• Tidak ada hasil yang ditemukan

NONSPESIFIK,RESISTENSI DAN PERTUMBUHAN UDANG

VANAME(Litopenaeus vannamei) YANG DIBERI

β-GLUKAN DAN NUKLEOTIDA

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi β-glukan dalam pakan terhadap jumlah hemosit, aktivitas PO,resistensi dan pertumbuhan udang vaname sebagai pembanding terhadap suplementasi nukleotida. Juvenil udang dengan berat rata-rata 5.35±0.56 g dipelihara dalam akuarium kaca dengan kepadatan 15 ekor/akuarium. Udang diberi pakan perlakuan 3 kali/hari selama empat minggu berturut-turut dengan tingkat pemberian 3%/bb/hari. Pada akhir periode pemberian pakan perlakuan, udang diuji-tantang dengan 0.1 ml larutan bakteri V. harveyi mengandung 1x106

Kata kunci: aktivitas PO, β–glukan, Litopenaeus vannamei, nukleotida, resistensi, cfu. Total hemocyte count (THC) udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida berbeda nyata (p=0.02) dibandingkan dengan kontrol. THC meningkat mencapai 87% lebih tinggi dari kontrol. Aktivitas PO juga meningkat secara nyata pada udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida (p=0.01). Penambahan β-glukan juga dapat meningkatkan THC dan aktivitas PO, namun dibandingkan dengan kontrol (pakan standar), peningkatan yang terjadi tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan, aktivitas PO udang setelah diberi nukleotida dan β-glukan dikategorikan tinggi yakni >0.35. Pemberian nukleotida dan β-glukan selama 4 minggu berturut-turut secara nyata meningkatkan resistensi udang (p<0.01) dimana resistensi tertinggi teramati pada udang yang diberi pakan dengan penambahan nukleotida. Pertumbuhan udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida berbeda nyata (p<0.01) baik dibandingkan dengan kontrol (pakan standar) maupun dengan

β-glukan. Sebagai kesimpulan, penambahan nukleotida dalam pakan memberi pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan respon imun nonspesifik, resistensi dan pertumbuhan dibandingkan dengan penambahanβ–glukan.

total hemocyte count.

TOPIC 3 COMPARISON OF NONSPECIFIC IMMUNERESPONSE, RERISTANCEAND GROWTH OF SHRIMP (Litopenaeus vannamei) FED

DIETSUPPLEMENTED WITH β-GLUCANAND NUCLEOTIDES Abstract

The objective of this research was to evaluate the the effect of supplementation ofβ–glucan on total hemocyte count (THC), PO activity, resistance and growth of whiteleg shrimp as comparison to nucleotides supplementation. Shrimp juveniles with an average weight of 5.39±0.56 g were reared in glass aquaria at a density of 15 shrimps/aquarium. Shrimps were fed three times a day for four weeks at a feeding rate of 3%/bw/day. At the end of feeding, each shrimp was intramuscularlyinjected with 0.1 mlVibrio

harveyisolution containing 1x106

Keywords:Litopenaeus vannamei, β–glucan, nucleotides, total hemocyte count, cfu. THC of shrimp fed nucleotidesdiet was significantly different as compared to that of control shrimp (p=0.02). THC increased up to 87% higher than control shrimp. PO activity also increased significantly in shrimp fed nucleotidesdiet (p=0.01). Supplementation of β– glucan could also increase THC and PO activity, but compared to control (basal diet), the increase was not significantly different. On the whole, PO activity of shrimp fed nucleotidesandβ–glucan diets was high (>0.35). Oral administration of nucleotidesandβ–glucan for four consecutive weeks significantly increased resistance of shrimp to pathogen (p<0.01) where the highest resistance was observed on shrimp fed nucleotides diet. Growth of shrimp fed nucleotidesdiet was significantly different compared to shrimp fed basal diet (p<0.01), as well as to shrimp fed β–glucan diet. As conclusion, supplementation of nucleotides into shrimp pellet enhanced nonspecific immune response, resistance,and growth performance better than supplementation of β–glucan.

