PERENCANAAN JEMBATAN TAHAN GEMPA BENTANG
≤ 30 M
DENGAN GELAGAR I BERDASARKAN SNI 2833-2008
(PERENCANAAN) Tugas akhir
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh:
NURCAHAYA HUTASOIT 050404068
SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Hanya pujian dan hormat kepada Allah atas penyertaan dan kasih karuniaNya
yang melimpah sehingga penyusunan tugas akhir ini bisa diselesaikan dengan baik,
dimana Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi didalam
menyelesaikan program sarjana di Departemen Teknik Sipil,Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya
didalam bimbingan dan bantuannya yang menjadikan Tugas Akhir ini bisa
diselesaikan.Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Ibu Nursyamsi, ST,MT selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak
memberi waktu, memberi motivasi serta pikirannya didalam penyelesaian Tugas
Akhir ini.
2. Bapak Ir.Besman Surbakti,MT yang turut juga menolong saya untuk
menyeleaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir Syahrizal selaku Sekretaris Jurusan Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu dosen pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Uniesitas
Sumatera Utara.
6. Seluruh Pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam
7. Kedua orangtua saya yang telah setia membantu saya didalam doa dan
semangat serta dana sehingga saya bisa menyelesaikan studi di Departemen
Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
8. Buat Abang PKK ku (Bang Iventura Tamba) yang selalu setia berdoa bagi saya
dan memberi tuntunan supaya saya tetap semangat didalam proses penyelesaian
Tugas Akhir ini.
9. Buat Bang Amran, Kak Plorensi yang menjadi pendoa saya, pendengar keluhan
didalam penyelesaian tugas akhir ini.
10.Buat adikku Naria yang telah menjadi penolong saya didalam pengetikan tugas
akhir ini.
11.Buat adik-adik kelompok saya Samuel yang menjadi teman diskusi didalam
penyelesaian tugas akhir ini serta juga Invokavit_ Eklesia (Nani, Sabaria,
Tumpal, Bulsem) yang selalu memberi motivasi dan doa.
12.Seluruh teman-teman kelompok (Saor, Dian, Elli, Grace, Trisna,Imelda), atas
semangatnya, doa-doanya.
13.Seluruh komponen pelayanan mahasiswa UKM KMK USU UPFT, teman-teman
sekost, terimakasih untuk semua dukungannya.
Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan tugas akhir ini masih ada
kekurangan baik tulisan, buah pikiran yang walaupun penulis sudah berusaha
semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka dan kerendahan
hati penulis akan menerima saran kritik mengenai Tugas Akhir ini. Besar
Bentang L ≤ 30 M dengan gelagar I Berdasarkan SNI 2833-2008” dapat member dampak positif bagi pembangunan konstruksi di negeri ini.
Medan, April 2011
Nurcahaya Hutasoit
ABSTRAK
Saat ini ada 88.000 jembatan di Indonesia yang terdiri dari dari jembatan
nasional dan provinsi.Jumlah itu bukanlah jumlah yang sedikit, tetapi bila kita
mereview kembali peristiwa gempa yang menghantam Indonesia misalnya
Gempa Aceh tahun 2004, Gempa Nias 2005,Gempa Yogyakarta tahun 2006,
Gempa Padang tahun 2010 bisa dikatakan jembatan mengalami hal buruk ketika
menerima gempa tesebut dimana sebagian besar jembatan diwilayah itu
mengalami kerusakan baik kerusakan besar, menengah dan kecil. Menurut
pemerhati jembatan Indonesia, hal ini diakibatkan oleh kemajuan perencanaan
teknis jembatan masih kurang berkembang, pelaksanaan yang belum menguasai
metode konstruksi sesuai perkembangan teknologi peralatan dan material serta
aplikasi jembatan berstandar SNI terbaru kurang tersosialisa kepada pihak yang
bersangkutan.
Standar Perencanaan Jembatan Tahan Gempa yang diatur didalam SNI
2833-2008 merupakan modifikasi dan revisi dari SNI 03-2833-2008 dan standar
perencanaan jembatan terbaru di Indonesia yang dibuat mengikuti
perkembangan teknologi Jepang,New Zealand, dan California.Didalam Standar
ini meninjau ulang kembali analisis dinamis pada jembatan, interaksi tanah pada
fondasi, periode ulang gempa, koefisien respon gempa, serta perencanaan
perletakan jembatan yang dianggap sangat penting karena kerusakan perletakan
Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk merencanakan jembatan
sederhana(L≤ 30 m) berstandar SNI 2833-2008. Beban-beban yang dipakai untuk merencanakan jembatan ini adalah RSNI T-022005.Perencanaan struktur
bagian atas mengacu pada peraturan ACI 318 dan BMS 1992.Perencanaan
tendon pada struktur atas mengacu kepada peraturan ASTM.
Untuk menganalisa struktur pada jembatan digunakan dengan metode
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..…………..i
ABSTRAK………..i
DAFTAR ISI………..………..………iv
DAFTAR NOTASI……….……….viii
DAFTAR LAMPIRAN……….……….x
I. Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang...1
I.2 Maksud dan Tujuan...3
I.3 Pembatasan Masalah...6
I.4 Sistematika Penyusunan Laporan...6
II. Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Defenisi Jembatan...10
II.2 Jembatan Tahan Gempa...17
II.3 Pembebanan Pada Jembatan...40
II.4 Pondasi Tiang Pancang...50
II.5 Data Perencanaan...51
III METODOLOGI III.1 Umum...56
III.2 Metodologi Analisis...56
III.3 Metode Penyusunan...57
IV Perencanaan Lantai Kendaraan Dan Trotoar
IV.1 Perencanaan Tebal Pelat Lantai Kendaraan... 66
IV.2 Perencanaan Trotoar dan Sandaran...69
V Perencanaan Gelagar Jembatan V.1 Perencanaan Gelagar Memanjang...73
V.2 Kehilangan Tegangan pada Kabel...101
V.3 Tegangan yang Tejadi pada Penampang Balok...107
V.4 Tegangan yang Terjadi Pada Balok Komposit...110
V.5 Perhitungan Sengkang Untuk Bursting Force...120
V.6 Tinjauan Geser...122
V.7 PerhitunganPenghubung Geser ( Shear Connector)...125
V.8 Kontrol Lendutan...127
V.9 Tinjauan Ultimit Balok Prestress...131
VI Perencanaan Abutment VI.1 Data Struktur Bangunan...136
VI.2 Analisis Beban Kerja...138
VI.3 Kombinasi Beban Kerja...147
VI.4 Stabilitas Guling...150
VII Fondasi Abutment VII.1 Data Pondasi...151
VII.2 Daya Dukung Aksial Ijin Tiang...153
VII.4 Gaya Yang Diterima Tiang...156
VII.5 Kontrol Daya Dukung Ijin Tiang...157
VIII. Penutup
VIII.1 Kesimpulan...158
VIII.2 Saran...158
ABSTRAK
Saat ini ada 88.000 jembatan di Indonesia yang terdiri dari dari jembatan
nasional dan provinsi.Jumlah itu bukanlah jumlah yang sedikit, tetapi bila kita
mereview kembali peristiwa gempa yang menghantam Indonesia misalnya
Gempa Aceh tahun 2004, Gempa Nias 2005,Gempa Yogyakarta tahun 2006,
Gempa Padang tahun 2010 bisa dikatakan jembatan mengalami hal buruk ketika
menerima gempa tesebut dimana sebagian besar jembatan diwilayah itu
mengalami kerusakan baik kerusakan besar, menengah dan kecil. Menurut
pemerhati jembatan Indonesia, hal ini diakibatkan oleh kemajuan perencanaan
teknis jembatan masih kurang berkembang, pelaksanaan yang belum menguasai
metode konstruksi sesuai perkembangan teknologi peralatan dan material serta
aplikasi jembatan berstandar SNI terbaru kurang tersosialisa kepada pihak yang
bersangkutan.
