• Tidak ada hasil yang ditemukan

kolektibiltas sebesar 96,95%.

Dalam dokumen Annual Report Jamsostek 2013. pdf (Halaman 105-116)

likuiditas

solvabilitas

kolektibiltas

Tahun 2013, posisi tingkat

likuiditas sebesar 396%,

tingkat solvabilitas sebesar

295,41% dan tingkat

kolektibiltas sebesar

96,95%.

Analisis Capaian Posisi Keuangan Laporan Keuangan

Total aset pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.153,73 triliun atau 97,37% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP

2013 sebesar Rp157,87 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian pos-pos pada laporan posisi keuangan diatas terlihat bahwa target aset yang tidak tercapai adalah terletak pada aset tetap dan aset lain yang hanya mencapai masing-masing 53% dan 7,15%. Sedangkan untuk aset lancar, aset investasi dan DPKP diatas target yang sudah ditetapkan. Sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 dan PP nomor 99 tahun 2013, Perusahaan diwajibkan menyajikan laporan keuangan secara terpisah. Sehingga tahun 2014 Perusahaan menetapkan target laporan keuangaan berdasarkan masing-

masing program, yaitu Program JHT Rp. 163,46 triliun, Program JKK Rp. 12,65 triliun program JKM Rp. 3,73 triliun dan BPJS Rp. 11,40 triliun.

Aset Investasi

Total aset investasi pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.149,21 triliun atau 100,07% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp149,10 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian instrumen investasi diatas terlihat bahwa target aset investasi yang tidak tercapai adalah terletak pada instrumen deposito, reksadana, penyertaan dan properti yang

pencapaiannya masing-masing 97,89%, 98,21%, 1,60% dan 47,97%. Sedangkan untuk saham dan obligasi diatas target yang sudah ditetapkan.

Sumber pertumbuhan aset investasi ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yaitu faktor penambahan dana segar (fresh money) yang bersumber dari penerimaan iuran dan hasil investasi, faktor pasar yaitu harga pasar efek investasi berupa saham, obligasi dan reksadana dan terakhir faktor penyesuaian akuntansi berupa penurunan nilai, amortisasi, eliminasi dan penyusutan.

Dari ketiga faktor pertumbuhan tersebut pada tahun 2013 hanya faktor pertama yaitu penambahan dana segar yang berkontribusi dominan terhadap pertumbuhan dana.

Nilai wajar efek investasi dihitung berdasarkan hirarki nilai wajar sebagaimana ditetapkan dalam PSAK No. 55. Berdasarkan Keputusan Direksi No. KEP/44/022011 tanggal 28 Februari 2011 tentang Penetapan Nilai Wajar Investasi Saham dan Reksadana dan Keputusan Direksi No. KEP/332/122010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penetapan Nilai Wajar Investasi Obligasi, diatur sebagai berikut:

1. Saham

Terdapat dua kelompok saham yaitu saham yang memiliki pasar aktif dan saham yang tidak memiliki pasar aktif. Untuk saham yang memiliki pasar aktif, nilai wajar ditetapkan mengacu kepada quoted market price yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga pasar yang digunakan adalah harga permintaan dari penutupan hari bursa. Sedangkan untuk saham yang tidak memiliki pasar aktif maka menggunakan harga penutupan dari hari bursa

terakhir yang tersedia. 2. Reksadana

Untuk reksadana menggunakan nilai aset bersih yang dipublikasikan oleh manajer investasi.

3. Obligasi

Terdapat dua kelompok obligasi yaitu obligasi yang memiliki pasar aktif dan obligasi yang tidakmemiliki pasar aktif. Untuk obligasi yang memiliki pasar aktif, nilai wajar obligasi ditetapkan mengacu kepada quoted market price yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga pasar yang digunakan adalah harga permintaan (bid price) dari transaksi terakhir, atau apabila tidak tersedia maka menggunakan harga penutupan (closing price). Sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 dan PP nomor 99 tahun 2013, Perusahaan dilarang melakukan subsidi anatr program. Sehingga tahun 2014 Perusahaan menetapkan target dana investasi berdasarkan masing-masing program, yaitu Program JHT Rp. 161,60 triliun, Program JKK Rp. 11,70 triliun program JKM Rp. 3,68 triliun dan BPJS Rp. 8,05 triliun.

