 1,514; untuk bangunan sekolah dengan klasifikasi jumlah lantai 2 adalah 0,319. Estimasi biaya konseptual konstruksi gedung selanjutnya diperoleh dengan mengalikan biaya terdahulu yang diketahui dengan hasil perbandingan antara kapasitas yang direncanakan dengan kapasitas yang diketahui berpangkat faktor kapasitas biaya menurut fungsi, klasifikasi dan jenis kapasitasnya masing-masing.
Kata kunci : estimasi biaya konseptual, faktor kapasitas biaya, analisis regresi linier
ix ABSTRACT
CONCEPTUAL COST ESTIMATION OF BUILDING CONSTRUCTION USING COST CAPACITY FACTOR
Conceptual cost estimation is cost estimation based on the concept or general picture of the building to be constructed. One method of conceptual cost estimation on building construction is the cost capacity factor method. To be able to use the method of the cost capacity factor, the cost of capacity factor values should be known in advance.
Cost capacity factor values are sought by analyzing the relationship between cost and capacity using simple linear regression model. The analysis of the relationship with the cost of capacity was carried out by first logarithming cost and capacity. The value of slope in the regression model is the capacity factor cost sought.
The result of the analysis showed, the capacity factor in the cost of physical capacity (floor area) for social culture building with a special classification and number of 4 floors respectively were 0,955 and 0,956; for office buildings with a simple classification, not simple, a number of floors 1, number of floors 2 and 3 at sequence was 0,993; 1,269; 1,018; 1,228; 1,501; for school buildings with the classification number of floors 2 was 0,637, while the functional capacity (the number of users), for social culture building with a special classification and number of floors 4 was respectively 0,947 and 0,959; for office buildings with a simple classification, not simple, a number of floors 1, number of floors 2 and 3 respectively was 1,009; 1,274; 1,055; 1,313 and 1,514; for school buildings with the classification number of floors 2 was 0,319. Conceptual cost estimation of building construction was obtained by multiplying the known prior costs with the comparative result between the planned capacity with the known capacity powered by cost capacity factor by function, classification and type of capacity respectively.
Key word : conceptual cost estimation, cost capacity factor, linear regression analysis.
x DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM . ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv
SURAT PERNYATAAN ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ... viii
ABSTRACT ... ... ix
DAFTAR ISI ... ... x
DAFTAR TABEL .... ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Batasan Masalah ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5
2.1 Perencanaan Biaya Proyek... 5
xi
2.3 Metode Faktor Kapasitas Biaya ... 8
2.4 Normalisasi ... 10
2.5 Regresi Linier Sederhana ... 12
2.6 Linierisasi Kurve Tidak Linier ... 13
2.7 Bangunan Gedung di Indonesia ... 15
2.8 Validasi ... ... 20
2.9 Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu ... 21
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ... 24
3.1 Kerangka Penelitian ... 24 3.1.1 Persiapan data ... 24 3.1.2 Database ... 24 3.1.3 Pengolahan data ... 25 3.1.4 Model ... 26 3.1.5 Aplikasi ... 26 3.2 Konsep Penelitian ... 27
BAB IV METODE PENELITIAN ... 29
4.1 Rancangan Penelitian ... 29
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.3 Penentuan Sumber Data ... 29
4.4 Variabel Penelitian ... 30
4.5 Instrumen Penelitian ... 31
4.6 Prosedur Penelitian ... 31
xii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33
5.1 Umum ... ... 33
5.2 Analisis untuk Menentukan Faktor Kapasitas Biaya ... 35
5.2.1 Normalisasi ... 35
5.2.2 Hubungan biaya dengan luas bangunan ... 39
5.2.2.1 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya ... 39
5.2.2.2 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor 47 5.2.2.3 Hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah 51 5.2.3 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai ... 55
5.2.3.1 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya ... 58
5.2.3.2 Hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor dan sekolah ... 65
5.3 Faktor Kapasitas Biaya Bangunan Gedung ... 67
5.4 Validasi Model Faktor Kapasitas Biaya ... 71
5.5 Aplikasi Faktor Kapasitas Biaya ... 78
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1 Simpulan ... ... 82
6.2 Saran ... ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
xiii
DAFTAR TABEL
2.1. Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana SD/MI ... 20
2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 23
5.1 Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor ... 33
5.2 Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit
dan sekolah ... ... 34
5.3 Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor setelah
dinormalisasi ... ... 37
5.4 Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit
dan sekolah setelah dinormalisasi ... 38
5.5 Daftar biaya dan luas lantai bangunan asrama ... 39
5.6 Daftar biaya dan luas lantai bangunan kantor, laboratorium,
puskesmas, rumah sakit dan sekolah ... 40
5.7 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan PerMen P. U.
No. 45/PRT/M/2007 (asrama, laboratorium, kantor, puskermas dan
sekolah)... ... 42
5.8 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan PerMen P. U.
No. 45/PRT/M/2007 (kantor dan rumah sakit) ... 43
5.9 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan jumlah lantai 1 ... 44
