• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Pedagogik Guru SMP Negeri 177 Jakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Deskripsi dan Analisis Data

1. Kompetensi Pedagogik Guru SMP Negeri 177 Jakarta

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pengertian kompetensi pedagogik guru dari berbagai sumber.

a. Pengertian

Dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 PP RI No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.10

Sejalan dengan pengertian tersebut, kompetensi pedagogik juga diartikan dengan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan b) Pemahaman terhadap peserta didik

c) Pengembangan kurikulum/silabus d) Perancangan pembelajaran

e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran

g) Evaluasi hasi belajar (EHB)

h) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.11

10

Standar Nasional Pendidikan (PP RI No 19 tahun 2005), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 68

11

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2008), h. 75

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka dapat dipahami bahwa kompetensi pedagogik seorang guru adalah guru harus memiliki wawasan mengenai landasan kependidikan dan mampu dalam mengelola pembelajaran (merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik, memanfaatkan teknologi pembelajaran, dan mengevaluasi hasil proses belajar peserta didik). Kemudian, guru juga harus mampu memahami karakteristik peserta didik. Selain itu guru juga harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.

b. Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik guru perlu mendapatkan perhatian yang serius terutama dari guru itu sendiri, kemudian dari kepala sekolah, pemerintah serta masyarakat. Hal ini karena kompetensi pedagogik guru mencakup kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan kemampuan dalam mengembangkan potensi peserta didik sehingga dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan.

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, kemampuan pedagogik yang harus dimiliki guru yakni sebagai berikut:

Minimal guru harus memiliki delapan kemampuan, yaitu: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; 2) Pemahaman terhadap peserta didik; 3) Pengembangan kurikulum atau silabus; 4) Perancangan pembelajaran; 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran; 7) Evaluasi hasil belajar; 8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.12

Kemudian, dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dikutip Mulyasa juga menjelaskan bahwa

“kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan

12

Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 122

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembanganpeserta

didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”13

Berdasarkan dua pendapat tersebut , dapat diketahui bahwa ada delapan aspek kemampuan pedagogik yang seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh guru, diantaranya : guru harus memahami landasan kependidikan, guru harus mampu mengembangkan kurikulum atau silabus, guru juga harus mampu merancang pembelajaran serta melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis dan mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk mampu melakukan evaluasi hasil belajar, serta membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengaktualisasikannya.

Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007, terdapat sepuluh kompetensi inti guru dalam bidang pedagogik, yaitu sebagai berikut :

1) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. 6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7) berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik. 8) menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.14

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ruang lingkup kompetensi pedagogik meliputi hal-hal sebagai berikut : Pertama, pemahaman guru terhadap karakteristik masing-masing peserta didik. Kedua, kemampuan guru dalam perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, kemampuan guru dalam mengevaluasi

13

Mulyasa, loc. Cit.

14

Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 147

hasil belajar. Keempat, kemampuan guru dalam pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Berikut ini akan dijabarkan masing-masing aspek kompetensi pedagogik tersebut.

1. Pemahaman terhadap peserta didik

Penting bagi guru untuk memahami karakteristik peserta didik, mengingat peserta didik beragam latar belakang. Yudhi Munadi

mendefinisikan karakteristik peserta didik sebagai “keseluruhan pola

kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan pengalamannya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.”15

Selanjutnya, Lang dan Evans sebagaimana dikutip Musfah, merinci keragaman pada peserta didik meliputi “berbeda dalam

gaya belajar, usia, kemampuan, ras, asal geografis, jenis kelamin, pilihan seksual, status ekonomi, pengaruh budaya, kesehatan, pengaruh agama,

pengaruh keluarga, pengaruh yang lain, dan modal belajar.”16

Senada dengan Lang dan Evans, Mulyasa juga menyebutkan bahwa

“setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki

kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktivitas, kreatifitas, inteligensi, dan