PO activity, resistance

PENDAHULUAN

Imunostimulan merupakan substan yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi sejumlah patogen secara simultan. Imunostimulan dapat digunakan sebagai propilaktik (prophylactic treatment) untuk antisipasi terhadap wabah penyakit endemik yang tidak diharapkan, dan sebagai supresive treatment terhadap patogen latent atau subletal (Nikl et al. 1993). Tidak seperti vaksin, imunostimulan secara simultan meningkatkan resistensi ikan atau udang terhadap agen penyakit infeksius dengan cara merangsang respon imun nonspesifik (Gannam & Schrok 2001).

Sumber imunostimulan bagi akuakultur dapat diproduksi secara kimia atau biologi. Bahan-bahan imunostimulatori tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi maupun sumbernya dan terdiri atas beragam kelompok yakni berupa bakteri dan produk bakteri, yeast, kompleks karbohidrat, faktor nutrisi, ekstrak hewan, ekstrak tumbuhan, dan obat-obatan sintetik (Cook et al. 2003: Sakai 1999; Sealey & Galtin 2001). Produk biologi lebih banyak digunakan dalam penelitian maupun studi pemberian pakan yang ada. Sumber biologi sebagian besar imunostimulan meliputi mycelia fungi atau yeast, beberapa preparasi bakteri dan tumbuh-tumbuhan (Nikl et al. 1993: Raa et al. 1992; Sakai 1999; Sealey & Galtin 2001). Gannam & Schrok (2001) juga mengemukakan

bahwa imunostimulan yang paling umum digunakan dalam akuakultur adalah nonvirulent mikroorganisme atau produk samping mereka. Bahan-bahannya dapat berupa sel organisme itu sendiri, atau preparasi dinding sel mengandung molekul

β-1,3 dan β-1,6 glukan yang merangsang respon imun nonspesifik.

Penelitian-penelitian perikanan banyak menggunakan β-glukan karena glukan terjadi secara alami dan tidak menimbulkan masalah residu pada ikan maupun pada kualitas air. Produk glukan yang paling umum digunakan adalah Saccaharomyces cerevisiae (baker’s yeast) dan preparasi fungi Schizophyllum commune dan Selerotium glukanicum (Sakai 1999). Hasil penelitian Lopez et al.

(2003) menunjukkan bahwa penggunaan 2 g β-glukan per kg pakan dapat meningkatkan respon imun juvenil udang vaname.Chang et al. (2003a)

merekomendasikan penggunaan 2 g β-glukan per kg pakan selama 24 hari untuk udang windu, sedangkan Itami et al. (1998) merekomendasikan 2 g β-glukan per kg pakan untuk P. japonicus.

Penelitian ini menggunakan nukleotida sebagai imunostimulan untuk mengontrol penyakit dalam budidaya udang vaname. Nukleotida baru mulai mendapat perhatian serius untuk dikembangkan penggunaannya dalam budidaya pada tahun 2001. Publikasi ilmiah tentang penggunaan nukleotida pada ikan memperlihatkan bahwa bahan ini dapat meningkatkan respon imun dan resistensi ikan terhadap sejumlah patogen. Pada udang, laporan-laporan penelitian tentang penggunaan nukleotida masih sangat terbatas. Pada penelitian tahap pertama telah ditemukan bahwa pemberian oral nukleotida pada dosis 400 mg.kg-1 pakan dan diberikan selama 4 minggu mampu meningkatkan respon imun nonspesifik, resistensi, dan pertumbuhan udang vaname. Sebelum temuan ini diaplikasikan dalam usaha budidaya, perlu dilakukan studi perbandingan dengan beberapa jenis imunostimulan yang sudah terbukti memberikan hasil yang baik dan sudah baku digunakan dalam industri budidaya udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahanβ-glukan dalam pakan terhadap jumlah hemosit, aktivitas PO, resistensi dan pertumbuhan udang vaname sebagai pembanding terhadap nukleotida.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dikerjakan di laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada 5 Desember 2009 sampai 5 Februari 2010.