5.10 Klasifikasi bangunan sosial budaya berdasarkan
jumlah lantai 2, 3 dan 4 ... 45
xiv
5.12 Klasifikasi bangunan kantor berdasarkan PerMen P. U.
No. 45/PRT/M/2007 ... 48
5.13 Klasifikasi bangunan kantor berdasarkan jumlah lantai ... 50
5.14 Daftar biaya dan luas lantai bangunan sekolah ... 51
5.15 Klasifikasi bangunan sekolah berdasarkan PerMen
P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 52
5.16 Klasifikasi bangunan sekolah berdasarkan jumlah lantai ... 54
5.17 Jumlah pemakai bangunan gedung sosial budaya
(asrama, kantor, laboratorium dan puskesmas) ... 58
5.18 Jumlah pemakai bangunan gedung sosial budaya
(rumah sakit dan sekolah) ... 59
5.19 Klasifikasi berdasarkan PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007
(khusus dan sederhana) ... 60
5.20 Klasifikasi berdasarkan PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007
(sederhana dan tidak sederhana) ... 61
5.21 Klasifikasi berdasarkan jumlah lantai 1, 2 dan 3 ... 63
5.22 Klasifikasi berdasarkan jumlah lantai 3 dan 4 ... 64
5.23 Model dan faktor kapasitas biaya hasil analisis hubungan biaya
dengan luas bangunan dan biaya dengan jumlah pemakai ... 69
5.24 Error estimate faktor kapasitas biaya hasil analisis hubungan biaya
dengan luas bangunan dan biaya dengan jumlah pemakai ... 75
5.25 Faktor kapasitas biaya menurut klasifikasi dan kapasitasnya setelah
xv
5.26 Rumusan matematis estimasi biaya konseptual menurut
xvi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Bagan Klasifikasi Bangunan Gedung menurut UUBG No. 28/2002 ... 15
3.1. Skema Konsep Model Faktor Kapasitas Biaya... … 28
5.1 Diagram tingkat jumlah masing-masing fungsi bangunan gedung ... 35
5.2 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya ... 41
5.3 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 .... 43
5.4 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sosial budaya berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 46
5.5 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor ... 48
5.6 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 49
5.7 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan kantor berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 50
5.8 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah ... 52
5.9 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah berdasarkan klasifikasi menurut PerMen P. U. No. 45/PRT/M/2007 ... 53
5.10 Grafik hubungan biaya dengan luas lantai bangunan sekolah berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 54
5.11 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya ... ... 59
xvii
5.12 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya
berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 45/PRT/M/2007 ... 62
5.13 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sosial budaya
berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 64
5.14 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor ... 65
5.15 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor
berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 45/PRT/M/2007 ... 66
5.16 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan kantor
berdasarkan klasifikasi menurut jumlah lantai ... 66
5.17 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah ... 66
5.18 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah
berdasarkan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 45/PRT/M/2007 ... 67
5.19 Grafik hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan sekolah
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel luas lantai, jumlah pemakai dan biaya bangunan kantor
serta klasifikasinya ... 87
Lampiran 2 Tabel luas lantai, jumlah pemakai dan biaya bangunan sekolah
serta klasifikasinya ... 88
Lampiran 3 Error Estimate bangunan sosial budaya yang terklasifikasi
ke dalam bangunan khusus ( hubungan biaya dengan luas ) ... 89
Lampiran 4 Estimate bangunan sosial budaya yang terklasifikasi
ke dalam bangunan berlantai 4 ( hubungan biaya dengan luas ) .. 90
Lampiran 5 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam
bangunan sederhana ( hubungan biaya dengan jumlah
pemakai ) ... 91
Lampiran 6 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam
bangunan tidak sederhana ( hubungan biaya dengan jumlah
pemakai ) ... 92
Lampiran 7 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam
bangunan berlantai 1 ( hubungan biaya dengan jumlah
pemakai ) ... 93
Lampiran 8 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam
bangunan berlantai 2 ( hubungan biaya dengan jumlah
xix
Lampiran 9 Error Estimate bangunan kantor yang terklasifikasi ke dalam
bangunan berlantai 3 ( hubungan biaya dengan jumlah
pemakai ) ... 95
Lampiran 10 Error Estimate bangunan sekolah yang terklasifikasi ke dalam
bangunan berlantai 2 ( hubungan biaya dengan jumlah
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Estimasi biaya merupakan hal penting dalam dunia konstruksi. Estimasi
biaya konstruksi dikerjakan sebelum pelaksanaan fisik konstruksi dilakukan dan
memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen karena estimasi biaya
mempunyai dampak pada kesuksesan proyek dan perusahaan. Keakuratan dalam
estimasi biaya tergantung pada informasi-informasi terbaru dalam bidang
konstruksi yang didapat, disamping pemilihan jenis estimasi biaya yang
dipergunakan.
Secara umum estimasi biaya konstruksi dibedakan menjadi estimasi biaya
konseptual dan estimasi biaya detail. Estimasi biaya konseptual adalah estimasi
biaya berdasarkan konsep atau gambaran secara umum terhadap bangunan yang
akan dibangun, misalnya rumah sederhana, rumah mewah, dan sebagainya.
Melalui estimasi ini diperoleh biaya konseptual yaitu biaya berdasarkan gambaran
umum yang menjadi acuan terhadap konstruksi bangunan yang direncanakan
sebelum biaya detail dihitung. Estimasi biaya detail adalah estimasi biaya
berdasarkan perhitungan secara detail terhadap kuantitas dan biaya satuan tiap
komponen bangunan sehingga diperoleh biaya total yang lebih akurat.
Berbagai metode dipakai dalam melakukan estimasi biaya konseptual
pada konstruksi bangunan gedung. Salah satu metode estimasi biaya konseptual
faktor kapasitas biaya ini mengambil dasar bahwa terdapat suatu hubungan
diantara beberapa proyek bangunan sejenis namun nilai, luas dan jumlah
pemakainya berbeda. Biaya sebuah bangunan baru diperoleh setelah faktor
kapasitas biaya diketahui. Faktor kapasitas biaya merupakan suatu koefisien pada
masing-masing fungsi bangunan yang diperoleh melalui proses tertentu
berdasarkan data biaya dan ukuran atau kapasitas proyek yang sudah diketahui
dan memiliki jenis yang sama.
Dalam prosesnya, metode faktor kapasitas biaya sebagai salah satu metode
estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung mengklasifikasikan
setiap bangunan untuk mengetahui faktor kapasitas fisik yaitu berupa luas lantai
dan kapasitas fungsional berupa jumlah orang pemakai, pada konstruksi bangunan
gedung yang bersangkutan. Kapasitas fisik berupa luas lantai dan kapasitas
fungsional berupa jumlah orang pemakai, masing-masing diplot bersama-sama
dengan biaya konstruksi bangunan gedung sehingga secara umum terdapat
hubungan antara masing-masing faktor kapasitas biaya dengan biaya konstruksi
bangunan gedung yang dapat dilihat dengan adanya suatu model persamaan.
Masing-masing nilai faktor kapasitas biaya bisa diketahui dari model persamaan
yang telah diperoleh berdasarkan penjelasan di atas.
Metode estimasi biaya konseptual pada negara maju telah banyak dikenal
dan dipergunakan dengan baik dalam dunia konstruksi antara lain untuk
pembuatan fasilitas pabrik proses kimia, peralatan kontrol untuk polusi udara serta
bandara (Abduh,2006). Walaupun demikian, penggunaan metode faktor kapasitas
banyak dikenal, khususnya di Bali. Selama ini yang banyak dipergunakan dalam
estimasi biaya konseptual pada konstruksi bangunan gedung adalah estimasi
parameter menurut fungsi bangunan gedung tersebut atau dengan menggunakan
data masa lalu yang diperbarui dengan menggunakan indeks biaya. Untuk bisa
memakai metode faktor kapasitas biaya dalam melakukan estimasi biaya
konseptual pada konstruksi bangunan gedung maka nilai faktor kapasitas biaya
harus diketahui terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa nilai faktor kapasitas biaya bangunan gedung pada model estimasi
biaya konseptual bangunan gedung berdasarkan hubungan biaya dengan luas
lantai bangunan dan hubungan biaya dengan jumlah pemakai bangunan?
2. Bagaimana menentukan estimasi biaya konseptual konstruksi gedung dengan
faktor kapasitas biaya bangunan gedung?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui model biaya bangunan gedung berdasarkan kapasitas fisik
dan kapasitas fungsional.
2. Untuk mengetahui nilai faktor kapasitas biaya pada masing-masing bangunan
gedung sebagai faktor dalam melakukan estimasi biaya konseptual konstruksi
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat melakukan estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung
dengan menggunakan faktor kapasitas biaya.
2. Estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung dengan menggunakan
faktor kapasitas biaya bisa dijadikan sebagai alternatif dalam melakukan
estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung.
1.5 Batasan Masalah
1. Lokasi obyek penelitian dibatasi pada beberapa wilayah di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
2. Obyek penelitian difokuskan pada bangunan gedung pemerintah menurut
klasifikasi sesuai UUBG No. 28/2002 berupa bangunan gedung sosial budaya
yang terdiri dari bangunan gedung pendidikan, layanan kesehatan dan
pelayanan umum.