Standar Perencanaan Jembatan Tahan Gempa yang diatur didalam SNI
2833-2008 merupakan modifikasi dan revisi dari SNI 03-2833-2008 dan standar
perencanaan jembatan terbaru di Indonesia yang dibuat mengikuti
perkembangan teknologi Jepang,New Zealand, dan California.Didalam Standar
ini meninjau ulang kembali analisis dinamis pada jembatan, interaksi tanah pada
fondasi, periode ulang gempa, koefisien respon gempa, serta perencanaan
perletakan jembatan yang dianggap sangat penting karena kerusakan perletakan
Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk merencanakan jembatan
sederhana(L≤ 30 m) berstandar SNI 2833-2008. Beban-beban yang dipakai untuk merencanakan jembatan ini adalah RSNI T-022005.Perencanaan struktur
bagian atas mengacu pada peraturan ACI 318 dan BMS 1992.Perencanaan
tendon pada struktur atas mengacu kepada peraturan ASTM.
Untuk menganalisa struktur pada jembatan digunakan dengan metode
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dari segi geografis Indonesia merupakan negara yang sangat subur, mempunyai
hasil alam yang sangat melimpah ruah, dan dibawahnya terdapat hasil-hasil
pertambangan yang sangat banyak seperti aluminium, timah, emas dan lain
sebagainya. Tetapi jangan terlena dengan hal itu, disisi lain Indonesia adalah negara
yang rawan dengan bencana khususnya bencana yang diakibatkan oleh pergerakan
tektonik didalam tanah atau yang lazim disebut dengan gempa.
Disisi lain peningkatan jumlah penduduk yang sangat drastis mengakibatkan
dibutuhkannya teknologi yang lebih baik khususnya dalam dunia konstruksi dalam
rangka mempermudah interaksi antara dua daerah dan keamanan serta kenyamanan
bagi masyarakat
Kondisi countur tanah di Indonesia pada dasarnya sangat keras sehingga sangat
diperkaya dengan banyaknya bukit dan lembah, banyaknya sungai yang
memisahkan 2 perbukitan. Hal ini menyebabkan diperlukannya penghubung antara
2 sisi pada sungai tersebut supaya interaksi antar 2 daerah bisa berjalan dengan baik.
Penghubung yang dimaksud adalah jembatan, sebagai infrastruktur yang
mempunyai peranan yang sangat penting didalam pergerakan perekonomian
Melihat perkembangan dunia konstruksi Indonesia secara kuantitas sangat
banyak, hal ini bisa kita lihat dengan banyaknya jembatan penghubung yang sudah
didirikan di berbagai daerah di Indonesia baik jembatan sederhana dengan
perletakan sederhana atau jembatan layang dengan perletakan yang super canggih.
Tetapi dengan melihat kejadian-kejadian yang terjadi dinegara ini, hancurnya
jembatan-jembatan yang diakibatkan oleh gempa baik kerusakan akibat lemahnya
penyokong, lemahnya bagian struktur bawah jembatan dan kurang mendukungnya
tanah disekeliling jembatan tersebut telah membuktikan bahwa betapa jauhnya
kualitas standar jembatan tahan gempa yang sebelumnya, maka untuk mengurangi
tingkat kerusakan pada jembatan, para engineer-engineer yang ada di Indonesia
melakukan penelitian lebih lanjut tentang kerusakan-kerusakan jembatan yang ada
d inegara ini, hal inilah yang mendasari dikeluarkannya Standar Nasional
Indonesia 2833-2008 yang mengatur tentang perencanaan ketahanan gempa untuk
jembatan.
Standard ini merupakan modifikasi dan peninjauan ulang peraturan gempa dari
yang sebelumnya yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi sehingga bisa
menjawab kebutuhan didalam negeri, standard ini juga mempertimbangkan dan
mengikuti perkembangan spesifikasi 3 negara yaitu Jepang dan New Zealand serta
California. Hal ini disebabkan karena negara tersebut juga memiliki tingkat
didalam mengembangkan konstruksi khususnya jembatan mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat.
Dengan melihat hal ini, penulis mencoba untuk merencanakan sebuah jembatan
precast bentang 20 meter sesuai dengan SNI 2833-2008 baik bagian atas struktur
(superstructure) dan bagian bawah struktur(substructure) jembatan tersebut.
I.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembahasan Tugas Akhir ini adalah:
Dari segi akademis
Menyelesaikan kurikulum Teknik Sipil dimana setiap mahasiswa yang ingin
menyelesaikan studi Sarjana Strata 1( S1) di Jurusan Teknik Sipil,Fakultas Teknik,
Universitasa Sumatera Utara harus membuat sebuah tulisan baik berupa studi kasus,
studi literatur, perencanaan/designing, penelitian. Dalam tugas akhir ini yang dibahas
adalah perencanaan jembatan.
Dari segi pembahasan masalah
Saat ini ada 88 ribu jembatan di Indonesia dan sebagian besar melintasi sungai
kecil. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Untuk ruas jalan nasional dan
provinsi saja memiliki sekitar 32 ribu jembatan dengan panjang total sekitar 54 ribu
meter. Jumlah jembatan yang melintasi sungai-sungai dengan lebar lebih dari 100
meter kurang dari 2%. Ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan penggunaan bangunan
atas dengan tipe dan panjang standar harus lebih diprioritaskan untuk mempercepat
perkembangan teknologi pembangunan jembatan di Indonesia bukan berarti tidak
mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun teknologi jembatan di Indonesia
sebenarnya mengalami peningkatan yang cukup pesat sejalan dengan kebutuhan
prasarana infrastuktur darat dan air yang kian berkembang.
Tetapi perlu dipahami dengan baik bahwa kondisi teknis jembatan yang ada di
Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Berikut beberapa permasalahan teknis
jembatan di Indonesia adalah:
• Kemampuan perencanaan teknis jembatan di daerah kurang mengikuti
kemajuan teknologi perencanaan baik untuk jembatan standar apalagi
jembatan-jembtan khusus.
• Kegagalan bangunan jembatan, mulai dari penurunan & kerusakan oprit,
pergeseran & keruntuhan abutmen dan pilar, retak dan runtuhnya lantai
jembatan, rusaknya bangunan pelengkap jembatan, sampai dengan
keruntuhan waktu, gerusan air, gempa, longsoran, karat, dan lain-lain,
maupun disebabkan oleh manusia seperti : beban berlebih, tabrakan, dan
lain-lain.
• Pelaksanaan yang belum menguasai metode konstruksi sesuai dengan
perkembangan teknologi peralatan dan material.
• Perbaikan/rehabilitasi terhadap kerusakan pada jembatan kurang mengikuti
• Penguasaan teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan, material/
bahan yang terbatas unluk pembangunan jembatan panjang, yang makin
banyak dibutuhkan saat ini.
Itulah segelintir masalah besar yang ada di Indonesia. yang sebagian besar
permasalahan tersebut ditimbulkan oleh goncangan gempa seperti yang telah dijelaskan
didalam latar belakang. Pengaruh buruk dari permasalahan ini menyangkut keselamatan
masyarakat dan kurang berkembangnya ekonomi masyarakat antar daerah.
Melihat indikasi ini, penulis mencoba merencanakan sebuah jembatan bentang 20
meter berdasarkan SNI 2833-2008 yang mengatur tentang standard ketahanan gempa
pada jembatan.
Besar harapan penulis, tugas akhir ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya kepada
para engineer-engineer sipil, kontraktor-kontraktor, konsultan-konsultan yang menjadi
agen utama didalam perencanaan jembatan berstandar SNI.
Untuk keperluan ini dan juga untuk tugas akhir ini dibutuhkan beberapa referensi
yang mendukung antara lain: SNI 2833-2008, Earthquake Resistant Design for Civil
Engineering in Japan, Earthquake Resistant Desigen in New Zealand,Bridge
Management System (BMS ‘92), Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya,
I.3 Pembatasan Masalah
Karena pertimbangan keterbatasan penulis, maka untuk memperoleh hasil yang
lebih baik dalam perencanaan maka penulis melakukan pembatasan pembahasan dalam
perencanaan.
