• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDIDIKAN ISLAM

C. Komponen Pendidikan Islam

Sebelum lebih jauh mengetahui tujuan pendidikan Islam, terlebih dahulu mari lihat apa sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi, tujuan adalah “Arah, maksud atau haluan.” Sedangkan secara

terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapakan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”.

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan, menurut jenisnya, terbagi dalam beberapa jenis, yaitu tujuan nasional, tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional. Atau Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa; tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu; dan tujuan Instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub-pokok bahasan tertentu (Suwarno, 2006: 33).

Selain itu menurut ‘Atiyah Al Abrasyi, mengemukakan rincian aplikasi dari tujuan pendidikan Islam tersebut:

1. Untuk membantu pembentukan akhlak mulia.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. 3. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit). 4. Menyiapkan peserta didik dari segi professional

5. Persiapan untuk mencari rezeki (Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa. 2012: 8).

Menurut al Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, tujuan umum pendidikan Islam tercermin dalam dua segi yaitu: (1) insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.; (2) insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat. Kebahagaian dunia akhirat dalam pandangan al Ghazali adalah menempatkan kebahagian dalam proporsi yang sebenarnya. Kebahagian yang lebih memiliki nilai universal, abadi, dan lebih hakiki itulah yang diprioritaskan (Mujib, 2006).

Dengan demikian tujuan pendidikan Islam yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman, manusia yang shaleh, berkualitas dalam kehidupan pribadi dan sosial.

2. Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Dalam istilah tasawuf, peserta didik seringkali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah “pencari hakikat dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spriritual (mursyid)”. Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari”, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah “penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi”. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib) (Mujib, 2006: 104).

Manusia lahir dengan membawa muatan nilai yang signifikan dalam totalitas kehidupannya, yang disebut potensi (fitrah). Fitrah manusia tidak akan berkembang dan tumbuh dengan baik tanpa adanya bimbingan faktor dari luar. Faktor luar yang paling strategis untuk menumbuh kembangkan potensi manusia adalah lewat pendidikan. Karenanya pendidikan harus memandang anak didik sebagai orang yang belum dewasa dan sedang dalam masa perkembangannya menuju kedewasaan (Rosyadi. 2004: 198)

3. Pendidik

Dalam teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa) (Mujib, 2006:87). Pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan. Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga kerja kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Suwarno, 2006:38).

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan

murrabi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. Kelima istilah tersebut mempunyai tempat tersendiri menurut peristilahan yang pakai dalam pendidikan dalam konteks Islam. Murrabi, merupakan orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.

Mualim, orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjalaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritris dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer imu pengetahuan, internalisasi, serta implementasi (amaliah). Mu’addib yaitu orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan. Mudarris, orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbarharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, membrantas kebodohan mereka, serta

melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya.Mursyid, orang yang mampu menjadi model atau sentral, identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didiknya (Mujib, 2006:92).

Disamping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti istilah ustadz dan al syaykh. Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta

didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri (Mujib, 2006:87).

Al Ghazali memberikan tempat terhormat profesi mengajar. Ia banyak mengutip teks AlQur’an dan al Hadits untuk memperkuat argumentasinya bahwa profesi mmerupakan tugas yang palin utama dan mulia. Al Ghazali, dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin sendiri telah menyejajarkan para pendidik dengan deretan para nabi, sebagaimana ditulis:

“Makhluk (Allah) yang paling utama di atas bumi adalah manusia. Bagian manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah SWT. Maka mengajar ilmu adalah ibadah dan pemenuhan tugas sebagai khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhalifaan Allah yang paling utama. Sebab Allah telah membukakan hati seorang alim untuk menerima suatu pengetahuan dan sifat-sifat-Nya yang paling istimewa. Hati itu bagaikan gudang yang berisi benda-benda yang paling berharga, kemudian ia diberi izin untuk membagikan kepada orang yang membutuhkan. Maka derajat mana yang lebih tinggi dari seorang hamba yang menjudi perantara antara Tuhan dengan makhluk-Nya dalam mendekatkan mereka kepada Allah dan menggiring mereka menuju surge tempat peristirahatan terakhir ” Sholeh (2006: 71-72).

