• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.9 Komitmen Organisasi

Menurut Oktaviani (2012) komitmen organisasi adalah individu yang memiliki keinginan untuk berbuat etis terhadap organisasinya dengan tujuan agar terciptanya tujuan yang diinginkan tidak lain semata-mata untuk kepentingan organisasi tersebut. Menurut Mathis (2001) komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap mental individu berkaitan dengan tingkat keloyalannya terhadap organisasi tempat individu tersebut berkerja.

Meyer dan Allen (1997) dalam Ihsan dan Iskak (2005) mengemukakan tiga komponen mengenai komitmen organisasi, yang antara lain adalah:

1. Komitmen efektif (affectiive commitment) terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attchment) atau psikologis terhadap organisasi.

2. Komitmen kontinu (continuance commitment) muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut.

3. Komitmen normatif (normative commitment) timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu.

2.1.10 Budaya Etis Organisasi

Menurut Ivancevich et al., (2006) Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang penting, sebagai perspektif untuk memahami perilaku individu dan kelompok dalam suatu organisasi. Menurut Schein dalam Ivancevich et al., (2006), definisi budaya organisasi adalah :

Suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integritas internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasaan sehubungan dengan msalah yang dihadapinya.

Menurut Robbin (1996) dalam Ikhsan dan Ishak (2005), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu, sehingga persepsi tersebut menjadi suatu sistem dan makna bersama di antara para anggotanya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi yang berarti harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun dalam keputusan manajemen/organisasi. Menurut Schein (1992) dalam Zulkarnain (2013) budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.

Berdasarkan definisi mengenai budaya organisasi, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang tidak tertulis agar dapat dipatuhi oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut.

Robert Kreitner dan Angelo Kinichi (2000) dalam Riyanto (2009) menyarankan tindakan-tindakan beikut ini untuk mengembangkan iklim etika dalam organisasi:

a. Bertingkah laku etis

Manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer merupakan model peran yang jelas.

b. Penyaringan karyawan yang potensial

Untuk mengembangkan perilaku etis harus dilakukan sejak awal yaitu sejak seleksi karyawan dilakukan. Penyaringan yang lebih teliti di bidang ini dapat menyaring mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian hari. Mengembangkan kode etik yang lebih berarti. Kode etik dapat menghasilkan dampak yang positif bila mereka memenuhi empat kriteria :

 Kode etik harus mencakup atau berlaku kepada setiap karyawan

 Kode etik sungguh-sungguh didukung oleh top manajemen

 Kode etik harus mengacu kepada praktik spesifik

 Mereka (karyawan) hendaknya didorong dengan penghargaan atas prestasinya dan hukuman yang berat bagi ketidakpatuhan.

c. Menyediakan pelatihan etika

Para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan dan berhadapan dengan isu etis selama masa orientasi dan melalui sesi seminar dan pelatihan menggunakan video.

d. Meningkatkan perilaku etis

Perilaku etis harus didukung, dibiasakan, diulangi kembali, sedangkan perilaku yang tidak etis harus diberikan hukuman sementara perilaku etis hendaknya dihargai.

e. Membentuk posisi, unit, dan mekanisme struktural lain yang menggunakan etika. Etika harus menjadi kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali dilakukan kemudian disimpan dan dilupakan.

2.2 Review Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Cieslewiscz (2012) menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam masyarakat antara lain tradisi, agama, budaya, norma-norma sosial dan kondisi sosial ( penegakan hukum, iklim politik, dan kondisi sosial ekonomi) berpengaruh terhadap kecurangan atau fraud. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Cieslewiscz (2012) adalah pengukuran variabel menggunakan persepsi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Cieslewiscz (2012) adalah pada model penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif sementara penelitian yang dilakukan Cieslewiscz merupakan penelitian kualitatif.

Lou et al (2009) melakukan penelitian untuk menguji faktor yang

berpengaruh terhadap kemungkinan kecurangan. Variabel yang digunakan merupakan proksi dari faktor-faktor yang mempengaruhi fraud berdasarkan teori

fraud triangle yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Pressure

diproksikan dengan tekanan keuangan dari perusahaan dan tekanan keuangan dari direktur atau supervisor dari perusahaan. Opportunity diproksikan dengan jumlah transaksi yang kompleks dalam perusahaan dan pengendalian internal perusahaan.

