• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Kecerdasan Interpersonal

3. Komponen Kecerdasan Interpersonal

Menurut Safaria (2005:24) ada 3 komponen utama kecerdasan interpersonal yaitu:

a. Social sensitivity atau sensitivitas sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun non verbal.

b. Social insight, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yan efektif dalam suatu interaksi

sosial, sehingga masalah-masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi sosial yang telah dibangun. Di dalamnya terdapat juga kemampuan seseorang dalam memahami situasi sosial dan etika sosial sehingga seseorang mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi tersebut. Fondasi dasar dari social insight adalah berkembangnya kesadaran diri.

c. Social communication atau penguasaan keterampilan komunikasi sosial adalah merupakan kemampuan individu untuk

menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan

membangun hubungan interpersonal yang sehat. Dalam proses menciptakan, membangun dan mempertahankan relasi sosial, maka seseorang membutuhkan sarananya. Tentu saja sarana yang digunakan adalah melalui proses komunikasi, yang mencakup baik komunikasi verbal, non-verbal, maupun komunikasi melalui penampilan fisik. Keterampilan komunikasi yang harus berbicara efektif, kemampuan public speaking dan keterampilan menulis secara efektif.

Pada dasarnya kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan dengan pengalaman belajar. Melalui proses belajar secara terus menerus diharapkan seorang individu akan dapat mengembangkan kecerdsan interpersonalnya yang melibatkan beberapa aspek kecerdasan interpersonal. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut (Safaria, 2005:103):

a. Social Sensitivity

1) Sikap Empati

Feshbach (1978) mengatakan empati adalah sejenis

pemahaman perspektif yang mengacu pada “respon emosi yang dianut bersama dan dialami anak ketika ia mempersepsikan reaksi

emosi orang lain”. Empati mempunyai dua komponen kognitif dan

satu komponen afektif. Dua komponen kognitif itu adalah pertama, kemampuan anak mengidentifikasikan dan melabelkan perasaan orang lain. Kedua kemampuan anak mengasumsikan perspektif orang lain. Satu komponen afektif adalah kemampuan dalam merespon emosi (Safaria, 2005:104).

Berdasarkan penjelasan mengenai apa itu empati menurut Truax & Carkhuff, Safaria (2005:106) secara sederhana menyimpulkan bahwa empati adalah pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman orang tersebut. Untuk itulah sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses pertemanan agar tercipta hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan.

Menurut Safaria (2005:106), ada lima tingkatan empati yang bisa dicapai oleh seorang anak yaitu :

Tingkat 1: komunikasi verbal dan ekspresi tidak sesuai atau malah mengurangi komunikasi verbal dan

ekspresi dari orang lain. Individu tidak memiliki kesadaran akan ekspresi yang nyata dan dasar dari orang lain.

Tingkat 2: anak dalam berkomunikasi dengan sebaya terkesan hanya menyampaikan pikiran-pikirannya saja, tidak dapat menyelami apa yang dirasakan oleh orang lain. Sehingga tidak sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Hal ini mengakibatkan anak cenderung mengesampingkan ekspresi yang disampaikan oleh orang lain.

Tingkat 3: anak hanya bisa memahami ekspresi-ekspresi emosional dari orang lain yang bersifat permukaan saja.

Tingkat 4: anak mampu memahami baik emosi-emosi permukaan maupun emosi-emosi-emosi-emosi yang terdalam dari orang lain, tetapi anak masih belum mampu menyatu secara menyeluruh dengan orang lain.

Tingkat 5: anak tidak saja hanya mampu memahami dari emosi permukaan maupun emosi-emosi yang terdalam dari orang lain. Tetapi anak juga mampu memahami ekspresi emosi-emosi yang tidak terekspresikan oleh orang lain dan sulit disadari oleh orang itu sendiri. Sehingga anak mampu memahami orang lain

secara menyeluruh dan total sehingga kesesuaian makna terjadi antara orang lain dan anak.