kompetensinya.”17

Dalam bukunya yang lain, Mulyasa mengungkapkan bahwa

“setidaknya terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta

15

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada, 2012), h. 187

16

Jejen Musfah, op. Cit. h. 33

17

Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), h. 27

didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreatifitas, cacat fisik, dan

perkembangan kognitif.”18

Pendapat lain dikemukakan oleh Barnawi dan Mohamad Arifin, bahwa “dua hal yang harus diperhatikan guru dalam memahami karakteristik peserta didik, yaitu aspek kecakapan dan kepribadian. Ini dimaksudkan untuk menentukan kurikulum, sistem pengajaran, penilaian, dan beban belajar yang efektif serta populasi siswa dalam satu kelas.”19

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan, peneliti menyimpulkan bahwa ketika mengajar guru harus memahami keberagaman peserta didik baik dari aspek fisik, kemampuan berpikir, minat, serta latar belakang lingkungan sosial, agama, ras, serta ekonomi, yang tentu saja berpengaruh pada kepribadian, kreatifitas, dan inteligensi peserta didik itu sendiri. Diharapkan dengan memahami aspek-aspek peserta didik tersebut, dapat memudahkan guru dalam menentukan bagaimana mengelola pembelajaran dengan tepat sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

2. Kemampuan Guru dalam Perancangan dan Pelaksanaan Pembelajaran

Kemampuan ini merupakan kemampuan inti dari seorang guru sebagai pengajar. Davissebagaimana dikutip oleh Musfah, menggambarkan siklus pembelajaran sebagai berikut:

Gambar 2.1

Siklus Pembelajaran Davis20

18

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2008), h. 79

19

Barnawi dan Mohammad Arifin, op. Cit. h. 130

20

Jejen Musfah, op. Cit. h. 97

Rencana

pelaksanaan Evaluasi

Gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga proses dalam pembelajaran yakni merencanakan pembelajaran, kemudian melaksanakan pembelajaran, dan terakhir mengevaluasi hasil pembelajaran.

Menurut Ma’mur Asmani , ada empat sub-komponen kompetensi pengelolaan yang harus dikuasai guru. Sub-komponen tersebut berupa: “1)

menyusun rencana pembelajaran, 2) melaksanakan pembelajaran, 3) menilai prestasi belajar peserta didik, 4) melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian

prestasi belajar peserta didik.”21

Syarif Hidayat dan Asroi menyatakan bahwa “tugas pokok seorang guru adalah melakukan proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat tiga unsur pokok, membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, dan melakukan evaluasi.”22

Selanjutnya Ramayulis menyebutkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran guru harus mampu melaksanakan dua hal yakniPertama,

perancangan pembelajaran. Kedua, pelaksanaan pembelajaran.23

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, maka guru dalam mengelola pembelajaran harus mampu membuat perancangan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, serta mampu mengevaluasi hasil pembelajaran. Ketiga hal tersebut dilakukan tentu dengan tujuan agar kegiatan belajar mengajar dapat tercapai dan memperoleh hasil yang sesuai harapan.

Dibawah ini akan diuraikan mengenai kemampuan seorang guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Kemampuan Guru dalam Perancangan Pembelajaran.

sebelum memulai pembelajaran, terlebih dahulu guru harus dapat

21

Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 132-133

22

Syarif Hidayat dan Asroi, Manajemen Pendidikan : Substansi dan Implementasi dalam Praktik Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2013), h. 88-89

23

merancang pembelajaran. Merancang pembelajaran dapat diartikan guru telah melakukan perencanaan yang matang. Menurut Abdul Majid “dalam

konteks pengajaran perencanaan diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan.”24

Sedangkan menurut Ramayulis, dalam perencanaan

pembelajaran, “guru berupaya merencanakan sistem pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncakanan. Perencanaan tersebut disusun dalam RPP.” 25

Ali Mudlofir, mengemukakan empat hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran, “dalam kegiatan tersebut secara terperinci harus jelas kemana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara ia mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah

mencapainya (penilaian).”26

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa perencanaan pembelajaran merupakan proses. Proses ini mencakup, penentuan tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai, penentuan bahan atau materi pembelajaran yang akan disampaikan pada peserta didik, penentuan metode pembelajaran yang akan diterapkan, penentuan media pembelajaran yang akan digunakan, serta penentuan seperti apa penilaian akan dilakukan serta teknik penilaian seperti apa yang akan digunakan.

