• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

5. Komponen Intellectual Capital

Penelitian mengenai Intellectual Capital sudah dimulai dari sekitar tahun 1990-an sehingga kini cakupan bahasannya sudah menjadi sangat luas dan beragam. Selain itu, metode yang digunakan para peneliti terdahulu dalam meneliti tentang IC ini juga beragam, namun metode yang paling banyak digunakan adalah studi kasus dan content analysis. Tabel 2.4 akan merangkum beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sejak tahun 1990-an

31

Tabel 2.4

Penelitian-penelitian Empiris Tentang Intellectual Capital

Peneliti Negara Tujuan

Penelitian

Metode Penelitian

Bidang Kajian

Danish Trade and Industry

Development Council (1997)

Denmark dan Swedia

Sifat alami dari

Laporan IC Wawancara

Tujuan, isi, dampak, pengorganisasian dan definisi yang termasuk dalam akun-akun IC. Bornemann et al. (1999) Austria Nilai IC dari perspektif stakeholders Wawancara Kuesioner Content analysis Ukuran non-keuangan, perbandingan usaha kecil di Austria dengan perusahaan internasional. Backhuijs et al. (1999) Belanda Kerangka kerja untuk indikator IC Studi kasus

Signifikansi dari aset tidak berwujud,

identifikasi dan definisi untuk indikator. Johanson et al.

(1999) Swedia

Karakteristik aktiva tidak

berwujud Studi kasus

Klasifikasi aktiva tidak berwujud, hubungan antar aktiva tidak berwujud. Johanson et al. (1999) Swedia Pengukuran dan pengelolaan aktiva tidak berwujud Studi kasus Pengembangan, tujuan, isi dan outcome dari sistem pengukuran.

Achten (1999) Belanda

Transparansi aset produksi tidak

berwujud Studi kasus

Identifikasi aset produksi tidak berwujuddan pengukuran input Andriessen et al. (1999) Belanda Penilaian aktiva

tidak berwujud Studi kasus

Pengukuran aktiva tidak berwujud dalam bentuk kapasitas laba masa depan

Miller et al. (1999)

Kanada Pengukuran dan pelaporan IC Kuesioner Focus groups Indikator-indikator IC Canibano et al. (1999)

32

Peneliti Negara Tujuan

Penelitian Metode Penelitian Bidang Kajian Hoogendoorn et al. (1999) Belanda Pengembangan laporan IC Kuesioner Wawancara Identifikasi IC, perhitungan aktiva tidak berwujud, Indikator-indikator IC Danish Agency for Trade and Industry (1999)

Denmark

Pengembangan

laporan IC Studi kasus

Pengukuran IC, acuan (guidelines) bagi perusahaan Guthrie et al. (1999) Australia Pelaporan IC Content analysis Studi kasus

Isi dari laporan IC, peran industri sebagai kekuatan penggerak bagi IC Brennan (1999) Irlandia Pelaporan IC

Content analysis

Isi dari laporan IC, perbandingan nilai pasar dan nilai buku Bozzolan (2003) Italia Pengungkapan IC Content analysis

Isi dari laporan IC, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan pelaporan Goh dan Lim

(2004) Malaysia

Pengungkapan IC

Content analysis

Isi dari laporan IC, baik kualitatif maupun kuantitatif Bukh (2005) Danish Pengungkapan IC Content analysis Studi kasus

Isi dari laporan IC di IPO

Guthrie et al.

(2006)

Hong Kong

dan Australia Pengungkapan IC

Content analysis

Isi dari laporan IC, membandingkan bukti dari Hong Kong dan Australia Sumber: Diolah dari beberapa hasil penelitian, (dalam Ulum 2007).

Selain itu, beberapa penelitian terdahulu juga melakukan klasifikasi komponen Intellectual Capital kedalam versi mereka masing-masing. Petrash (1996) mengembangkan model klasifikasi yang dikenal dengan value platform model. Model ini mengklasifikasikan IC sebagai akumulasi dari human capital, organisational capital dan customer capital.

Edvinsson dan Malone (1997) mengembangkan the Skandia Value Scheme, yang mengklasifikasikan IC ke dalam Structure capital

33 dan human capital. Haanes dan Lowendahl (1997) mengelompokkan IC suatu perusahaan ke dalam competence dan relational resources. Model yang dikembangkan Lowendahl (1997) memperbaiki model di atas dan membagi kategori kompetensi dan rasional menjadi dua sub- group (Tan et al., dalam Ulum 2007):

a. individual; dan b. collective.

Stewart (dalam Ulum, 2007) mengklasifikasikan IC ke dalam tiga format dasar, yaitu:

a. human capital; b. Structure capital; dan c. customer capital.

Metode pengukuran IC dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu:

a. Kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan b. Kategori yang menggunakan ukuran moneter.