Posisi pendidik yang sangat mulia itu sebagai konsekuensi atas posisi strategis pendidik di tengah komunitas masyarakat. Al Ghazali pun bersepakat bahwa profesi pendidik harus mendapatkan perhatian serius.

4. Kurikulum

Salah satu komponen dalam operasional pendidikan Islam adalah kurikulum. Kurikulum merupakan materi yang diajarkan yang tersusun secara sistematik dan sesuai dengan arah dan tujuan. Tidak hanya itu kurikulum juga merupakan segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak didik untuk belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah, semua itu termasuk dalam kurikulum.

Menurut Dr. Addamadasy Sarhan dan Dr. Munir Kamil, mendefinisikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman-pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olahraga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi anak didiknya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan. Adapun pengertian kurikulum menurut pandangan para ahli pendidikan modern adalah berupa pengalaman belajar, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah (Rosyadi. 2004:244).

Dalam fungsi pendidikan, kedudukan kurikulum sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu ada beberapa fungsi kurikulum (Rosyadi. 2004:245-246) antara lain:

a) Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Fungsi kurikulum adalah sebagai instrumen atau jembatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b) Fungsi kurikulum bagi anak.

Fungsi kurikulum bagi anak yaitu kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun dan disiapkan untuk anak didik sebagai salah satu konsumsi pendidikan mereka. Dengan ini, maka diharapkan mereka akan mendapatkan pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan seiring dengan perkembangan anak guna melengkapi bekal hidupnya.

c) Fungsi kurikulum bagi guru.

Fungsi kurikulum bagi guru yaitu sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasikan pengalaman belajar pada anak didik serta sebagai pedoman evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.

d) Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah.

Kepala sekolah sebagai administrator dan supervisior memiliki tanggung jawab dalam memantau dan memperbaiki kurikulum yang ada sehingga dapat terwujud suatu proses pendidikan dengan baik serta mampu mencapai tujuan yang diharapakan.

e) Fungsi kurikulum bagi orang tua murid.

Fungsi bagi orang tua yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.

f) Fungsi Kurikulum bagi sekolah pada tingkat diatasnya.

Sebagai pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dan untuk penyiapan tenaga baru.

g) Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat atau pemakai lulusan dapat melakukan sekurang-kurangnya dua hal, yaitu: ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan, serta ikut memberikan kritik konstruktif dalam rangka penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan-laapangan kerja.

Karakteristik kurikulum pada pendidikan Islam ialah: a) Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme.

b) Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan dan kandungan-kandungan, metode-metide, alat-alat dan tekniknya.

c) Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya d) Ciri-ciri keseimbangan yang relatif diantara kandungan-kandungan

kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni, atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan yang bermacam-macam (Rosyadi, 2004: 259).

5. Metode

Dalam pelaksanaan pendidikan Islam, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan cara-cara tertentu. Cara-cara tersebut dinamakan dengan metode. Metode merupakan salah satu unsur pendidikan yang perlu diperhatikaan dalam penerapannya.

Dalam buku Rosyadi, (2004: 209) ada beberapa pendapat para ahli pendidikan mengenai pengertian metode sebagai berikut:

a) Prof. Mohd Athiyah al-Abrasy mengartikan metode ialah jalan yang kita ikuti dengan memberi faham kepada murid-murid segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran.

b) Prof. Mohd. Abd. Rohim Ghunainnah mengartikan metode sebagai cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran.

c) Edgar Bruce Wesley mengartikan metode dalam bidang pendidikan sebagai rentetan kegiatan belajar pada murid-murid, atau ia adalah proses yang pelaksanaannya yang sempurna menghasilkan proses belajar, atau ia adalah jalan yang dengannya pengajaran itu berkesan.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, ada unsur-unsur yang sama pada masing-masing pengertian diatas yang pada intinya bahwa metode merupakan cara-cara yang dilakukan untuk bisa mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Metode juga merupakan sarana dalam menyampaikan materi yang telah tersusun secara

sistematik di dalam kurikulum pendidikan sehingga peserta didik mampu memahaminya.

Rosyadi, (2004: 216) menurut Abdurrahman an-Nahlawi, secara lebih spesifik dengan terstruktur mengajukan metode-metode dalam pendidikan Islam sebagai berikut:

a) Metode Hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi b) Metode dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi.

c) Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi. d) Mendidik dengan memberi teladan.

e) Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman.

f) Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan Mau’izhah

(peringatan)

g) Mendidik dengan Targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).

6. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang ada dalam komponen pendidikan, lingkungan ikut serta berperan dalam dunia pendidikan. Lingkungan dibagi menjadi beberapa yaitu lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, kerja, dan lain sebagainya. Masing-masing memiliki peran dalam pembentukan karakter individu. Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang melingkupi proses pendidikan.

Lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan peserta didik. Islam mengakui bahwa firtah (potensi) manusia itu

merupakan dua hal yang saling bertentangan satu sama lain yaitu fitrah untuk berbuat baik (Islam) dan fitrah untuk berbuat jahat (kafir). Dengan demikian lingkungan merupakan saran untuk mengembangkan fitrah. Apabila lingkungan yang melatarbelakangi anak didik itu lebih kondusif dalam mengembangkan fitrah (potensi) secara maksimal, akan terjadi perkembangan yang positif. Apabila lingkungan yang melatarbelakangi perkembangan anak didik itu destruktif dalam mengembangkan fitrah (potensi) itu, akan terjadi sebaliknya, yaitu perkembangan yang negatif (Rosyadi, 2004:296)

Ada beberapa lingkungan yang menjadi tempat berlangsungnya proses pendidikan selain lingkungan sekolah (Daradjat, 2011: 66) antara lain:

a) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang anak kenal. Pendidikan dimulai dari lingkungan keluarga, begitu besar peran dan pengaruh lingkungan tersebut untuk pembentukan pondasi awal anak. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Disini diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi

dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat penting.

b) Lingkungan Asrama

Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki cirri-ciri antara lain: sewaktu-waktu atau dalam waktu tertentu hubungan anak dengan keluarganya menjadi terputus atau dengan sengaja diputuskan dan untuk waktu tertentu pula anak-anak itu hidup bersama anak-anak sebayanya. Setiap asrama mempunyai suasana tersendiri yang amat diwarnai oleh para pendidik atau pemimpinnya dan oleh sebagian besar anggota kelompok dari mana mereka berasal. Seperti: asrama yatim piatu, asrama tampungan untuk anak-anak didik, asrama untuk anak-anak nakal atau anak yang memiliki kelainanan, dan sebagainya. asrama merupakan lingkungan pendidikan yang dibina sedemikian rupa sesuai dengan tujuannya dalam rangka mengembangkan kepribadian anak. Dengan cara-cara dan alat sarana prasarana yang berbeda-beda. Meskipun demikian sedapat mungkin senantiasa mewujudkan suasana kekeluargaan.

c) Lingkungan kerja

Peralihan dari lingkungan keluarga dan sekolah ke lingkungan kerja memakan waktu yang lama. Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan baru yang menuntut berbagai penyesuaian. Bergaul dengan orang-orang baru dan orang dewasa yang berbeda dari yang pernah mereka alami. Dalam pergaulan tersebut terbuka kesempatan untuk

saling mempengaruhi, karenanya segala tingkah laku orang dewasa di lingkungan kerja itu dapat berpengaruh besar atas perkembangan tersebut.

7. Alat pendidikan

Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan metode. Alat pendidikan merupakan media pendidikan, audio Visual Aids, alat peraga, sarana dan prasarana pendidikan dan sebagainya. menurut Roestiyah Nk. dkk.: “media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan (Daradjat. 2011:80).

8. Evaluasi Pendidikan

Evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, selain itu sebagai kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan dan sebagai alat menngukur sampai dimana penguasaan anak didik terhadap bahan pendidikan yang telah diberikan (Rosyadi. 2004: 283).

D. Pembiayaan Pendidikan

Pembangunan dalam sektor pendidikan pada dasarnya sama pentinganya dengan pembangunan sektor ekonomi. Karena tanpa adanya pembangunan pada sektor pendidikan maka sumber daya manusia tidak akan

memiliki kualitas dan kemampuan yang unggul. Tanpa adanya sumber daya manusia yang unggul maka pembangunan dalam bidang ekonomi pun tidak akan berkembang maksimal. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Oleh karena itu, pendidikan tanpa didukung biaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berjalan sesuai harapan.