Adapun pembatasan ruang lingkup perencanaan ini adalah:
a. Jembatan yang direncanakan adalah jembatan beton prategang
dengan bentangan 20 m
b. Jembatan yang direncanakan berdasarkan SNI 2833-2008
c. Data tanah dan data perencanaan merupakan asumsi penulis
d. Ikatan angin dan pengaku disesuaikan dengan asumsi data
e. Faktor estetika jembatan tidak diperhitungkan
f. Dalam perhitungtan tugas akhir ini tidak memperhitungkan
biaya total pemasangan yang mencakup biaya tenaga kerja,
biaya bahan.
g. Pengaruh aliran sungai di bawah jembatan tidak diperhitungkan
h. Gelagar utama menggunakan profil I Girder
i. Penyelesaian gaya-gaya dalam struktur diselesaikan dengan
menghitung dengan statika manual
I.4 Sistematika Penyusunan Laporan
Sistematika laporan yang akan penulis susun adalah:
III. Bab I Pendahuluan
I.2 Maksud dan Tujuan
I.3 Pembatasan Masalah
I.4 Sistematika Penyusunan Laporan
IV. Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Defenisi Jembatan
II.2 Jembatan Tahan Gempa17
II.3 Pembebanan Pada Jembatan
II.4 Pondasi Tiang Pancang
III METODOLOGI
III.1 Umum III.2 Metodologi Analisis
III.3 Metode Penyusunan
III.4 Diagram Alir
IV Perencanaan Lantai Kendaraan Dan Trotoar
IV.1 Perencanaan Tebal Pelat Lantai Kendaraan
IV.2 Perencanaan Trotoar dan SandaranV Perencanaan Gelagar Jembatan
V. Perencanaan Gelagar Memanjang
V.1 Kehilangan Tegangan pada Kabel
V.2 Tegangan yang Tejadi pada Penampang Balok
V.3 Tegangan yang Terjadi Pada Balok Komposit
V.4 Perhitungan Sengkang Untuk Bursting Force
V.5 Tinjauan Geser
V.7 Kontrol Lendutan
V.8 Tinjauan Ultimit Balok Prestress
VI Perencanaan Abutment
VI.1 Data Struktur Bangunan
VI.2 Analisis Beban Kerja
VI.3 Kombinasi Beban Kerja
VI.4 Stabilitas Guling
VII Fondasi Abutment
VII.1 Data Pondasi
VII.2 Daya Dukung Aksial Ijin Tiang
VII.3 Daya Dukung Lateral Ijin Bor
VII.4 Gaya Yang Diterima Tiang
VII.5 Kontrol Daya Dukung Ijin Tiang
VIII. Penutup
VIII.1 Kesimpulan
VIII.2 Saran
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 Defenisi JembatanJembatan adalah satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau
rintangan seperti
membolehkan laluan pejalan kaki, pemandu kenderaan atau kereta api di atas halangan
itu.
Jembatan terdiri dari enam bagian pokok yaitu:
1. Bagian atas jembatan, yaitu: bagian struktur jembatan yang berada pada
bagian atas jembatan, yang berfungsi untuk menampung beban-beban
yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan kendaraan dan juga yang lain
kemudian menyalurkannya kebangunan bawah.
2. Landasan adalah bagian ujung bawah dari suatu bagian atas jembatan
yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas
kebangunan bawah.
3. Bagian bawah jembatan yaitu bagian struktur jembatan yang berada
dibawah struktur atas jembatan yang berfunsi untuk menerima/memikul
beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian
menyalurkannya ke pondasi.
4. Pondasi yaitu bagian struktur jembatan yang berfungsi untuk menerima
5. Oprit yaitu timbunan tanah di belakang abutment , timbunan tanah ini
harus dibuat sepadat mungkin, untuk menghindari terjadinya settlement.
6. Bangunan pengaman jembatan yaitu: bagian struktur jembatan yang
berfunsi untuk pengamanan terhadap pengaruh sungai yang bersangkutan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sesuai dengan Peraturan Muatan Bina Marga NO.12/1970 (Bina Marga Loading
Spec.) lebar jembatan ditentukan sebagai berikut:
1) Untuk 1 jalur jembatan minimum : 2.75 m
maksimum : 3.75 m
Untuk 2 jalur lebar jembatan minimum : 5.50 m
maksimum : 7.50 m
2) Lebar trotoar umumnya berkisar antara 1.00 m – 1.50 m
3) Lebar kerb : ± 0.50 m
4) Lebar jalan untuk slow traffic : ± 2.50 m
II.1.1 Jenis-jenis jembatan
Jenis-jenis jembatan boleh dikelaskan mengikut kegunaannya ataupun struktur
binaannya.
• Dari segi kegunaan
Suatu jembatan biasanya dirancang sama untuk kereta api, untuk pemandu jalan
raya atau untuk pejalan kaki. Ada juga jambatan yang dibangun untuk pipa-pipa besar
batasan dalam penggunaan jembatan; contohnya, ada jembatan yang dikususkan untuk
juga jembatan yang dibangun untuk pejalan kaki (jembatan penyeberangan), dan boleh
digunakan untuk penunggang sepeda.
a) Jembatan upacara dan hiasan
Setengah jembatan dibuat lebih tinggi daripada yang diperlukan, agar pantulan
jembatan itu akan melengkapkan sebuah bulatan. Jembatan seperti ini, yang selalunya
dijumpai di taman oriental, dipanggil "Jembatan Bulan", kerana jambatan itu dan
pantulannya menyerupai sebua jembatan dibuat
sungai tiruan sebagai simbol perjalanan ke tempat ataupun keadaan minda yang penting.
Ada satu set yang terdiri daripada lima jambatan yang merentasi satu sungai yang
berbelit-belit di salah sebuah laman penting di
dayang-dayang mereka.
b) Jembatan jalan raya
c) Jembatan kereta api
d) Jembatan jalan air
e) Jembatan jalan pipa
f) Jembatan militer
• Dari segi jenis material yang digunakan:
Perancangan dan bahan asas pembinaan jambatan bergantung kepada lokasi dan
juga jenis muatan yang akan ditanggungnya. Berikut adalah beberapa jenis jambatan
yang utama:
a. Jembatan batang kayu (log bridge)
Jambatan yang terawal adalah apabila manusia mengambil kesempatan dari
pohon kayu yang tumbang merentasi sungai. Jadi, tak hairanlah jika jambatan yang
pertama dibuat ialah pokok yang sengaja ditumbangkan meintasi sungai. Kini, jambatan
seperti itu hanya digunakan secara sementara, contohnya di tempat2 pembalakan, yang
mana jalan yang dibuat hanyalah untuk sementara dan kemudian ditinggalkan. Ini
karena jembatan seperti ini mempunyai jangka waktu yang pendek disebabkan oleh
pohon menyentuh tanah (yang basah) hingga menyebabkannya mereput, serta serangan
dibuat dengan menggunakan tapak konkrit yang tidak ditakungi air dan dijaga dengan
baik.
b. Jembatan baja
c. Jembatan beton
Jembatan beton ada 2 jenis yaitu beton bertulang dan beton prategang.
Pada tugas akhir ini jembatan yang digunakan adalah jembatan beton
II.2 Jembatan Beton Prategang
Beton prategang adalah suatu sistem struktur beton khusus dengan cara memberikan
tegangan awal tertentu pada komponen sebelum digunakan untuk mendukung beban
luar sesuai dengan yang diinginkan.
Sistem ini merupakan paduan antara beton mutu tinggi dan baja tinggi. Seperti
diketahui bahan beton tidak kuat untuk menahan tegangan tarik sehingga selalu
diusahakan untuk menghindari timbulnya tegangan tarik dalam beton, kelemahan ini
dipikul dengan mengaplikasikan baja mutu tinggi yang mampu menahan tegangan tarik.
Berkurang atau lenyapnya tegangan tarik didalam beton mengurangi masalah retak
atau bahkan tercapainya keadaan bebas-retak pada tingkat beban kerja.Usaha
menghilangkan retak-retak pada beton lebih lanjut berarti mencegah berlangsungnya
proses korosi (pengkaratan) tulangan baja melalui proses oksidasi.Tercapainya hal
tersebut merupakan salah satu kelebihan beton prategangan dibandingakan dengan
beton bertulang biasa, khususnya apabial struktur digunakan ditempat terbuka terhadap
cuaca atau lingkungan korosif. Kelebihan beton prategang juga berada pada tingkat
beban kerja dan besar gaya prategang yang ditentukan oleh tegangan ijin didalam beton.
Hitungan analisis diatur dalam SK SNI T-15-1991 pasal 3.11.2 sampai dengan pasal
3.11.5.
Penerapan prinsip prategang pada komponen struktur beton adalah dengan
1. Pratensioning/pra penarikan yaitu memberi prategangan pada beton dimana
tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan pengecoran adukan
beton kedalam acuan yang telah disiapkan.
