• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. Bab II Tinjauan Pustaka

VI.3 Kombinasi Beban Kerja

VII Fondasi Abutment VII.1 Data Pondasi

VII.2 Daya Dukung Aksial Ijin Tiang VII.3 Daya Dukung Lateral Ijin Bor VII.4 Gaya Yang Diterima Tiang VII.5 Kontrol Daya Dukung Ijin Tiang VIII. Penutup

VIII.1 Kesimpulan VIII.2 Saran

BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1 Defenisi Jembatan

Jembatan adalah satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti membolehkan laluan pejalan kaki, pemandu kenderaan atau kereta api di atas halangan itu.

Jembatan terdiri dari enam bagian pokok yaitu:

1. Bagian atas jembatan, yaitu: bagian struktur jembatan yang berada pada bagian atas jembatan, yang berfungsi untuk menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan kendaraan dan juga yang lain kemudian menyalurkannya kebangunan bawah.

2. Landasan adalah bagian ujung bawah dari suatu bagian atas jembatan yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas kebangunan bawah.

3. Bagian bawah jembatan yaitu bagian struktur jembatan yang berada

dibawah struktur atas jembatan yang berfunsi untuk menerima/memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi.

4. Pondasi yaitu bagian struktur jembatan yang berfungsi untuk menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah.

5. Oprit yaitu timbunan tanah di belakang abutment , timbunan tanah ini harus dibuat sepadat mungkin, untuk menghindari terjadinya settlement.

6. Bangunan pengaman jembatan yaitu: bagian struktur jembatan yang

berfunsi untuk pengamanan terhadap pengaruh sungai yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sesuai dengan Peraturan Muatan Bina Marga NO.12/1970 (Bina Marga Loading Spec.) lebar jembatan ditentukan sebagai berikut:

1) Untuk 1 jalur jembatan minimum : 2.75 m maksimum : 3.75 m

Untuk 2 jalur lebar jembatan minimum : 5.50 m

maksimum : 7.50 m

2) Lebar trotoar umumnya berkisar antara 1.00 m – 1.50 m 3) Lebar kerb : ± 0.50 m

4) Lebar jalan untuk slow traffic : ± 2.50 m

II.1.1 Jenis-jenis jembatan

Jenis-jenis jembatan boleh dikelaskan mengikut kegunaannya ataupun struktur binaannya.

Dari segi kegunaan

Suatu jembatan biasanya dirancang sama untuk kereta api, untuk pemandu jalan raya atau untuk pejalan kaki. Ada juga jambatan yang dibangun untuk pipa-pipa besar dan saluran air yang bisa digunakan untuk membawa barang. Kadang-kadang, terdapat

batasan dalam penggunaan jembatan; contohnya, ada jembatan yang dikususkan untuk juga jembatan yang dibangun untuk pejalan kaki (jembatan penyeberangan), dan boleh digunakan untuk penunggang sepeda.

a) Jembatan upacara dan hiasan

Setengah jembatan dibuat lebih tinggi daripada yang diperlukan, agar pantulan jembatan itu akan melengkapkan sebuah bulatan. Jembatan seperti ini, yang selalunya dijumpai di taman oriental, dipanggil "Jembatan Bulan", kerana jambatan itu dan

pantulannya menyerupai sebua jembatan dibuat

sungai tiruan sebagai simbol perjalanan ke tempat ataupun keadaan minda yang penting. Ada satu set yang terdiri daripada lima jambatan yang merentasi satu sungai yang berbelit-belit di salah sebuah laman penting di dayang-dayang mereka.

b) Jembatan jalan raya c) Jembatan kereta api d) Jembatan jalan air e) Jembatan jalan pipa f) Jembatan militer

Dari segi jenis material yang digunakan:

Perancangan dan bahan asas pembinaan jambatan bergantung kepada lokasi dan juga jenis muatan yang akan ditanggungnya. Berikut adalah beberapa jenis jambatan yang utama:

a. Jembatan batang kayu (log bridge)

Jambatan yang terawal adalah apabila manusia mengambil kesempatan dari pohon kayu yang tumbang merentasi sungai. Jadi, tak hairanlah jika jambatan yang pertama dibuat ialah pokok yang sengaja ditumbangkan meintasi sungai. Kini, jambatan seperti itu hanya digunakan secara sementara, contohnya di tempat2 pembalakan, yang mana jalan yang dibuat hanyalah untuk sementara dan kemudian ditinggalkan. Ini karena jembatan seperti ini mempunyai jangka waktu yang pendek disebabkan oleh pohon menyentuh tanah (yang basah) hingga menyebabkannya mereput, serta serangan dibuat dengan menggunakan tapak konkrit yang tidak ditakungi air dan dijaga dengan baik.

b. Jembatan baja c. Jembatan beton

Jembatan beton ada 2 jenis yaitu beton bertulang dan beton prategang. Pada tugas akhir ini jembatan yang digunakan adalah jembatan beton prategang.

