• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA SBO BULAN MEI-APRIL 2016

(1) (2) (3) (4) Rompi safety digunakan di area yang diperlukan

5.1.4. Kompetensi Pekerja

Kompetensi pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja seringkali dinilai dari pengetahuan, komitmen, pengertian, serta penerapan peraturan dan prosedur K3, juga penerapan hasil pelatihan K3 yang diperoleh selama bekerja di perusahaan. Pekerja dengan tingkat kompetensi yang baik dapat mengurangi risiko bahaya terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu meningkatkan kompetensi pekerja yang terkait K3 (Davies et al, 2001 dalam Andi dkk, 2005)

5.1.4.1. Persyaratan Kerja

Persyaratan kerja untuk menjadi HSE di Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory berdasarkan hasil penelitian, dua informan awal menjelaskan bahwa persyaratan dan sertifikasi menjadi seorang HSE yaitu berpengalaman, mempunyai komitmen kerja, mempunyai sikap leadership sertifikasi (jika memiliki), serta bahasa dan softskill lainnya menjadi bahan pertimbangan. Satu informan awal menyatakan persyaratan hanya berpengalaman, leadership dan kompeten terhadap tugasnya. Dari hasil penelitian menjelaskan bahwa informan awal pertama (HSE supervisor) adalah lulusan S1 Teknik Lingkungan, informan awal kedua (asisten HSE) adalah lulusan S1 Teknik Informatika. Berdasarkan studi dokumen, didapatkan bahwa HSE supervisor dan asisten HSE memiliki sertifikasi ahli K3 umum.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/1987 tentang persyaratan penunjukkan dan wewenang serta kewajiban pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja pasal 3 menjelaskan bahwa untuk dapat ditunjuk sebagai ahli

keselamatan kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1) Mempunyai keahlian khusus, (2) Telah mengikuti pendidikan oleh Departemen Tenaga Kerja Transkrop, (3) Mengetahui ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan perubahan pada umumnya serta bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada khususnya.

Penunjukkan ahli keselamatan kerja (Dept. HSE) pada Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory telah sesuai dengan peraturan menteri tersebut, walaupun latar belakang pendidikan dari Departemen HSE tidak sesuai yaitu lulusan S1 Teknik lingkungan, S1 Teknik Informatika tetapi sudah memiliki sertifikasi K3 yang memadai yaitu sertifikasi ahli K3 umum dan berkompeten terhadap penanganan permasalahan K3 dan perusahaan harus meningkatkan kompetensi Dept. HSE dengan memberikan pelatihan mengenai K3 lainnya.

Ruang lingkup Dept. HSE berdasarkan hasil penelitian, dua informan awal menyatakan bertanggungjawab keselamatan dan kesehatan seluruh pekerja yang bekerja di Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory. Satu informan awal menyatakan bahwa ruang lingkup Dept. HSE itu menjaga pekerja selama berangkat hingga pulang ke rumah dengan selamat dan sehat.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/1987 tentang persyaratan penunjukkan dan wewenang serta kewajiban pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja pasal 5 ayat (1) menjelaskan bahwa ahli keselmatan kerja berwenang untuk memasuki tempat kerja yang ditentukan dalam surat

pengangkatannya, mengawasi langsung terhadap ditaatinya undang-undang keselamatan kerja beserta peraturan pelaksanaannya.

Ruang lingkup pada peraturan menteri telah diterapkan oleh Dept. HSE di Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory. Ruang lingkup Dept. HSE yang dimaksud adalah untuk mengawasi langsung seluruh proses di perusahaan apakah sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang telah ditentukan atau tidak.

5.1.4.2. Pengetahuan Pekerja terhadap Risiko Bahaya

Hasil penelitian mengenai pengetahuan pekerja mengenai risiko bahaya, informan awal menjelaskan bahwa pekerja mengetahui potensi bahaya di tempat kerja. Penyampaian informasi tentang potensi bahaya kepada pekerja ketika

training, pada saat penyususnan IBPR (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko) tiap 6 bulan sekali. Empat informan pendukung menyatakan bahwa mereka mengetahui potensi bahaya di tempat kerja sejak bekerja di perusahaan karena didapatkan keseharian dan informasi dari supervisor dan Dept. HSE.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 9 ayat (1) menjelaskan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja tentang kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa saja yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.

Penjelasan mengenai potensi bahaya di lingkungan kerja sudah sesuai dengan perundang-undangan, dimana pihak manajerial sudah menjelaskan kepada pekerja mengenai kondisi dan bahaya di lingkungan kerja. Selain itu, pekerja juga sudah mengetahui mengetahui risiko bahaya yang ada di sekitarnya semenjak bekerja di perusahaan.

5.1.4.3. Kemampuan Pekerja dalam Memenuhi Peraturan dan Prosedur K3 Berdasarkan hasil penelitian, informan awal menjelaskan bahwa Pekerja mampu memenuhi dan menjalankan pekerjaannya sesuai dengan peraturan dan prosedur K3 yang ditetapkan, namun ada kalanya manusia lalai dalam menjalankan amanah dan lebih memilih jalan pintas yang dapat membahayakan diri sendiri. Keempat informan pendukung menyatakan bahwa mampu memenuhi peraturan dan prosedur K3 dalam menjalankan pekerjaannya misalnya menggunakan APD saat bekerja. Tetapi, pada observasi yang dilakukan, banyak pekerja yang melakukan tindakan tidak aman, salah satunya yaitu pekerja menggunakan APD namun tidak sesuai kegunaanya, garpu dari forklift yang dijalankan oleh driverforklift melebihi 20 cm dari atas tanah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12 menjelaskan bahwa dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diwajibkan.

Adanya penjelasan pekerja yang mampu memenuhi peraturan dan prosedur K3 sesuai dengan undang-undang bahwa tenaga kerja harus memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diwajibkan. Pada penerapannya, pemahaman pekerja mengenai peraturan dan prosedur K3 tidak didasari dengan tindakan beberapa pekerja yang masih melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan dan prosedur K3. Dengan adanya tindakan tidak aman sekecil apapun itu tetap memiliki potensi risiko

terjadinya kecelakaan kerja. Upaya pihak manajerial mengatasi hal tersebut dengan terus mewajibkan pekerja untuk mengingatkan dan selalu melakukan observasi yang sesuai dengan prinsip behavior based safety yang dijalankan perusahaan. Selain itu juga, perusahaan selalu mengantisipasi dengan melakukan

refreshtraining sebagai pengingat kembali pentingya budaya K3 di tempat kerja.

5.1.4.4. Upaya Peningkatan Kompetensi K3

Hasil penelitian terhadap informan awal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kompetensi pekerja mengenai K3 yaitu mempertegas dalam pemberian konsekuensi (sanksi) kepada pekerja yang bersangkutan. Dalam studi dokumentasi diketahui bahwa upaya perusahaan antara lain dengan program awareness SMK3, pengendalian kebakaran untuk pekerja, pengendalian limbah di perusahaan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.261/MEN/XI/2004 tentang perusahaan wajib melaksanakan pelatihan kerja, pasal 2 menjelaskan bahwa perusahaan wajib meningkatkan kompetensi pekerja/buruhnya melalui pelatihan kerja.

Upaya yang dilakukan Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory untuk meningkatkan kompetensi pekerja dengan terus melakukan training agar ada peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap untuk lebih mematuhi dan melaksanakan segala hal mengenai K3 sesuai dengan prosedurnya.