Rationalization diproksikan dengan integritas manajemen dan hubungan dengan

berupa ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan keuangan yang ditanggung perusahaan, tekanan keuangan yang ditanggung direktur atau supervisor, jumlah transaksi yang kompleks, integritas manajemen, dan hubungan dengan auditor eksternal berkorelasi positif dengan kemungkinan terjadinya kecurangan. Sementara ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan kemungkinan terjadinya kecurangan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Lou et al (2009) adalah memproksikan variabel berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi fraud berdasarkan teori fraud triangle. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lou et al (2009) adalah cara pengukuran variabel tekanan, dalam penelitian Lou variabel yang memproksikan tekanan diukur dengan rasio-rasio keuangan (data sekunder), sementara dalam penelitian ini pengukuran variabel menggunakan persepsi (data primer). Perbedaan lain nya terletak pada obyek penelitian, penelitian Lou dilakukan pada perusahaan swasta, sementara penelitian ini dilakukan pada entitas pemerintahan.

Fagbohungbe et al (2012) meneliti tentang pengaruh gender dan faktor-faktor organisasional terhadap perilaku curang di tempat bekerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gender berpengaruh terhadap perilaku curang atau menyimpang. Selain itu, ada pengaruh negatif antara reaksi organisasional karyawan terhadap pencurian. Terdapat pengaruh positif antara reaksi organisasional karyawan terhadap perilaku curang pada perusahaan tanpa pengawasan. Terdapat pengaruh positif antara reaksi organisasional karyawan terhadap perilaku tidak etis. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Fagbohungbe et al (2012) adalah sama-sama menguji faktor-faktor yang

mempengaruhi kecurangan. Selain itu metode pengumpulan data sama-sama menggunakan kuesioner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Fagbohungbe

et al (2012) adalah model penelitian. Selain itu obyek penelitian juga berbeda, obyek penelitian Fagbohungbe adalah karyawan pada universitas sementara obyek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil yang bekerja pada subbagian keuangan Dinas Provinsi DIY.

Rae & Subramaniam (2008) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh interaksi antara persepsi keadilan organisasional dan kualitas pengendalian internal terhadap kecurangan karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan etika perusahaan, pelatihan resiko manajemen, dan aktifitas internal audit berpengaruh terhadap kualitas prosedur pengendalian. Serta kualitas prosedur pengendalian memoderasi pengaruh persepsi keadilan organisasional terhadap kecenderungan kecurangan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rae & Subramaniam (2008) adalah sama-sama menguji pengaruh persepsi mengenai keadilan organisasional terhadap kecenderungan kecurangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rae & Subramaniam (2008) adalah jenis data yang digunakan. Rae & Subramaniam menggunakan data sekunder dalam penelitiannya, sementara penelitian ini menggunakan data primer.

Penelitian yang dilakukan Wilopo (2006) menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, dan moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak etis. Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap perilaku tidak etis. Kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis.Sementara itu, keefektifan pengendalian, ketaatan

aturan akuntansi, dan moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Asimetri informasi dan perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, dan kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wilopo (2006) adalah pengukuran variabel nya menggunakan persepsi karyawan dengan cara menyebar kuesioner (data primer). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Wilopo (2006) terletak pada penggunaan variabel antara (intervening). Pada penelitian Wilopo, menggunakan variabel intervening berupa perilaku tidak etis. Sementara pada penelitian ini tidak menggunakan variabel intervening.

Penelitian yang dilakukan oleh Thoyibatun (2009) menunjukkan bahwa kesesuaian sistem pengendalian internal, sistem kompensasi, dan ketaatan aturan akuntansi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Kecenderungan kecurangan akuntansi tidak berpengaruh dengan akuntabilitas kinerja. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Thoyibatun (2009) adalah sama-sama menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Sementara perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Thoyibatun (2009) adalah obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Provinsi DIY, sementara penelitian Thoyibatun dilakukan pada Perguruan Tinggi Negeri se-Jawa Timur.