Aset Lancar

Total aset lancar pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.2,95 triliun atau 110,47% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp2,67 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Mayoritas dana investasi Jamsostek ditempatkan dalam instrumen berpendapatan tetap berupa deposito dan Obligasi yaitu mencapai 70,53 % dari total aset investasi, dikarenakan karakteristik hasil yang lebih likuid dan pasti, risiko yang relatif aman dan disesuaikan dengan maturity profile

liabilitas yang umumnya bersifat jangka menengah hingga panjang yaitu Jaminan Hari Tua (JHT).

Secara per segmen investasi Jamsostek terdiri dari investasi JHT sebesar Rp131,18 triliun dan Non JHT sebesar Rp18,04 triliun. Apabila dikaji secara per segmen maka program JHT memiliki

bauran portofolio yang lebih moderat dibandingkan program Non JHT. Hal ini tercermin dari ‘3 besar’ instrumen program JHT terdiri dari obligasi, deposito dan saham, sedangkanprogram Non JHT didominasi oleh saham baru diikuti obligasi dan deposito.

Rincian jumlah dana investasi per program sampai dengan 31 Desember 2013 dapat dilihat dalam tabel berikut :

Dari rincian pos-pos aset lancar diatas terlihat bahwa target yang tidak tercapai adalah terletak pada pos piutang investasi, uang muka pajak, beban usaha dibayar dimuka, piutang usaha dan aset dimiliki untuk dijual yang pencapaiannya masing-masing 18,54%, 0,67%, 80,86%, 26,51% dan 5,54%. Sedangkan untuk kas setara kas, pendapatan yang masih harus diterima piutang jatuh tempo, uang muka kerja pegawai piutang iuran dan perlengkapan alat tulis kantor diatas target yang sudah ditetapkan.

Tahun 2014 perusahaan melakukan perubahan kebijakan akuntansi terhadap penyajian laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 dan PP nomor 99 tahun 2013 yang mewajibkan perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan perprogram. Sehingga tahun 2014 Perusahaan menetapkan target aset lain sebagai berikut:

Aset Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP)

Total aset DPKP dalam bentuk pinjaman dan sarana kesejahteraan peserta pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp. 666 miliar

atau 108,12% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013sebesar Rp. 616,42 miliar, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian aset DPKP diatas terlihat bahwa semua target pinjaman dan sarana kesejahteraan peserta yang sudah ditetapkan dapat terlampaui. Tahun 2014 program DPKP berubah nama menjadi Manfaat Layanan Tambahan (MLT) yang berlaku hingga juli 2015. Sehingga di tahun 2014 perusahaan menargetkan Pinjaman diberikan kepada peserta dan Sarana Kesejahteraan peserta

sebesar Rp. 1,02 triliun yang disajikan didalam laporan keuangan BPJS.

Aset Lain

Total aset lain pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.314,08 miliar atau 7,15% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp. 4,40 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian aset lain diatas terlihat bahwa semua target tidak tercapai. Hal ini dikarenakan adanya penangguhan pembelian perangkat lunak dan reklas cadangan umum ke aset pajak tangguhan. Sedangkan tahun 2014 perusahaan menargetkan aset lain sebesar Rp. 372 miliar yang disajikan didalam laporan keuangan BPJS.

Liabilitas

Total liabilitas pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.147,38 triliun atau 98,52% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp149,58 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian liabilitas diatas terlihat bahwa hanya liabilitas Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta yang mencapai target sebesar 102,82%, sedangkan untuk liabilitas yang lain tidak mencapai target. Tidak tercapainya target liabilitas tahun 2013 merupakan dampak atas kebijakan perusahaan yang memutuskan untuk meminimalisasi utang kepada peserta maupun pihak ketiga pada akhir periode. Kebijakan ini

diambil perusahaan karena terkait transformasi ke BPJS Ketenagakerjaan.

