• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI A. Latar Belakang Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi

Jika kita lihat kembali lembaran sejarah Indonesia, ternyata berbagai peraturan telah dikeluarkan dan berbagai lembaga telah dibentuk oleh pemerintah untuk memberantas korupsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1.

1. Pemberantasan Korupsi dari Masa ke Masa

Tahun Produk Hukum Lembaga Keterangan

1957 Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/061957

1958 Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat No.PRT/Peperpu/013/1958 1960 UU No. 24/Prp/1960 tentang pemberantasan korupsi 1967 Keppres No.228/1967 tanggal 2 Desember 1967 Tim Pemberantasan Korupsi Tugas: Membantu pemerintah memberantas korupsi (pencegahan dan

penindakan) 1970 Keppres No.12/1970 tanggal

31 Januari 1970

Komisi Empat (Januari Mei 1970)

Tugas: menghubungi pejabat atau instansi, swasta sipil atau militer; memeriksa dokumen administrasi pemerintah dan swasta; meminta bantuan aparatur pusat dan daerah.

Komite Anti Korupsi (2 bulan)

Tugas: kegiatan diskusi dengan pemimpin partai politik dan bertemu presiden.

1977 Inpres No.9/1977 Operasi Penertiban (1977-1981)

Tugas: pembersihan pungutan liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen.

1982 Tim

Pemberantasan Korupsi

TPK dihidupkan kembali tanpa keluarnya Keppres yang baru.

33

1998 Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. UU No. 31/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.

Keppres No.27/1999 Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara

Tugas: pemeriksaan kekayaan pejabat negara. Lembaga ini kemudian menjadi sub bagian pencegahan dalam Komisi Pemberantasan Korupsi.

2000 PP No. 19/2000 Tim Gabungan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (2000-2001)

Tugas: mengungkap kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung. Berdasarkan putusan hak uji materiil (judicial

review/toetsingrecht)

Mahkamah Agung

2002 UU No.30/2002 Komisi

Pemberantasan

Korupsi (

Desember 2003)

Tugas: Menyelidiki kasus korupsi yang nilainya di atas Rp 1 Milyar dan menarik perhatian masyarakat; melakukan koordinasi, supervisi penegak hukum dalam penanganan korupsi; memonitor

penyelenggaraan negara; melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan kasus korupsi; melakukan upaya pencegahan korupsi.

2004 Keppres No. 59/2004 Pengadilan Tipikor

Wewenang: memeriksa dan memutus kasus

korupsi yang

penuntutannya diajukan oleh KPK

35

Pemberantasan Tipikor

penyelidikan, penyidikan, penuntutan kasus korupsi yang ditangani kejaksaan; menelusuri,

mengamankan aset

korupsi untuk

pengembalian kerugian negara secara optimal.1

2. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam pembentukan sebuah lembaga Negara secara umum membutuhkan dasar hukum sebagai dasar pembentukannya. Seperti halnya Mahkamah Konstitusi yang langsung diamanatkan pembentukannya oleh hasil dari pada amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka KPK juga memiliki dasar hukum dalam pembentukannya, yaitu :

a. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi,Kolusi,dan Nepotisme dalam Pasal 2 angka 6 huruf a, yaitu :

“Arah kebijakan pemberantasan korupsi,kolusi dan nepotisme adalah membentuk Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk

1

Arya Maheka,Mengenali dan Memberantas Korupsi,(Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, tt), hal.27.

membantu percepatan dan efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi yang muatannya meliputi Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi”.2

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 43 ayat 1 disebutkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlaku dibentuklah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku,dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

e. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 2, yaitu :

“Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuk Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut KomisiPemberantasan Korupsi”.

f. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2003 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2

Benu Pangestu,Independensi Yuridis Komisi Pemberantasan Korupsi (Telaah Teoritis dan Praktis), (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013) hal.20.

37

g. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.

B. Tugas Dan Wewenang

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu : kepastian hukum,keterbukaan,akuntabilitas,kepentingan umum dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK. Adapun tugas KPK adalah :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.3 Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

3

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan 5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi.4

Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan,penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.5

Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.6

Dalam pengambil alihan tersebut, KPK wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam

4

Pasal 7 Undang-Undang KPK.