24

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standar

Kompetensi Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), h. 17

25

Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: kalam Mulia, 2013), h. 92

26

Kedua, Kemampuan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran. Abdul

Majid mengemukakan bahwa “proses belajar mengajar adalah interaksi

yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran

untukmewujudkan tujuan yang ditetapkan.”27

Kemudian dalam bukunya , Ali mudlofir mengatakan bahwa:

“pada tahap ini disamping pengetahuan-pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknis mengajar. Misalnya prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.”28

Hamzah B. Uno menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus dijadikan pegangan bagi guru agar pembelajaran efektif, yaitu :

1) mengajar harus berdasarkan pengalaman yang dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. 2)pengetahuan dan keterampilan siswa harus bersifat praktis. Berhubungan dengan situasi kehidupan. 3) mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa. 4) kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar. 5) tujuan pengajaran harus diketahui siswa. 6)mengajar harus mengetahui prinsip psikologis tentang belajar.29

Dari uraian pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pelaksanakan pembelajaran merupakan sebuah proses dimana guru dan siswa berinteraksi dalam suatu situasi belajar yang didasarkan pada pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Pada tahap ini, pengalaman guru dalam mengajar serta kesiapan siswa dalam menerima pelajaran menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran.

27

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standar

Kompetensi Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), h. 135

28

Ali Mudlofir, op. Cit. h. 79

29

3. Kemampuan Guru dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Peserta Didik.

Guru harus mampu mengevaluasi hasil pembelajaran. Soetjipto dan

Kosasih (2011) mendefinisikan evaluasi hasil belajar sebagai “suatu

kegiatan yang dilakukan guna memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa.”30

Lebih lanjut mereka merinci tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar, sebagai berikut :

a) memberikan umpan balik kepada guru dan siswa dengan tujuan memperbaiki cara belajar-mengajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi siswa, serta menempatkan siswa pada situasi belajar –

mengajar yang lebih tepat sesuaidengan tingkat kemampuan yang dimilikinya, b) memberikan informasi kepada siswa tentang tingkat keberhasilannya dalam belajar dengan tujuan untuk memperbaiki, mendalami atau memperluas pengajarannya, c) menentukan nilai hasil belajar siswa yang antara lain dibutuhkan untuk memberikan laporan kepada orang tua,penentuan kenaikan kelas, dan penentuan kelulusan siswa.31

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengevaluasi hasil belajar adalah proses untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai oleh peserta didik dengan ditandai perubahan perilaku dan pengembangan kompetensi yang dimiliki peserta didik mulai dari awal pembelajaran sampai dengan penilaian dilakukan.

4. Kemampuan Guru dalam Pengembangan Peserta Didik untuk Mengaktualisasikan Berbagai Potensi yang dimilikinya

Selain mengajar, guru juga memiliki peran untuk mengembangkan potensi peserta didik. Menurut barnawi dan Mohamad Arifin (2012),

“pengembangan peserta didik merupakan kegiatan yang bertujuan

30

Soetjipto dan Raffli Kosasih, Profesi Keguruan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 162

31

Soetjipto dan Raffli Kosasih, Profesi Keguruan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 163

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat

sesuaidengan kondisi sekolah.”32

Guru harus bisa menjadi motivator bagi para muridnya, sehingga potensi mereka berkembang maksimal. 33