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari IC, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan. Berikut adalah daftar ukuran IC yang berbasis moneter (Tan et al., 2007):

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);

34 c. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone

(1997);

d. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997); e. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);

g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan

h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000). Sedangkan model penilaian IC yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2007):

a. The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999); b. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis); c. Tobin’s q method (Luthy, 1998);

d. Pulic’s VAIC Model (1998, 2000);

e. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan

f. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001). Tabel 2.5 akan menjelaskan secara singkat mengenai pengklasifikasian IC menurut penelitian terdahulu berikut ini

35

Tabel 2.5

Pengklasifikasian Intellectual Capital Menurut Penelitian Terdahulu

Dikembangkan Oleh Kerangka Kerja Klasifikasi

Kaplan dan Norton

(1992) Balanced Scorecard

Internal process perspectives Customer perspectives

Learning and growth perspectives Financial perspectives

Haanes dan Lowendahl (1997) Classification of Resources Competence Relational Lowendahl (1997) Classification of Resources Competence Relational Sveiby (1997) Intangible Asset Monitor Internal structure External structure Competence of personnel Edvinsson dan Malone

(1997) Skandia Value Scheme Human capital Structure capital Customer Capital Petrash (1996) Value Platform

Human capital Customer capital Organisational capital Danish Confederation of Trade Unions (1999) Three categories of

Knowledge” People System Market

Pulic (1999) VAIC™

Efficiency of human capital Structure capital efficiency Capital employed efficiency

Sumber: diolah dari beberapa sumber (dalam Ulum, 2007).

Dalam penelitian ini, penulis mengklasifikasikan IC kedalam tiga kelompok seperti yang dilakukan oleh Edvinson (1997), Stewart (1998), Bontis (2002), juga Ting dan Lean (2009), yakni:

a. Human capital

Human capital (HC) merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang dapat dilihat dari karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis (Bontis et,al, dalam Ulum, 2007).

36 Human capital merupakan pengetahuan, skill, dan pengalaman yang dibawa pegawai ketika meninggalkan perusahaan (Puspita Dewi, 2011) yang meliputi pengetahuan individu suatu organisasi yang ada pada pegawainya (Bontis, Crossan dan Hulland dalam Astuti, 2005) yang dihasilkan melalui kompetensi, sikap, dan kecerdasan intelektual (Roos, Edvinson dan Dragonetti dalam Astuti, 2005).

Human capital (modal manusia) mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki orang-orang dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pegetahuan yang dimiliki oleh karyawannya (Sawarjuwono, 2003). Perusahaan tidak dapat menciptakan pengetahuan dengan sendirinya tanpa inisiatif dari individu yang terlibat dalam proses organisasi. Oleh karena itu human capital sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan karena human capital merupakan penggabungan sumberdaya-sumberdaya intangible yang melekat dalam diri anggota organisasi. Human capital merupakan akumulasi nilai-nilai investasi dalam pelatihan karyawan dan kompetensi sumber daya manusia (Puspita Dewi, 2011).

Human capital menjadi sangat penting karena merupakan aset perusahaan dan sumber inovasi serta pembaharuan. Karyawan

37 dengan human capital yang tinggi akan lebih memungkinkan untuk memberikan layanan yang berkualitas sehingga dapat mempertahankan maupun menarik pelanggan baru. Jika informasi mengenai kualitas layanan suatu perusahaan tersedia, tingkat pendidikan dan pengalaman dapat bertindak sebagai indikator kemempuan dan kompetensi perusahaan tersebut, sehingga diharapkan dalam era berikutnya perusahaan lebih mempedulikan human capital yang dimiliki (Puspita Dewi, 2011).

b. Structure Capital

Structure capital (modal organisasi) merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan (Sawarjuwono, 2003).

Structure capital meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya (Ulum, 2008). Structure capital dalam suatu perusahaan terdiri atas empat elemen yaitu:

38 1) System, merupakan cara dimana proses organisasi (informasi, komunikasi, dan pembuatan keputusan) dan output (product, service, dan capital proceed) dijalankan.

2) Structure, merupakan penyusunan tanggung jawab dan penghitungan yang mendefinisikan posisi dan hubungan diantara anggota-anggota organisasi.

3) Strategy, merupakan tujuan-tujuan organisasi dan cara untuk mencapainya.

4) Culture, merupakan penjumlahan opini-opini individual, pemikiran bersama, nilai-nilai dan norma dalam organisasi.

Perusahaan dengan Structure capital yang kuat akan memiliki dukungan budaya yang memungkinkan perusahaan untuk mencoba sesuatu, untuk belajar, dan untuk mencoba kembali sesuatu. Konsep intellectual capital memungkinkan intellectual capital untuk diukur dan dikembangkan dalam suatu perusahaan (Anatan, 2004)

c. Capital Employed/Physical Capital

Salah satu indikator untuk mengukur value added adalah yang diterima dari pemanfaatkan satu unit modal fisik. Perusahaan berhasil memanfaatkan CA dengan baik apabila CA menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit dari capital employed (CE) menghasilkan return yang lebih besar dari pada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan

39 tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Mengacu pada Skandia Navigator Scheme (Edvinsson, 1997, Edvinsson and Malone, 1997 dalam Artinah, 2011), capital employee mengacu pada financial capital perusahaan yang terdiri dari monetary capital dan physical capital.

Dokumen terkait