Tahun 2014 perusahaan menargetkan total liabilitas sebesar Rp. 17,17 triliun yang disajikan kedalam masing-masing program, sesuai amanat Undang-undang nomor 24 tahun 2011 dan PP nomor 99 tahun 2013 yang mewajibkan perusahaan menyajikan laporan secara terpisah.

Ekuitas

Total ekuitas pada akhir tahun 2013 ditutup pada posisi sebesar Rp.6,35 triliun atau 76,61% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013

sebesar Rp8,28 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari rincian ekuitas diatas terlihat bahwa hanya saldo laba yang mencapai target sebesar 104,50%, sedangkan untuk ekuitas yang lain tidak mencapai target. Tidak tercapainya target ekuitas tahun 2013 merupakan dampak atas kebijakan perusahaan yang memutuskan untuk melakukan reklasifikasi cadangan umum ke aset pajak tangguhan.

Tahun 2014 perusahaan melakukan perubahan kebijakan akuntansi atas ekuitas, dimana sebelumnya struktur ekuitas terdiri dari modal cadangan umum, cadangan tujuan, SPE dan saldo laba sedangkan terhitung mulai tanggal 1 januari 2014, sejalan dengan pemberlakukan UU 24 tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan, struktur ekuitas dibagi berdasarkan program yaitu aset netto untuk program JHT, JKK dan JKM sedangkan modal, SPE dan perubahan penghasilan (beban) untuk BPJS.

Distribusi Laba

Sejak tahun 2007, dalam rangka menyelaraskan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemerintah selaku pemegang saham tunggal (100%) telah menerapkan kebijakan zero dividend yaitu meniadakan distribusi bagian laba kepada pemegang saham dan dialihkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Alokasi dividen dialihkan ke dana pengembangan JHT dan Non-JHT yang dimanfaatkan untuk pemberian insentif JHT dan manfaat tambahan Non-JHT kepada peserta.

Rincian distribusi laba perusahaan yang ditetapkan setiap tahun melalui keputusan RUPS tentang pengesahan Laporan Tahunan Perusahaan, sebagai berikut:

Pada tahun 2012 dan tahun 2013, distribusi laba lebih fokus pada penguatan ekuitas sebagai bagian dari persiapan PT Jamsostek bertranformasi menuju BPJS ketenagakerjaan sesuai undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hasil RUPS laporan keuangan tahun 2013

diputuskan alokasi sebesar Rp.1,68 triliun atau 73% dari total laba 2013 untuk penguatan ekuitas PT Jamsostek (Persero) berupa cadangan umum dan sebesar Rp.210 miliar untuk cadangan tujuan, sedangkan sisanya sebesar Rp. 400 miliar dialokasikan ke DPKP untuk pembangunan Rumah Sakit Pekerja.

Analisis Capaian Pendapatan dan Beban

Pada tahun 2013 Perusahaan telah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp. 2,29 triliun atau 104,84% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013sebesar Rp. 2,19 triliun. Pertumbuhan laba Perusahaan dipicu oleh peningkatan penerimaan iuran dan hasil investasi. Penyajian pendapatan dan beban pada laporan tahun 2014 mengalami perbedaan dari tahun

2013. Hal ini dilakukan sesuai dengan perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan mulai 1 januari 2014. Pada tahun 2014 laporan pendapatan dan beban disajikan sesuai rujukan pedoman akuntansi yang diterapkan pada program masing-masing.

Berikut perbandingan realisasi dan anggaran pendapatan dan beban tahun 2013 dan target tahun 2014 :

Penerimaan Iuran

Realisasi penerimaan iuran untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar

Rp.26,92 triliun atau 108,71% dari target yang

sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp24,77 triliun, dengan rincian sebagai berikut :

Penerimaan iuran dikelompokkan atas penerimaan iuran JHT dan penerimaan iuran Non JHT. Realisasi penerimaan iuran JHT sebesar Rp. 20,0 1triliun atau 104,27% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 19,19 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan iuran non JHT mencapai Rp. 6,92 triliun atau sebesar 123,95% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 5,58 triliun.

