• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Sistem Pengukuran Kinerja Balance Scorecard

4. Komponen-komponen Balance Scorecard

Konsep balance scorecard membagi pengukuran kinerja dalam

perspektif keuangan dan persektif non keuangan. Balance scorecardterdiri

dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,

perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut saling menyeimbangkan antara

satu dengan lainnya guna memaksimalkan pencapaian tujuan perusahaan.

a. Perspektif Keuangan

Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balance

scorecard karena ukuran finansial sangat penting dalam memberikan

ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang diambil. Perspektif

keuangan menetapkan tujuan kinerja keuangan jangka pendek dan

jangka panjang.

Menurut Kaplan dan Norton (2000:48), ukuran kinerja

keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic, inisiatif

strategic dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam

menghasilkan laba bagi perusahaan, kemudian mengidentifikasikan

tiga tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu pertumbuhan (growth),

bertahan (sustain stage) dan menuai (harvest) yang akan dijabarkan

berikut ini:

1. Tahapan Pertumbuhan (Growth)

Tahapan ini merupakan tahap awal dari siklus kehidupan

produk atau jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk

memanfaatkan potensi ini perusahaan harus melibatkan sumber

daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan

meningkatkan berbagai produk atau jasa, membangun dan

memperluas fasilitas produksi, dan sebagainya. Tujuan finansial

pada tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan

pandapatan dan petumbuhan penjualan.

2. Tahapan Bertahan (Sustain stage)

Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan masih

melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan

tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan

berupaya sekuat tenaga untuk mempertahankan pangsa pasar yang

dimilikinya. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada

besarnya tingkat pengembalian investasi yang dilakukan.

3. Tahapan Panen (harvest)

Sebagian bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam

siklus hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin menuai investasi

yang dibuat pada tahap sebelumnya. Perhatian dipusatkan pada

upaya meningkatkan efisiensi untuk memaksimumkan arus kas

masuk dari kegiatan operasi perusahaan dan tingkat penurunan

Selain itu, dalam perspektif ini scorecard memungkinkan para

eksekutif senior untuk menetapkan bukan hanya ukuran mengevaluasi

keberhasilan jangka panjang tetapi juga variabel yang dianggap paling

penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka

panjang. Setiap ukuran yang dipilih harus menjadi hubungan sebab

akibat yang berakhir pada tujuan finansial. Pada umumnya

ukuran-ukuran yang dipakai adalah rasio-rasio keuangan (Ahmad Rodoni dan

Herni Ali HT, 2010:178) seperti dibawah ini:

1. Rasio Likuiditas

Likuiditas adalah jumlah dana tunai yang diperlukan perusahaan

untuk membiayai pengeluarannya dan biasanya sangat tergantung

pada sifat bisnis perusahaan tersebut. Rasio likuiditas disebut juga

dengan current ratiodengan rumus:

CACL = Aktiva Lancar . Kewajiban lancar

2.Rasio Leverage

Rasio financial leverage adalah alat dalam mempertimbangkan

kemungkinan kelalaian perusahaan pada kontrak hutang. Semakin

tinggi hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan

perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Rasio ini disebut

juga rasio utang atau debt ratio(Keown et.al, 2001) dapat dihitung

dengan cara berikut:

TLTA = Total Kewajiban . x 100 % Total Aktiva

3. Rasio Profit Margin

Ratio profit margin mengukur tingkat efektifitas manajemen

perusahaan yang tercermin dari hasil yang dicapai perusahaan

dalam penjualan investasi yang dilakukan perusahaan. Rasio yang

dipakai adalah operating profit margin yaitu rasio yang

menunjukkan besarnya laba hasil operasi (sesudah semua biaya

dan pengeluaran dikurangi kecuali bunga dan pajak) yang

dihasilkan dari setiap rupiah penjualan bersih. Operating profit

margindapat dirumuskan sebagai berikut:

Operating Profit Margin = Operating Income .

Net Sales

4. Rasio Profitabilitas

Profitabilitas perusahaan harus dilihat sebagai faktor pendorong

dalam memantau aspek likuiditas dan solvabilitas. Dalam jangka

panjang, perusahaan menghasilkan keuntungan yang cukup dari

usahanya sehingga mampu membayar kewajibannya. Kerugian

terus menerus akan segera memperburuk solvabilitas perusahaan

dan apabila perusahaan akan memperluas usahanya, perusahaan

memerlukan retained earning untuk memenuhi kebutuhannya.