3. Jumlah pemakai bangunan gedung pemerintah menurut klasifikasi sesuai
UUBG No. 28/2002 dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku atau
berdasarkan standar perencanaan yang ada.
4. Rencana Anggaran Biaya terdahulu yang dipakai berada pada rentang tahun
5 2.1 Perencanaan Biaya Proyek
Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang
sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
perlu dilakukan identifikasi biaya proyek dengan tahapan perencanaan biaya
proyek sebagai berikut :
1. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global berdasarkan
informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan berdasarkan unit biaya
bangunan berdasarkan harga per kapasitas tertentu.
2. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak detail
berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.
3. Tahapan pelelangan , biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar
didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar kerja
yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak pekerjaan.
4. Tahapan pelaksanaan, biaya proyek pada tahapan ini dihitung lebih detail
berdasarkan kuantitas pekerjaan, gambar shop drawing dan metode
pelaksanaan dengan ketelitian yang lebih tinggi.
Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan
2.2 Estimasi Biaya
Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
berdasarkan analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan
tertentu dengan hasil seoptimal mungkin. Aspek itu dapat dikelompokkan menjadi
4 tahapan yaitu (Kodoatie, 1995) :
1. Tahapan studi
2. Tahapan perencanaan
3. Tahapan pelaksanaan
4. Tahapan operasi dan pemeliharaan
Pada tahap perencanaan sangat penting untuk memperhatikan perkiraan
biaya untuk membangun proyek karena memiliki fungsi dengan spektrum yang
amat luas bagi masing-masing organisasi peserta proyek dengan penekanannya
yang berbeda-beda. Bagi pemilik, angka yang menunjukkan jumlah perkiraan
biaya akan menjadi salah satu patokan untuk menentukan kelanjutan investasi.
Untuk kontraktor, keuntungan financial yang akan diperoleh tergantung kepada
seberapa jauh kecakapannya membuat perkiraan biaya, bila penawaran harga yang
diajukan terlalu tinggi kemungkinan besar kontraktor yang bersangkutan akan
mengalami kekalahan, sebaliknya bila memenangkan lelang dengan harga terlalu
rendah akan mengalami kesulitan di belakang hari. Untuk konsultan, angka
tersebut diajukan kepada pemilik sebagai usulan jumlah biaya terbaik untuk
berbagai kegunaan sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat tertentu,
kredibilitasnya terkait dengan kebenaran atau ketepatan angka-angka yang
Perkiraan biaya atau estimasi biaya adalah seni memperkirakan (the art of
approximating) kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas informasi yang tersedia pada waktu itu (Soeharto, 1997).
Dalam prosesnya, tiap-tiap kategori estimasi harus secara hati-hati dipersiapkan
dari tingkat estimasi konseptual sampai pada estimasi detail untuk memperoleh
keakuratan estimasi biaya konstruksi. Keakuratan estimasi biaya konstruksi
seharusnya meningkat sesuai dengan perubahan proyek, dari perencanaan, desain
hingga estimasi akhir pada saat penyelesaian proyek. Hal ini bisa diprediksi dari
estimasi konseptual yang akan membentuk batasan, dengan tingkat keakuratannya
relatif luas terhadap nilai kontrak proyek konstruksi, karena tidak semua
gambaran desain dan detail disebutkan selama perencanaan awal.
Estimasi biaya dibedakan menjadi estimasi biaya konseptual dan estimasi
biaya detail. Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep
bangunan yang akan dibangun. Estimasi biaya konseptual ini bisa disebut juga
sebagai perkiraan biaya pendahuluan. Sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya bahwa perkiraan biaya pendahuluan dikerjakan pada tahap konseptual
di mana dalam tahap ini semua aspek yang berkaitan dengan rencana investasi
dikembangkan, dikaji dan disaring untuk sampai pada suatu laporan yang dapat
dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan untuk tahap berikutnya (Soeharto,
1997). Tuntutan yang harus dipenuhi untuk bisa berlanjutnya rencana investasi
adalah kualitas perkiraan biaya yang berkaitan dengan akurasi estimasi biaya
tersebut. Kualitas suatu estimasi biaya yang berkaitan dengan akurasi dan
a. Tersedianya data dan informasi
b. Teknik atau metode yang digunakan
c. Kecakapan dan pengalaman estimator
d. Tujuan pemakaian perkiraan biaya
Tersedianya data dan informasi memegang peranan penting dalam hal
kualitas perkiraan biaya yang dihasilkan. Hal ini juga memerlukan kecakapan,
pengalaman serta judgement dari estimator dan tergantung pula dengan metode
perkiraan biaya yang dipakai. Terkait dengan metode yang digunakan, dikenal
beberapa metode estimasi biaya yaitu :
1. Metode parametrik
2. Metode dengan memakai daftar indeks harga dan informasi proyek terdahulu
3. Metode menganalisis unsur-unsurnya
4. Menggunakan metode faktor
5. Quantity take off dan harga satuan
6. Unit price
7. Memakai data dan informasi proyek yang bersangkutan
Metode mana yang hendah dipakai tergantung pada keperluan dan tersedianya
data serta informasi pada waktu itu (Soeharto, 1997).
2.3 Metode Faktor Kapasitas Biaya
Estimasi biaya konseptual dapat dilakukan dengan menggunakan data
masa lalu yang diperbarui dengan dasar pemikiran bahwa diantara beberapa
Pendekatan yang dipakai dalam metode ini adalah mencoba meletakkan dasar
hubungan matematis yang mengaitkan biaya dengan kapasitas tertentu dari objek
(Soeharto, 1997). Metode ini amat praktis untuk melakukan pengujian secara
cepat dalam suatu kegiatan analisis biaya. Hal ini tepat digunakan pada waktu
belum tersedianya data dan informasi untuk membuat perkiraan biaya yang lebih
akurat. Meskipun demikian karena metode ini disusun atas dasar catatan terdahulu
maka pemakaiannya harus hati-hati, perlu dikaji apakah kondisi proyek yang
sedang disiapkan serupa dengan proyek terdahulu sehingga angka-angka yang
diperoleh masih dapat diterapkan (Soeharto, 1997). Rumus matematis yang
menunjukkan hubungan antara biaya dengan kapasitas tertentu seperti tersebut di
atas adalah berupa kurva pangkat seperti pada Persamaan 2.1. di bawah ini :
m Q Q C C 1 2 1 2 ……… (2.1) dengan;
C1= biaya untuk kapasitas yang diketahui (Rp)
C2 = biaya untuk kapasitas yang ingin diketahui (Rp)
Q2 = ukuran/kapasitas fasilitas yang ingin diketahui (m2 atau orang)
Q1 = ukuran/kapasitas fasilitas yang diketahui (m2 atau orang)
m = faktor kapasitas biaya
Faktor kapasitas biaya (m) yang terdapat dalam Persamaan 2.1. diperoleh
dari hasil hubungan biaya dengan kapasitas tertentu suatu objek menggunakan
kurva linier seperti Persamaan 2.2. di bawah ini :
dengan;
y = biaya, x = kapasitas,
m = faktor kapasitas biaya q = komponen tetap
2.4 Normalisasi
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa estimasi biaya konseptual dapat
dilakukan dengan menggunakan data masa lalu yang diperbarui dengan dasar
pemikiran bahwa diantara beberapa proyek sejenis namun besar dan kapasitasnya
berbeda terdapat suatu korelasi, maka perihal harga di waktu yang lalu dan
korelasinya terhadap tingkat harga saat ini dapat ditemui dalam penerbitan
berkala sebagai indeks harga. Indeks harga adalah angka perbandingan antara
harga pada suatu waktu ( tahun tertentu) terhadap harga pada waktu (tahun) yang
digunakan sebagai dasar (Soeharto, 1997). Dengan memahami dasar teori yang
disampaikan di atas maka dapat diartikan bahwa adanya data masa lalu tentunya
terkait dengan waktu dan lokasinya masing-masing. Perbedaan lokasi yang ada
dapat terkorelasi ke lokasi yang menjadi acuan dan diterjemahkan suatu rumusan
seperti persamaan 2.3. berikut :
L B L B I I C C ... (2.3) dengan;
CB = biaya menurut lokasi acuan (Denpasar)
IB = indeks harga konsumen menurut lokasi acuan (Denpasar)
IL = indeks harga konsumen dari suatu lokasi yang diketahui
Demikian juga halnya adanya perbedaan waktu di masa lampau dapat
terkorelasi pada waktu yang menjadi acuan dasar. Persamaan yang mewakilinya
seperti pada Persamaan 2.4.
