• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

2.2.9 Tes Kompetensi Bersastra

Penilaian kemampuan sastra memiliki dua fungsi, yaitu mengungkapkan kompetensi bersastra siswa dan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran kompetensi bersastra. Menurut Nurgiyantoro (2010:461—489), tes kompetensi bersastra terdiri dari tes kompetensi bersastra dengan merespons jawaban dan tes

kompetensi bersastra dengan menyusun jawaban. Dalam penelitian ini, peneliti memilih tes kompetensi bersastra dengan menyusun jawaban yang berupa tugas membuat parafrase puisi, tugas menganalisis teks kesastraan, dan tugas menulis teks kesastraan.

(1) Tugas membuat parafrase puisi

Tugas membuat parafrase puisi adalah tugas menuliskan kembali suatu teks puisi menggunakan bahasa sendiri yang berbentuk prosa. Tugas ini harus dipersyarati pemahaman yang baik terhadap makna puisi itu (Nurgiyantoro, 2010:478). Rubrik penilaian untuk tugas membuat parafrase adalah sebagai berikut.

Tabel 2.11 Rubrik Penilaian Tugas Membuat Parafrase Puisi

No. Aspek yang dinilai Tingkat Capaian Kinerja

1 2 3 4 5

1. Kemampuan pemahaman 2. Ketepatan makna

3. Kreativitas

4. Pilihan kata dan kalimat 5. Gaya penuturan

Jumlah Skor

Rubrik di atas dijadikan pedoman oleh peneliti dalam menyusun rubrik penilaian untuk tes kemampuan bersastra membuat parafrase dari puisi yang telah disediakan oleh peneliti. Dalam tugas ini, siswa dituntut untuk bisa memparafrasekan puisi yang dibaca ke dalam sebuah prosa. Aspek-aspek penilaian pada rubrik di atas peneliti kembangkan menjadi beberapa subkomponen kriteria penilaian sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang akan dinilai. Pengembangan subkomponen kriteria

penilaian juga didasarkan pada uraian materi tentang memparafrasekan puisi yang akan diuraikan di bawah ini.

Parafrase adalah pengungkapan kembali konsep dengan cara lain dalam bahasa yang sama, tanpa mengubah maknanya, dengan memberi kemungkinan penekanan yang agak berlainan (Kridalaksana, 2008: 172). Sebelum memparafrasekan puisi, kita harus memahami makna puisi dengan membaca puisi secara berulang-ulang. Dalam membaca puisi secara berulang-ulang, kita harus memahami gambaran umum puisi, pokok masalah, sikap penyair terhadap pokok masalah, dan sikap penyair terhadap pembaca (Suryanto dan Haryanta, 2007:161).

(2) Tugas menganalisis teks kesastraan

Tugas menganalisis teks kesastraan dimaksudkan agar siswa dapat memahami makna secara lebih baik terhadap karya bersangkutan, sehingga dapat diketahui kelebihan dan kelemahan suatu teks dengan bukti yang konkret. Untuk siswa sekolah menengah, tugas ini baru sebatas pengenalan, sehingga puisi dan fiksi yang dianalisis harus dipilih yang sederhana. Tugas dapat berbentuk individu maupun kelompok.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tugas untuk menganalisis puisi dan cerpen. Tugas ini sesuai dengan KD Bahasa Indonesia kelas X semester 1 yang menjadi ruang lingkup penelitian. Rubrik penilaian untuk tugas menganalisis fiksi/puisi adalah sebagai berikut.

Tabel 2.12 Rubrik Penilaian Tugas Analisis Fiksi/Puisi

No. Aspek yang dinilai Tingkat Capaian Kinerja

1 2 3 4 5

1. Ketepatan analisis 2. Ketepatan argumentasi

3. Penunjukkan bukti pendukung 4. Ketepatan kata dan kalimat 5. Gaya penuturan

Jumlah Skor

Rubrik di atas akan dijadikan pedoman oleh peneliti dalam menyusun rubrik penilaian untuk tes kemampuan bersastra menganalisis puisi dan cerpen. Aspek-aspek penilaian pada rubrik di atas peneliti kembangkan menjadi beberapa subkomponen kriteria penilaian sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang akan dinilai.

Dalam tugas menganalisis puisi, siswa dituntut untuk menganalisis tema, majas, diksi, citraan, dan amanat puisi. Dalam tugas menganalisis cerpen, siswa dituntut untuk menganalisis tema, pola urutan waktu dan tempat, serta amanat cerpen. Tugas analisis puisi dilakukan secara berkelompok, sedangkan tugas analisis cerpen dilakukan secara individu.