2) Sikap Prososial

Perilaku prososial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk menjelaskan sebuah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti berbagi, membantu seseorang

yang membutuhkan, bekerja sama dengan orang lain,

mengungkapkan simpati. Perilaku ini menuntut anak untuk menahan diri dari egoismenya dan rela menolong atau berbagi dengan orang lain.

Perkembangan perilaku prososial ini dipengaruhi terutama oleh lingkungan keluarga. Orang tua menjadi model bagi anak untuk memperlajari perilaku. Perilaku prososial ini sangat berperan bagi kesuksesan anak untuk menjalin persahabatan. Anak- anak yang disukai oleh teman-temannya kebanyakan menunjukkan perilaku prososial yang tinggi. Selain itu anak juga harus menghindari sikap-sikap antisosial yang justru menghancurkan hubungan yang bermakna.

b. Social Insight

1) Kesadaran diri saat berelasi dengan orang lain

Rogacion (1996) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kemampuan seorang pribadi menginsafi totalitas keberadaannya sejauh mungkin. Masksudnya adalah anak mampu menyadari dan menghayati totalitas keberadaannya di dunia seperti menyadari keinginan-keinginannya, cita-citanya, harapan-harapannya dan tujuan-tujuannya di masa depan.

Fenigstein (1978) mendefinisikan kesadaran diri sebagai

kecenderungan individu untuk dapat menyadari dan

memperhatikan aspek diri internal maupun aspek diri eksternalnya. Artinya anak memiliki dua aspek dalam kesadaran akan dirinya yaitu aspek diri internal (privat) yang berkaitan dengan kemampuan

anak menyadari keadaan internalnya seperti pikirannya,

perasaannya, emosi-emosinya, pengalamannya dan tindakan-tindakan yang diambilnya. Sedangkan aspek diri eksternal (publik) adalah kemampuan anak untuk menyadari penampilannya, pola interaksinya dengan lingkungan sosial, dan menyadari situasi yang terjadi di sekelilingnya.

Menurut Kihlstrom (Safaria, 2005:46) kesadaran diri penting dalam diri anak karena mempunyai dua fungsi yaitu: Pertama fungsi monitoring (self monitoring) yaitu fungsi dari kesadaran anak untuk memonitor, mengawasi, menyadari, dan

mengamati setiap proses yang terjadi secara keseluruhan baik di dalam diri anak maupun di lingkungan sekitarnya. Hal ini akan membuat anak semakin mampu menilai keadaan dirinya secara obyektif dan membuatnya mampu mengendalikan

dorongan-dorongan emosionalnya maupun dorongan-dorongan –dorongan alam bawah

sadarnya. Kedua, fungsi kontrol (self controlling) yaitu

kemampuan anak untuk mengontrol dan mengendalikan

keseluruhan aspek dirinya seperti kemampuan untuk mengatur diri, kemampuan untuk membuat perencanaan, serta kemampuan anak untuk mampu mengendalikan emosi dan tindakan-tindakanya sendiri.

2) Pemahaman Situasi Sosial dan Etika Sosial

Dalam membina dan mempertahankan sebuah hubungan, orang perlu memahami norma-norma sosial serta peraturan-peraturan yang berlaku. Di dalamnya terdapat ajaran yang membimbing seseorang untuk bertingkah laku yang benar dalam situasi sosial. Oleh karena itu setiap orang perlu mengetahui norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, supaya tahu membedakan perilaku yang boleh dilakukan atau perilaku yang tidak boleh dilakukan.

Dalam memahami norma-norma yang berlaku dalam masyarakat perlu adanya peran orang tua atau orang yang lebih

dewasa, yang terlebih dulu mengetahui tentang norma-norma tersebut untuk mengajarkan kepada yang lebih muda.