5

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KPK.

6

39

waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK.7

Penyerahan dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan wewenang kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada KPK.8. Pengambil alihan penyidikan dan penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan :

1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

2. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; 3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku

tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

5. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; dan

6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilakukan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.9

7

Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KPK.

8

Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KPK.

9

Selanjutnya dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK berwenang:

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri;

3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;

41

8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangakapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; dan

9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan panangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.10

Dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:

1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;

2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;

4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;

5. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

6. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.11

Dalam melaksanakan tugas monitor, KPK berwenang untuk:

10

Pasal 12 Undang-Undang KPK.

11

1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi; dan

3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.12 C. Struktur Organisasi

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, yakni seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.13

Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris

12

Pasal 14 Undang-Undang KPK.

13

43

Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.14

Dalam struktur keorganisasian KPK terdapat unsur yang meliputi Deputi dan Direktorat Komisi Pemberantasan Korupsi15

1. DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN

Fungsi: pendaftaran dan pemeriksaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara; penerimaan laporan dan penetapan status gratifikasi; penyelenggaraan pendidikan anti korupsi; sosialisasi pemberantasan korupsi, dan kampanye anti korupsi. Dalam deputi bidang pencegahan ini terdapat beberapa unsur lainnya yaitu:

a. Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Fungsi: memantau dan klarifikasi harta kekayaan penyelenggara negara; meneliti laporan atau pengaduan masyarakat; menyelidiki harta kekayaan penyelenggara negara yang diduga korupsi; mencari bukti untuk penyelidikan penyelenggara negara yang diduga korupsi; dan meminta pejabat yang berwenang membuktikan dugaan tersebut. b. Direktorat Gratifikasi

14

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Laporan Tahun 2013,hal.6.

15

Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,tt), hal.63.

Fungsi: penelitian laporan dan pengaduan masyarakat; identifikasi penerimaan gratifikasi; pencarian bukti; penyerahan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada Menkeu.

c. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Fungsi: sosialisasi peran dan fungsi KPK; pendidikan dan pelatihan manajemen kinerja di instansi pemerintah, BUMN/BUMD, masyarakat dan swasta; penyelenggaraan seminar, workshop antikorupsi; menyusun dan menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan; penyusunan dan pengembangan materi pendidikan dan pelatihan; evaluasi pelaksanaan; menjalin kerjasama dengan lembaga antikorupsi di luar negeri.

d. Direktorat Penelitian dan Pengembangan

Fungsi: analisis kebutuhan; penelitian dan pengembangan manajemen kinerja sektor publik; penelitian dan pengembangan kode etik anti korupsi; kerjasama penelitian dengan instansi lain; evaluasi dan penyusunan laporan; pengumpulan, pengidentifikasian, pengkajian kasus-kasus korupsi; penelitian produk hukum yang tidak mendukung pemberantasan korupsi; penelitian dan penilaian praktik dan prosedur lembaga dan pemerintah daerah yang rawan korupsi; penelitian dan pengembangan lain.

45

e. Sekretaris Deputi Bidang Pencegahan

Fungsi: menyiapkan rumusan kebijakan teknis kesekretariatan koordinasi dengan semua satuan kerja; pengumpulan pencatatan dan penyusunan laporan pelaksanaan rencana dan program kerja; pelaksanaan ketatausahaan.

2. DEPUTI BIDANG PENINDAKAN

Fungsi: perumusan kebijakan teknis kegiatan justifikasi; perencanaan, pelaksanaan, pengendalian penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan tindakan hukum lain dan pengadministrasiannya; memberi saran, pendapat dan pertimbangan hukum kepada Pimpinan KPK. Dalam deputi ini terdapat beberapa direktorat yaitu:

a. Direktorat Penyelidikan

Fungsi: perumusan rencana dan program kerja penyelidikan; perumusan kebijakan teknis; penerimaan, analisis dan penelitian informasi, pengaduan, laporan dan menyiapkan pendapat dan saran; pelaksanaan penyelidikan dan penghentian penyelidikan; penyampaian saran kepada Deputi agar penyelidikan dapat ditingkatkan ke penyidikan dan usul penghentian penyelidikan; kerjasama koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis kepada satuan tugas penyelidik tipikor.