2. Post tensioning/pasca tarik yaitu memberi tegangan pada beton dimana
tendon ditarik untuk ditegangkan setelah dilakukan pengecoran adukan beton
kedalam acuan.
Keuntungan penggunaan beton prategang:
a. Pada prategang penuh yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada
beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien
apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak
pada beban kerja.
b. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan
dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsur
struktur prategang sehingga lebih menghemat pemakayan material.
c. Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap
gaya geser, hal ini disebabkan karena pengaruh prategang tekan, yang
mengurangi tegangan terik utama.
d. Batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja
e. Pemakayan beton dan baja mutu tinggi pada batang prategang
menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing
daripada yang dimungkinkan dengan pemakayan beton bertulang.
Profil-profil beton prategang bermacam-macam seperti:
a. I
b. T
c. L
d. U
Profil yang akan digunakan pada gelagar utama jembatan untuk perencanaan ini
adalah I girder.
Perencanaan Tendon Pada Prategang
Tendon sebagai konstruksi yang tahan terhadap tarik, sehigga didalam
perencanaan perletakan tendonnya harus direncanakan dengan baik. Tegangan tendon
ekstrim pada kondisi beban kerja tidak dapat melebihi nilai ijin
maksimumnya,berdasarkan standar-standar seperti ACI,PCI,AAHSTO,CEP-FIP.
Dengan demikian,zona yang membatasi di penampang beton perlu ditetapkan,yaitu
selubung yang didalamnya gaya prategang dapat bekerja tanpa menyebabkan terjadinya
ft = 0 = - , untuk abgian prategang saja, sehingga e =
dengan demikian titik kern bawah adalah:
kb = ; kt =
Penggunan tendon dalam beton ada dengan dua cara yaitu metode: Draped dan
metode Harped. Tendon lurus biasanya digunakan untuk balok pracetak dengan bentang
sedang, sedangkan penggunaan tendon lengkung lebih umum digunakan pada elemen
pascatarik yang dicor ditempat.Tendon yang tidak lurus ada dua jenis yaitu:
• Draped: mempunyai alinyemen lengkung secara gradual,seperti bentuk
parabolik,yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal terbagi
merata.
• Harped: tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen dibidang-bidang
dimana terdapat beban terpusat,digunakan pada balok yang terutama mengalami
beban transversal terpusat.
Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan
sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau
II.2 Jembatan Tahan Gempa
Yang dimaksud dengan jembatan tahan gempa adalah jembatan yang mampu
meredam gaya gempa yang menghantam jembatan, dan kerusakan yang terjadi apabila
terjadi gempa adalah kerusakan setempat, mudah diperbaiki, struktur tidak mengalami
keruntuhan/failure,dan dapat dimanfaatkan kembali.
Menurut SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk jembatan jalan raya, aspek jembatan tahan gempa adalah:
1. Struktur daktail dan tidak daktail
2. Perencanaan dan penelitian seismik terkait
3. Analisis seismik untuk jembatan bentang tunggal dan majemuk
4. Analisis interaksi pondasi dan tanah sekitarnnya
5. Analisis perlengkapan perletakan dalam menahan gerakan gempa
6. Analisis perletakan dengan sistem isolasi dasar sebagai peredam gempa
7. Prinsip analisis riwayat waktu
8. Analisis sendi plastis
II.2.1 Sejarah Lahirnya Jembatan Tahan Gempa di Indonesia
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena 3 lempeng besar
dunia dan 9 lempeng lainnya saling bertemu diwilayah Indonesia(Gambar 1) dan
membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar
lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat
pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari 14.000 kejadian
gempa dengan magnitude M > 5.0. Kejadian gempa-gempa utama (main shocks) dalam
rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam gambar 2. Dalam enam tahun terakhir telah
tercatat berbagai aktivitas gempa besar di Indonesia, yaitu Gemap Aceh disertai
Tsunami tahun 2004 (Mw=9.2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw=8.7),Gempa Jogja
tahun2006 (Mw=6.3), Gempa Tasik tahun 2009 (Mw=7.6), Gempa Padang (Mw=7.6),
Gempa Wasior tahun 2010. Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban
jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur termasuk jembatan dan bangunan,
Menurut Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010,permasalahan-permasalahan utama
dari peristiwa-peristiwa gempa adalah:
1) Sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar;
2) Merupakan kejadian alam yang tidak dapat diperhitungkan dan diperkirakan
secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudenya;
3) Gempa tidak dapat dicegah.
Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat , usaha-usaha
yang biasa dilakukan adalah:
a) Menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture,kemungkinan tsunami dan
landslide;
b) Bangunan sipil termasuk jembatan direncanakan dan dibangun tahan gempa.
Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kejadian yang
terjadi gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur. Kerusakan akibat
menyebabkan terjadinya likuifaksi, cyclic mobility,lateral spreading,kelongsoran
lereng,keretakan tanah,subsidence dan deformasi yang berlebihan. 2) kerusakan struktur
sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang diterima bangunan selama goncangan.
Pencegahan kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari inersia akibat gerakan
tanah dapat dilakukan melaluiproses perencanaan dengan memperhitungkan suatu
tingkat beban gempa rencana.Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan
gempa,analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk
mendapatkan beban gempa rencana.
Kegagalan/kerusakan infrastruktur akibat gempa pada jembatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
1) Melemahnya penyokong atau support;
2) Melemahnya struktur bawah jembatan;
3) Lemahnya kondisi tanah sekitar jembatan tersebut.
Melihat kerusakan akibat gempa khususnya pada jembatan membuat Indonesia
khususnya departemen Pekerjaan Umum Nasional harus melakukan pembenahan
didalam perencaan jembatan sebagai respons atas kerusakan yang terjadi akibat gempa.
Dan respons yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum meninjau ulang
kembali SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan Jalan Raya dimana dalam standar ini dijelaskan dinamika struktur agar setiap
perencana akan menguasai segi kekuatan ,keamanan dan kinerja ketahanan gempa
II.2.2 Standar Perencanaan Jembatan Tahan Gempa Berdasarkan SNI 2833-2008
Bebarapa hal-hal yang tercantum didalam perencanaan jembatan tahan gempa
dalam SNI-2833-2008 adalah:
1. Cara analisis tahan gempa
Analisis seismik rinci tidak harus dilakukan untuk jembatan dengan bentang
tunggal sederhana. Bagaimanapun disyaratkan panjang perletakan minimum (lihat
Tabel 4 dan Gambar 2) serta hubungan antara bangunan atas dan bangunan bawah
direncanakan menahan gaya inersia yaitu perkalian antara reaksi beban mati dan
koefisien gempa. Pilihan prosedur perencanaan tergantung pada tipe jembatan, besarnya
koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis
(lihat Gambar 1), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk perhitungan tangan dan
digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama.
Prosedur 3 dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam
beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan
dinamis (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan
Koefisien Percepatan
puncak di batuan dasar
(A/g)
Tabel Kategori kinerja sismic
Gaya seismik rencana ditentukan dengan membagi gaya elastis dengan faktor
modifikasi respon Rd sesuai tingkatan daktilitas (lihat Tabel 3). Untuk pilar kolom Cara Analisis
Statis Semi Dinamis/dinamis
majemuk Rd = 5 untuk kedua sumbu ortogonal. Faktor Rd = 0,8 untuk hubungan
bangunan atas pada kepala jembatan, Rd = 1,0 untuk hubungan kolom pada cap atau
bangunan atas dan kolom pada fondasi. Untuk perencanaan fondasi digunakan setengah
faktor Rd tetapi untuk tipe pile cap digunakan faktor Rd. Untuk klasifikasi D yaitu
analisis rinci, dianjurkan cara perhitungan gaya maksimum yang dikembangkan oleh
sendi plastis, sehingga faktor Rd tidak digunakan dalam hal ini.