Hewan Uji

Hewan uji adalah juvenil udang vaname berukuran awal rata-rata 5 g/ekor yang diperoleh dari fasilitas pembesaraan udang Bakauheni di Lampung Selatan. Udang yang diambil dimasukkan dalam kotak styrofoam yang dilengkapi dengan aerator baterei, kemudian diangkut melalui jalan darat ke Laboratorium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor.

Bahan Uji

Bahan uji sebagai perlakuan yang digunakan adalah nukleotida murni (Sigma-Aldrich), β-glukan dan Pakan Standar udang. Nukleotida terdiri atas adenosine monophosphate (AMP), guanosine monophosphate (GMP), cytidine monophosphate (CMP), uridine monophosphate (UMP), dan inosine monophosphate (IMP). Kelima jenis nukleotida tersebut dalam jumlah yang sama dicampur terlebih dahulu secara merata kemudian ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan. Dosis nukleotida yang digunakan adalah 400 mg.kg-1pakan(sesuai hasil terbaik pada penelitian tahap pertama).β–glukan merupakan imunostimulan yang telah banyak digunakan baik untuk ikan maupun udang dimana dosis terbaik untuk meningkatkan respon imun krustase adalah 2 g.kg-1 pakan (Lopez et al. 2003). Dalam penelitian ini, β–glukan diekstrak dari yeast Saccharomyces cereviciaemenggunakan metoda asam-basa (Alkaline-Acid Method). Pakan standar (komersil) yang telah umum dipakai dalam aktivitas budidaya udang vaname di Indonesia digunakan sebagai pakan kontrol.

Prosedur ekstraksi β–glukan(Alkaline-acid method)sebagai berikut:

• Sebanyak 0.45 kg yeast kering dimasukkan ke dalam 3.5 ltr 0.75 M sodium hydroxide, dicampur merata kemudian dididihkan, selanjutnya dibiarkan mengendap semalam

• Supernatan yang berwarna coklat kehitaman dibuang (proses ini dilakukan sebanyak 2 kali)

• Sebanyak 3.5 lt 2.45 M asam chlorida (HCl) ditambahkan ke dalam endapan, dimasak sampai mendidih, dibiarkan mengendap semalam, supernatan kemudian dibuang

• Sebanyak 3.5 lt 1.75 M asam chlorida ditambahkan ke dalam endapan, didihkan, dibiarkan mengendap semalam, supernatan kemudian dibuang

• Sebanyak 3.5 lt 0.94 M asam chlorida ditambahkan ke dalam endapan, didihkan, dibiarkan mengendap semalam, supernatan kemudian dibuang

• Endapan kemudian dicuci dengan memasukkan endapan dalam 2 lt distilled water, didihkan, biarkan mengendap (proses pencuciandilakukan 10x)

• 1.5 lt ethanol ditambahkan ke dalam endapan, didihkan, kemudian dibiarkan mengendap (proses ini dilakukan 3x)

• Endapan kemudian dicuci dengan menambahkan 2 lt distilled water, didihkan, dan dibiarkan mengendap (proses pencucian ini dilakukan 3x)

• Larutan kemudian disaring dengan kain saring halus

• Glukan selanjutnya dikeringkan secara freeze lyophilize process

Persiapan Pakan

Nukleotida dan β–glukan ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan, dicampurkan ke dalam pakan standar dengan cara melarutkannya terlebih dahulu dalam sedikit air, kemudian dikering-anginkan dalam temperatur ruang. Setelah kering, putih telur (sebagai coater) dicampur ke dalam pakan dan dikering- anginkan kembali. Putih telur juga dicampurkan ke dalam pakan standardengan dengan cara yang sama. Pelet yang sudah kering selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari pendingin sampai saat akan digunakan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dimana masing-masing perlakuan memiliki tiga ulangan. Penempatan perlakuan ke dalam unit percobaan dilakukan secara acak. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ps: pakan standar (tanpa imunostimulan) Bg: pakan ditambah β–glukan2 g.kg-1 Nk: pakan ditambah Nukleotida 0.4 g.kg

