• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Komplikasi Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput

penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring

(glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran atau selaput penyaring.

Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula

yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur

dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein

rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk

pada ginjal (Anonim, 2003a).

Nefropati diabetik adalah suatu komplikasi penyakit DM yang tidak

terkendali dengan baik (Astuti, 2000). Soman (2006) menuliskan nefropati diabetik

adalah sindrom klinis dengan karakteristik albuminuria (>300 mg/hari) yang

ditetapkan sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan dengan selang waktu 3 sampai 6

bulan, penurunan tajam Glomerular Filtration Rate (GFR), dan peningkatan tekanan

kematian paling tinggi (Genuth, 2003). Sekitar 30% pasien DM tipe 1 dan kira-kira

20% pada pasien DM tipe 2 mengalami nefropati diabetik. Akan tetapi, kebanyakan

pasien DM dengan end-stage renal disease (ESRD) merupakan pasien DM tipe 2

karena prevalensi penyakit DM tipe 2 lebih besar daripada penyakit DM tipe 1 di

dunia (90% dari seluruh pasien DM) (O’Meara, Brady, dan Brenner, 2001).

2. Patofisiologi dan Gejala Nefropati Diabetik

Diabetik nefropati timbul utamanya karena kerusakan fungsi glomerulus.

Perubahan histologi glomerulus pada DM tipe 1 dan tipe 2 tidak dapat dibedakan dan

terjadi pada mayoritas pasien (McPhee, Lingappa, Ganong, danLange, 1995).

Secara histologi, menebalnya membran dasar kapiler merupakan perubahan

paling awal. Kemudian terjadi akumulasi materi mesangial yang berdifusi sepanjang

glomerulus. Ekskresi sedikit albumin dalam level abnormal (30-300 mg/hari) dalam

urin merupakan penanda fase awal nefropati. Seiring dengan meningkatnya materi

mesangial yang mengisi glomerulus, albuminuria meningkat dan kadang-kadang

terjadi proteinuria dalam jumlah besar (Genuth, 2003). Proteinuria terjadi selama 5

sampai 10 tahun sebelum gejala lain muncul dan akan mencapai tahap ESRD dalam

kurun waktu 2 sampai 6 tahun setelah terjadi proteinuria (Anonim, 2004a). Setelah

proteinuria (ekskresi protein total lebih dari 0,5 gram/hari) meningkat atau

berkembang, kecepatan filtrasi glomerulus (GFR) akan menurun hampir mencapai

level ESRD. Insiden puncak nefropati kira-kira 15-17 tahun dan sedikit menurun

setelahnya. Jika hasil pemeriksaan tidak segera menunjukkan proteinuria dalam

kurun waktu 25-30 tahun durasi diabetes, resiko ESRD akan menurun. Bersamaan

terjadi. Hipertensi ini akan memperburuk nefropati diabetik dan merupakan

komponen penting dalam perkembangan gagal ginjal (Genuth, 2003).

Di saat pembuluh darah halus ginjal mengalami kerusakan akibat keracunan

gula, akan terjadi kebocoran protein dari dalam darah ke dalam urin. Dengan

kehilangan protein cukup banyak (melampaui 3500 mg sehari) maka kadar protein

dalam darah menjadi rendah. Cairan dalam pembuluh darah tidak dapat

dipertahankan dan akan merembes ke jaringan. Penimbunan cairan di dalam jaringan

akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan di wajah, tangan, perut, dan tungkai

bawah (Astuti, 2000).

Gangguan ginjal menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal

terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun

tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul resiko kematian (Anonim,

2003a).

Tidak ada gejala awal dalam tahap mula nefropati diabetik. Sejumlah kecil

protein di dalam urin (mikroalbuminuria) merupakan tanda pertama kerusakan ginjal.

Seiring dengan perkembangan kerusakan ginjal, jumlah protein yang masuk ke

dalam urin semakin banyak (makroalbuminuria) dan tekanan darah meningkat.