Panjang perletakan minimum,N (mm) Kateori kinerja seismic
N = (203+1.67L+6.66H)(1+0.00125S2
N = (305+ 2.5 L+ 10 H ) (1+0.00125S2
A dan B
C dan D
Catatan :
− L adalah panjang lantai jembatan (m)
− H adalah tinggi rata-rata dari kolom (m), sama dengan nol untuk bentang
tunggal sederhana
− S adalah sudut kemiringan/skew perletakan (derajat)
2. Koefisien geser dasar
Koefisien geser dasar elastis dan plastis berdasarkan program ‘Shake’ dari
California Transportation Code ditentukan dengan rumus (1.a, 1.b) dan Gambar 3
sebagai berikut:
Celastis= A R S
C plastis=
dengan pengertian:
Celastis adalah koefisien geser dasar tanpa faktor daktilitas dan risiko (Z)
Cplastis adalah koefisien geser dasar termasuk faktor daktilitas dan risiko (Z)
A adalah percepatan/akselerasi puncak PGA di batuan dasar (g)
R adalah respon batuan dasar;
S adalah amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah;
Gambar 3 Faktor reduksi pengaruh daktilitas dan resiko (z)
Dengan menghilangkan faktor Z dari spektra respon, diperoleh koefisien geser
dasar elastic yang memberikan kebebasan untuk menentukan tingkat daktilitas serta
tingkat plastis.
Spektra tanpa faktor Z digunakan dalam analisis dinamis, karena versi spektra
yang telah direduksi akan membingungkan. Analisis dinamis menggunakan faktor
reduksi Rd sebagai pengganti faktor Z .Koefisien geser dasar elastis (A.R.S) diturunkan
spektra “Shake” sesuai konfigurasi tanah.Perkalian tiga faktor A, R dan S menghasilkan
spektra elastis dengan 5% redaman. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah
teguh dengan kedalaman batuan (0 m sampai dengan 3 m), tanah sedang dengan
kedalaman batuan (3 m sampai dengan 25 m), tanah lembek dengan kedalaman batuan
melebihi 25 m. Fondasi pada tanah lembek harus direncanakan lebih aman dari fondasi
pada tanah baik.
Koefisien geser dasar C 35lastic juga dapat ditentukan dengan rumus berikut:
C elastic= dengan syarat Celastis ≤2.5A
Dengan pengertian:
A adalah akselerasi puncak dibatuan dasar (g)
T adalah perioda alami struktur (detik);
S adalah koefisien tanah
Tabel koefisien tanah
Tabel 6 Akselerasi puncak PGA dibatuan dasar sesuai periode ulang
3. Pengaruh Gaya Inersia
Gaya inersia diperhitungkan pada setiap unit getar rencana (vibration unit)
yang sesuaidengan anggapan struktur untuk periode alami (T) yang dibahas lebih
lanjut dalam sub bab 4.5.Perencanaan tahan gempa secara plastis (dengan
koefisien gempa horizontal rencana) dan secara elasto-plastis (dengan tingkat
daktilitas pilihan) menggunakan gaya inersia dalam dua arah horizontal yang
saling tegak lurus. Untuk perencanaan tumpuan juga ditinjau gaya inersia dalam
arah vertikal. Gaya inersia dalam dua arah horizontal bekerja umumnya dalam
arah sumbu jembatan dan arah tegak lurus sumbu jembatan. Tetapi bila arah
komponen horizontal tekanan tanah berlainan dengan arah sumbu jembatan dalam
perencanaan bangunan bawah, gaya inersia harus mengikuti arah komponen
Gambar 3 Arah gerakan gaya inersia
Gaya gempa dalam arah ortogonal dikombinasikan sebagai berikut:
Kombinasi beban 1: 100% gaya gerakan memanjang ditambah 30% gaya gerakan
melintang.
Kombinasi beban 2: 100% gaya gerakan arah melintang ditambah 30% gerakan
arah
memanjang.
5. Perumusan periode alami jembatan
Rumus periode alami ditentukan berdasarkan sistem dinamis dengan satu
derajat
kebebasan tunggal sebagai berikut:
Dengan pengertian:
W adalah berat bangunan bawah jembatan dan bagian bangunan atas yang dipikul
(tf);
K adalah konstanta kekakuan (tf/m);
g adalah gravitasi (9,8 m/s2).
Bila gaya W bekerja dalam arah horizontal, deformasi simpangan horizontal δ pada
bangunan atas menjadi sebagai berikut:
δ=
sehingga T= 2π = 2π = 2.01
Untuk menghitung periode ulang alami gempa pada jembatan tunggal
digunakan cara spectral moda tunggal.Didalam perhitungannya digunakan teori
getaran moda tunggal seperti dibawah ini:
6. Deformasi Jembatan dengn interaksi pondasi 6.1 Deformasi jembatan
Dalam perhitungan periode alami, digunakan kekakuan yang menyebabkan
deformasi dalam struktur dengan/tanpa memperhitungkan interaksi tanah fondasi.
Deformasi δ (dalam Rumus 5) ditentukan sebagai berikut:
δ = δp + δ0 +θ0 h0
dengan pengertian:
δp adalah deformasi lentur dari badan bangunan bawah (m);
δ0 adalah simpangan lateral dari fondasi (m);
θ0 adalah sudut rotasi dari fondasi (radial);
h0 adalah tinggi terhadap permukaan tanah untuk gaya inersia bangunan atas (m).
Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang seragam, deformasi lentur δp ditentukan sebagai berikut:
δ=
+
dengan pengertian:
WU adalah berat bagian bangunan atas yang dipikul oleh bangunan bawah yang
ditinjau
(tf, kN);
Wp adalah berat badan bangunan bawah (tf, kN);
EI adalah kekakuan lentur badan bangunan bawah (tf.m2 atau kN.m2);
h adalah tinggi dari ujung bawah badan bangunan bawah terhadap kedudukan
gaya
hp adalah tinggi badan bangunan bawah (m).
Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang tidak seragam atau berupa
portal
kaku, deformasi lentur δp ditentukan dengan memasukan berat bagian bangunan atas dan
berat badan bangunan bawah dalam rumus berikut:
δ
p =W merupakan berat ekuivalen (tf, kN) yang ditentukan sebagai berikut:
W = Wu + 0.3 Wp
Simpangan lateral δ0 dan sudut rotasi θ0 dari fondasi (lihat Gambar 11) ditentukan sebagai
berikut:
δ
p =θ
o=
Arr= K θX
Asr = Ky θx
Ass = Ky
Ars = Ky θx
Dimana:
H0 adalah gaya lateral pada permukaan tanah anggapan (tf, kN);
θx adalah sudut rotasi fondasi keliling sumbu x (rad); Ky adalah konstanta pegas tanah dalam arah y (tf/m);
Kθx adalah konstanta pegas rotasi fondasi keliling sumbu x;
Kyθx adalah konstanta pegas dari fondasi akibat simpangan dalam arah y dan rotasi keliling
sumbu x (tf);
Ass,Asr,Ars dan Arr merupakan konstanta pegas tanah yang tergantung pada jenis
fondasi
zθ
y
X
Gambar 5 Diagram Beban
6.2 Koefisien reaksi tanah
Koefisien reaksi tanah dasar (subgrade) diperoleh dari rumus berikut:
kHo = ED
kvo = ED
ED= 2(1+νD)GD
Dengan pengerttian:
kV0 adalah koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal (kgf/cm3);
ED adalah modulus dinamis deformasi tanah (kgf/cm2);
νD adalah rasio Poisson dinamis tanah (~ 0,3-0,5);
GD adalah modulus geser dinamis tanah (kgf/cm2);
γt adalah berat isi tanah (tf/m3);
g adalah percepatan gravitasi (=9,8 m/s2);
VSD adalah kecepatan gelombang geser elastis tanah (m/s).
Dimana VSD untuk lapisan i diperoleh dari rumus berikut:
VSD = cv Vsi
Cv = 0.8(Vsi<300m/s)
Cv = 1.09(Vsi≥300m/s)
Dengan pengertian:
VSDi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata dari lapisan tanah i yang
digunakan untuk perhitungan pegas tanah (m/s);
Vsi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata untuk lapisan i sesuai
rumus 15 (m/s);
cv adalah faktor modifikasi berdasarkan regangan tanah.
Parameter dinamis ditentukan berdasarkan nilai parameter statis N (SPT) sebagai
berikut:
Vsi = 100 N11/3(1≤Ni≤25) lapisan kohesif
dengan pengertian:
Ni adalah nilai N rata-rata (SPT) lapisan tanah ke-i;
i lapisan ke-i bila tanah dibagi dalam n lapisan dari permukaan sampai tanah
keras;
(nilai SPT tanah keras : N≥25 untuk tanah kohesif atau N≥50 untuk tanah kepasiran).