n lalu sekarang i x Biaya Biaya 100 1 ………... (2.4) dengan; i = angka inflasi
n = selisih waktu (tahun)
Indeks harga konsumen adalah suatu ukuran statistik yang dapat
menunjukkan perubahan-perubahan pada harga komoditas dan jumlah barang
yang diminta oleh konsumen dari waktu ke waktu. Indeks harga konsumen
disusun oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan
dari berbagai sumber relevan, seperti pasar konsumen, produsen,
lembaga-lembaga konsumen dan sebagainya. Penetapan indeks harga konsumen dilakukan
dengan mempergunakan metode tertentu baik dengan indeks angka ditimbang
maupun dengan angka indeks tidak ditimbang. Waktu dasar yang dipergunakan
adalah tahun dimana ekonomi dianggap dalam keadaan stabil dan tidak berjauhan
Dalam penetapan indeks harga konsumen, ada beberapa faktor yang
dianggap mempunyai pengaruh cukup besar terhadap pembentukan harga
konsumen yaitu :
1. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan politik ekonomi dan moneter serta
politik perdagangan luar negeri.
2. Kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
3. Jumlah permintaan konsumen terhadap komoditas.
4. Kenaikan pendapatan masyarakat.
5. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen.
6. Nilai mata uang jika dibandingkan dengan kurs.
2.5 Regresi Linier Sederhana
Dalam penelitian orang bisa bekerja menggunakan model yang bisa
diartikan sebagai suatu hubungan fungsional antara peubah. Dengan model itu kita
berusaha memahami, menerangkan, mengendalikan dan kemudian
memprediksikan kelakuan sistem yang kita teliti. Model juga menolong dalam
menentukan hubungan kausal antara dua atau lebih peubah. Secara umum model
merupakan penyederhanaan dan abstraksi dari keadaan alam yang sesungguhnya.
Keadaan alam yang ingin diteliti biasanya rumit dan kemampuan kita menelitinya
secara keseluruhan amat terbatas, karena itu kita perlu menyederhanakannya
sesuai dengan kemampuan akal kita menghadapinya. Dari pengalaman di masa
diteliti, dirumuskan perkiraan kelakuan sistem tersebut dalam berbagai situasi
(Sembiring, 2003).
Model yang dibicarakan ini akan selalu berbentuk fungsi dan regresi
merupakan alat yang ampuh dalam pembentukannya (Sembiring, 2003). Regresi
yang berarti peramalan merupakan alat analisis hubungan yang digunakan untuk
meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya
dengan variabel yang lain melalui persamaan garis regresi. Regresi ini dapat
berbentuk regresi linier yaitu regresi yang memperlihatkan data yang ada dapat
dinyatakan berada pada suatu garis lurus dan regresi non linier yaitu regresi yang
memperlihatkan data yang ada tidak dapat dinyatakan pada suatu garis lurus
(Hasan, 2008).
Regresi linier dapat berupa regresi linier sederhana, yaitu regresi linier
yang hanya melibatkan dua variabel yaitu satu variabel bebas X dan satu variabel
terikat Y dan regresi linier berganda yaitu regresi linier yang melibatkan lebih dari
dua variabel, satu variabel terikat Y dan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, X3,
..., Xn) (Hasan, 2008). Apabila model tersebut diterjemahkan secara matematis
maka Persamaan 2.2. sebagai perwakilannya. Dalam persamaan tersebut, m dan q
disebut koefisien regresi yang nilainya ditentukan dari data, sedangkan y
menyatakan prediksi (Sembiring, 2003).
2.6 Linierisasi Kurve Tidak Linier
Dalam praktek sering dijumpai bahwa sebaran titik-titik pada sistem
sehingga persamaan 2.2 tidak bisa langsung digunakan. Agar persamaan regresi
linier dapat digunakan untuk mempresentasikan kurve lengkung, maka perlu
dilakukan transformasi koordinat sedemikian rupa sehingga sebaran titik data bisa
dipresentasikan dalam kurve linier. Berikut ini diberikan dua fungsi transformasi
data yang bisa digunakan, yaitu fungsi eksponensial dan fungsi berpangkat.
1) Persamaan berpangkat
Persamaan berpangkat diberikan oleh bentuk berikut ini b2
2x
a
y dengan
a2 dan b2 adalah koefisien konstan. Persamaan tersebut dapat dilinierkan dengan menggunakan fungsi logaritmik sehingga didapat log y = b2 log x + log a2 yang
merupakan hubungan log-log antara log y dan log x. Persamaan tersebut
mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan b2 dan memotong sumbu log y
pada log a2.
2) Fungsi exponensial
Contoh lain dari kurve tak linier adalah fungsi eksponensial seperti
diberikan oleh bentuk berikut bx 1
1 e a
y dengan a1 dan b1 adalah konstanta.
Persamaan tersebut dapat dilinierkan dengan menggunakan logaritma natural
sehingga menjadi ln y = ln a1 + b1x ln e, karena ln e = 1, maka ln y = ln a1 + b1x. Persamaan log y = b2 log x + log a2 merupakan hubungan semi logaritmik antara
ln y dan x. Persamaan tersebut mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan
2.7 Bangunan Gedung di Indonesia
Definisi tentang bangunan gedung dalam Undang-undang Republik
Indonesia nomor 28 tahun 2002 adalah "wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus".
