• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Tekuk Lentur dan Tekuk Tors

II.3 Panjang Efektif

II.4.3 Kombinasi Tekuk Lentur dan Tekuk Tors

Gambar II.4.3 Defleksi dan Rotasi akibat Tekuk Lentur dan Tekuk Torsi

v

x'

C'

O

y

y

u

x

o

C

o

y

o

Pada kombinasi yang titik beratnya tidak berimpit dengan titik pusat geser, maka tekuk yang terjadi dapat berupa kmbinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Akibat tekuk lentur dan tekuk torsi pusat geser berpindah sejauh U dan V dan berotasi dengan sudut

Dari syarat batas yang ada maka U = V = 0 pada saat z = 0 dan l.

pada saat z = 0 dan l.

pada saat z = 0 dan l.

Persamaan U, V, dan yang memenuhi syarat-syarat batas yang ada :

( II.4.3a )

( II.4.3b )

( II.4.3c )

Dari persamaan energy regangan akibat lentur dan energy regangan akibat torsi sehingga didapat persamaan energy regangan total yang merupakan penjumlahan dari kedua energy regangan tersebut. Karena energy regangan akibat

lentur pada saat terjadinya lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dalam hal ini penampang berpindah sejauh U dan V yang menyebabkan energy regangan lentur menjadi dua, yaitu terhadap sumbu x dan sumbu y.

Energy regangan total ( U ) = Energi Regangan Lentur + Energi Regangan Torsi. ( II.4.3d ) Persamaan :

Dimasukkan kedalam persamaan energy regangan total sehingga persamaannya menjadi :

(

II.4.3e )

Dari identitas trigonometri didapat :

Dari persamaan di atas dicari nilai integral dari :

Persamaan energy regangan total menjadi :

( II.4.3f )

Dalam penyelesaian dengan metode energy didasarkan pada konsep kesamaan antara energy regangan dengan kerja gaya luar untuk seluruh struktur yang ditinjau. Oleh karena itu didalam penyelesaian persoalan, dibutuhkan penyamaan antara energy regangan dengan kerja luar maka perlu diperhatikan apakah struktur tersebut konservatif atau tidak.

Suatu system dikatakan konservatif apabila system berdeformasi akibat pembebanan ditiadakan, system akan kembali ke posisi semula. Suatu system dikatakan non-konservatif bila terdapat kehilangan energy misalnya dalam bentuk gesekan, deformasi inelastic, dan lain-lain.

Sehingga suatu system yang non-konservatif memiliki energy potensial system yang didefinisikan sebagai kemampuan gaya-gaya luar untuk melakukan kerja yang direpresentasikan sebagai pengurangan energy dari system.

Besar energy potensial ( v ) terdiri dari 2 komponen yaitu gaya tekan aksial ( ∆a )dan akibat lentur (∆b ).

Gambar II.4.3a Akibat Lenturan L b S x y

Gambar II.4.3b Deformasi Lateral selama Lenturan

v + dv u + du B A dz ds u v y x x z y ( II.4.3g ) Akibat gaya tekan aksial ( ∆a ) :

Karena harganya kecil sehingga dapat diabaikan. Jadi pengaruh energy potensial ( v ) yang diperhitungkan hanya akibat lenturan saja.

Akibat lenturan (∆b ) :

( II.4.3h ) Dari teori phytagoras :

( II.4.3i ) Dari teori binomial

Dengan anggapan deformasi kecil maka persamaan diatas menjadi : ( II.4.3j )

Gambar II.4.3c Perpindahan Akhir akibat Defleksi dan Rotasi

P'

P

r

b

a

0

X

Y

x

y

shear

center

Sehingga didapat besar :

( II.4.3l ) Perpindahan u dan v pada koordinat x dan y terjadi dari translasi pada pusat geser sebesar u dan v perpindahan rotasi Ѳ dari pusat geser seperti pada gambar dibawah ini :

Dari gambar didapat : Karena

Sehingga :

Sehingga persamaan ∆b menjadi :

( II.4.3m )

Dari persamaan energy potensial sebelumnya, sehingga persamaan energy potensial menjadi :

( II.4.3n )

Dari ekspresi di bawah ini didapat hubungan :

Dari hubungan diatas maka :

Maka

( II.4.3o ) Jumlah energy regangan ditambah energy potensial menjadi :

( II.4.3p ) Dari ekspressi yang sudah begitu familiar bagi kita:

Persamaan energy total menjadi :

( II.4.3q )

dimana

( II.4.3r ) Karena maka persamaannya menjadi :

Nilai determinan persamaan diatas adalah

Rumus diatas didapat dari Principles of Structural Stability Theory oleh Alexander Chajes, yang juga digunakan pada buku peraturan baja Indonesia metode Load and Resistance Factor Design ( LRFD ) dengan mengadopsi persamaan diatas dengan tegangan kritis.

Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berhimpitan dan

( II.4.3s) Sehingga akar persamaan diatas menjadi :

Persamaan diatas menunjukkan bahwa akibat pembebanan akan menghasilkan tekuk lentur atau tekuk torsi

Seandainya penampang hanya memiliki satu sumbu simetris katakanlah terhadap sumbu x sehingga

Didapat

dan

Ekspresi menyatakan tekuk lentur terhadap sumbu y sedangkan persamaan kedua jika diselesaikan menyatakan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Penyelesainnya adalah :

( II.4.3u ) Dimana

Dari penjelasan diatas terlihat pada persamaan

Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berimpitan maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau tekuk torsi.

Jika penampang memiliki satu sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Jika penampang tidak memiliki sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk dimana pembebanannya persamaan pangkat tiga yang pemecahannya dapat diselesaikan dengan kerja numeric. Bagaimanapun penampang yang tidak memiliki sumbu simetris jarang digunakan sehingga bukan merupakan masalah yang cukup serius.

Tidak dapat disederhanakan lagi. Persamaan diatas jika diselesaikan menjadi

BAB III

ANALISA

III.1 Umum

Suatu kolom yang mengalami pembebanan gaya tekan aksial di titik beratnya akan mengalami tekuk dengan tiga kejadian yang berbeda yaitu tekuk lentur, tekuk torsi dan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dibutuhkan suatu analisa untuk memperhatikan kejadian mana yang akan terjadi terlebih dahulu.

Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menganalisa profil iwf ketika mencapai beban kritisnya profil akan mengalami tekuk lentur atau mengalami kombinasi ntekuk lentur dan tekuk torsi. Kejadian tersebut dapat diperhatikan dengan menghitung besarnya beban kritis tekuk lentur ( Pcr ) dan beban kritis tekuk lentur dan tekuk torsi ( Pkomb ). Jika beban Pcr lebih kecil dari beban Pkomb maka penampang akan mengalami tekuk lentur.

( III.1a )

Dimana : I = inertia minimum atau inertia pada sumbu lemahnya

Jika beban Pcr lebih besar dari beban Pkomb maka penampang akan mengalami lentur dan berotasi dengan sudut yang lebih kecil sebesar ѳ.

( III.1b )

Gambar III.1 Profil IWF

h

b Y X

Dari teori bab II didapat persamaan :

( III.1c )

( III.1d )

Karena penampang memiliki dua sumbu simetris yaitu pada sumbu x’ dan sumbu y’.

( III.1e )

z z u v x y x y Py Py Px Px

Gambar III.2a Tekuk Lentur pada Kolom

M

int

Gambar III.2b Tekuk Lentur Kolom pada kondisi Ujung Sendi-sendi III.2 Kejadian akibat tekuk lentur

( III.2a )

Dari hubungan momen dengan kelengkungan didapat :

( III.2b )

( III.2c )

; dimisalkan

( III.2d

)

Jawaban umum persamaan differensial diatas :

( III.2e )

Dari syarat batas yang ada, y = 0 pada saat x = 0 dan x = L Untuk x = 0 ; y = B = 0

Untuk x = L ; y = A sin kl = 0 Karena maka sin kl = 0

( III.2f )

Untuk n = 1 ;

( III.2g )

Dimana I = inersia pada sumbu lemahnya. III.3 Kejadian akibat tekuk torsi

( III.3a )

Dimana: G = modulus geser E = modulus elastic

Dari teori elastisitas pada bidang yang mengalami geser didapat hubungan G dan E.

( III.3b )

= poison rasio, untuk baja = 0,3 E = 2,1 x 106 kg/cm2

Dari besaran diatas

Untuk penyederhanaan

J = konstanta torsi =

Cw = konstanta warping, dari table didapat harga Cw untuk profil IWF. ( III.3c )

Dalam hal ini panjang ukuran profil yang ditinjau dibatasi sesuai dengan menggunakan metode Load and Resistance Factor Design ( LRFD ), dimana panjang penampang yang akan ditinjau dilihat dilihat dari factor kelangsingannya.

kl/r s

N/mm2

Gambar III.4a Grafik Tegangan-Rasio Kelangsingan

( III.3d )

Sehingga panjang profil yang akan ditinjau :

( III.3e

)

Dengan catatan pada suatu saat panjang yang akan ditinjau tidak lagi berada dalam batas elastic, sehingga persamaan pada beban kritis euler tidak berlaku lagi.

Dokumen terkait