6.3 Interaksi pondasi
Pondasi Tiang
Konstanta pegas tanah yang digunakan untuk perhitungan interaksi fondasi
tiang
adalah sebagai berikut:
Ky= nK1
KZ=nKVP
KØX=Nk4+KVP
KyØx=-nK2
KVP=ΑapEP/l
Dengan pengertian:
n adalah jumlah tiang;
yi adalah koordinat pangkal tiang pada kedudukan i;
K1,K2,K3,K4 adalah koefisien pegas tegak lurus sumbu tiang (tf/m,tf,tf,tf.m);
KVP adalah koefisien pegas aksial tiang (tf/m);
AP adalah luas netto tiang (m2);
L adalah panjang tiang (m);
α adalah koefisien sesuai rumus 20 atau 21.
Besaran α dapat ditentukan berdasarkan konstanta pegas dengan rumus berikut:
α = λ
γ =
λ = l
Dengan pengertian:
Ap adalah luas penampang netto tiang (cm2);
Al adalah luas penampang total tiang (cm2);
Ep adalah modulus elastisitas tiang (kg/cm2);
L adalah panjang tiang (cm);
V adalah panjang keliling tiang (cm);
ks adalah koefisien konstanta pegas reaksi tanah dasar ujung tiang
(kg/cm3);
Cs adalah modulus konstanta pegas geser permukaan tiang (kg/cm3).
Besaran α dapat dihitung dari rumus empiris:
Tiang pipa baja : α = 0.027 (l/D) + 0.2 ≈nilai 0.2 – 3.0
II.4 Pembebanan pada Jembatan
Berdasarkan RSNI T-02-2005 beban-beban yang mempengaruhi struktur
jembatan ada 4 (empat) menurut sumbernya yaitu:
• Beban tetap
• Beban lalu lintas
• Aksi lingkungan
• Aksi-aksi lainnya
II.4.1 Beban Tetap
Beban tetap adalah segala beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau
bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu kesatuan yang tetap dengannya .Berikut beban tetap
yang dipikul oleh jembatan:
1. Berat Sendiri/Dead Load
Beban sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktur ditambah dengan elemen non structural yang dianggap tetap.Faktor berat
beban sendiri dapat dilihat di RSNI T-02-2005.
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan
elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah
berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural,ditambah
dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
2. Beban Mati Tambahan/Super Imposed Dead Load
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan.
Faktor beban untuk beban mati tambahan
JANGKA
3. Pengaruh penyusutan dan rangkak
Pengaruh penyusutan dan rangkak harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan beton.Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari
jembatan.Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan
lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan harus diambil minimum
Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
K K
Tetap 1.0 1.0
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan-jembatan beton.Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati
dari jembatan.ASpabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh
muatan lainnya,maka harga dari rangkak tersebut harus diambil minimum
(misalnya : pada waktu transfer dari beton prategang).
Pengaruh prategang
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen
yang terkekang pada bangunan statis tak tentu.Pengaruh sekunder tersebut harus
diperhitungkan baik pada batas layan ataupun batas ultimit
Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah
kehilangan tegangan dan kombinasinya dengan beban-beban lainnya
Faktor Beban akibat engaruh prategang
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Tekanan tanah
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah yang
ditentukan berdasarkan kepadatan,kadar kelembapan,kohesi sudut geser dalam
dan lain sebagainya.
JANGKA WAKTU
DESKRIPSI FAKTOR BEBAN
K K
Biasa Terkurangi
Tetap Tekanan Tanah Vertikal 1.0 1.25
(1)
Tekanan Tanah Lateral 1.0
1.0
1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat
tanah.Sifat-sifat tanah (kepadatan,kadar kelembapan,kohesi sudut geser
dalam dan lain-lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan
pengujian tanah;
2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan
sifat-sifat bahan tanah.
Pengaruh tetap pelaksanaan
Merupakan beban yang muncul akibat metode dan urutan-urutan
pelaksanaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi
lainnnya seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor
ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban
yang sesuai. Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan diatur pada RSNI-T
Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
K K
Biasa Terkurangi
Tetap 1.0 1.25 0.8
II.4.2 Beban Lalu Lintas
− Beban lajur ‘D’
Beban lajur ‘D’ bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan
yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar
jalur kendaraan itu sendiri.
Faktor beban akibat beban lajur “D”
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
K K
Transien 1.0 1.8
− Beban Truck T
Pembebanan truck ‘T’ terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang
mempunyai susunan dan berat As seperti tertulis dalam Gambar. Berat dari
masing-masing As disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontrak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bias diubah-ubah antara 4.0 sampai 9.0 m untuk mendapatkan pengaruh
terbesar pada arah memanjang jembatan.
Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Gambar 7
− Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan
sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai
jembatan. Besarnya gaya rem diatur dalam RSNI-T 02-2005 6.7.
Faktor beban akibat gaya rem
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.8
− Pembebanan Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung
memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal. Trotoar pada
jembatan jaaln raya harus direncanakn untuk memikul beban per m2 dari luas
bangunan yang ditinjau.Untuk jembatan,pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki
jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit.
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.8
II.4.3 Aksi-Aksi Lingkungan
− Beban Angin
Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Koefisien seret angin dan kecepatan angin rencana diatur dalam
RSNI-T-02-2005.7.6.
Faktor beban akibat beban angin
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.2
TEW = 0.0006* CW * (VW)2 Ab
Tipe Jembatan Cw
Bangunan atas rangka 1.2
b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
Jangka Waktu Faktor Beban
Sampai 5 km dari pantai >5km dari pantai
Daya Layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
II.5 Sambungan
Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi,pelat buhu)
dan alat pengencang (baut dan las).
II.5.1 Perencanaan Sambungan
Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban
terfaktor yang dihitung.Perencanaan sambungan harus memenuhi syarat berikut :
a) Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan
gaya-gaya yang bekerja pada sambungan.
b) Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan
deformasi sambungan.
c) Sambungan dan komponen sambungan yang berdekatan harus mampu
II.5.2 Perencanaan Sambungan Baut
Sambungan dengan menggunakan baut tegangan tinggi, mempunyai
kelebihan di dalam segi ekonomis dan penampilan dibandingkan penggunaan
paku keling.
II.5.3 Perencanaan Sambungan Las
Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam
dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair dengan atau lain seperti las
tumpul, las sudut dan las pengisi.
Las tumpul
Las tumpul (groove weld) terutama dipakai untuk menyambung batang
Las Sudut
Las sudut (filled wild) bersifat ekonomis secara keseluruhan, mudah dibuat
dan mampu beradaptasi serta merupakan jenis las yang banyak diapakai
dibandingkan jenis las dasar lain.
II.6 Pondasi Tiang Pancang
Tiang Pancang adalah bagian konstruksi bangunan yang terbuat dari
kayu, beton dan atau baja yang digunakan untuk mentransmisikan /meneruskan
beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah didalam
massan tanah.
Untuk mendesain Pondasi Tiang Pancang mutlak diperlukan:
Data tentang tanah dasar
Daya dukung single pile/group pile
Analisa negative friction,karena negative skin friction
mengakibatkan beban tambahan
Untuk itu diperlukan pengujian sondir dan boring untuk memperoleh data
tanah, serta diperlukan perhitungan daya dukung berdasarkan metode
kalendering/pemancangan dan test pembebanan.
Secara umum pondasi tiang mempunyai ketentuan-ketentuan perencanaan
sebagai berikut:
Mampu meneruskan gaya-gaya vertikal yang bekerja padanya untuk
Dengan adanya hubungan antara kepala-kepala tiang satu dengan lainnya
mampu menahan perubahan-perubahan bentuk tertentu kearah
mendatar/tegak lurus terhadap as tiang.
II.7 Dasar Perencanaan
Pondasi direncanakan dengan baik sehinga gaya luar yang bekerja pada
kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang diijinkan, adanya gaya geser
negatif dan gaya-gaya yang lain (perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif) juga
perlu diperhitungkan didalam merencanakan pondasi tiang pancang.