3) Pemecahan Masalah Sosial Secara Efektif

Setiap anak membutuhkan ketrampilan untuk memecahkan masalah secara efektif, apalagi masalah tersebut adalah konflik

interpersonal. Semakin tinggi kemampuan anak dalam

memecahkan masalah, maka akan semakin positif hasil yang akan didapatkan dari penyelesaian konflik antar pribadi tersebut. Anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi memiliki ketrampilan dalam

memecahkan konflik antar pribadi secara lebih efektif

dibandingkan dengan seorang anak yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah.

Konflik terjadi ketika ada dua kepentingan yang berbeda muncul dalam suatu hubungan interpersonal. Ancok (1995:230) mengatakan, dalam berhubungan dengan orang lain seringkali ketidakserasian terjadi. Konflik adalah salah satu bentuk ketidakserasian yang disebabkan oleh tidak sejalannya pikiran antara kedua belah pihak yang terlibat dalam hubungan interpesonal. Bila tidak terselesaikan dengan baik akan mengancam kelangsungan hubungan.

Safaria (2005:85-95), menyebutkan beberapa tahap pemecahan masalah yaitu :

a) Mengidentifikasikan masalah secara tepat.

b) Menemukan srategi pemecahan masalah.

c. Social Communications:

a. Komunikasi Efektif

“Komunikasi disebut efektif apabila penerima

menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim” (Supratiknya, 1995:34).

Komunikasi pertama kali diajarkan di dalam keluarga. Orang tua mengajarkan kepada anaknya bagaimana berkomunikasi secara baik dan santun. Orang tua juga yang mengajarkan pada anak pentingnya berkomunikasi dengan orang lain.

Ada empat ketrampilan komunikasi dasar yang perlu dilatih pada anak yaitu : memberikan umpan balik, mengungkapkan perasaan, mendukung dan menanggapi orang lain, menerima diri dan orang lain. Ke empat ketrampilan dasar ini sangat penting dalam setiap interaksi sosial yang akan dijalani anak. Jika anak mampu menguasai keempatnya, bisa dipastikan anak akan berhasil mengembangkan kecerdsan interpersonal yang matang.

Salah satu keterampilan komunikasi yang harus dimiliki oleh anak adalah ketrampilan mendengarkan. Ketrampilan mendengarkan ini akan menunjang proses komunikasi anak dengan orang lain. Sebab orang akan merasa dihargai dan

diperhatikan ketika mereka merasa didengarkan. Sebuah hubungan komunikasi tidak akan berlangsung baik jika salah satu

pihak tidak mengacuhkan apa yang diungkapkannya.

Mendengarkan membutuhkan perhatian dan sikap empati, sehingga orang merasa dimengerti dan dihargai (safari, 2005:163).

Hardjana (2003:99), menjelaskan bahwa dalam

percakapan dengan orang lain, pada umumnya kita sebaiknya tidak sekadar mendengarkan sebatas isi. Kita juga tidak mendengarkan secara kritis. Tetapi kita berusaha untuk mendengarkan secara empatik dan aktif. Tujuannya adalah agar kita dapat mendengarkan secara efektif dan akhirnya bisa mencapai tujuan dan hasil yang kita inginkan.

Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan agar kita bisa mendengarkan secara efektif, (Hardjana, 2003:100-101), yaitu:

a) Bermotivasi. Bermotivasi berarti mempunyai

dorongan dari dalam untuk mau mendengarkan dan mau berusaha mendengarkan dengan baik.

b) Menunjukkan minat.

c) Menghindari tindakan-tindakan yang menganggu.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan interpersonal mempunyai tiga komponen

utama yaitu : social insight, social sensitivity, social communication. Dalam setiap dimensi terdapat aspek-aspek kecerdasan interpersonal. Social sensitivity memiliki aspek : sikap empati, sikap prososial. Social insight memiliki aspek : kesadaran diri, pemahaman situasi sosial dan etika sosial, pemecahan masalah secara efektif. Social communications memiliki aspek : komunikasi efektif. Semua aspek tersebut harus berkembang agar setiap individu mempunyai kecerdasan interpersonal yang tinggi.

Dokumen terkait