Dalam jangka pendek, kerugian segera akan menurunkan likuiditas

perusahaan. Lebih lanjut, profitabilitas perusahaan akan

mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan

a. Laba bersih terhadap penjualan (Net Income/Sales)

Rasio ini biasanya disebut “margin laba” atas penjualan (profit

margin on sales) Weston dan Copeland, 2003), rasio ini

menunjukkan sebaik apakah pengelolaan biaya operasi, apakah

perusahaan telah menghasilkan banyak penjualan untuk

menutup biaya tetap dan masih menyisakan laba yang layak

(Gill dan Chatton, 2003). Rasio ini dirumuskan sebagai

berikut:

NIS = Laba Bersih x 100 % Penjualan

b. Laba bersih terhadap total aktiva (Net Income/Total Assets)

Rasio ini mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya

oleh perusahaan (Weston dan Copeland, 2003). Dengan

rumusnya :

NITA = Laba bersih x 100 % Total Aktiva

5. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas menunjukkan seberapa efektif perusahaan

menggunakan sumber daya (harta atau modal) yang dimilikinya.

Penggunaan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan

penjualan. Sebaliknya jika rendah maka menandakan

ketidakefektifan perusahaan menggunakan sumber daya, sehingga

dapat dikatakan kinerja perusahaan rendah. Rasio efektivitas yang

mengukur efisiensi penggunaan aktiva untuk menghasilkan

penjualan. Yang rumusnya :

Total Assets Turn-Over Ratio = Sales .

Total Asset

b. Perspektif Pelanggan

Konsumen merupakan pihak luar yang setiap saat

menggunakan produk atau jasa sebuah perusahaan. Untuk memelihara

konsumen sebagai pelanggan maka berbagai langkah strategis dapat

dilakukan.

Keberadaan perusahaan adalah untuk memenuhi kebutuhan

konsumen (customers). Konsumen menjadi sangat penting karena

tidak ada perusahaan yang bisa bertahan hidup jika ditinggalkan oleh

konsumennya.

Dalam perspektif pelanggan, balance scorecardmelihat bahwa

aspek pelanggan memainkan peranan penting dalam kehidupan

perusahaan. Dalam perspektif ini, kinerja diukur dari apa yang

menjadi keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang

penting dalam perspektif ini (Kaplan dan Norton, 2000:58).

Customer akan merasa puas jika mereka mendapatkan produk

atau jasa yang memenuhi kebutuhan mereka pada waktu yang tepat

dan pada harga yang dipandang memadai bagi customer.

Perusahaan diharapkan mampu membuat segmentasi pasar dan

ditentukan target pasarnya yang paling mungkin untuk dijadikan

panjang perusahaan. Dalam perspektif pelanggan terdapat dua

kelompok perusahaan yaitu kelompok perusahaan inti pelanggan

(Customer Core Measurement Group) dan kelompok pengukur nilai

konsumen (Customer Value Measurement Group) (Kaplan dan

Norton, 2000:58). Kelompok perusahaan itu akan dijelaskan berikut

ini:

1. Customer Core Measurement Group

Customer Core Measurement Group memiliki beberapa

komponen pengukuran, yaitu market share (pangsa pasar),

customer retention (retensi pelanggan), customer acquisition

(akuisisi pelanggan), customer satisfaction (kepuasan pelanggan),

dan customer profitability (profitabilitas pelanggan). Dan terdapat

keterkaitan kelima ukuran tersebut digambarkan pada gambar 2.5

sebagai berikut:

Gambar 2.5

Ukuran Utama Perspektif Pelanggan pangsa pasar kepuasan pelanggan profitabilitas pelanggan Akuisisi pelanggan Retensi pelanggan

a) Market Share(pangsa pasar)

Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit

bisnis dipasar tertentu (dalam bentuk pelanggan, uang yang

dibelanjakan atau satuan volume yang terjual).

b) Customer Retention(retensi pelanggan)

Cara yang umumnya disukai untuk mempertahankan dan

meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan diawali

dengan mempertahankan pelanggan yang ada disegmen

tersebut dan selain itu perusahaan menginginkan dapat

mengukur loyalitas pelanggan melalui persentase pertumbuhan

bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini.

c) Customer Acquisition(akuisisi pelanggan)

Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut keberhasilan unit

bisnis menarik atau memenangkan pelanggan dengan cara

banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.

d) Customer Satisfaction(kepuasan pelanggan)

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan produk

atau jasa.

e) Customer Profitability(profitabilitas pelanggan)

Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan

atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan

2. Customer Value Measurement Group

Customer Value Measurement Group menggambarkan

atribut yang disajikan perusahaan dalam produk atau jasa yang

dijual untuk mencapai tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen.