II.7.1 Pemilihan Tiang Pancang
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan didalam pemilihan tiang
pancang adalah:
a. Tipe tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya.
b. Jenis bangunan yang akan dibuat
c. Alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan
Tiang pancang dibagi atas dua kelompok yaitu:
1. Displacement pile, dimana dalam pemancangannya tidak dilakukan
penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah disekitar tiang
yang diakibatkan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan.
2. Replacement pile, dimana didalam pemasangan dilakukan penggalian
lebih dahulu yang dapat menggunakan berbagai cara dan peralatan,
Didalam pemilihan tiang pancang juga perlu diperhatiakn kondisi
topografi tanah dasar, berikut adalah ciri topografi tanah dasar yang perlu
dipertimbangkan didalam pemilihan tiang pancang:
Kondisi permukaan/surface condition
Kondisi drainase/drainage condition
Adanya gangguan/obstructions
Kondisi bangunan disekeliling/adjacent structures
Bangunan kelautan/marine structures
II.7.2 Penentuan panjang tiang
Dalam menentukan panjang tiang harus dicakup faktor-faktor jenis dan
fungsi bangunan atas, mekanisme beban dan pelaksanaannya. Penentuan panjang
tiang didasarkan atas tumpuan ujung dan tumpuan geser, hal ini disebabkan
karena konstruksi bagian atas banyak ragamnya dan juga keadaan tanah banyak
macamnya. Apabila tiang geser dipakai pada tanah yang jelek maka penurunan
akan terjadi masalah.
Dengan memperhatikan luas dan macam bangunan atas, penggunaan tiang
geser masih dapat dipertimbangkan karena panjang tiang berpengaruh kepada
biaya konstruksi.
II.7.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah
Tanah merupakan kumpulan partikel-partikel yang ukurannya dapat
mencakup rentang yang sangat luas. Sebagai pemikul utama beban struktur maka
diharapkan tanah ketika mengalami pembebanan tidak mengalami kegagalan
berada pada batas yang dapat ditolerir. Karena kegagalan geser tanah dapat
menimbulkan distorsi bangunan yang berlebihan dan bahkan keruntuhan.
Penurunan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan struktural pada
kerangka bangunan.
II.7.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Kelompok
Daya dukung tiang kelompok dipengaruhi oleh lapisan tanah
dibawahnya.Pada tanah lempung dan tanah pasir, daya dukung tiang sangat
berbeda jauh, hal ini diakibatkan oleh nilai N dari tanah tersebut.
Daya dukung tiang tunggal akan sangat berbeda dibandingkan daya
dukung tiang kelompok khususnya pada tanah lempung. Didalam daya dukung
tiang geser kelompok pada lapisan lempung tidak sama dengan daya dukung tiang
secara individu dikalikan jumlah tiang dalam kelompok, melainkan akan lebih
kecil yang akan meneruskan gaya-gaya kelapisan pendukung.
Terzaghi dan Peck (1967) mendasarkan pendekatannya atas kekuatan
bahwa tiang-tiang dan tanah-tanah diantaranya merupakan satu kesatuan yang
akan meneruskan gaya-gaya kelapisan pendukung.
Gaya-gaya dukungnya dihitung dengan rumus:
Pkelompok = ab.Pf + 2 η (a + b) TS
Pf = qo = cNc + qNq + ½ γ BNγ
Ts = kekuatan geser rata-rata, untuk lapisan lempung jenuh –Ts
Pemancangan tiang pada lapisan pasir akan menyebabkan perubahan
kepadatan lapisan di sekitarnya dan diantara masing-masing tiang sehingga akan
mempengaruhi penentuan gaya dukungnya.
Untuk menghitung gaya dukung tiang pada lapisan pasir dapat digunakan
rumus Mayerhof yang dimodifikasi oleh A.I.J (Architectural Institute of Japan):
Qa = 1/3 (tm)
Qa = gaya dukung yang diijinkan (ton)
Ap = (untuk pipa, D = diameter luas)(m2)
= B2 (untuk persegi,B = lebar) (m2)
= HB (tiang H, H = tinngi badan, L = lebar flens)
Yp = n D (untuk pipa) (m)
= 2B (untuk persegi) (m)
= 2 (H + B) (Tiang H) (m)
N
=
II.7.5 Letak tiang
Letak tiang harus diperhitungkan dengan baik supaya beban yang diterima
oleh setiap tiang sama besarnya
Jarak minimum tiang pada umumnya dadalah dari masing-masing sumbu
tiang 2.5-3 x diameter tiang. Apabila jarak antara sumbu tiang < 2.5x diameter
tiang, maka pengaruh kelompok tiang akan cukup besar pada tiang geser,
sehingga daya dukung setiap tiang didalam kelompok akan lebih kecil dari daya
kemampuan tiang tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungki. Sebaliknya
apabila jaraknya > 2.5x diameter tiang maka pengaruh kelompok tiang akan
cukup kecil.
≥2.5 a’3D
≥2.5 a’3D
1.25D untuk tiang pancang
Gambar 8 Perletakan Tiang
II.7.6 Perhitungan Beban Vertikal Ekivalen
II.8 Data Perencanaan
Data-data perencanaan yang diasumsikan penulis adalah jembatan yang
akan direncanakan adalah jembatan yang melewati sungai, dimana panjang sungai
sungainya adalah 20 m dan lebar melintang jembatan adalah 12 m. Jembatan yang
akan direncanakan adalah jembatan beton prategang yang tahan gempa. Fungsi
jalan adalah jalan ibukota kabupaten/jalan kelas I dengan medan datar, berada
pada wilayah gempa 3 berdasarkan peta gempa 2002, diamana kualitas beton yang
BAB III
METODOLOGI
III.1 UmumTentunya didalam sebuah perencanaan konstruksi, perlu analisa
yang tepat terhadap segala kondisi yang mendukung didalam perencanaan
tersebut, karena hal itu menentukan keakuratan data perencanaan, alur
pengerjaan dan juga aturan-aturan yang tepat yang dipilih. Bangunan sipil
diharapkan memenuhi syarat kuat, nyaman dan ekonomis.
III.2 Metode Analisis
Perilaku struktur jembatan berbeda dengan struktur lainnya, hal ini
disebabkan karena beban yang diterima dan bentuk struktur nya berbeda.
Dengan demikian sangat diperlukan analisa yang matang dari seorang
perencana dalam menganalisa perilaku struktur yang akan dikerjakan.
Perlunya pemodelan struktur dan mencek kembali hal-hal yang
mempengruhi perilaku dari jembatan yang akan direncanakan sangat
menentukan keberhasilan seorang insinyur sipil dalam merencanakan
struktur jembatan.
Analisis perencanaan sebuah jembatan tahan gempa tentunya harus
didahului dengan perencanaan yang benar tentang bagaimana
bertulang (tanpa memperhitungkan gaya gempa yang akan terjadi pada
struktur tersebut).
Perencanaan sebuah jembatan didahului dengan melihat fungsi
jembatan yang akan dibangun, karena hal ini akan mempengaruhi
bagaimana merencanakan lapisan perkerasan jalan tersebut.
Perencanaan perkerasan jalan akan dipengaruhi oleh:
1) Fungsi jalan
2) Medan jalan yang akan dibangun
3) Lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut
III.3 Metode Penyusunan
Didalam laporan ini ada 7 (tujuh) hal yang diasumsikan penulis sebagai
garis besar penulisaan laporan ini, dimulai dari studi literatur, pengasumsian
data,desain awal, pembebanan dalam jembatan,perencanaan struktur atas,
perletakan dan struktur bawah.
III.3.1 Studi Literatur
Didalam menyusun laporan perencanaan jembatan ini penulis
menggunakan studi literatur dalam mengumpulkan landasan-landasan teori yang
mendukung di dalam perencanaan ini baik itu buku-buku perkuliahan,
standar-standar nasional Indonesia yang mendukung dalam perencanan jembatan dan
struktur, standar-standar negara lain yang punya hubungan dengan standar
Indonesia.
Landasan teori yang telah dibuat ini telah dirangkumkan didalam Bab II
yang membahas tentang tinjauan pustaka.
III.3.2 Pengumpulan Data
Segala sesuatu hal yang mendukung perencanaan sebuah jembatan
tentunya sangat penting. Karena melalui data perencanaan kita dapat menentukan
dimensi jembatan.