Untuk memudahkan pengaturan menurut kelompok kegunaan gedung
dalam hal teknis dan administrasi, UUBG No. 28/2002 mengklasifikasikan
bangunan gedung fungsinyaseperti pada Gambar 2.1 dibawah ini :
Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007, bangunan
gedung negara menurut tingkat kompleksitasnya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu
bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus. Perkantoran Perdagangan Penginapan Industri Terminal Penyimpanan Pariwisata Masjid Gereja Pura Wihara Kelenten Pendidikan Layanan Kesehatan Pelayanan Umum Kebudayaan Kemiliteran Reaktor Dll R. Tinggal Tunggal R. Tinggal Deret R. Tinggal Susun R. Tinggal Sementara Bangunan Gedung Usaha Keagamaan Sosial Budaya Khusus Hunian
a. Klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:
1. Gedung yang sudah ada desain prototipenya, atau bangunan gedung dengan
jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2;
2. Bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat;
3. Gedung pelayanan kesehatan: puskesmas; dan
4. Gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d.
2 lantai.
b. Klasifikasi Bangunan tidak Sederhana, antara lain:
1. Gedung yang belum ada desain prototipenya, atau gedung dengan luas di
atas dari 500 m2, atau gedung bertingkat di atas 2 lantai;
2. Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang
bertingkat lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun;
3. Gedung Rumah Sakit Klas A, B,C, dan D; dan
4. Gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung
pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai.
c. Klasifikasi Bangunan Khusus, merupakan bangunan gedung negara yang
memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Bangunan
tersebut antara lain:
1. Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden,
2. Wisma negara,
4. Gedung instalasi pertahanan, bangunan POLRI dengan penggunaan dan
persyaratan khusus,
5. Gedung laboratorium,
6. Gedung terminal udara/laut/darat,
7. Stasiun kereta api,
8. Stadion olah raga,
9. Rumah tahanan,
10. Gudang benda berbahaya,
11. Gedung bersifat monumental,
12. Gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri.
Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang diperlukan,
dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 45/PRT/M/2007
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi
sederhana rata-rata sebesar 9,6 m2 per personil;
2. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi tidak
sederhana rata-rata sebesar 10 m2 per personil;
3. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau
ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara tersendiri (studi
kebutuhan ruang) diluar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan
ditampung.
Desain awal sebuah bangunan harus memperhatikan kapasitas bangunan
akan direncanakan adalah mengikuti standar perencanaan bangunan menurut jenis
bangunan yang akan dibangun (Neufert,1989). Asrama dengan kamar tidur
terpisah, luas kamarnya lebih besar dari 6 m2, sebaiknya 9 m2. Tempat tidur
sebaiknya tidak disusun berderet dan sebaiknya setiap tempat tidur dilengkapi
lemari pakaian dan barang pribadi yang diletakkan di sisi tempat tidur, aliran
udara harus cukup baik. Tingkat pengawasan penghuni asrama tergantung pada
system yang dianut. Pengawas asrama membutuhkan ruang keluarga dan kamar
tidur masing-masing dengan luas 18 m2 (Neufert,1989).
Daya tampung bangunan perkantoran dapat ditelusuri melalui jenis/bentuk
organisasinya. Berdasarkan bentuk organisasi ini, diketahui jumlah orang menurut
tingkatan jabatannya secara fuugsional. Hal ini, nanti akan mempengaruhi jenis
ruang yang harus tersedia dalam kantor tersebut. Jumlah orang yang
terdeskripsikan melalui struktur organisasi kantor akan menentukan ukuran luas
ruang yang dibutuhkan. Kebutuhan ruang kantor dapat dihitung melalui 2 cara
bersamaan (Neufert,1989), yaitu :
a. Ruang gerak orang (standar ruang perorangan dikalikan jumlah orang)
ditambahkan dengan ruang tambahan untuk sarana penunjang dan faktor untuk
sirkulasi utama,
b. Ruang bebas untuk bukan orang, misal ruang mesin.
Secara ideal ukuran ruang laboratorium ditentukan oleh ukuran
anthropometric, misalnya lebar daun meja diukur berdasarkan daya jangkau
maksimum, menurut teori sekitar 600 tetapi dalam prakteknya berkisar 610 hingga
berkisar antara 2.100 dan 4.600 tergantung pada disiplin ilmu dan persyaratan
khusus dari penelitian yang dikerjakan. Bila peneliti membentuk kelompok
dengan menggunakan alat bersama maka panjang daun meja bias dikurangi
menjadi sekitar 1.500 per orang. Tinggi meja diukur dari permukaan lantai
berkisar antara 450 untuk pekerjaan kimia hingga 90 untuk pekerjaan yang harus
dilakukan sambil berdiri (Neufert,1989).
Puskesmas sebagai tempat untuk pasien berobat jalan terdiri dari ruang
konsultasi, ruang penyelidikan, ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan.
Pemeriksaan berkala memakan waktu sekitar 3 jam (kira-kira 10 jam per minggu)
dan dilakukan antara pukul 09.00 – 18.00. Setiap dokter dapat menggunakan
sekaligus 2 kegiatan masing-masing dalam satu ruangan. Penggunaan ruang
diperkirakan 9 kali kunjungan per minggu, dimana rumusan perhitungan
kebutuhan ruang adalah jumlah ruang yang dibutuhkan dibagi 9 sama dengan
kegiatan dalam ruang per minggu. Untuk bangunan rumah sakit secara umum
pembangunannya didasarkan pada 2 unsur utama yakni dasar pelayanan dan
konfigurasi tempat tidur. Dalam perhitungan memakai konfigurasi tempat tidur
perbandingan tempat tidur per tim petugas rumah sakit adalah 20 – 30 pasien.
Selain itu perbandingan tempat tidur untuk suatu rumah sakit lingkungan didapat
angka kira-kira 37 – 46 m2 per tempat tidur untuk bagian perawatan dan 46 – 53
m2 per tempat tidur untuk bagian-bagian utama lainnya (Neufert,1989).
Batasan pengertian ruang untuk tahun-tahun awal pada sekolah yang
menjalankan program wajib belajar lebih banyak mengandalkan pada perencanaan
1. Unsur fasilitas dari ruang kelas utama setempat
2. Unsur fasilitas ruang tertutup yang yang dipakai bersama
3. Unsur fasilitas ruang luar yang dipakai bersama
Perubahan acuan perencanaan dari ruang kelas yang baku menjadi pusat-pusat
ruang menurut acuan baru telah dicoba dengan mengubah beberapa sekolah tua.
Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana bangunan SD/MI dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1. Persyaratan Minimal Sarana dan Prasarana SD/MI
Uraian
Tipe SD/MI Satuan
A B C
Jumlah Murid orang Ideal 480 Ideal 240 Min. 90 Jumlah Ruang Kelas buah 12 6 3 Jumlah murid/kelas orang 40 40 30 Jumlah Luas Ruang Kelas m2 672 336 168 Kebutuhan ruang/murid m2
/murid
1,4 1,4 1,87
Kebutuhan Ruang Belajar m2 840 504 168 Kebutuhan Ruang Kantor m2 56 42 - Kebutuhan Ruang Penunjang
(kecuali Kantin, parkir, rumah kepsek, mess guru)
m2 67 52 17
Jumlah Luas Ruang Total m2 963 598 185 Lokasi Kab./ kota Kec. /kel. Desa/daerah
terpencil
Sumber: Petunjuk Teknis Pembangunan Gedung SD/MI No. CT/TB/PELT/TC/SD/001/99
2.8 Validasi
Salah satu tahap penting dalam pengembangan model adalah melakukan
uji validitasnya. Proses ini meliputi tes dan evaluasi dari model yang
dikembangkan dengan beberapa validasi data. Uji validasi dimaksudkan untuk
terhadap data aktual. Koreksi ini juga melihat seberapa besar penyimpangan dari
estimasi biaya konseptual dengan metode faktor kapasitas biaya. Melalui nilai
koreksi yang dilakukan, diharapkan dapat melihat faktor kapasitas biaya untuk
setiap fungsi bangunan yang lebih mendekati kenyataan atau tingkat kesalahan
yang lebih kecil. Tahapan validasi yang dilakukan meliputi:
1. Menentukan data-data bangunan yang memiliki karakteristik sama pada setiap
fungsi bangunan yang nantinya akan menjadi nilai Q1, Q2, C1 dan C2,
2. Menentukan nilai m, Q1, Q2, C1 dan C2 dari data yang terdapat pada setiap klasifikasi,
3. Input nilai Q1, Q2 dan C1 pada persamaan faktor kapasitas
m Q Q C C 1 2 1 2 , menjadi nilai C2,
4. Menentukan prosentase kesalahan antara C2 dan C2 aktual melalui Persamaan 2.4, dan % 100 cos cos mod cos x actual t actual t el t estimate Error ………... (2.5)
5. Nilai kesalahan ini kemudian dapat dirata-rata untuk setiap kelasnya sehingga
dapat diketahui berapa persentase kesalahan pada suatu klasifikasi.
2.9 Koefisien Korelasi dan Koefisien Penentu
Koefisien korelasi (KK) adalah indeks atau bilangan yang digunakan
untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah
dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam
positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ KK ≤ +1) (Hasan, 2008).
Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variable-variabel berkorelasi
positif, artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga
naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1 semakin kuat positifnya.
Jika koefisien korelasi bernilai negatif maka variable-variabel berkorelasi negatif,
artinya jika variable yang satu naik/turun maka variable yang lain juga naik/turun.
Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1 semakin kuat negatifnya. Jika
koefisien korelasi bernilai 0 (nol) maka variable tidak menunjukkan korelasi. Jika
koefisien korelasi bernilai +1 atau -1 maka variable-variabel menunjukkan
korelasi positif atau negative sempurna (Hasan, 2008).
Koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (KD) adalah angka atau
indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel
atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain
(variabel terikat Y). Nilai koefisien penentu berada antara 0 sampai 1 (0 ≤ KP ≤
1). Jika nilai koefisien penentu (KP) = 0, berarti tidak pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Jika nilai koefisien penentu (KP) = 1
berarti variasi (naik/turunnya) variabel dependen adalah 100% dipengaruhi oleh
variabel independen. Jika nilai koefisien penentu (KP) berada di antara 0 dan 1 (0
< KP < 1) maka besarnya pengaruh variabel independen terhadap variasi
(naik/turunnya) variabel dependen adalah sesuai dengan nilai KP itu sendiri, dan
Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel tersebut,
berikut ini diberikan nilai-nilai KK sebagai patokan (Hasan, 2008).
Table 2.2 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan
No. Interval Nilai Kekuatan Hubungan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KK = 0,00 0,00 < KK ≤ 0,20 0,20 < KK ≤ 0,40 0,40 < KK ≤ 0,70 0,70 < KK ≤ 0,90 0,90 < KK ≤ 1,00 KK = 1,00 Tidak ada
Sangat rendah atau lemah sekali
Rendah atau lemah tapi pasti
Cukup berarti atau sedang
Tinggi atau kuat
Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan
25 3.1 Kerangka Penelitian
3.1.1 Persiapan data
Sebagai langkah awal dari penulisan ini adalah mempersiapkan data
dengan terlebih dahulu menentukan klasifikasi bangunan gedung yang akan
dijadikan objek penulisan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap data yang
diperlukan, dilakukan survey ke instansi terkait ataupun ke penyedia jasa
konstruksi untuk memperoleh data-data kontrak tiap jenis bangunan gedung.
Survey juga dilakukan ke Badan Pusat Statistik (BPS) setempat untuk mengetahui
tingkat inflasi pada waktu tertentu dan data lain yang berkaitan.
3.1.2 Database
Berdasarkan survey dan data-data kontrak tiap jenis bangunan yang akan
dicari, akan diketahui rencana anggaran biaya dan luas bangunan yang
bersangkutan. Dari hasil survey ke Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan akan
diperoleh data inflasi dan data indeks harga konsumen. Indeks harga konsumen
tiap lokasi dipakai untuk normalisasi lokasi karena indeks harga konstruksi belum
ada secara resmi di Indonesia. Rencana anggaran biaya, kapasitas bangunan, data
indeks harga konsumen dan data inflasi inilah yang akan menjadi database dari
3.1.3 Pengolahan data
Pada pengolahan data diawali dengan penentuan real cost pada setiap
fungsi bangunan yang diperoleh dari data RAB yang telah didapat dengan tetap
mengacu pada standar teknis peraturan bangunan gedung. Data biaya yang
diperoleh berasal dari waktu dan lokasi yang berbeda kemudian dinormalisasi.
Normalisasi dilakukan terhadap lokasi dan waktu yang berbeda.
Normalisasi terhadap lokasi dilakukan dengan menggunakan indeks lokasi dari
indeks harga konsumen tiap lokasi. Informasi indeks diperoleh dari BPS dengan
menetapkan lokasi acuan (base location) adalah kota Denpasar. Normalisasi
terhadap waktu dilakukan dengan menggunakan angka inflasi yang dikeluarkan
oleh BPS. Biaya yang dinormalisasi terhadap waktu adalah biaya yang telah
disesuaikan dengan lokasi. Tahun acuan dalam normalisasi terhadap waktu adalah
tahun 2010.
Setelah dilakukan normalisasi, dilanjutkan dengan klasifikasi data,
Klasifikasi data ini untuk melihat perbandingan seberapa besar error yang terjadi
melalui pembagian atau pengelompokan data yang baik menurut aturan tertentu.
Selain itu, untuk melihat apakah dengan diklasifikasikan faktor kapasitas biaya
(m) menjadi lebih spesifik dibandingkan dengan tidak diklasifikasikan. Spesifik nilai m dalam arti memiliki kecenderungan yang sama atau berbeda antara
kapasitas dan biayanya. Klasifikasi dilakukan menurut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 yang mengklasifikasikan bangunan
sederhana dan tidak sederhana dan klasifikasi menurut jumlah lantai. Eksponen
biaya. Berdasarkan pengeplotan ini kemudian dilakukan analisis hubungan antara
kapasitas dan biayanya dengan model regresi linier sederhana.