Menurut Ramayulis (2012) “Pengembangan peserta didik dapat

dilakukan melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler,

pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling”.34

Ketiga cara pengembangan peserta didik tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Pertama, melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Mulyasa (2008)

“kegiatan ekstra kurikuler yang sering disebut juga ekskul merupakan

kegiatan tambahan di suatu lembaga pendidikan yang dilaksanakan di luar

kegiatan kurikuler.”35

Lebih lanjut ia mengatakan, “meskipun kegiatan ini sifatnya ekstra, namun tidak sedikit yang berhasil mengembangkan bakat peserta didik, bahkan dalam kegiatan ekskul inilah peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya atau bakat-bakatnya

yang terpendam.” 36

Kedua, melalui pengayaan dan remedial. Peserta didik berbeda secara individual. Ada yang mudah menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan guru, adapula sebaliknya, sulit untuk memahami materi pelajaran. Menurut Mimin Haryati dalam Barnawi dan Mohamad Arifin, ada dua cara yang dapat ditempuh untuk peserta didik yang tidak dapat mencapai kompetensi, yaitu sebagai berikut :

1) pemberian bimbingan secara khusus dan perseorangan bagi peserta didik yang belum atau mengalami kesulitan dalam pencapaian indikator dari suatu kompetensi yang telah ditentukan.

32

Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 137

33

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 42

34

Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: kalam Mulia, 2013), h. 97

35

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2008), h. 111

36

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan, karena hal ini merupakan implikasi dari peranan guru sebagai fasilitator. 2) pemberian tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus, dimana hal ini merupakan penyederhanaan dari sistem pembelajaran reguler.37

Ketiga, melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Ngalim Purwanto (2010),

“...guidance is assistance to an individual of any ange to help him manage his own life activities, develop his own point of view, make his own decisions, and carry his own burdens.” (... bimbingan ialah bantuan yang diberikan kepada seorang individu dari setiap umur, untuk menolong dia dalam mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya, mengembangkan pendirian/pandangan hidupnya, membuat putusan-putusan, dan memikul beban hidupnya

sendiri.)”38

Miller mengemukakan bahwa “guidance is the processof helping individuals achieve the self understanding and self direction necessary to make the maximum adjusment to school, home and community. Maksudnya, bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu untuk memahami dirinya yang dilakukan di sekolah, rumah, atau masyarakat”.39

Senada dengan pendapat Miller, Jones juga mengemukakan “ Guidance is the help given by one person to another in making choice and adjustments and in solving problems.”40

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam membuat keputusan dan penyesuaian dan menyelesaikan masalah.

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, Pertama,

bimbingan merupakan suatu proses bantuan yang diberikan pada orang lain.

Kedua, bantuan tersebut diberikan untuk menentukan keputusan yang akan

37

Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 141

38

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 170

39

Murip Yahya, Profesi Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),h. 149

40

Soetjipto dan Raffli Kosasih, Profesi Keguruan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 61

di ambil berdasarkan masalah yang dihadapi. Ketiga, kegiatan bimbingan juga dimaksudkan agar seseorang mampu memahami dirinya sendiri.

Secara singkat Mu’awanah dan Rifa Hidayah mendefinisikan konseling sebagai “suatu bimbingan yang diberikan pada individu (siswa)

dengan tatap muka (face to face) melalui wawancara.”41

selanjutnya

menurut Mohammad Surya “konseling merupakan alat yang paling penting dalam keseluruhan program bimbingan.”42

Kemudian dengan lebih jelas Tohirin mengemukakan pengertian konseling yaitu,

konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara konselor dengan klien dimana konselor berusaha membantu klien memecahkan masalah yang dihadapi klien (siswa) berdasarkan pertimbangan bersama-sama, tetapi penentuan pemecaham masalah dilakukan oleh klien sendiri. Artinya bukan konselor yang memecahkan masalah klien.43

Dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa konseling merupakan suatu teknik yang dilakukan dalam melaksanakan bimbingan pada peserta didik, yang dilakukan dengan cara mewawancarai secara tatap muka. Adapun tujuannya hampir sama dengan bimbingan, yaitu memberikan bantuan pada peserta didik dalam menghadapi masalahnya.