pakan -1

pakan Prosedur Penelitian dan Pengambilan Data

Juvenil udang vaname sebanyak 500 ekor diambil dari Lampung dan dipelihara selama 2 minggu dalam 2 bak fiberglas (kapasitas 1000 l) untuk proses aklimatisasi. Selama proses aklimatisasi, udang pada kedua bak tersebut diberi pakan standar dengan tingkat pemberian 3%/bb/hari dan diberikan tiga kali sehari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Kualitas air dipertahankan stabil dan penggantian air dilakukan setiap 3-4 hari sekali tergantung pada kondisi air yang ada.

Udang selanjutnya dipindahkan ke dalam 9 wadah percobaan berupa akuarium kaca (60x30x30cm) yang dilengkapi dengan aerator dengan airlift system, serta menggunakan resirkulasi air. Ke dalam setiap unit akuarium yang berisi 50 l air dimasukkan 15 ekor udang. Ditempat terpisah, dipelihara udang dalam 3 buah akuarium (15 ekor/akuarium) untuk digunakan sebagai cadangan apabila terjadi kematian akibat kanibalisme pada udang uji. Udang dalam ke tiga akuarium tersebut masing-masing diberi pakan perlakuan Ps, Bg, dan Nk.

Pakan perlakuan diberikan dengan tingkat pemberian 3%/bb/hari dan diberikan tiga kali sehari yakni pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00.Selama masa percobaan, parameter kualitas air dimonitor setiap hari untuk menjamin agar parameter lingkungan tetap berada dalam kondisi stabil. Kotoran dan sisa pakan yang terakumulasi dalam akuarium dikeluarkan melalui penyiponan. Penggantian air juga dilakukan setiap 3-4 hari sekali tergantung pada kondisi air yang ada.

Pengambilan sampel hemolim untuk keperluan pengukuran parameter imun udang dilakukan pada akhir periode pemberian perlakuan (minggu ke 4). Sampel hemolim diambil dari 3 ekor udang per unit akuarium dari masing-masing perlakuan. Pengambilan sampel hemolim dikerjakan berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh Liu & Chen(2004). Secara singkat, sekitar 0.1 ml hemolim diambil dari ventral sinus pada pangkal ruas tubuh pertama dengan menggunakan alat suntik 1-ml setelah sebelumnya dimasukkan 0.9 ml antikoagulan (30 mM trisodium citrate, 0.34 M sodium chloride, 10 mM EDTA, pH 7.55, osmolality 780 mOsm/kg).

Parameter Imun

Parameter imunitas udang yang diukur terdiri atas total hemocyte count (THC), dan AktivitasPO. Prosedur penghitungan parameter imun adalah sebagai berikut:

Total Hemocyte Count

Sebanyak 50 µlcampuran hemolim-antikoagulan dimasukkan dalam neutral buffered formalin (10%) selama 30 menit. Selanjutnya, THC dihitung dengan menggunakan hemasitometer di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x.

Aktivitas Phenoloxidase(PO)

Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-DOPA. Pengukuran aktivitas PO dikerjakan berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh Liu & Chen(2004). Pertama-tama, 1 ml campuran hemolim-antikoagulan disentrifuse pada 700gselama 20 menitpada 4oC.Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembalisecara perlahan- lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylate-citrate buffer (0.01 M sodium cacodylate, 0.45 M sodium chloride, 0.10 M trisodium citrate, pH 7) dan disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µl cacodylate buffer (0.01 M sodium cacodylate, 0.45 M sodium chloride, 0.01 M calsium chloride, 0.26 M magnesium chloride, pH 7).