Disamping penerimaan iuran diatas, terdapat penerimaan iuran yang belum dicatat sebagai penerimaan iuran JHT dan Non JHT sehingga dicatat dalam iuran belum rinci. Hal ini disebebkan

belum diterimanya data iuran dari perushaan peserta sehuingga belum dilakukan rekonsiliasi. Penerimaan iuran belum rinci pada akhir tahun 2013 sebesar Rp.134,15 miliar, jumlah ini meningkat sebesar 160,54% dibanding realisasi tahun 2012.

Tahun 2014 perusahaan telah menetapkan kenaikan target total penerimaan iuran menjadi Rp. 32,17 triliun, sesuai Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 terhitung 1 Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan tidak mengelola program JPK lagi.

Pembayaran Jaminan

Realisasi pembayaran jaminan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar Rp. 12,99 miliar atau 124,94% dari target

yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 sebesar Rp10,40 miliar, dengan rincian sebagai berikut:

Pembayaran jaminan dikelompokkan atas pembayaran jaminan JHT dan pembayaran jaminan Non JHT. Realisasi pembayaran jaminan JHT sebesar Rp. 9,97 triliun atau 121,52% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 8,20 triliun.

Sedangkan realisasi pembayaran jaminan Non JHT mencapai Rp. 3,03 triliun atau sebesar 137,70% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 2,20 triliun.

Jumlah klaim JHT selama tahun 2013 sebanyak 1.054.231 klaim yang terdiri dari klaim kepesertaan 5 (lima) tahun sebesar 90,23%, klaim JHT usia 55 (lima puluh lima) tahun sebesar 7,01%, sebesar 2,41% karena meninggal dunia, 0,28% menjadi PNS/TNI, sisanya sebesar 0,07% meninggalkan wilayah RI dan mengalami cacat total tetap.

Realisasi pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) tahun 2013 sebesar Rp.563,44 miliar atau 109,28% diatas RKAP 2013. Dengan kasus kecelakaan kerja sebanyak 103.285 yang terdiri dari 91,13% sembuh, 3,86% cacat fungsi, 2,61% cacat sebagian, 2,36% meninggal dunia dan 0,05% cacat total. Rata-rata kecelakaan kerja 283 setiap harinya.

Realisasi pembayaran Jaminan Kematian (JK) tahun 2013 sebesar Rp. 406,84 miliar atau 124,41% diatas RKAP 2013. Dengan kasus kematian sebanyak 19.849, sebesar 69,44% terjadi saat peserta masih aktif, sedangkan 29,27% adalah peserta yang sudah non aktif atau melakukan klaim JHT tetapi masih dalam masa perlindungan 6 (enam) bulan.

Realisasi pembayaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) tahun 2013 sebesar Rp.1,96 triliun atau 151,15% diatas RKAP 2013.

Tahun 2014 perusahaan telah menetapkan penurunan target total pembayaran jaminan menjadi Rp. 11,10 triliun. Penurunan target pembayaran jaminan ini dikarenakan sesuai Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 terhitung 1 Januari 2014 perusahaan tidak menggelola program JPK lagi.

Pendapatan Investasi

Realisasi pendapatan investasi untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar Rp. 14.877 milliar atau 101,77% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 yaitu sebesar Rp14,62 miliar, dengan rincian sebagai berikut:

Pendapatan investasi dikelompokkan atas investasi JHT dan investasi Non JHT. Realisasi

pendapatan investasi JHT sebesar Rp. 12,70 triliun atau 102,01% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 12,45 triliun. Sedangkan realisasi pendapatan investasi Non JHT mencapai Rp. 2,18 triliun atau sebesar 100,34% dari target yang ditetapkan

sebesar Rp. 2,17 triliun.