Tugas analisis teks kesastraan yang pertama adalah analisis puisi. Dalam tugas ini, siswa dituntut untuk menganalisis tema, majas, diksi, citraan, dan amanat puisi yang diambil dari surat kabar/majalah. Berikut ini akan dipaparkan teori mengenai pengertian puisi dan unsur-unsur pembangun puisi yang penting untuk dipahami.

Menurut Pradopo (2009:3—7), puisi merupakan karya estetis yang memiliki makna, memiliki arti. Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.

Unsur-unsur pembangun puisi yang akan dipaparkan pada bagian ini adalah tema, majas atau bahasa kiasan, diksi (pilihan kata), citraan, rima, irama, dan amanat. Masing-masing unsur akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.

a. Tema

Tema yang banyak terdapat dalam puisi adalah tema ketuhanan (religius), kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi, dan kesetiakawanan (Waluyo, 2003:17—18).

b. Majas atau bahasa kiasan

Pradopo (2009:62—79) membedakan jenis bahasa kiasan menjadi 7 macam, yaitu perbandingan, metafora, perumpamaan epos, personifikasi, metonimia, sinekdoki, allegori

c. Diksi (pilihan kata)

Puisi yang baik adalah puisi yang menggunakan kata khas puisi dan kata-kata yang jelas seperti dalam bahasa sehari-hari. Pemilihan kata-kata puisi harus benar-benar mewakili pikiran dan suara hati penyair (Waluyo, 2003:3).

d. Citraan atau imaji

Melalui pencitraan atau pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil) (Waluyo, 2003:10).

e. Rima

Rima sengaja diciptakan oleh penyair melalui pemilihan kata yang cermat untuk menimbulkan efek bunyi yang indah dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Suryanto dan Haryanta, 2007:27). Rima dapat ditinjau dari dua hal, yaitu rima berdasarkan letaknya dalam satu bait dan rima berdasarkan letaknya dalam satu baris (Suryanto dan Haryanta, 2007:27). Jenis-jenis rima berdasarkan letaknya dalam satu bait, yaitu rima rangkai a-a-a), rima kembar/rima pasang a-b-b), rima peluk (a-b-b-a), rima silang (a-b-a-b), dan rima patah (a-a-a-b/a-b-a-a).

f. Irama

Dalam puisi, irama dapat berarti pengulangan suatu baris puisi secara teratur yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang (Waluyo, 2003:13).

g. Amanat

Cara menyimpulkan amanat puisi sangat bergantung pada cara pandang pembaca terhadap suatu hal (Waluyo, 2003:13). Untuk dapat menemukan amanat dalam puisi, kita harus memahami puisi tersebut.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, selain tugas analisis puisi, peneliti juga menyusun tugas analisis cerpen. Dalam tugas analisis yang disusun oleh peneliti, siswa dituntut untuk dapat menganalisis tema, pola urutan waktu dan tempat, serta amanat cerpen. Berikut ini beberapa teori tentang bagaimana cara mengidentifikasi masing-masing unsur tersebut.

Menurut Santosa dan Wahyuningtyas (2010:28), untuk dapat menemukan tema sebuah cerpen, kita perlu (1) membaca cerpen tersebut berulang-ulang sehingga kita dapat menemukan inti cerita dan (2) mencari faktor-faktor yang mendukung tema. Faktor selanjutnya yang dapat menunjang tema adalah gambaran tokoh. Gambaran tokoh ini dapat diidentifikasi dengan melihat tokoh cerita dan bagaimana karakter yang dibawakan (Santosa dan Wahyuningtyas, 2010:29).

Faktor pendukung selanjutnya adalah latar waktu dan tempat. Untuk mengidentifikasi latar waktu dan tempat, kita perlu melakukan identifikasi tentang di mana tempat terjadinya peristiwa dalam cerita (Santosa dan Wahyuningtyas, 2010:29).

Selanjutnya, kita menganalisis sudut pandang cerita. Untuk dapat menyimpulkan sudut pandang cerita, kita perlu mengidentifikasi (1) dari sudut pandang berapakah pengarang bercerita, (2) apakah terdapat variasi sudut pandang dalam cerita, dan (3) manakah sudut pandang yang lebih banyak muncul, orang pertama atau orang ketiga (Santosa dan Wahyuningtyas, 2010:30).

Menurut Suryanto dan Haryanta (2007:129), amanat dapat dianalisis dengan cara membaca cerita secara keseluruhan. Kita dapat menemukan amanat dengan mengenali watak tokoh, dialog antartokoh, alur, dan latarnya.