II.2 Jembatan Beton Prategang

Beton prategang adalah suatu sistem struktur beton khusus dengan cara memberikan tegangan awal tertentu pada komponen sebelum digunakan untuk mendukung beban luar sesuai dengan yang diinginkan.

Sistem ini merupakan paduan antara beton mutu tinggi dan baja tinggi. Seperti diketahui bahan beton tidak kuat untuk menahan tegangan tarik sehingga selalu diusahakan untuk menghindari timbulnya tegangan tarik dalam beton, kelemahan ini dipikul dengan mengaplikasikan baja mutu tinggi yang mampu menahan tegangan tarik.

Berkurang atau lenyapnya tegangan tarik didalam beton mengurangi masalah retak atau bahkan tercapainya keadaan bebas-retak pada tingkat beban kerja.Usaha menghilangkan retak-retak pada beton lebih lanjut berarti mencegah berlangsungnya proses korosi (pengkaratan) tulangan baja melalui proses oksidasi.Tercapainya hal tersebut merupakan salah satu kelebihan beton prategangan dibandingakan dengan beton bertulang biasa, khususnya apabial struktur digunakan ditempat terbuka terhadap cuaca atau lingkungan korosif. Kelebihan beton prategang juga berada pada tingkat beban kerja dan besar gaya prategang yang ditentukan oleh tegangan ijin didalam beton. Hitungan analisis diatur dalam SK SNI T-15-1991 pasal 3.11.2 sampai dengan pasal 3.11.5.

Penerapan prinsip prategang pada komponen struktur beton adalah dengan menggunakan tendon baja. Cara pelaksanaan pemberian prategangan ada 2 (dua) yaitu:

1. Pratensioning/pra penarikan yaitu memberi prategangan pada beton dimana tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan pengecoran adukan beton kedalam acuan yang telah disiapkan.

2. Post tensioning/pasca tarik yaitu memberi tegangan pada beton dimana

tendon ditarik untuk ditegangkan setelah dilakukan pengecoran adukan beton kedalam acuan.

Keuntungan penggunaan beton prategang:

a. Pada prategang penuh yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban kerja.

b. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsur struktur prategang sehingga lebih menghemat pemakayan material.

c. Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya geser, hal ini disebabkan karena pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan terik utama.

d. Batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja daripada suatu batang bertulang dengan tebal yang sama.

e. Pemakayan beton dan baja mutu tinggi pada batang prategang menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yang dimungkinkan dengan pemakayan beton bertulang.

Profil-profil beton prategang bermacam-macam seperti:

a. I

b. T

c. L

d. U

Profil yang akan digunakan pada gelagar utama jembatan untuk perencanaan ini adalah I girder.

Perencanaan Tendon Pada Prategang

Tendon sebagai konstruksi yang tahan terhadap tarik, sehigga didalam perencanaan perletakan tendonnya harus direncanakan dengan baik. Tegangan tendon ekstrim pada kondisi beban kerja tidak dapat melebihi nilai ijin maksimumnya,berdasarkan standar-standar seperti ACI,PCI,AAHSTO,CEP-FIP. Dengan demikian,zona yang membatasi di penampang beton perlu ditetapkan,yaitu selubung yang didalamnya gaya prategang dapat bekerja tanpa menyebabkan terjadinya tarik diserat beton ekstrim.

ft = 0 = - , untuk abgian prategang saja, sehingga e =

dengan demikian titik kern bawah adalah:

kb = ; kt =

Penggunan tendon dalam beton ada dengan dua cara yaitu metode: Draped dan metode Harped. Tendon lurus biasanya digunakan untuk balok pracetak dengan bentang sedang, sedangkan penggunaan tendon lengkung lebih umum digunakan pada elemen pascatarik yang dicor ditempat.Tendon yang tidak lurus ada dua jenis yaitu:

• Draped: mempunyai alinyemen lengkung secara gradual,seperti bentuk

parabolik,yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal terbagi merata.

• Harped: tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen dibidang-bidang

dimana terdapat beban terpusat,digunakan pada balok yang terutama mengalami beban transversal terpusat.

Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak ada sama sekali di penampang yang menentukan desain.

II.2 Jembatan Tahan Gempa

Yang dimaksud dengan jembatan tahan gempa adalah jembatan yang mampu meredam gaya gempa yang menghantam jembatan, dan kerusakan yang terjadi apabila terjadi gempa adalah kerusakan setempat, mudah diperbaiki, struktur tidak mengalami keruntuhan/failure,dan dapat dimanfaatkan kembali.

Menurut SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jembatan jalan raya, aspek jembatan tahan gempa adalah:

1. Struktur daktail dan tidak daktail

2. Perencanaan dan penelitian seismik terkait

3. Analisis seismik untuk jembatan bentang tunggal dan majemuk 4. Analisis interaksi pondasi dan tanah sekitarnnya

5. Analisis perlengkapan perletakan dalam menahan gerakan gempa 6. Analisis perletakan dengan sistem isolasi dasar sebagai peredam gempa 7. Prinsip analisis riwayat waktu

8. Analisis sendi plastis

II.2.1 Sejarah Lahirnya Jembatan Tahan Gempa di Indonesia

Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena 3 lempeng besar dunia dan 9 lempeng lainnya saling bertemu diwilayah Indonesia(Gambar 1) dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi.Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil

pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari 14.000 kejadian gempa dengan magnitude M > 5.0. Kejadian gempa-gempa utama (main shocks) dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam gambar 2. Dalam enam tahun terakhir telah tercatat berbagai aktivitas gempa besar di Indonesia, yaitu Gemap Aceh disertai Tsunami tahun 2004 (Mw=9.2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw=8.7),Gempa Jogja tahun2006 (Mw=6.3), Gempa Tasik tahun 2009 (Mw=7.6), Gempa Padang (Mw=7.6), Gempa Wasior tahun 2010. Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur termasuk jembatan dan bangunan, serta dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

Menurut Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010,permasalahan-permasalahan utama dari peristiwa-peristiwa gempa adalah:

1) Sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar;

2) Merupakan kejadian alam yang tidak dapat diperhitungkan dan diperkirakan secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudenya;

3) Gempa tidak dapat dicegah.

Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat , usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah:

a) Menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture,kemungkinan tsunami dan landslide;

b) Bangunan sipil termasuk jembatan direncanakan dan dibangun tahan gempa. Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kejadian yang terjadi gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur. Kerusakan akibat gempa dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu: 1) kerusakan tidak langsung pada tanah yang

menyebabkan terjadinya likuifaksi, cyclic mobility,lateral spreading,kelongsoran lereng,keretakan tanah,subsidence dan deformasi yang berlebihan. 2) kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang diterima bangunan selama goncangan. Pencegahan kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari inersia akibat gerakan tanah dapat dilakukan melaluiproses perencanaan dengan memperhitungkan suatu tingkat beban gempa rencana.Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa,analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk mendapatkan beban gempa rencana.

Kegagalan/kerusakan infrastruktur akibat gempa pada jembatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Melemahnya penyokong atau support; 2) Melemahnya struktur bawah jembatan;

3) Lemahnya kondisi tanah sekitar jembatan tersebut.

Melihat kerusakan akibat gempa khususnya pada jembatan membuat Indonesia khususnya departemen Pekerjaan Umum Nasional harus melakukan pembenahan didalam perencaan jembatan sebagai respons atas kerusakan yang terjadi akibat gempa. Dan respons yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum meninjau ulang kembali SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya dimana dalam standar ini dijelaskan dinamika struktur agar setiap perencana akan menguasai segi kekuatan ,keamanan dan kinerja ketahanan gempa jembatan dalam suatu proses perencanaan utuh.

II.2.2 Standar Perencanaan Jembatan Tahan Gempa Berdasarkan SNI 2833-2008

Bebarapa hal-hal yang tercantum didalam perencanaan jembatan tahan gempa dalam SNI-2833-2008 adalah:

1. Cara analisis tahan gempa

Analisis seismik rinci tidak harus dilakukan untuk jembatan dengan bentang tunggal sederhana. Bagaimanapun disyaratkan panjang perletakan minimum (lihat Tabel 4 dan Gambar 2) serta hubungan antara bangunan atas dan bangunan bawah direncanakan menahan gaya inersia yaitu perkalian antara reaksi beban mati dan koefisien gempa. Pilihan prosedur perencanaan tergantung pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis (lihat Gambar 1), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama. Prosedur 3 dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan dinamis (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan geometrik yang rumit dan atau berdekatan dengan patahan gempa aktif.