Yield on Investment (YOI)

Dari hasil investasi tahun 2013, pencapaian dan target YOI bruto untuk masing-masing program adalah sebagai berikut:

Realisasi YOI (bruto) tahun 2013 mencapai 10,44% merupakan 99,64% dari RKAP 2013 yang berada pada level 10,48%, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dana investasi tahun 2013 sebesar Rp.16,38 triliun atau 12,33% dari tahun 2012.

Pendapatan investasi tertinggi diperoleh dari pendapatan bunga baik deposito maupun

obligasi, karena penempatan dana pada kedua instrumen ini juga jumlahnya paling besar yaitu lebih dari 70,53% dana JHT.

Tahun 2014 perusahaan telah menetapkan kenaikan target pendapatan investasi sebesar 6,70% dari realisasi tahun 2013 atau menjadi Rp. 15,87 triliun.

Beban Usaha

Realisasi beban usaha untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar Rp.2,76 triliun atau 107,59% dari target yang sudah

ditetapkan dalam RKAP 2013 yaitu sebesar Rp.2.563,92 milliar, dengan rincian sebagai berikut:

Kenaikan beban usaha disebabkan oleh:

1. Beban imbalan pasca kerja mengalami kenaikan sebesar 107,43 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya atau jika diperbandingkan dengan targetnya di tahun 2013 sebesar Rp. 150,43 miliar maka telah tercapai sebesar 46,05% diatas targetnya. Kenaikan ini disebabkan karena adanya kenaikan gaji yang berpengaruh terhadap tunjangan cuti besar karyawan. Kedua komponen tersebut menjadi dasar atas perhitungan imbalan kerja.

2. Beban jasa produksi mengalami kenaikan sebesar 23,84 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya atau jika diperbandingkan dengan targetnya di tahun 2013 sebesar Rp. 289,24 miliar maka telah tercapai s e b e s a r 6,21% diatas targetnya.disebabkan adanya penambahan karyawan dan kenaikan gaji direksi serta karyawan yang menjadi dasar perhitungan jasa produksi dan tantiem.

3. Beban administrasi dan umum mengalami kenaikan sebesar 89,31 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya atau jika diperbandingkan dengan targetnya di tahun 2013 sebesar Rp. 309,80 miliar maka telah tercapai sebesar 34,69% diatas targetnya. Kenaikan ini terjadi karena adanya penambahan Kantor Jaringan Layanan sebanyak 52 Unit Kantor Cabang Pembantu.

4. Beban penyisihan piutang iuran mengalami

kenaikan sebesar 91,16 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya atau jika diperbandingkan dengan targetnya di tahun 2013 sebesar Rp. 46,28 miliar maka telah tercapai sebesar 150,82% diatas targetnya. hal ini disebabkan karena adanya perubahan kebijakan dalam penentuan kriteria piutang iuran sesuai Keputusan Direksi nomor: 365/102013 tentang klasifikasi piutang iuran program Jamsostek. Perusahaan menetapkan bahwa piutang yang memenuhi kriteria andal adalah piutang yang telah mendapat persetujuan perusahaan peserta, sedangkan piutang iuran yang tidak memenuhi persyaratan tersebut disajikan dalam catatan atas laporan keuangan sebagai aset kontinjensi. Tahun 2014 perusahaan telah menetapkan kenaikan target biaya usaha sebesar 3,53% dari realisasi tahun 2013 atau menjadi

Rp. 2,86 triliun.

Analisis Capaian Belanja Modal

Realisasi belanja modal untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar Rp.239,61 miliar atau 49,28% dari target yang sudah ditetapkan dalam RKAP 2013 yaitu sebesar Rp. 486,26 miliar, dengan rincian sebagai berikut:

Rendahnya realisasi belanja modal Tanah terutama disebabkan oleh kegagalan proses pembelian tanah untuk Kantor Cabang Semarang II, pada Kantor Cabang Muara Enim terjadi karena harga appraisal terlalu rendah dibandingkan penawaran, selanjutnya pada Kantor Cabang Bontang dari 11 lokasi yang ditawarkan tidak ada yang sesuai standar yang ditetapkan Manajemen.