Dalam Buku Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, sebagai berikut :

Mengemukakan Biasanya bimbingan dan konseling disebut bersama, sehingga tercipta istilah majemuk Bimbingan dan Konseling (Guidance and Counseling). Hal ini sebenarnya tidak perlu, karena konseling merupakan salah satu layanan bimbingan, di samping layanan yang lain, seperti pengumpulan data dan penyebaran informasi. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dengan sendirinya mencakup pula layanan konseling.44

41Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan konseling islami di sekolah dasar. (jakarta: Bumi Aksara, 2009) h.56

42

Mohammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2003), h. 9

43

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis Integrasi), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h. 23

44

W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), h. 38

Berdasarkan uraian tersebut, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru dapat membantu mengembangkan potensi siswa sehingga dapat mengaktualisasikannya dengan cara mengarahkan siswa untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan di sekolah. Guru juga harus mengadakan remedial dan pengayaan bagi siswa yang belum mencapai kompetensi yang ditentukan. Terakhir, seorang guru juga harus memiliki kemampuan untuk memberikan bimbingan dan konseling pada peserta didik. Bimbingan dan konseling dilakukan selama ini terkesan insidental. Artinya tidak ada program khusus dan dijalankan tidak dengan perencanaan serta berdasarkan kejadian atau masalah yang saat itu dihadapi.

B. Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru

1. Urgensi peningkatan kompetensi pedagogik guru

Guru merupakan seorang yang membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan potensi yang dimiliki agar bermanfaat. Pupuh Faturrohman dan Sobry Sutikno mengatakan bahwa “Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam mengembangkan

potensinya.”45

Sebagai orang yang digugu dan ditiru, guru perlu meningkatkan secara kontinue dan konsisten kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, termasuk kemampuan pedagogik. yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Menurut Hamzah B. Uno secara khusus setidaknya ada sepuluh tugas guru sebagai pengelola pembelajaran, yakni sebagai berikut :

a. Menilai kemajuan program pembelajaran.

b. Mampu menyediakan kondisi yang memungkinkan peserta didik belajar sambil bekerja (learning by doing).

45

Pupuh Faturrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 43

c. Mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat-alat belajar.

d. Mengkoordinasi, mengarahkan, dan memaksimalkan kegiatan kelas.

e. Mengkomunikasikan semua informasi dari dan/atau ke peserta didik.

f. Membuat keputusan instruksional dalam situasi tertentu. g. Bertindak sebagai manusia sumber.

h. Membimbing pengalaman peserta didik sehari-hari. i. Mengarahkan pseserta didik agar mandiri.

j. Mampu memimpin kegiatan belajar yang efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal.46

Sepuluh tugas guru tersebut menyiratkan bahwa keberadaan guru sangat penting dalam proses pembelajaran. Dengan adanya guru maka kegiatan pembelajaran diharapkan dapat terarah dan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi pedagogik dirasa penting. Mengingat bahwa guru merupakan figur utama dalam proses belajar mengajar.

Guru memiliki banyak peran dan tanggung jawab yang harus dijalankan. Seperti yang dikatakan oleh Adams dan Dickey sebagaimana dikutip Oemar Hamalik, terdapat setidaknya empat peran seorang guru,

yakni “guru sebagai pengajar (teacher as instructor), guru sebagai pembimbing (teacher as counsellor), guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist), guru sebagai pribadi (teacher as person).”47

Keempat peran guru tersebut, mengartikan bahwa berprofesi sebagai guru tidak mudah. Ada banyak peran yang harus dijalankan. Dan untuk menjalankan semua peran itu dengan baik, maka dirasa sangat urgen bahwa

Dokumen terkait