Atribut yang disajikan perusahaan dibedakan menjadi tiga kategori,

yaitu:

a) Product or Services Attributes

Product or services attributesmeliputi fungsi dari produk atau

jasa, harga, dan kualitas. Dalam hal ini, preferensi konsumen

berbeda-beda, ada konsumen yang mengutamakan fungsi dari

produk dan harga yang murah.

b) Customer relationship

Dimensi ini mencakup penyampaian produk atau jasa kepada

pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan

penyerahan serta bagaimana perasaan pelanggan setelah

membeli produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan.

c) Image and Reputation

Image and reputation menggambarkan faktor-faktor tidak

berwujud (intangible) yang menarik seorang konsumen untuk

berhubungan dengan perusahaan.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif proses bisnis internal mencakup identifikasi proses

Dalam perspektif ini kinerja perusahaan diukur dari bagaimana

perusahaan dapat memproduksi produk atau jasa secara efektif dan

efisien.

Aktivitas penciptaan nilai perusahaan terangkai dalam suatu

rantai nilai yang dimulai dari proses perolehan bahan baku sampai

penyampaian produk atau jasa ke konsumen. Robert S. Kaplan dan

David P. Norton (2000:83) membagi proses bisnis internal menjadi

tiga, yaitu : inovasi, operasi, dan layanan purna jual.

1. Proses Inovasi

Dalam proses inovasi, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan

kebutuhan para pelanggan di masa kini dan masa yang akan

datang dan menciptakan produk atau jasa untuk memuaskan

kebutuhan pelanggan (Kaplan dan Norton, 1996 dalam

Darmawan Wibisono, 2006:110). Tolok ukur yang bisa dipakai

pada tahapan ini diantaranya persentase penjualan produk baru,

banyaknya produk baru yang dikembangkan, dan waktu

mengembangkan produk.

2. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses menghasilkan dan menyampaikan

produk atau jasa kepada pelanggan. Tahap operasi merupakan

tahapan aksi dimana perusahaan secara nyata berupaya untuk

memberikan solusi kepada pelanggan dalam memenuhi keinginan

peningkatan efisiensi proses, dan penurunan waktu proses.

3. Proses Pelayanan Purna Jual

Proses pelayanan purna jual adalah jasa pelayanan pada

pelanggan setelah penjualan produk atau jasa. Kegiatan layanan

purna jual meliputi penanganan garansi, layanan pemeliharaan

produk, layanan perbaikan produk rusak (reparasi).

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif ini mengidentifikasi penyediaan infrastruktur untuk

mendukung pencapaian dari tiga perspektif lainnya. Tujuannya adalah

terwujudnya keunggulan jangka panjang perusahaan dalam

lingkungan bisnis global melalui pengembangan potensi sumber daya

manusia. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton, 2000:110),

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan terdiri dari:

1. Kemampuan Pegawai

Kemampuan perusahaan sangat ditentukan oleh kompetensi dan

komitmen sumber daya manusia. Oleh karena itu, manajemen

perlu meningkatkan kemampuan pegawai. Tolok ukur yang

dipakai dalam employee capabilities adalah kepuasan karyawan,

loyalitas karyawan, dan produktivitas karyawan.

2. Kemampuan Sistem Informasi

Kemampuan sistem informasi dapat ditingkatkan lagi dengan

memberikan informasi yang lebih akurat dan tepat waktu pada

efektif melaksanakan proses baru. Tolok ukur kinerja ini bisa

berupa tersedianya informasi dibandingkan dengan harapan

kebutuhannya, persentase karyawan yang bisa mengakses

informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas.

3. Motivasi, Pemberdayaan, dan Pensejajaran

Pegawai seharusnya tidak hanya memiliki keahlian yang

diperlukan, namun juga memiliki kebebasan, motivasi, dan

inisiatif untuk menggunakan keahlian tersebut secara efektif.

5. Perbedaan Balance Scorecard Dengan Sistem Pengukuran Tradisional

Ukuran kinerja tradisional merupakan suatu pendekatan kontrol

kinerja organisasi 50 tahun lebuh menekankan pada action oriented yang

memacu pada labour sebagai sebagian penting dalam biaya produksi.

Ukuran ini mempunyai keterbatasan salah satunya seperti perencanaan,

pengembangan sumber daya bukan merupakan bagian proses tujuan dan

sering kali manipulasi terhadap kinerja yang bernilai subyektif. Disamping

itu ukuran kinerja lebih merupakan faktor manajemen dalam

memberdayakan bawahannya untuk mencapai tujuan kinerja

masing-masing (Tangkilisan, 2003:114).

Manajemen tradisional hanya berfokus pada sasaran-sasaran yang

bersifat keuangan, sedangkan balance scorecard mencakup perspektif

yang lebih luas: keuangan, pelanggan, proses bisnis dan intern, serta

pembelajaran dan pertumbuhan. Sasaran didalam tradisional tidak koheren

karakteristik keterukuran dan seimbang tidak dimiliki oleh sistem

tradisional (Mulyadi, 2001:8).

Dokumen terkait