Uraian materi tentang analisis puisi dan cerpen di atas peneliti gunakan sebagai pedoman dalam mengembangkan subkomponen kriteria penilaian tugas menganalisis puisi dan cerpen. Dengan begitu, rubrik penilaian yang dihasilkan memiliki dasar yang kuat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Tugas menulis teks kesastraan

Tugas menulis teks kesastraan penting diberikan untuk melatih siswa mengekspersikan pengalaman jiwa, ide, dan gagasan, atau sesuatu yang ingin diungkapkan. Namun, pada dasarnya, tugas ini dimaksudkan agar siswa mempunyai pengalaman menulis kreatif subjektif. Teks kesastraan yang dimaksud dapat berupa puisi, fiksi, dan drama.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tugas menulis teks kesastraan berupa puisi dan cerpen. Sesuai dengan KD Bahasa Indonesia untuk kelas X semester 1, peneliti mengembangkan tugas menulis puisi lama jenis pantun dan puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima. Untuk KD Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif, peneliti mengembangkan tugas menulis cerpen yang terdiri dari beberapa paragraf naratif berdasarkan pengalaman orang lain dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat. Rubrik penilaian untuk tugas menulis puisi dan fiksi akan dipaparkan di bawah ini.

Tabel 2.13 Rubrik Penilaian Tugas Menulis Puisi

No. Aspek yang dinilai Tingkat Capaian Kinerja

1 2 3 4 5

1. Kebaharuan tema dan makna 2. Keaslian pengucapan

3. Kekuatan imajinasi 4. Ketepatan diksi

5. Pendayaan pemajasan dan citraan 6. Respons afektif guru

Rubrik di atas dijadikan pedoman oleh peneliti dalam menyusun rubrik penilaian untuk tes kemampuan bersastra menulis puisi. Dalam tugas ini, siswa dituntut untuk dapat menulis puisi lama jenis pantun dan puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima. Aspek-aspek penilaian pada rubrik di atas peneliti kembangkan menjadi beberapa subkomponen kriteria penilaian sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang akan dinilai.

Berikut ini langkah-langkah menulis puisi bagi penulis pemula atau belum pernah menulis puisi (Suryanto dan Haryanta, 2007:80).

a. memilih tema yang akan diungkapkan,

b. menentukan amanat atau pesan yang akan disampaikan kepada pembaca, c. memilih kata-kata yang akan digunakan (puitis dan efektif),

d. menggunakan imaji, seperti imaji dengar, gerak, dan lihat, e. menentukan pola rima yang akan digunakan,

f. mulai menulis puisi secara apa adanya.

Uraian materi tentang menulis puisi di atas digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam mengembangkan subkomponen kriteria penilaian tugas menulis puisi. Dengan begitu, rubrik penilaian yang dihasilkan oleh peneliti memiliki acuan kriteria dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mengukur tingkat ketercapaian siswa.

Selain menyusun tugas untuk menulis puisi baik puisi lama maupun puisi baru, peneliti juga menyusun tugas untuk menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang

lain yang diperoleh dari surat kabar atau majalah. Berikut ini adalah contoh rubrik penilaian tugas menulis fiksi.

Tabel 2.14 Rubrik Penilaian Tugas Menulis Fiksi

No. Aspek yang dinilai Tingkat Capaian Kinerja

1 2 3 4 5

1. Kebaharuan tema dan makna 2. Keaslian pengucapan

3. Kekuatan imajinasi 4. Ketepatan diksi

5. Pendayaan pemajasan dan citraan 6. Respons afektif guru

Jumlah Skor

Rubrik di atas peneliti dijadikan pedoman dalam menyusun rubrik penilaian tes kemampuan bersastra menulis cerpen yang terdiri dari beberapa paragraf naratif. Dalam tugas ini, sisiwa dituntut untuk dapat menulis cerpen yang terdiri dari beberapa paragraf naratif berdasarkan pengalaman orang lain dari surat kabar atau majalah dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat. Aspek-aspek penilaian pada rubrik di atas peneliti kembangkan menjadi beberapa subkomponen kriteria penilaian sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang akan dinilai.