3.1.4 Model
Model faktor kapasitas biaya diperoleh dengan analisis hubungan antara
kapasitas dan biayanya. Melalui analisis regresi linier sederhana yang digunakan
dalam penelitian ini, fungsi matematis yang menghubungkan kapasitas dan biaya
bangunannya bisa diketahui. Kapasitas yang dimaksud adalah luas (m2) dan
jumlah orang pemakai. Hasil dari analisis regresi adalah fungsi matematis yang
dapat dikatakan sebagai persamaan regresi. Hasil akhir dari pengembangan faktor
kapasitas biaya adalah nilai faktor kapasitas biaya sesuai dengan fungsi bangunan
dan kapasitas serta batasan atau jangkauan itu dapat berlaku.
Setelah nilai faktor kapasitas biaya (m) sesuai dengan fungsi bangunan dan
kapasitas diketahui, nilai m tersebut disusun pada suatu grafik sesuai slopenya
dengan batasan range untuk slope yang berbeda-beda.
3.1.5 Aplikasi
Pada aplikasi faktor kapasitas biaya, bangunan yang akan dibangun
diestimasi dengan menggunakan data biaya bangunan sebelumnya yang memiliki
karakteristik atau jenis yang sama. Data lampau yang dibutuhkan adalah kapasitas
dan jumlah biayanya. Perhitungan biaya untuk kapasitas yang direncanakan
menggunakan Persamaan 2.1 dengan nilai eksponen faktor kapasitas biaya yang
Salah satu tahap penting dalam pengembangan model adalah melakukan
uji validitasnya. Proses ini meliputi tes dan evaluasi dari model yang
dikembangkan dengan beberapa validasi data. Uji validasi dimaksudkan untuk
mengukur tingkat kesalahan estimasi yang menggunakan faktor kapasitas biaya
terhadap data aktual. Koreksi ini juga melihat seberapa besar penyimpangan dari
estimasi biaya konseptual dengan metode faktor kapasitas biaya. Melalui nilai
koreksi yang dilakukan, diharapkan dapat melihat faktor kapasitas biaya untuk
setiap fungsi bangunan yang lebih mendekati kenyataan atau tingkat kesalahan
yang lebih kecil.
3.2 Konsep Penelitian
Untuk menggambarkan konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar di
Klasifikasi Bangunan Gedung Pengumpulan Data - Survey Data-data Kontrak tiap jenis bangunan BPS Rencana Anggaran Biaya KAPASITAS BANGUNAN Data Indeks Harga Konsumen Data Inflasi Real Cost Standar Teknis Peraturan Bangunan Gedung Normalisasi Data Biaya Klasifikasi Hubungan Kapasitas dan biaya setiap fungsi bangunan : - Menurut Permen No. 45/PRT/M/2007 - Menurut jumlah lantai
Plot Hubungan dengan algoritma untuk menentukan
nilai m o n o n Q Q m C C ln ln Model Faktor Kapasitas Biaya dari persamaan garis linier
dengan nilai m yang memiliki batas kapasitas tertentu
OUTPUT : Nilai m sesuai range, klasifikasi bangunan dan kapasitas. Listing nilai m pada satu tabel sesuai slopenya dengan batasan range untuk slope yang berbeda-beda
Bangunan yang akan dibangun diestimasi dengan menggunakan data biaya bangunan sebelumnya yang
memiliki jenis yang sama. Input data: kapasitas rencana
(Q2), C1 & Q1 bangunan lampau ESTIMASI BIAYA m Q Q C C 1 2 1 2 Dimana:
C1 = biaya yang diketahui C2 = biaya yang ingin diketahui Q2 = ukuran /kapasitas yang ingin
diketahui
Q1 = ukuran /kapasitas yang diketahui m = faktor kapasitas biaya
30 4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian diawali dengan pengumpulan data RAB bangunan yang
tergolong fungsi sosial budaya dan dikelompokkan pada masing-masing fungsi
yang lebih spesifik. Real cost dari RAB ditentukan, selanjutnya dilakukan
normalisasi terhadap tempat dan waktu. Jumlah orang pemakai masing-masing
bangunan dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku atau dasar acuan standar
yang ada. Analisis hubungan biaya dengan kapasitas dilakukan dengan terlebih
dahulu melogaritmiskan biaya dan kapasitas. Nilai faktor kapasitas yang didapat
dari analisis hubungan tersebut diplot dalam satu tabel, dan nilai-nilai tersebut
diuji dan dicari tingkat kesalahannya. Selanjutnya akan diketahui nilai faktor
kapasitas masing-masing fungsi bangunan beserta dengan klasifikasinya.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung, Provinsi Bali yang dilaksanakan pada tahun 2009/2010.
4.3 Penentuan Sumber Data
Sumber data yang dimaksud adalah Dokumen Kontrak pembangunan
gedung yang dimiliki penyedia jasa konstruksi yang berada di wilayah Kota
disesuaikan dengan rencana klasifikasi yang sudah ditetapkan yakni bangunan
gedung pemerintah menurut klasifikasi sesuai UUBG No. 28/2002 berupa
bangunan gedung sosial budaya yang terdiri dari bangunan gedung pendidikan,
layanan kesehatan, pelayanan umum dan kebudayaan dari beberapa kurun waktu
tertentu sehingga data yang terkumpul dapat langsung dikelompokkan menurut
fungsinya. Tujuan klasifikasi bangunan ini untuk memudahkan ketika survei.
Jumlah data sebagai sampel yang diharapkan bisa terpenuhi setidaknya memenuhi
batasan minimum dari populasi yang ada.
Metode pengumpulan data, selain dengan cara mendatangi langsung
penyedia jasa konstruksi untuk memperoleh informasi mengenai data bangunan
dari dokumen kontrak juga melakukan browsing internet untuk memperoleh
data-data pendukung.
Informasi data, selain dari dokumen kontrak yang akan menunjang
pengolahan data juga dari data inflasi dan indeks konsumen yang diperoleh dari
website Badan Pusat Statistik. Data penunjang, selain dari data di atas juga dari
standar peraturan pedoman bangunan sesuai fungsi gedung yang diteliti yaitu
bangunan pendidikan dasar mengikuti peraturan dari Dikdasmen, pendidikan
tinggi mengikuti peraturan menurut Dikti, dan bangunan perkantoran pemerintah
mengikuti peraturan menurut Permen.
4.4 Variabel Penelitian
Dalam menentukan faktor kapasitas biaya untuk bangunan gedung,
sederhana tersebut. Variabel tersebut adalah variabel tidak bebas berupa biaya
bangunan gedung dan variabel bebas berupa kapasitas bangunan. Kapasitas
bangunan ini terdiri dari kapasitas fisik berupa luas ruang bangunan gedung dan
kapasitas fungsional berupa jumlah orang pengguna atau penghuni bangunan
gedung yang bersangkutan.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah wawancara langsung pada penyedia jasa
konstruksi dan mengambil langsung data yang sesuai setelah mendapatkan ijin
dari penyedia jasa.
4.6 Prosedur Penelitian
Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan melakukan
kunjungan kepada penyedia jasa konstruksi di wilayah Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung. Tahap awal dijelaskan terlebih dahulu tujuan kedatangan dan
latar belakang untuk diijinkan memperoleh data di tempat tersebut. Apabila dirasa
perlu surat pengantar dari jurusan disertakan dalam proses tersebut. Pengumpulan
data ini dilakukan oleh penulis sendiri dengan memilih kontrak-kontrak yang
sesuai.