Aliquot sebanyak 100 µl diinkubasi dengan 50 µl tripsin (1 mg.ml-1 cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26oC. Selanjutnya tambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg.ml-1

Larutan standar mengandung 100 µl suspensi hemosit, 50 µl cacodylate buffer (pengganti tripsin), dan 50 µl L-DOPA digunakan untuk mengukur background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 µl hemolim.

cacodylate buffer), setelah 5 menit, tambahkan 800 µl cacodylate buffer.Densitas optikal (OD) 490 nm diukur dengan menggunakan Spectrophotometer.

Resistensi

Setelah 4 minggu pemberian pakan perlakuan, udang (8 ekor/akuarium) diuji-tantang dengan bakteri V. harveyi. Sebelum dilakukan uji-tantang, aerator dimatikan terlebih dahulu selama 30 menit, kemudian udang diuji-tantang melalui injeksi intramuskular 0.1 ml larutan bakteri V. harveyi mengandung 1x106

SR (%) = Nt/No x 100

cfu pada bagian punggung ruas tubuh ke tiga. Selanjutnya udang dimasukkan kembali ke dalam akuarium. Selama periode uji-tantang, udang diberi pakan standar 3%/bb/hari dengan frekuensi pemberian tiga kali sehari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Kualitas air dimonitor agar berada dalam kondisi stabil dan penggantian air dilakukan setiap 3-4 hari sekali tergantung pada kondisi air. Udang mati dikeluarkan setiap hari guna mengkonfirmasi bahwa penyebab kematian adalah V. harveyi. Pengamatan terhadap mortalitas dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah uji-tantang. Resistensi udang diukur berdasarkan tingkat sintasan yang dicapai sampai pada akhir periode pengamatan.

Dimana: SR = sintasan

Nt = jumlah udang hidup pada waktu t (ekor) No = jumlah udang hidup waktu tebar (ekor)

Pertumbuhan

Pertumbuhan udang diukur setiap dua minggu sekali yakni pada hari ke 14 dan 28. Pertumbuhan dinyatakan sebagai selisih antara berat udang yang diukur pada akhir percobaan dengan berat udang pada awal percobaan:

G = Wt – Wo dimana: G= pertumbuhan (g)

Wt = berat udang pada waktu t (g)

Wo = berat udang pada awal percobaan (g) Analisis Data

Data hasil pengamatan dinyatakan dalam nilai rata-rata±Sdv. Evaluasi perbedaan respon imunitas udang (THC, aktivitas PO), resistensi dan pertumbuhan akibat adanya perlakuan dilakukan melalui analisis ragam (Anova). Apabila terdapat perbedaan pengaruh antar perlakuan maka analisis dilanjutkan dengan Uji Duncan menggunakan program SPSS 17 untuk windows. Namun apabila tidak terdapat perbedaan pengaruh antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan secara deskriptif dengan menggunakan angka mutlak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Hemocyte Count

Suplementasi nukleotida dalam pakan dapat meningkatkan jumlah hemosit udang. Gambar 6 memperlihatkan pengaruh penambahan nukleotida dan β– glukan dalam pakan terhadap total hemosit udang vaname setelah diberikan selama 4 minggu (Lampiran 18 dan 19). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa THC udang yang diberi pakan dengan suplementasi nukleotida berbeda nyata dibandingkan dengan THC udang yang diberi pakan standar maupun yang diberi pakan dengan suplementasi β–glukan(p=0.02).Penambahan β–glukan dalam pakan juga dapat meningkatkan THC, namun jika dibandingkan dengan kontrol (pakan standar), peningkatan tersebut tidak berbeda nyata (Lampiran 20, 21).