Koefisien Percepatan puncak di batuan dasar

(A/g)

Klasifikasi Kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1.25)

Klasifikasi Kepentingan II (jembatan biasa dengan faktor keutamaan 1) ≥0.3 0.20-0.29 0.11-0.19 ≤0.10 D C B A C B B A Tabel Kategori kinerja sismic

Gaya seismik rencana ditentukan dengan membagi gaya elastis dengan faktor modifikasi respon Rd sesuai tingkatan daktilitas (lihat Tabel 3). Untuk pilar kolom Cara Analisis

Statis Semi Dinamis/dinamis 1.Beban seragam/koef gempa 2.Spektral moda tunggal

Rangka Ruang/semi dinamis 3.Spektral Moda majemuk

Dinamis

majemuk Rd = 5 untuk kedua sumbu ortogonal. Faktor Rd = 0,8 untuk hubungan bangunan atas pada kepala jembatan, Rd = 1,0 untuk hubungan kolom pada cap atau bangunan atas dan kolom pada fondasi. Untuk perencanaan fondasi digunakan setengah faktor Rd tetapi untuk tipe pile cap digunakan faktor Rd. Untuk klasifikasi D yaitu analisis rinci, dianjurkan cara perhitungan gaya maksimum yang dikembangkan oleh sendi plastis, sehingga faktor Rd tidak digunakan dalam hal ini.

Panjang perletakan minimum,N (mm) Kateori kinerja seismic

N = (203+1.67L+6.66H)(1+0.00125S2 N = (305+ 2.5 L+ 10 H ) (1+0.00125S2

A dan B C dan D Catatan :

− L adalah panjang lantai jembatan (m)

− H adalah tinggi rata-rata dari kolom (m), sama dengan nol untuk bentang tunggal sederhana

− S adalah sudut kemiringan/skew perletakan (derajat)

2. Koefisien geser dasar

Koefisien geser dasar elastis dan plastis berdasarkan program ‘Shake’ dari California Transportation Code ditentukan dengan rumus (1.a, 1.b) dan Gambar 3 sebagai berikut:

Celastis= A R S C plastis= dengan pengertian:

Celastis adalah koefisien geser dasar tanpa faktor daktilitas dan risiko (Z) Cplastis adalah koefisien geser dasar termasuk faktor daktilitas dan risiko (Z) A adalah percepatan/akselerasi puncak PGA di batuan dasar (g)

R adalah respon batuan dasar;

S adalah amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah; Z adalah faktor reduksi sehubungan daktilitas dan risiko

Gambar 3 Faktor reduksi pengaruh daktilitas dan resiko (z)

Dengan menghilangkan faktor Z dari spektra respon, diperoleh koefisien geser dasar elastic yang memberikan kebebasan untuk menentukan tingkat daktilitas serta tingkat plastis.

Spektra tanpa faktor Z digunakan dalam analisis dinamis, karena versi spektra yang telah direduksi akan membingungkan. Analisis dinamis menggunakan faktor reduksi Rd sebagai pengganti faktor Z .Koefisien geser dasar elastis (A.R.S) diturunkan untuk percepatan/akselerasi puncak (PGA) wilayah gempa Indonesia dari respon

spektra “Shake” sesuai konfigurasi tanah.Perkalian tiga faktor A, R dan S menghasilkan spektra elastis dengan 5% redaman. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah teguh dengan kedalaman batuan (0 m sampai dengan 3 m), tanah sedang dengan kedalaman batuan (3 m sampai dengan 25 m), tanah lembek dengan kedalaman batuan melebihi 25 m. Fondasi pada tanah lembek harus direncanakan lebih aman dari fondasi pada tanah baik.

Koefisien geser dasar C 35lastic juga dapat ditentukan dengan rumus berikut: C elastic= dengan syarat Celastis ≤2.5A

Dengan pengertian:

A adalah akselerasi puncak dibatuan dasar (g) T adalah perioda alami struktur (detik);

S adalah koefisien tanah

Tabel koefisien tanah S (Tanah teguh) S (tanah sedang) S (tanah lembek) S1=1.0 S2=1.2 S3=1.5