Penelitian yang diakukan Puspitadewi dan Irwandi (2012) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara persepsi keadilan organisasional dan kualitas

pengendalian internal terhadap kecurangan pegawai. Aktivitas audit internal dan monitoring berpengaruh terhadap kualitas pengendalian internal, lingkungan etika perusahaan, pelatihan resiko manajemen, dan communication and information

tidak berpengaruh terhadap kualitas pengendalian internal. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Puspitadewi dan Irwandi (2012) adalah sama-sama meneliti pengaruh keadilan organisasional terhadap kecurangan pegawai. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Puspitadewi dan Irwandi (2012) adalah penggunaan variabel moderating. Penelitian ini tidak menggunakan variabel moderating sementara penelitian Puspitadewi dan Irwandi menggunakan variabel moderating. Perbedaan lainnya terletak pada obyek penelitian. Obyek penelitian Puspitadewi dan Irwandi adalah auditor internal pada Universitas Airlangga, Universitas Katholik Widya Mandala, Universitas Kristen Petra, Universitas Surabaya, dan STIE Perbanas Surabaya. Sementara obyek penelitian ini adalah Dinas Provinsi DIY.

Penelitian mengenai fraud juga dilakukan oleh Zulkarnain (2013) yang menyebutkan bahwa keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap fraud; perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap fraud; kultur organisasi dan penegakan hukum tidak berpengaruh terhadap fraud. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Zulkarnain (2013) adalah sama-sama meneliti persepsi pegawai dinas. Yang membedakan, responden penelitian ini adalah pegawai sub bagian keuangan Dinas Provinsi DIY sementara responden pada penelitian Zulkarnain (2013) adalah pegawai Dinas Kota Surakarta.

Faisal (2013) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fraud di Kabupaten Kudus. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Sistem pengendalian internal, penegakan hukum, gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap fraud, perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap fraud, kesesuaian kompensasi dan budaya etis organisasi tidak berpengaruh terhadap fraud. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Faisal (2013) adalah sama-sama meneliti persepsi pegawai dinas. Yang membedakan, responden penelitian ini adalah pegawai sub bagian keuangan Dinas Provinsi DIY sementara responden pada penelitian Faisal (2013) adalah pegawai Dinas Kabupaten Kudus.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud).

Penelitian ini merupakan replikasi dari kompilasi antara penelitian Wilopo (2006), Puspita Dewi dan Irwandi (2012), Cieslewisc (2012), Zulkarnain (2013), dan Faisal (2013). Peneliti sebelumnya juga menyarankan untuk meneliti faktor lain yang merupakan proksi dari fraud triangle, sehingga peneliti bermaksud untuk menambah variabel baru berupa penegakan peraturan yang merupakan proksi dari

opportunity. Berdasarkan penelitian Wilopo (2006) menemukan bahwa

kecenderungan kecurangan akuntansi perlu dikaji tidak hanya melalui pendekatan ilmu akuntansi, tetapi juga perlu mengikut sertakan pendekatan serta teori dari disiplin ilmu lain.

Tabel 2.2 Review penelitian sebelumnya

Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian Joshua K.

Cieslewiscz (2012)

Fraud , philosophical and religious tradition, culture, social norms and societal conditions

Qualitative. Semi-structured interviews & observations

Tradisi, agama, budaya, norma-norma sosial dan kondisi sosial ( penegakan hukum, iklim politik, dan kondisi sosial ekonomi) berpengaruh terhadap kecurangan atau fraud

Young –I Lou et al (2009)

Fraudulent financial

Reporting firm’s

financial pressure, director’s and

supervisor’s financial

pressure, complicated transaction, internal control environment,

manager’s integrity, manager’s and auditor’s

relationship, Firm size

Nonparametric

test, logistic

regression

Fraudulent financial

reporting berkorelasi

positif dengan tekanan keuangan dari sebuah peruaahaan atau dari supervisor dari perusahaan, jumlah transaksi perusahaan

yang kompleks,

integritas manajemen, dan hubungan yang tidak baik antara perushaan dengan auditor. Ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan Fraudulent Financial Report Fagbohungbe et al (2012) Fraudulent behaviour, theft and deception, deviant behaviour, amoral behaviour, Gender, employee’s organisational reaction Multiple regression analysis Gender berpengaruh terhadap pelaporan fraudulent behaviour dan deviant

behaviour.Ada pengaruh

negatif antara

employee’s

organisationl reaction

dan theft and

deception.Ada pengaruh

positif antara

organisationl reaction

dan fraudulent

behaviour, ada pengaruh

positif antara

employee’s

organisationl reaction

dan amoral behaviours.