Gambar 6 THC rata-rata L. vannameisetelahdiberiβ–glukan dan nukleotida

selama 4 minggu. Nilai rata-rata dengan superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata (p=0.02)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila udang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida 400 mg.kg-1

Meskipun penambahan β–glukan dalam pakan dapat meningkatkan THC sekitar 27% lebih tinggi dari udang kontrol, namun secara statistik, peningkatan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil ini berbeda dengan hasil-hasil penelitian yang telah dikerjakan beberapa peneliti sebelumnya. Lopez et al. (2003) melaporkan pakan selama 4 minggu berturut-turut, maka THC dapat meningkat mencapai 87% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 6). Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dimana THC meningkat sekitar 76% lebih tinggi dari kontrol (Manoppo dkk. 2009). Peningkatan THC terjadi karena nukleotida yang ditambahkan dalam pakan akan digunakan sebagai nutrient untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel termasuk sel-sel hemosit. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukaan oleh Barnes (2006) bahwa nukleotida merupakan nutrien semi esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel. Selanjutnya Sajeevan et al. (2006)juga menyatakan bahwa nukleotida yang ditambahkan dalam pakan udang dapat mengoptimalkan fungsi pembelahan sel termasuk sel-sel imun. 1.119 0.270a 1.422 0.175a 2,090 0.438b 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500

Pakan Standar β–glukan Nukleotida THC (x 107sel/ml)

bahwa penggunaan 2 g β-glukan per kg pakan secara nyata meningkatkan THC juvenil udang vaname. Sahoo et al. (2008) juga melaporkan bahwa pemberian

oral β-glukan 1.5 g/kg pakan selama 7 hari secara nyata meningkatkan THC, aktivitas PO dan resistensi M. rosenbergii terhadap infeksi A. hydrophila.

β-glukan bekerja dengan cara mengikat pada molekul reseptor yang terdapat pada permukaan sel-sel fagosit (Raa 2000). Pada saat reseptor diikat oleh

β-glukan, sel fagosit menjadi lebih aktif dalam melakukan fagositosis terhadap partikel asing atau bakteri. Pada saat yang bersamaan mereka mengeluarkan molekul-molekul signal (sitokin) yang merangsang pembentukan sel-sel hemosit yang baru.

Dalam penelitian ini, β-glukanyang digunakan diekstrak dari yeast S.cerevisiae menggunakan metoda sam basa. Perbedaan efek imunostimulasi β- glukan mungkin terjadi karena beberapa sebab yaitu sumber yang berbeda, prosedur isolasi, jumlah dan panjang rantai samping β-1,3 dan β-1,6 (Russo & Yanong 2006). Treatmen fisik selama proses ekstraksi dapat juga mempengaruhi molekul β-1,3 dan 1,6 yang terdapat pada bagian inti dinding sel yeast dan

selanjutnya mempengaruhi efikasi β-glukan (Gannam & Schrock 2001). AktivitasPO

Penambahan nukleotida dan β-glukan dalam pakan juga mampu meningkatkan aktivitas PO udang vaname. Pengaruh ke dua bahan uji ini terhadap peningkatan aktivitas PO cenderung sama seperti pengaruhnya terhadap peningkatan THC udang. Aktivitas PO udang yang diberi pakan dengan penambahan nukleotida dan β–glukan dalam pakan ditunjukkan pada Gambar 7 (Lampiran 18 dan 19). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aktivitas PO udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 4 minggu berbeda nyata (p=0.01) jika dibandingkan dengan kontrol maupun dengan udang yang diberi pakan dengan suplementasi β–glukan. Penambahan β–glukan dalam pakan dapat meningkatkan aktivitas PO namun secara statistik tidak berbeda nyata dibandingkan dengan udang yang diberi pakan standar (Lampiran 21).

Gambar 7Aktivitas PO L.vannameisetelahdiberi β–glukandan nukleotida

selama 4 minggu. Nilai rata-rata dengan superskrip berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p=0.01)

Peningkatan aktivitas PO tertinggi teramati pada udang yang diberi imunostimulan nukleotida. Bagaimana proses peningkatan ini terjadi belum diketahui dengan jelas. Nukleotida yang ditambahkan dalam pakan akan terlibat dalam berbagai proses selular seperti komunikasi antar seldan sebagai sumber energi dalam proses-proses biosintesa (Field et al. 2002; Li & Galtin 2006).Peningkatan kemampuan komunikasi antar sel akan meningkatkan produksi dan pelepasan proPO oleh sel hemosit yang selanjutnya meningkatkan aktivitas PO.