Tabel 6 Akselerasi puncak PGA dibatuan dasar sesuai periode ulang

PGA(g) 50 tahun 100 tahun 200 tahun 500 tahun 1000 tahun

Wilayah 1 0.34-0.38 0.40-0.46 0.47-0.53 0.53-0.60 0.59-0.67 Wilayah 2 0.29-0.32 0.35-0.38 0.40-0.44 0.46-0.50 0.52-0.56 Wilayah 3 0.23-0.26 0.27-0.30 0.32-0.35 0.36-0.40 0.40-0.45 Wilayah 4 0.17-0.19 0.20-0.23 0.23-0.26 0.26-0.30 0.29-0.34 Wilayah 5 0.10-0.13 0.11-0.15 0.13-0.18 0.15-0.20 0.17-0.22 Wilayah 6 0.03-0.06 0.04-0.08 0.04-0.09 0.05-0.10 0.06-0.11

3. Pengaruh Gaya Inersia

Gaya inersia diperhitungkan pada setiap unit getar rencana (vibration unit) yang sesuaidengan anggapan struktur untuk periode alami (T) yang dibahas lebih lanjut dalam sub bab 4.5.Perencanaan tahan gempa secara plastis (dengan koefisien gempa horizontal rencana) dan secara elasto-plastis (dengan tingkat daktilitas pilihan) menggunakan gaya inersia dalam dua arah horizontal yang saling tegak lurus. Untuk perencanaan tumpuan juga ditinjau gaya inersia dalam arah vertikal. Gaya inersia dalam dua arah horizontal bekerja umumnya dalam arah sumbu jembatan dan arah tegak lurus sumbu jembatan. Tetapi bila arah komponen horizontal tekanan tanah berlainan dengan arah sumbu jembatan dalam perencanaan bangunan bawah, gaya inersia harus mengikuti arah komponen horizontal tekanan tanah dan arah yang tegak lurus padanya (lihat Gambar 7).

Gambar 3 Arah gerakan gaya inersia Gaya gempa dalam arah ortogonal dikombinasikan sebagai berikut:

Kombinasi beban 1: 100% gaya gerakan memanjang ditambah 30% gaya gerakan melintang.

Kombinasi beban 2: 100% gaya gerakan arah melintang ditambah 30% gerakan arah

memanjang.

5. Perumusan periode alami jembatan

Rumus periode alami ditentukan berdasarkan sistem dinamis dengan satu derajat

kebebasan tunggal sebagai berikut:

Dengan pengertian:

W adalah berat bangunan bawah jembatan dan bagian bangunan atas yang dipikul (tf);

K adalah konstanta kekakuan (tf/m); g adalah gravitasi (9,8 m/s2).

Bila gaya W bekerja dalam arah horizontal, deformasi simpangan horizontal δ

pada

bangunan atas menjadi sebagai berikut:

δ=

sehingga T= 2π = 2π = 2.01

Untuk menghitung periode ulang alami gempa pada jembatan tunggal digunakan cara spectral moda tunggal.Didalam perhitungannya digunakan teori getaran moda tunggal seperti dibawah ini:

6. Deformasi Jembatan dengn interaksi pondasi 6.1 Deformasi jembatan

Dalam perhitungan periode alami, digunakan kekakuan yang menyebabkan deformasi dalam struktur dengan/tanpa memperhitungkan interaksi tanah fondasi. Deformasi δ (dalam Rumus 5) ditentukan sebagai berikut:

δ = δp + δ0 +θ0 h0

dengan pengertian:

δp adalah deformasi lentur dari badan bangunan bawah (m);

δ0 adalah simpangan lateral dari fondasi (m);

θ0 adalah sudut rotasi dari fondasi (radial);

h0 adalah tinggi terhadap permukaan tanah untuk gaya inersia bangunan atas (m). Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang seragam, deformasi lentur δp ditentukan sebagai berikut:

δ= +

dengan pengertian:

WU adalah berat bagian bangunan atas yang dipikul oleh bangunan bawah yang

ditinjau (tf, kN);

Wp adalah berat badan bangunan bawah (tf, kN);

EI adalah kekakuan lentur badan bangunan bawah (tf.m2 atau kN.m2);

h adalah tinggi dari ujung bawah badan bangunan bawah terhadap kedudukan gaya

hp adalah tinggi badan bangunan bawah (m).

Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang tidak seragam atau berupa portal

kaku, deformasi lentur δp ditentukan dengan memasukan berat bagian bangunan atas dan

berat badan bangunan bawah dalam rumus berikut:

δ

p =

W merupakan berat ekuivalen (tf, kN) yang ditentukan sebagai berikut: W = Wu + 0.3 Wp

Simpangan lateral δ0 dan sudut rotasi θ0 dari fondasi (lihat Gambar 11) ditentukan sebagai berikut:

δ

p =

θ

o

=

Arr= K θX Asr = Ky θx Ass = Ky Ars = Ky θx Dimana:

H0 adalah gaya lateral pada permukaan tanah anggapan (tf, kN);

θx adalah sudut rotasi fondasi keliling sumbu x (rad); Ky adalah konstanta pegas tanah dalam arah y (tf/m); Kθx adalah konstanta pegas rotasi fondasi keliling sumbu x;

Kyθx adalah konstanta pegas dari fondasi akibat simpangan dalam arah y dan rotasi keliling

sumbu x (tf);

Ass,Asr,Ars dan Arr merupakan konstanta pegas tanah yang tergantung pada jenis

fondasi

y

X

Gambar 5 Diagram Beban

6.2 Koefisien reaksi tanah

Koefisien reaksi tanah dasar (subgrade) diperoleh dari rumus berikut: kHo = ED

kvo = ED

ED= 2(1+νD)GD

Dengan pengerttian:

kV0 adalah koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal (kgf/cm3); ED adalah modulus dinamis deformasi tanah (kgf/cm2);

νD adalah rasio Poisson dinamis tanah (~ 0,3-0,5); GD adalah modulus geser dinamis tanah (kgf/cm2);

γt adalah berat isi tanah (tf/m3);

g adalah percepatan gravitasi (=9,8 m/s2);

VSD adalah kecepatan gelombang geser elastis tanah (m/s). Dimana VSD untuk lapisan i diperoleh dari rumus berikut: VSD = cv Vsi

Cv = 0.8(Vsi<300m/s)

Cv = 1.09(Vsi≥300m/s)

Dengan pengertian:

VSDi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata dari lapisan tanah i yang digunakan untuk perhitungan pegas tanah (m/s);

Vsi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata untuk lapisan i sesuai rumus 15 (m/s);

cv adalah faktor modifikasi berdasarkan regangan tanah.

Parameter dinamis ditentukan berdasarkan nilai parameter statis N (SPT) sebagai berikut:

Vsi = 100 N11/3(1≤Ni≤25) lapisan kohesif Vsi = 80 N11/3(1≤Ni≤50) lapisan kepasiran

dengan pengertian:

Ni adalah nilai N rata-rata (SPT) lapisan tanah ke-i;

i lapisan ke-i bila tanah dibagi dalam n lapisan dari permukaan sampai tanah keras;

(nilai SPT tanah keras : N≥25 untuk tanah kohesif atau N≥50 untuk tanah kepasiran).

6.3 Interaksi pondasi

Pondasi Tiang

Konstanta pegas tanah yang digunakan untuk perhitungan interaksi fondasi tiang

adalah sebagai berikut: Ky= nK1 KZ=nKVPX=Nk4+KVP KyØx=-nK2 KVP=ΑapEP/l Dengan pengertian:

n adalah jumlah tiang;

yi adalah koordinat pangkal tiang pada kedudukan i;

K1,K2,K3,K4 adalah koefisien pegas tegak lurus sumbu tiang (tf/m,tf,tf,tf.m); KVP adalah koefisien pegas aksial tiang (tf/m);

AP adalah luas netto tiang (m2);

L adalah panjang tiang (m);

α adalah koefisien sesuai rumus 20 atau 21.

Besaran α dapat ditentukan berdasarkan konstanta pegas dengan rumus berikut:

α = λ

γ =

λ = l

Dengan pengertian:

Ap adalah luas penampang netto tiang (cm2);

Al adalah luas penampang total tiang (cm2);

Ep adalah modulus elastisitas tiang (kg/cm2);

L adalah panjang tiang (cm);

V adalah panjang keliling tiang (cm);

ks adalah koefisien konstanta pegas reaksi tanah dasar ujung tiang

(kg/cm3);

Cs adalah modulus konstanta pegas geser permukaan tiang (kg/cm3).

Besaran α dapat dihitung dari rumus empiris:

Tiang pipa baja : α = 0.027 (l/D) + 0.2 ≈nilai 0.2 – 3.0

II.4 Pembebanan pada Jembatan

Berdasarkan RSNI T-02-2005 beban-beban yang mempengaruhi struktur jembatan ada 4 (empat) menurut sumbernya yaitu:

• Beban tetap • Beban lalu lintas

• Aksi lingkungan

• Aksi-aksi lainnya

II.4.1 Beban Tetap

Beban tetap adalah segala beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan yang tetap dengannya .Berikut beban tetap

Dokumen terkait