Biaya pendidikan merupakan komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dasar pemikirannya adalah pendidikan merupakan sumber kunci pembangunan ekonomi dan sekaligus sebagai

outcome proses pembangunan. Kepustakaan sumber ekonomi internasional menerangkan bahwa investasi suatu negara dapat diarahkan untuk pendidikan bangsa. Melalui investasi pendidikan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Pembiayaan pendidikan adalah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan professional guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan peralatan atau mobile, pengadaan alat-alat dan buku-buku pelajaran, alat tulis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervise pendidikan (Mulyono. 2010: 92).

BAB III

ISLAM BERKEMAJUAN MENURUT MUHAMMADIYAH

A. Pengertian 1. Islam

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya sejak zaman Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi musa, Nabi Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup atau terakhir Nabi Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan spiritual, duniawi dan ukhrawi (PP Muhammadiyah, 2010:51).

Islam merupakan agama yang mengimani satu Tuhan yaitu Allah. Islam sebagai salah satu agama yang mayoritas dipeluk oleh penduduk Indonesia. Islam secara bahasa (etimologi) yaitu berserah diri, tunduk, atau patuh. Agama Islam sebagai agama yang terakhir dan agama Islam mengakhiri dan menyempurnakan agama sebelumnya yang dianut hamba-Nya. Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad yaitu Nabi akhir zaman, Islam ialah ajaran yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan yang meliputi bidang-bidang akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah duniawiyah. Islam adalah agama semua nabi-nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama

yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia, agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam (PP Muhammadiyah, 2010:69)

Selain itu Islam merupakan agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah, hal ini sesuai dengan firman Allah Ali Imran ayat 19 :”Sesungguhnya agama (yang benar) disisi Allah adalah Islam”. Islam memiliki keistimewaan diantara agama sebelum-sebelumnya yaitu agama Islam bersifat universal cocok dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat. Selain itu juga sebagai agama satu-satunya yang dibenarkan Allah mencakup seluruh aspek kehidupan seperti; akhlak, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dll.

2. Muhammadiyah

Muhammadiyah secara bahasa (Etimologi) berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Kemudian mendapatkan “ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat Islam yang mengajui dan meyakini bahwa “Muhammad saw” atau “pengikut Muhammad saw”, yaitu semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir (Pasha. 2003:119).

Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan untuk menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Persyarikatan Muhammadiyah ini didirikan oleh

KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 di Kota Yogyakarta. Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran. Islam di Indonesia dan bergerak diberbagai bidang kehidupan umat (Shobahiya, 2006:26).

Dalam kehidupan Muhammadiyah telah berkiprah melewati berbagai fase zaman, dinamika organisasi dilalui dengan keikhlasan dan perjuangan tanpa kenal lelah. Di era penjajahan Muhammadiyah telah berperan dalam pergerakan kebangkitan nasional menuju kemerdekaan Indonesia. Kemudian ketika awal kemerdekaan Muhammadiyah berperan dalam peletakan fondasi bangsa yang berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di era Orde Baru, Muhammadiyah terus berkiprah dan berperan dalam pembangunan bangsa. Pergerakan Muhammadiyah dalam lintasan satu abad itu merupakan perwujudan dari pembaruan (tajdid) yang dipelopori Kyai Haji Ahmad Dahlan selaku pendiri gerakan Islam ini. spirit pembaharuan telah melekat dalam gerakan Muhammadiyah generasi awal untuk memahami dan menerjemahkan kembali ajaran Islam ke dalam kerja-kerja kemanusian dan kemasyarakatan yang mencerahkan. Sikap optimis dan pantang menyerah untuk berjuang mewujudkan Islam dalam pencerahan kehidupan.

Menurut Haedar Nashir, Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam melakukannya secara komprehensif. Aspek-aspek ajaran Islam, yaitu aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah

(kemasyarakatan), tidak dipisah-pisahkan, meskipun dapat dibedakan satu sama lain (Nur, 2000:9).

Semua itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif, Muhammadiyah dengan misinya mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Muhammadiyah akan mampu mewujudkan atau mengaktualisasikan agama Islam menjadi rahmatan lil’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini (Miswanto, 2012:88).

Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sebagai mana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan

Dokumen terkait