Kadar kolesterol dan trigliserid akan meningkat juga. Sebagai penurunan fungsi

ginjal, tubuh akan membengkak dan terjadi pertama kali pada kaki dan betis

(Anonim, 2004b). Gejala nefropati diabetik baru terasa saat kerusakan ginjal telah

parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal,

sering cegukan, mengalami penurunan berat badan (Anonim, 2003a). Gejala

jumlah besar atau dikarenakan gagal ginjal. Gejala tersebut berupa pembengkakan

(biasanya di sekitar mata pada pagi hari dan kemudian tubuh akan membengkak

juga), urin yang berbuih, berat badan bertambah dengan tidak sengaja (karena

akumulasi cairan), pembengkakan pada kaki, nafsu makan yang berkurang, mual dan

muntah, merasa sakit, capai atau lelah, sakit kepala, sering cegukan (Anonim,

2004a).

3. Diagnosis

Pasien DM dinyatakan mengalami tahap awal nefropati diabetik jika pada 2

dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan ditemukan albumin di dalam urin 24

jam ≥ 30 mg, dengan catatan tidak ditemukan penyebab albuminuria lain.

Tabel II. Kategori Kadar Albumin dalam Urin (Anonim, 2002b). Kategori Urin 24 jam

(mg/24 jam)

Urin dalam waktu tertentu (mg/menit) Urin sewaktu (mg/mg kreatinin) Normal < 30 <20 <30 Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299 Makroalbuminuria ≥ 300 ≥ 200 ≥ 300

Mikroalbuminuria berarti ditemukan sejumlah kecil protein albumin di

dalam urin sesuai dengan kategori di atas. Mikroalbuminuria merupakan indikasi

adanya gangguan glomerulus pada stadium dini, dimana gangguan dapat diperbaiki

atau diobati sementara. Bila telah terjadi gagal ginjal maka pengobatan sulit

dilakukan (Anonim, 2002b).

Mikroalbuminuria dapat dilihat dengan 3 metode, yaitu :

a. pengukuran rasio albumin-kreatinin pada pengumpulan urin acak

b. pengumpulan urin 24 jam dengan kreatinin

c. pengumpulan urin selama waktu tertentu, misalnya 4 jam atau urin semalam

4. Tahap Nefropati Diabetik

Perkembangan nefropati diabetik dapat digambarkan dengan prediksi 5

tahap berikut :

a. Tahap 1, kerusakan ginjal diindikasikan dengan GFR di atas normal.

b. Tahap 2, GFR tetap meningkat atau telah kembali ke angka normal tetapi

kerusakan glomerulus telah berkembang menjadi mikroalbuminuria. Pasien pada

tahap 2 mengekskresi lebih dari 30 mg albumin dalam urinnya.

c. Tahap 3 (overt nephropathy), kerusakan glomerulus telah berkembang menjadi

albuminuria klinik dimana di dalam urin terdapat lebih dari 300 mg albumin.

d. Tahap 4, kerusakan glomerulus berlanjut dengan peningkatan jumlah albumin

dalam urin. Kemampuan menyaring dari ginjal mulai menurun, dan blood urea

nitrogen (BUN) dan creatinin (Cr) mulai meningkat.

e. Tahap 5 (end stage renal disease, ESRD), GFR turun kira-kira 10 mL/menit.

Pada tahap ini diperlukan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis, peritoneal

dialisis, transplantasi ginjal (Anonim, 2002a).

Gambaran pasien dengan berbagai tingkat kerusakan ginjal berdasarkan

clearance creatinin (Clcr) dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Kerusakan Ginjal Berdasarkan Clcr (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

Tingkat Gambaran Perkiraan Clcr (mL/menit)

1 Fungsi ginjal normal >80

2 Kerusakan ginjal ringan 50-80

3 Kerusakan ginjal sedang 30-50

4 Kerusakan ginjal berat 10-30

5 ESRD <10

C. Terapi Nefropati Diabetik

Dokumen terkait