Kirsty Rae and Nava

Subramaniam (2008)

Incidence of Employee

fraud, ICP Quality,

Organizational Justice

Perceptons, Corporate

ethical Environment Risk

Management Training,

Internal Audit Activities

Logistic

regression and OLS multipple regression

ICP Quality memiliki

efek moderat antara

organizational justice

perseptions terhadap

employee fraud. ICP

Quality secara

signifikan dan positif dipengaruhi oleh

corporate Etichal

Environment Risk

management Training, Internal Audit Activities

Wilopo (2006) Kecenderungan

Kecurangan Akuntansi, Perilaku tidak etis, Keefektifan pengendalian, Kesesuaian Kompensasi, Ketaatan Aturan Akuntansi, Asimetri Informasi, Moralitas Manajemen. Structural Equation Models, AMOS 4 Kefektifan pengendalian, ketaatan aturan akuntansi, dan moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak etis. Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap perilaku tidak etis. Kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis. Keefektifan

pengendalian, ketaatan aturan akuntansi, dan moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Asimetri informasi dan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi,

dan Kesesuaian

berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Siti Thoyibatun 2009 Akuntabilitas kinerja, Kecenderungan kecurangan akuntansi, perilaku tidak etis, Kesesuaian sistem pengendalian internal, sistem kompensasi, ketaatan aturan akuntansi

Regresi linier Kesesuaian sistem

pengendalian internal, sistem kompensasi, dan ketaatan aturan akuntansi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Kecenderungan kecurangan akuntansi tidak berpengaruh dengan akuntabilitas kinerja. Puspitadewi dan Irwandi (2012) Kecurangan pegawai, keadilan organisasional, kualitas pengendalian internal, lingkungan etika perusahaan, aktivitas audit internal, pelatihan resiko manajemen, communication and information, monitoring Linier regression analyisis, residuel test

Terdapat interaksi antara persepsi keadilan organisasional dan kualitas pengendalian internal terhadap kecurangan pegawai. Aktivitas audit internal

dan monitoring berpengaruh terhadap kualitas pengendalian internal, lingkungan etika perusahaan, pelatihan resiko manajemen, dan communication and information tidak berpengaruh terhadap kualitas pengendalian internal. Rifqi Mirza Zulkarnain (2013) Fraud, keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, gaya kepemimpinan, penegakan hukum Structural Equation Model Keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap fraud; perilaku tidak etis berpengaruh

Sumber : Data diolah, 2013

2.3 Kerangka Berfikir

2.3.1 Pengaruh penegakan peraturan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Menurut Nordiawan (2006) sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, seharusnya organisasi sektor publik mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Proses pertanggungjawaban tersebut haruslah dilakukan secara transparan, karena hal tersebut berkaitan dengan kepentingan publik. Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja kegiatan operasional harus bebas dari tindakan kecurangan dalam bentuk apapun. Maka, semua kegiatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk meminimalisir pelanggaran atas peraturan yang berlaku, maka harus ada penegakan peraturan yang tegas dalam lingkungan organisasi tersebut.

terhadap fraud, kultur

organisasi dan

penegakan hukum tidak berpangaruh terhadap fraud. Muhammad Faisal (2013) Fraud,sistem pengendalian internal, penegakan peraturan,gaya kepemimpinan,kesesuaia n kompensasi,perilaku tidak etis,budaya etis organisasi,komitmen organisasi Structural Equation Model Sistem pengendalian internal, penegakan hukum,gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap fraud, perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap

fraud,kesesuaian

kompensasi dan budaya etis organisasi tidak berpengaruh terhadap

Dalam suatu instansi, apabila penegakan peraturan kurang efektif akan membuka peluang bagi pegawai untuk melakukan pelanggaran peraturan yang bisa saja mengarah pada perilaku menyimpang, salah satu nya dengan melakukan kecurangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tegak, penegakan peraturan dalam suatu instansi, maka kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi juga akan semakin rendah. Artinya, penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

2.3.2 Pengaruh keefektifan pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Tujuan dari pengendalian internal adalah agar kegiatan operasional perusahaan berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Manajemen cenderung melakukan tindakan menyimpang untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Salah satu contoh tindakan menyimpang yaitu kecenderungan melakukan kecurangan.