Rendahnya realisasi belanja modal Bangunan terutama disebabkan rencana pembangunan Learning Centre baru selesai dalam proses perencanaan, selanjutnya pada Kantor Cabang Palu, Pangkalan Bun dan Timika baru dimulai proses lelangnya pada akhir tahun. Rencana pembangunan kembali bangunan Kantor cabang Tangerang 1 yang mengalami kebakaran belum dapat dimulai proses pembangunannya dikarenakan menunggu selesainya proses klaim asuransi kebakaran gedung. Rendahnya belanja modal peralatan komputer terutama disebabkan antara lainkarena baru selesainya proses review dan assessment system dan infrastruktur DC/DRC oleh konsultan independen dan aplikasi CRM masih dalam proses pelelanggan. Sedangkan rendahnya realisasi belanja modal aset tidak berwujud terutama disebabkan oleh masih adanya pengembangan aplikasi yang masih dalam

proses penyelesaian di akhir tahun.

Adanya pelampauan anggaran pada anggaran Kendaraan Dinas, Peralatan Kantor dan Peralatan Lain disebabkan oleh kebijakan Manajemen dalam rangka optimalisasi pemanfaatan anggaran bangunan yang tidak tercapai yang digunakan untuk Implementasi awal service blue print. Kebijakan tersebut telah mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris yang tertuang dalam Surat nomor: 73/DK/092013 tanggal 30 September 2013 Perihal: persetujuan pergeseran anggaran antar mata anggaran Belanja Modal. Tahun 2014 perusahaan telah menetapkan kenaikan target belanja modal sebesar 79,14% dari realisasi tahun 2013 atau menjadi Rp. 429 miliar. Kenaikan target belanja modal ini dipersiapkan untuk peningkatan infrastruktur teknologo informasi dan perluasan jaringan kantor.

STRUKTUR DAN KEBIJAKAN MODAL Struktur Modal

Struktur Modal terhadap aset dan liabilitas menunjukan posisi yang signifikan karena dipengaruhi oleh liabilitas kepada peserta program JHT, dapat digambarkan sebagai berikut:

STRUKTUR MODAL TERHADAP ASET JAMSOSTEK (%)

Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013

Liabilitas 95 95 96 95 96

Ekuitas 5 5 4 5 4

Pada tahun 2013 aset perusahaan dibiayai oleh 96 % dari liabilitas dan 4 % dari ekuitas, turun dibandingkan tahun 2012 dengan perbandingan 95% dan 5 %. Rendahnya ratio ekuitas terhadap aset ini tidak terlepas dari proses bisnis Jamsostek yang tidak mengakui penerimaan iuran JHT dan hasil investasinya sebagai komponen pembentuk laba, sehingga jumlah pendapatan yang benar-benar mengalir menjadi laba dan akhirnya memperkuat ekuitas dari tahun ke tahun relatif kecil dibandingkan yang mengalir menjadi liabilitas. Selain itu, sejak tahun 2007, sesuai kebijakan Menteri Negara BUMN selaku Pemegang Saham atas sebagian besar laba Jamsostek yang sebenarnya merupakan laba program Non JHT dikembalikan lagi kepada peserta JHT dalam bentuk pemberian insentif JHT. Jumlah laba non JHT yang dikembalikan kepada peserta JHT dalam kurun waktu 2007 – 2013 mencapai total Rp. 3,05 triliun. Kebijakan ini semakin menegaskan fungsi sosial Jamsostek dibandingkan fungsi komersialnya selaku BUMN.

Kebijakan Modal

Kebijakan dan struktur ekuitas Jamsostek terdiri dari 4 klasifikasi, yaitu modal disetor, cadangan tujuan, cadangan umum dan laba ditahan.

Dasar pemilihan kebijakan adalah berdasarkan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, PSAK 50 (revisi 2010) Instrumen Keuangan tentang Penyajian dan anggaran dasar PT. Jamsostek (Persero).

Kebijakan dan struktur ekuitas

Dalam dokumen Annual Report Jamsostek 2013. pdf (Halaman 105-116)