4.7 Analisis Data
Analisis data menggunakan bantuan Microsoft exel untuk menampilkan
pada setiap fungsi bangunan. Data biaya yang diperoleh berasal dari waktu dan
lokasi yang berbeda kemudian dinormalisasi.
Setelah dilakukan normalisasi, dilanjutkan dengan klasifikasi data,
Klasifikasi ini untuk melihat perbandingan seberapa besar error yang terjadi
melalui pembagian atau pengelompokan data yang baik menurut aturan tertentu.
Selain itu, untuk melihat apakah dengan diklasifikasikan faktor kapasitas biaya m
menjadi lebih spesifik dibandingkan dengan tidak diklasifikasikan. Spesifik nilai
m dalam arti memiliki kecenderungan yang sama atau berbeda antara kapasitas dan biayanya. Eksponen faktor kapasitas biaya ini didapatkan dengan
menggunakan algoritma kapasitas dan biaya. Berdasarkan pengeplotan ini
34 5.1 Umum
Berdasarkan survey yang telah dilakukan diperoleh 40 Rencana Anggaran
Biaya historis proyek pembangunan gedung menurut fungsinya masing-masing.
Rencana Anggaran Biaya yang terkumpul tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1 dan
table 5.2 di bawah ini.
Tabel 5.1
Daftar biaya bangunan gedung asrama dan kantor
No Kode Jenis RAB Luas
Lantai Tahun Lokasi
Jumlah Lantai 1 As 1 Asrama 1.958.337.272,73 673,18 2007 Denpasar 2 2 As 2 Asrama 822.233.636,36 422,30 2008 Denpasar 1 3 As 3 Asrama 1.046.090.909,09 350,00 2006 Denpasar 2 4 As 4 Asrama 458.603.000,00 337,00 2003 Denpasar 1 5 As 5 Asrama 1.178.421.818,18 721,00 2002 Badung 2 6 As 6 Asrama 1.309.090.909,09 480,00 2006 Denpasar 2 7 K 1 Kantor 2.377.430.909,09 871,72 2006 Denpasar 2 8 K 2 Kantor 508.140.909,09 207,02 2008 Badung 1 9 K 3 Kantor 1.108.545.454,55 500,00 2006 Denpasar 2 10 K 4 Kantor 707.710.000,00 400,00 2003 Denpasar 1 11 K 5 Kantor 4.446.581.818,18 1.222,81 2008 Denpasar 3 12 K 6 Kantor 2.954.545.454,55 855,26 2008 Denpasar 2 13 K 7 Kantor 1.569.074.545,45 575,33 2007 Denpasar 1 14 K 8 Kantor 6.191.180.000,00 1.702,58 2005 Denpasar 3 15 K 9 Kantor 5.225.500.909,09 1.796,27 2002 Denpasar 3 16 K 10 Kantor 1.355.924.545,45 426,15 2008 Denpasar 2 17 K 11 Kantor 589.818.181,82 204,00 2007 Badung 1 18 K 12 Kantor 397.138.181,82 376,00 2003 Denpasar 1 19 K 13 Kantor 1.900.000.000,00 696,67 2002 Denpasar 2 20 K 14 Kantor 5.181.818.181,82 1.628,57 2004 Denpasar 3
Tabel 5.2
Daftar biaya bangunan gedung laboratorium, puskesmas, rumah sakit dan sekolah
No Kode Jenis RAB Luas
Lantai Tahun Lokasi
Jumlah Lantai 1 L 1 Laboratorium 1.275.128.181,82 467,55 2007 Denpasar 2 2 L 2 Laboratorium 3.278.257.272,73 1.163,25 2008 Denpasar 2 3 L 3 Laboratorium 3.909.090.000,00 1.228,57 2008 Badung 2 4 P 1 Puskesmas 338.625.454,55 165,55 2004 Badung 1 5 P 2 Puskesmas 1.094.839.000,00 401,44 2008 Badung 2 6 RS 1 Rumah sakit 1.327.272.727,27 456,25 2003 Denpasar 1 7 RS 2 Rumah Sakit 8.596.001.818,18 2.954,88 2006 Denpasar 4 8 RS 3 Rumah Sakit 9.409.909.090,91 3.136,64 2006 Denpasar 4 9 RS 4 Rumah Sakit 3.773.718.181,82 1.297,22 2004 Badung 4 10 RS 5 Rumah Sakit 2.634.208.181,82 905,51 2006 Denpasar 3 11 S 1 Sekolah 193.909.090,91 118,50 2004 Badung 1 12 S 2 Sekolah 1.068.636.363,64 325,00 2006 Badung 2 13 S 3 Sekolah 161.750.000,00 118,62 2002 Badung 1 14 S 4 Sekolah 281.818.181,82 140,91 2002 Badung 1 15 S 5 Sekolah 2.817.272.727,27 930,00 2007 Badung 3 16 S 6 Sekolah 722.709.090,91 314,00 2004 Badung 2 17 S 7 Sekolah 842.919.090,91 440,00 2003 Denpasar 2 18 S 8 Sekolah 302.559.090,91 202,00 2004 Denpasar 1 19 S 9 Sekolah 723.511.818,18 314,00 2004 Denpasar 1 20 S 10 Sekolah 1.068.636.363,64 425,00 2006 Badung 1
Dari tabel 5.1 dan table 5.2 tersebut di atas, 6 buah teridentifikasi dengan
fungsi bangunan sebagai asrama, 14 teridentifikasi dengan fungsi bangunan
sebagai kantor, 3 teridentifikasi dengan fungsi bangunan sebagai laboratorium, 2
teridentifikasi dengan fungsi bangunan sebagai puskesmas, 5 teridentifikasi
dengan fungsi bangunan sebagai rumah sakit dan 10 teridentifikasi dengan fungsi
bangunan sebagai sekolah. Dari identifikasi di atas dapat dilihat bahwa hasil
survey terhadap bangunan gedung dengan fungsi laboratorium, puskesmas dan
menurut klasifikasi tertentu. Diagram identifikasi tersebut di atas dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.1 Diagram tingkat jumlah masing-masing fungsi bangunan gedung
5.2 Analisis untuk Menentukan Faktor Kapasitas Biaya 5.2.1 Normalisasi
Langkah awal yang dilakukan dalam analisis data adalah memberikan
kode sesuai dengan fungsi bangunannya masing-masing. Untuk fungsi bangunan
sebagai asrama diberi kode As1 sampai dengan As6, kantor diberi kode K1
sampai dengan K14, laboratorium diberi kode L1 sampai dengan L3, puskesmas
diberi kode P1 sampai dengan P2, rumah sakit diberi kode RS1 sampai dengan
RS5 dan sekolah diberi kode S1 sampai dengan S10. Langkah selanjutnya adalah
melakukan normalisasi terhadap masing-masing biaya bangunan disesuaikan
dengan daerah acuan yaitu Kota Denpasar dan waktu acuan yaitu tahun 2010.
Normalisasi terhadap daerah acuan memakai persamaan 2.3 yaitu :
L B L B I I C C dengan :