Chang et al. (2003a) melaporkan bahwa pemberian oral β-glukan selama 20 hari dapat meningkatkan aktivitas PO udang windu. β-glukan juga dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas PO serta fagositosis udang vaname (Lopez et al. 2003) dan Macrobrachium rosenbergii (Sahoo et al. 2008). Lipopolisakarida (LPS) atau peptidoglikan juga telah dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas PO hemositudang windu(Sritunyalucksana & Soderhall, 2000) dan Penaeus japonicus (Takahashi et al. 2000).

Dalam penelitian ini, nilai aktivitas POudang yang diberi pakan β-glukan selama 4 minggu meningkat sedikit lebih tinggi dari kontrol. Hal ini berkaitan dengan banyaknyahemosit yang bersirkulasi dalam tubuh udang sebagaimana

0.304 0.028a 0.376 0.052a 0.633 0.163b 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

Pakan Standar β–glukan Nukleotida Aktivitas PO

terlihat pada Gambar 6. PO terdapat dalam hemolim dalam bentuk inactive pro- enzyme yang disebut proPO (Vargas-Albores dan Yepiz-Plascencia 2000).proPO diproduksi dan dilepaskan ke dalam hemolim oleh hemosit terutama sel granular dan semi granular. Dalam keadaan normal, semakin tinggi jumlah hemosit, semakin tinggi pula produksi dan pelepasan proPO sehingga aktivitas PO juga akan semakin tinggi, dan sebaliknya.

β–glukan dan bahan-bahan lain seperti LPS dapat meningkatkan aktivitas PO setelah β–glukan atau LPS bereaksi dengan β-glucan binding protein (BGBP) atau LPS binding protein (Li et al. 2008; Vargas-Albores & Yepiz-Plascencia 2000). Setelah berikatan maka proPO akan diaktifkan menjadi enzim PO yang selanjutnya menjalankan fungsinya dalam proses melanisasi. Lopez et al. (2003)

menyatakan bahwa β-glukan yang ditambahkan dalam pakan dapat meningkatkan cell activating factors dalam hemosit, jadi meningkatkan aktivitas PO dan fagositosis udang.

Secara keseluruhan, aktivitas PO udang yang diberi imunostimulan nukleotida dan β–glukan dikategorikan tinggi yakni >0.35 (Gullian et al. 2004) sedangkan aktivitas PO pada udang yang hanya diberi pakan standar tanpa imunostimulan adalah normal (0.2–0.35).

Resistensi

Resistensi udang diukur berdasarkan tingkat sintasan yang dicapai setelah udang diuji-tantang dengan bakteri Vibrio harheyi1x106 cfu/udang. Dalam pengamatan, mortalitas udang pada semua perlakuan terjadi satu hari setelah udang diinjeksi dengan bakteri vibrio. Kematian udang terus berlanjut sampai hari ke empat dan selanjutnya tidak lagi terjadi kematian sampai akhir pengamatan. Sintasan kumulatif udang setelah diberiβ–Glukan dan nukleotida ditunjukkan pada Gambar 8 (Lampiran 22).

Gambar 8Sintasan kumulatif udang vaname setelah diberi β–glukandan nukleotidadan diuji-tantang dengan Vibrio harveyi

Pemberian imunostimulan berpengaruh positif terhadap resistensi udang vaname (Lampiran 20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 14 hari setelah diuji tantang, resistensi yang diukur berdasarkan tingkat sintasan pada udang yang diberi nukleotida, maupun β–glukan berbeda nyata (p=0.003) jika dibandingkan dengan udang kontrol (Lampiran 21). Sintasan tertinggi teramati pada udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida. Tingkat sintasan udang vaname setelah diberi suplementasi nukleotida dan β–glukan dapat dilihat pada Gambar 9 (Lampiran 18 dan 19).

Sampai saat ini, belum ada laporan yang tersedia tentang pengaruh

Dokumen terkait