Fungsi: perumusan rencana dan program kerja; perumusan kebijakan teknis; penerimaan, analisis dan penelitian hasil penyelidikan; penyidikan dan pemberkasan perkara; penyampaian saran agar penyidik ditingkatkan ke penuntutan; pengambil alihan penyidikan yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan; pembinaan kerjasama dan koordinasi penyidikan; pemberian bimbingan kepada satuan tugas. c. Direktorat Penuntutan

Fungsi: perumusan kebijakan teknis penyempurnaan berkas perkara untuk dilakukan penuntutan; penerimaan perkara dan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti, melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, putusan pengadilan, serta tindakan hukum lain; pengambil alihan penuntutan yang sedang dilakukan kepolisian atau kejaksaan; pemantauan jalannya persidangan dan menelaah tuntutan jaksa penuntut umum; bimbingan teknis kepada satuan tugas.

d. Sekretaris Deputi Bidang Penindakan

Fungsi: perumusan kebijakan teknis kesekretariatan; koordinasi dengan semua satuan kerja; penyusunan laporan pelaksanaan rencana dan program kerja; pelaksanaan ketatausahaan; pengelolaan administrasi perkara, barang bukti dan tahanan; pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas.

47

3. DEPUTI BIDANG INFORMASI DAN DATA

Fungsi: penyusunan rencana dan program pengelolaan data dan informasi serta pengembangan sistem informasi; pengolahan datan dan informasi; analisis hasil pelaksanaan program dan kegiatan KPK; pengembangan jaringan informasi dengan instansi pemerintah dan masyarakat; monitor upaya pencegahan dan penindakan korupsi pada instansi negara. Dalam Deputi ini juga terdapat beberapa direktorat, yaitu:

a. Direktorat Pengelolaan Informasi dan Data

Fungsi: penyusunan rencana; pengumpulan dan pengolahan data; penyiapan bahan analisis kinerja KPK; penyelenggaraan administrasi basis data.

b. Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasa Antar Komisi dan Instansi

Fungsi: penyusunan rencana dan pengembangan sistem aplikasi; pengembangan teknologi informasi; pengembangan dan pemeliharaan jaringan informasi dengan instansi pemerintah dan masyarakat.

c. Direktorat Monitor

Fungsi: pengkajian sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara; perumusan saran KPK kepada pimpinan lembaga negara untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi, perumusan

laporan KPK kepada Presiden, DPR dan BPK, bila saran perubahan KPK tidak diperhatikan.

d. Sekretaris Deputi Bidang Informasi dan Data

Fungsi: perumusan kebijakan teknis; koordinasi semua satuan kerja; penyusunan laporan pelaksanaan kerja dan program kerja; pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas.

4. DEPUTI BIDANG PENGAWASAN INTERNAL

Fungsi : perumusan kebijakan pengawasan di lingkungan KPK; pengawasan internal dan pemrosesan pengaduan masyarakat; pemberian saran kepada Pimpinan KPK atas hasil pengawasan internal dan pemrosesan pengaduan masyarakat. Dalam Deputi ini juga terdapat beberapa direktorat penunjang, yaitu:

a. Direktorat Pengawasan Internal

Fungsi: pemeriksaan ketaatan, efisiasi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan kegiatan unit kerja di lingkungan KPK; evaluasi pelaksanaan program kerja.

b. Direktorat Pengaduan Masyarakat

Fungsi: pemeriksaan khusus terhadap indikasi penyimpangan unit kerja dan SDM KPK; pemprosesan pengaduan masyarakat terkait pegawai KPK maupun penyelenggara negara; pelimpahan hasil pemeriksaan kepada Deputi Penindakan.