Berikut data perencanaan yang diasumsikan penulis didalam perencanaan
jembatan ini:
1. Data Umum Jembatan
Jembatan yang akan direncanakan adalah jembatan X yang melewati sebuah
sungai dan memiliki tingkat kepadatan lalu lintas padat karena berada jalan
tersebut dkategorikan sebagai jalan kelas arteri primer dengan LHR > 10000. Jaln
tersebut berada pada 10 km dari pantai.
2. Data Sungai
Dan selama 10 tahun terakhir tidak pernah mengalami peluapan di sungai
tersebut. Muka air terendah pada sungai tersebut adalah:19/25.
3. Data geologi tanah
Keadaan tanah dan profil bor pada kemungkinan lokasi jembatan untuk
menentukan tipe pondasi, letak kualitas quarry terdekat untuk bahan beton.
meragukan misalnya:apakah ada gejala patahan atau tidak? Daerah retak, retak
ratak batuan?
III.3.3 Preliminary Design
Atau sering disebut dengan desain pendahuluan. Didalam preliminary design
pembahasan dilakukan pada :
• Statika konstruksi dan dimensi pendahuluan
• Material yang digunakan
• Lokasi bangunan bawah
• Macam dan bentuk pondasi
Di dalam tugas akhir ini konstruksi jembatan yang akan direncanakan adalah
jembatan yang mempunyai bentang utama 20 meter, dan konstruksi jembatan ini
diaharapkan mampu menahan gempa dengan periode ulang gempa 50 tahun
berdasarkan peta gempa untuk jalan dan jembatan 2008 (ada tercantum). Tebal
perkerasan diperkirakan 22 cm.
Material yang akan digunakan didalam perencanaan ini adalah pratekan
dimana gelagar utama menggunakan I, yang merupakan produk dari WIKA
BETON. Kawat -kawat sress-relieved yang dipakai adalah standard ASTM A 421.
Strands terbuat dari 7 kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pitch
sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus yang sedikit lebih
Tabel Strand Standar Tujuh Kawat untuk Beton Prategang
Luas tampang nominal satu
strand Ast = 51.6 mm^2
Beban putus minimal satu
strands Pbs= 88.96 kN(100%UTS)
Jumlah kawat untaian
(strands cable) 10 kawat untaian tendon
Diameter selubung ideal 66.675 mm
Pondasi yang akan digunakan adalah pondasi tiang pancang. Dimana
pemilihan jenis ini dimaksudkan karena kondisi tanah setempat memiliki daya
dukung tanah yang sangat rendah.
III.3.4 Pembebanan
Pembebanan pada jembatan tersebut telah dijelaskan dibab-bab
sebelumnya.
• Aksi dan beban tetap
Beban sendiri adalah beban gelagar precast profil I dengan faktor beban
biasa adalah 1.3 dan terkurangi 0.75 (RSNI T-02-2005 Pasal 5.2 hal 9). Faktor
• Beban lalu lintas
Karena bentang jembatan adalah 20 m maka beban terbagi rata yang
dipikul adalah: 9.0 kPa (RSNI T-02-2005 Pasal 6.3 hal 15).Sedangkan beban garis
nya adalah 49.0 kPa (RSNI T-02-2005 Pasal 6.3.1 hal 15) . Besarnya pembebanan
pada truk adalah 500 kN dengan 1 gandar memikul 112.5 kN (RSNI T-02-2005
Pasal 6.4.1 hal 19). Beban pejalan kaki adalah 5 kPa (RSNI T-02-2005 Pasal 6.9
hal 24).Beban Rem yang diterima jembatan adalah 5 % dari beban lajur D ( RSNI
Pasal 6.7 hal 22)
Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowance) untuk KEL diambil
sebagai berikut:
DLA = 0.4 untuk L ≤ 30 m
DLA = 0.4 – 0.0025 *(L – 50) untuk L >30 m
• Beban Angin
Beban angin pada jembatan diatur didalam RSNI Pasal 7.6 hal 33.
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung
dengan rumus :
TEW = 0.0012* CW * (VW)2 Ab (kN), dimana Cw = 1.25
Kecepatan angin rencana (VW) adalah 30 m/s (berada 10 km dar pantai).
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan.
Transfer beban angin ke lantai jembatan: QEW = [ 1/2*h / x * TEW ]
• Beban Gempa
Gaya gempa vertikal pada balok prategang dihitung dengan menggunakan
percepatan vertical kebawah sebesar 0.10*g (g = percepatan gravitasi) atau dapat
diambil 50 % koefisien gempa horizontal statik ekivalen. Berdasarkan SNI
2833-2008 koefien beban gempa horizontal dihitung dengan:
Kh = C*S
Faktor C (koefisien geser dasar) ditentukan dengan program ‘Shake dari
California Transportation Code, dan didalam SNI 2833-2008 dijelaskan bahwa
didalam sebuah perencanaan jembatan ada 2 koefisioen geser yang harus dilihat
yaitu: koefisien geser dasar elastik dan koefisien geser dasar plastis. Kedua
koefisien ini dibedakan dengan faktor daktilitas dan resiko dari sebuah struktur.
Kedua koefisien tersebut dihitung dengan:
Celastis = A*R*S
Cplastis =
Didalam perencanaan jembatan ini, nilai C dihitung berdasarkan elastisitas
dari jembatan, hal ini dilakukan. Karena perencanaan dengan melihat elastisitas
jembatan jauh lebih aman dibandingkan dengan plastisistas.
Koefisien geser dasar elastik juga dapat dihitung dengan:
Celastis = ,
A = akselerasi puncak dibatuan dasar (g), nilai akselerasi puncak pada
wilayah 3 dengan periode ulang 50 tahun adalah antara 0.23 – 0.26
T = periode ulang jembatan, perlu diamati bahwa didalam penentuan
periode ulang jembatan pelu dilihat apakah analisa yang digunakan untuk
menentukan periode tersebut. Didalam SNI 2833-2008 ada 3 (tiga) cara untuk
menghitung periode alami jembatan yaitu dengan spektral moda tunggal, moda
majemuk dan Eigen Value. Pemilihan metode ini didasarkan pada struktur
jembatan tersebut. Pada jembatan sederhana (bentang L < 30 m) metode yang
digunakan adalah metode spektral moda tunggal system dinamis satu derajat
kebebasan tunggal (SOF) sehingga peiodenya dihitung berdasarkan rumus
berikut:
T = 2*π*
,W = berat total bangunan atas yang dipikul = berat sendiri dan berat mati
tambahan
Kp = konstanta kekauan struktur yang merupakan gaya horiszontal yang
diperlukan untuk menimbulakan satu satuan lendutan
g = gravitasi bumi (9.81 m/det2
III.3.5 Perencanaan Struktur Bagian Atas
Perencanaan struktur bagian atas jembatan mencakup gelagar memanjang
dan melintang jembatan.Penghitungan dimensi sturktur bagian atas akan
dicantumkan di bab-bab selanjutnya. Gelagar direncanakan dengan menggunakan
profil I yang merupakan produk WIKA Beton. Gelagar ini diharapkan mampu
Seperti diketahui, beton prategang menggalami kehilangan tegangan baik
yang diakibatkan oleh susut, rangkak dan sebagainya. Kehilangan yang terjadi
pada kondisi normal dapat digunakan untuk estimasi awal kehilangan tegangan
total sebagai berikut:
Untuk struktur pratarik terdiri dari 4 % perpendekan elastic, 6% rangkak
pada beton,7% susut pada beton, dan 8% relaksasi baja sehingga
kehilangan total untuk struktur pratarik adalah 25 %;
Untuk struktur pascatarik terdiri dari 1% perependekan elastic,5% rangkak
pada beton, 6% susut pada beton, 8% relaksasi baja. Dengan demikian
kehilangan total pada struktur paskatarik adalah 20%.
III.3.6 Perencanaan Perletakan
Sistem struktur adalah statis tertentu, ada sendi dan rol sebagai perletakan.
Perencanaan perletakan direncanakan berdasarkan beban yang akan
III.4 Diagram Alir gempaatau metode koefisien gaya
gempa yang termodifikasi) tanah kohesif yang sangat
halus)
Hitung alami dasar untuk metode koefisien gaya