Cerpen merupakan karya sastra prosa yang relatif pendek karena hanya menceritakan satu peristiwa atau kejadian penting yang dialami tokoh utama (Sutarni dan Sukardi, 2008:122). Thahar (1999: 35—68) mengemukakan beberapa kiat dalam menulis cerpen yang baik. Kiat-kiat tersebut akan diuraikan di bawah ini.

a. Paragraf pertama

Dalam cerpen, paragraf pertama merupakan kunci pembuka. Begitu membaca paragraf pertama, diharapkan pembaca mendapatkan informasi baru, menggelitik, dan enak bahasanya. Paragraf pembuka yang menarik adalah paragraf yang mendeskripsikan tempat, orang, atau suasana yang mampu membangun konflik (Suryanto dan Haryanta, 2007:176).

b. Mempertimbangkan pembaca

Pembaca merupakan konsumen yang jelas membutuhkan bacaan yang baru, unik, segar, menarik, dan menyentuh rasa kemanusiawian. Apapun tema yang diangkat, yang terpenting adalah bagaimana cara penulis menceritakannya dan menjadikan cerita tidak mudah ditebak.

c. Menggali suasana

Seorang penulis cerpen harus mampu mengungkapkan suasana dengan cara yang baru, sehingga timbul kesan bahwa suasana yang digambarkan dalam cerita lebih menarik daripada disaksikan sendiri.

d. Kalimat efektif

Kalimat efektif dalam cerpen berarti kalimat yang berdaya guna yang langsung memberikan kesan kepada pembaca. (Razak dalam Thahar, 1999: 45). Kalimat efektif dapat ditunjukkan dengan kalimat-kalimat bergaya lisan dan aktif. Kalimat aktif dinilai efektif karena terasa lebih lugas, tegas, dan ekspresif. Pada intinya, kalimat efektif pada karya cerpen adalah kalimat-kalimat yang lincah, mengalir dengan lancar, kaya kosa kata dan plastis.

Variasi bentuk kalimat, pilihan kata yang kaya akan kosa kata dalam mengekspresikan ide sebuah cerpen, ikut pula menentukan daya pikat sebuah cerpen. Selain itu, seorang pengarang cerpen juga dituntut memiliki kekayaan kosa kata dan metafora bahasa agar cerpennya mengalir dengan lancar, tidak kering serta membosankan.

e. Menggerakkan tokoh (karakter)

Dalam sebuah cerpen, dituntut adanya jiwa (kehidupan) yang diwujudkan dalam karakter tokoh. Suryanto dan Haryanta (2007:176—177) mengungkapkan bahwa setiap penulis cerpen harus membangun tokoh sesuai dengan kenyataan, antara lain dengan memunculkan gairah hidup tokoh yang berhubungan dengan banyak hal di sekitarnya.

f. Fokus cerita

Pada intinya, dalam sebuah cerpen hanya ada satu persoalan pokok yang dinamakan fokus. Jika ada persoalan lain yang terdapat di dalamnya, mungkin hanya sebagai latar atau kilas balik (flash back) yang sifatnya memperkuat persoalan pokok tadi.

g. Sentakan akhir

Ketika permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam cerpennya dianggap telah selesai, cerpen sudah harus diakhiri tanpa harus disertai kalimat yang menjelaskan secara gamblang bahwa cerita telah selesai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa akhir cerpen merupakan sentakan yang membuat pembaca terkesan. Kuncinya adalah sentakan akhir kalimat terakhir dari paragraf terakhir.

Uraian materi tentang menulis cerpen di atas digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam mengembangkan subkomponen kriteria penilaian tugas menulis cerpen. Dengan begitu, rubrik penilaian yang dihasilkan oleh peneliti memiliki acuan kriteria dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

(4) Membaca teks kesastraan (puisi)

Sebuah puisi dapat dinikmati keindahannya jika dibacakan dengan irama yang baik, penafsiran dan pemahaman makna secara tepat, serta dengan pengekspresian yang seimbang. Untuk dapat membacakan puisi dengan menarik, pembaca harus membacakan puisi dengan artikulasi, irama, mimik, dan gerakan tubuh yang tepat dan seimbang. Artikulasi atau pengucapan kata-kata harus tepat dan terhindar dari aksen atau logat kedaerahan.

Hal penting yang harus dilakukan seorang pembaca puisi adalah membuat irama. Irama adalah totalitas dari tinggi-rendah, keras-lembut, dan panjang-pendek suara. Irama terbentuk dengan menambahkan intonasi (Suryanto dan Haryanta, 2007:89).

Dalam pembacaan puisi perlu diperhatikan diksi, yaitu cara mengucapkan puisi, atau teknik pengucapan agar dapat mengucapkan dengan setepat-tepatnya. Seorang pembaca puisi juga perlu memperhatikan timbre (warna bunyi) suaranya, yaitu corak bunyi, keadaan pembawaan atau sifat suara pembaca puisi (Pradopo, 2009:46—47).

Uraian materi tentang membaca puisi di atas digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam mengembangkan subkomponen kriteria penilaian kinerja membaca puisi yang ditulis sendiri oleh siswa. Dengan begitu, rubrik penilaian yang dihasilkan

oleh peneliti memiliki acuan kriteria dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.