49 BAB IV

EFEKTIVITAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. LARANGAN KORUPSI DALAM AL-QUR”ANDAN HADITS

Perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (Al-Qur’an) maupun haditsRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

ﺎ َﻣ َو

١ ٦ ١

“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).

Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu ..” [Ali-Imran : 161]

Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara yang batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya.

َﻻ َو

ِﺑ

١ ٨ ٨

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang

lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”[Al-Baqarah : 188] Juga firman-Nya.

٢ ٩

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

Dengan bahasa yang lugas, Rasulullah menegaskan : “Hadiah yang diterima para pejabat atau pemegang kebijakan adalah ghulul (korupsi).”1

B. Penindakan Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Menurut Sistem Hukum Indonesia

Pemberantasan korupsi di Indonesia diatur melalui beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya UU no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU no. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perumusan Undang-Undang tersebut tidak terlepas dari tuntutan pada saat itu sebagai suatu upaya peralihan dari orde baru menuju orde reformasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk sebagai salah satu upaya pemerintah memberantas tindak pidana dan budaya korupsi yang telah melekat pada pejabat Negara sebagai warisan peninggalan orde baru.Dalam memberantas tindak pidana korupsi, KPK memiliki tugas untuk melakukan penindakan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK dilaksanakan oleh Wakil Ketua KPK bidang penindakan yang membawahi 3 (tiga) sub-bidang, yakni sub-bidang penyelidikan, sub-bidang penyidikan dan sub-bidang penuntutan. Masing-masing dari tiap sub-bidang ini akan membawahi beberapa satuan tugas yang diperlukan.

Penindakan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam UU no. 30 tahun 2002,meliputipenyelidikan,penyidikan dan penuntutan. Haltersebutsebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 6 poin C, dimana KPK bertugasuntuk

1

51

melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.2

Bahkan dalam pasal 8 ayat 2 dijelaskan pula bahwa KPK dapat mengambil alih penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terkait tindak pidana korupsi yang tengah dilakukan oleh lembaga hukum lain (Kepolisian dan Kejaksaan).3Hal tersebut menunjukan bahwa KPK memiliki kedudukan istimewa dalam hal penindakan tindak pidana korupsi. Pengambilalihan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana yang disebutkan diatas dilakukan dengan alasan sebagai berikut:

1. Laporan masyarakat terkait tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti 2. Proses penanganan tindak pidana korupsi yang berlarut-larut tanpa alasan

yang dapat dipertanggungjawabkan

3. Penanganan tindak pidana korupsi yang ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya

4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi

5. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi akibat pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif yang ikut campur, atau

6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan menyulitkan penanganan tindak pidana korupsi.4

2

Lihat Pasal 6 butir C UU no. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3

Lihat Pasal 8 Ayat 2 UU no. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4

Selanjutnya dalam pasal 11 dijelaskan terkait prasyarat suatu tindak pidana korupsi yang dapat ditindak KPK, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara dan pihak lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan/atau penyelenggara Negara

2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan/atau 3. Paling sedikit merugikan Negara sebesar satu milyar rupiah.5

Dalam melakukan penindakan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 huruf C, KPK memiliki wewenang sebagai berikut :

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan

2. Memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri

3. Meminta keterangan kepada bank dan lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa

4. Memerintahkan kepada bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait

5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan tersangka dari jabatannya

5

53

6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait.

7. Menghentikan sementara transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsensi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang diperiksa

8. Meminta bantuan Interpol atau instansi penegak hukum di Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri

9. Meminta bantuan kepolisian dan instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.6 Dalam melakukan penindakan tindak pidana korupsi, baik berupa penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK tunduk terhadap Kitab Undang-Undang Gukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai penerapan asas hukum lex specialis derogate lex generale, dimana KUHAP berkedudukan sebagai aturan hukum yang utama dan rujukan kecuali ada aturan hukum khusus yang mengatur lain.

Salah satu aturan umum yang dikesampingkan adalah pasal 7 ayat 2 KUHAP.

Yang menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan penyidik dalam ayat ini adalah

6

Dokumen terkait