Salah satu contoh pengendalian internal adalah adanya beberapa prosedur yang harus dilalui ketika akan melakukan transaksi seperti otorisasi dari pihak yang berwenang. Jika pengendalian tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan.

Penelitian Wilopo (2006) menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Jadi,

dengan sistem pengendalian internal yang baik, akan meminimalisir kecurangan yang dilakukan oleh pegawai.

2.3.3 Pengaruh asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Asimetri informasi merupakan kondisi dimana pihak dalam atau pengelola perusahaan mengetahui informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar atau pihak pemakai informasi selain pengelola. Dalam lingkup entitas perusahaan, yang menjadi pihak pengguna informasi merupakan masyarakat. Karena pihak Dinas Pemerintah merupakan pihak pengelola dana APBN yang sebagian besar berasal dari masyarakat. Jika kondisi tersebut terjadi, maka akan membuka peluang bagi pihak yang mengelola keuangan untuk melakukan kecurangan. Pertanggungjawaban SKPD kepada masyarakat disajikan dalam bentuk laporan realisasi APBD. Jika masyarakat tidak mengetahui transaksi ekonomi apa saja yang mempengaruhi laporan tersebut secara detail, kemungkinan penyaji laporan akan memanipulasi laporan tersebut dengan tujuan kepentingan pribadi, misalnya agar kinerja nya terlihat baik.

Penelitian Wilopo (2006) menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan. Dengan demikian, semakin tinggi asimetri yang terjadi antara ihak pengelola dan pihak pengguna laporan keuangan, kecenderungan terjadinya tindak kecurangan (fraud) akan semakin tinggi.

2.3.4 Pengaruh keadilan distributif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Persepsi mengenai keadilan distributif merupakan persepsi mengenai kesesuaian gaji atau kompensasi lain yang diterima oleh pegawai dibandingkan dengan apa yang telah diberikan kepada organisasi. Persepsi mengenai keadilan ini dibandingkan dengan orang lain yang setara. Jika seseorang mempersepsikan bahwa terdapat ketidakadilan mengenai gaji atau kompensasi yang seharusnya didapatkan maka akan mendorong orang tersebut melakukan kecurangan. Akan terjadi tekanan dalam diri nya berkaitan dengan ketidakadilan yang dipersepsikan sehingga mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan kecurangan.

2.3.5 Pengaruh keadilan prosedural terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Keadilan Prosedural berkaitan dengan persepsi seseorang mengenai prosedur dalam pemberian gaji atau kompensasi lainnya kepada pegawai.Menurut Thibaut & Walker (1975) dalam Kadaruddin dkk (2012) keadilan prosedural mengacu pada kesetaraan prosedur. Teori dan penelitian telah menetapkan bahwa prosedur dinilai sebagai adil jika mereka diimplementasikan konsisten, tanpa kepentingan pribadi, berdasarkan informasi yang akurat, dengan kesempatan untuk memperbaiki keputusan itu, dengan kepentingan semua pihak diwakili, dan mengikuti moral dan etika standar. Ketika seseorang mempersepsikan bahwa prosedur pemberian gaji atau kompensasi lainnya dilakukan secara tidak adil, akan timbul tekanan dalam dirinya. Secara perasaan, akan menimbulkan ketidakpuasan bagi pegawai tersebut sehingga akan menyebabkan pegawai

tersebut melakukan apa saja karena dirinya merasa tertekan termasuk dengan melakukan kecurangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi keadilan prosedural pada suatu instansi dapat meminimalisir terjadinya tindak kecurangan (fraud).

2.3.6 Pengaruh komitmen organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Menurut Kurniawan (2011) komitmen organisasi adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen-komponen individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut dapat terwujud apabila individu dalam organisasi menjalankan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dalam organisasi.

Pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi berarti telah memahami bahwa ketika bekerja, tujuannya adalah kepentingan organisasi bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Kecurangan berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan pegawai untuk kepentingan nya sendiri. Dengan demikian, komitmen organisasi mempengaruhi kecenderungan kecurangan yang dilakukan pegawai. Semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasi, maka akan menekan terjadinya tindakan kecurangan pada organisasi tersebut.

2.3.7 Pengaruh budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Budaya merupakan nilai-nilai yang dianut dalam suatu kelompok atau organisasi. Iklim budaya yang baik akan mencipatakan perilaku yang baik pula kepada setiap orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Jika dalam

Dokumen terkait