• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Komposisi Asam Lemak Lintah Laut (Discodoris sp.)

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid, terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang mempunyai gugus karboksil (COOH) di salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam

lemak pada daging dan jeroan lintah laut (Discodoris sp.) kering menunjukkan bahwa komposisi asam lemak lintah laut tersebut baik daging maupun jeroannya tergolong dalam asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Injeksi campuran asam lemak standar menghasilkan kromatogram (Gambar 10-18), yang masing-masing peak menunjukkan jenis asam lemak tertentu. Kromatogram asam lemak sampel daging dan jeroan lintah laut dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10 Kromatogram asam lemak pada daging lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 3

Gambar 11 Kromatogram asam lemak pada jeroan lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 3

Respon

RT (menit)

Respon

Gambar 12 Standar asam laurat Gambar 13 Standar asam miristat

Gambar 14 Standar asam palmitat Gambar 15 Standar asam stearat

Gambar 16 Standar asam oleat Gambar 17 Standar asam linoleat Respon RT (menit) Respon RT (menit) Respon RT (menit) Respon RT (menit) Respon RT (menit) Respon RT (menit)

Gambar 18 Standar asam linolenat

Gambar 19 Kromatogram EPA dan DHA pada daging lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 3

Respon

RT (menit)

Respon

Gambar 20 Kromatogram EPA dan DHA pada jeroan lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 3

Gambar 21 Standar EPA Gambar 22 Standar DHA

Respon RT (menit) Respon RT (menit) Respon RT (menit)

Nilai Retention time asam lemak pada daging dan jeroan lintah laut (Discodoris sp.) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai retention time asam lemak lintah laut (Discodoris sp.)

No. Jenis asam lemak

Nilai rata-rata retention time

sampel Nilai standar

retention time Daging Jeroan 1 Asam laurat 3,039 ± 0,208 1,392 ± 0,443 3,802 2 Asam miristat 5,729 ± 0,884 4,564 ± 0,311 4,657 3 Asam palmitat 9,942 ± 0,519 13,561 ± 0,118 7,36 4 Asam stearat 8,939 ± 0,223 8,477 ± 0,223 12,205 5 Asam oleat 12,825 ± 0,396 10,589 ± 0,223 13,12 6 Asam linoleat 7,763 ± 0,566 4,976 ± 0,795 15,83 7 Asam linolenat 4,033 ± 0,260 2,994 ± 0,437 19,277 8 EPA 5,747 ± 0,491 5,508 ± 0,406 6,122 9 DHA 7,502 ± 0,113 7,766 ± 0,564 7,838

Jenis asam lemak dalam sampel didapatkan dengan membandingkan peak sampel dan standar asam lemak. Perhitungan konsentrasi masing-masing jenis asam lemak didasarkan pada nilai retention time tiap peak dibagi dengan jumlah konsentrasi sampel yang digunakan dalam 100 gram bahan. Contoh perhitungan asam lemak dapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan Gambar 10 dan 11, terlihat bahwa pada kromatogram asam lemak terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sampel. Setiap uji terdapat kromatogram yang tidak diinginkan (noise) yang dapat mengotori kromatogram. Noise tersebut timbul karena sampel yang diuji tidak dibersihkan dari komponen gizi lainnya seperti karbohidrat, mineral, dan lemak. Sampel yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram dengan banyak peak. Selain itu, noise juga terbentuk akibat adanya pemecahan asam lemak yang tidak sempurna selama hidrolisis lemak berlangsung (Riyadi 2009).

Kromatogram EPA dan DHA sampel daging dan jeroan lintah laut dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. EPA dan DHA dalam sampel didapatkan dengan membandingkan peak sampel dan standar (EPA dan DHA). Perhitungan

konsentrasi EPA dan DHA didasarkan pada luas (area) tiap peak. Injeksi campuran asam lemak standar menghasilkan kromatogram yang masing-masing

peak menunjukkan EPA dan DHA. Contoh perhitungan EPA dan DHA dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Retention time merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari

saat injeksi sampai sampel mencapai peak maksimum (Riyadi 2009). Nilai asam lemak yang terdapat pada daging dan jeroan lintah laut didapatkan dengan cara membandingkan retention time standar asam lemak dengan retention time sampel yang diuji. Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati dengan nilai retention time standar asam lemak. Komposisi asam lemak pada daging dan jeroan lintah laut kering dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5 Komposisi rata-rata asam lemak jenuh daging dan jeroan lintah laut (Discodoris sp.) kering

Asam lemak jenuh Lintah laut (Discodoris sp.) kering

Daging (%) Jeroan (%) Laurat (C12:0) 3,04 1,39 Miristat (C14:0) 5,73 4,56 Palmitat (C16:0) 9,94 13,56 Stearat (C18:0) 8,94 8,48 Total 27,65 27,99

Tabel 6 Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh jamak pada daging dan jeroan lintah laut (Discodoris sp.) kering Asam lemak tak jenuh

tunggal

Lintah laut (Discodoris sp.) kering

Daging (%) Jeroan (%)

Oleat (C18:1) 12,82 10,59

Asam lemak tak jenuh jamak

Linoleat (C18:2) 7,76 4,98

Linolenat (C18:3) 4,03 2,99

Total 24,61 18,56

Berdasarkan Tabel 5 dan 6, terlihat bahwa asam lemak yang terkandung dalam daging dan jeroan lintah laut kering terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat. Asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu oleat serta asam lemak tak jenuh jamak, yaitu linoleat dan linolenat. Asam laurat,

miristat, palmitat dan stearat merupakan asam lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai monogliserida digunakan dalam industri farmasi sebagai antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah sedikit, tidak lebih dari 2%. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit (Jacquot 1962).

Komposisi asam lemak yang dihasilkan dalam penelitian ini juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan (Ozyurt et al. 2006). Selain itu, Keragaman komposisi asam lemak pada daging dan jeroan lintah laut kering dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, pemberian panas, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005). Kandungan asam lemak terkecil yang dapat dideteksi oleh GC adalah asam laurat (C12:0) sebesar 3,04% pada daging dan 1,39% pada jeroan.

Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam laurat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 6,74%. Perbedaan nilai asam laurat ini disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut tersebut. Asam laurat digunakan dalam industri makanan yaitu sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta digunakan juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam laurat bertanggungjawab terhadap naiknya LDL darah dan berhubungan dengan serangan jantung (Mary 1999 diacu dalam Witjaksono 2005).

Kandungan asam miristat (C14:0) pada daging dan jeroan lintah laut adalah sebesar 5,73% dan 4,56%. Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam miristat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 11,73%. Perbedaan nilai asam miristat ini disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut tersebut. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan photoreseptor (Dizhoor 1992 diacu dalam Witjaksono 2005). Diagram batang komposisi asam lemak jenuh daging dan jeroan lintah laut kering dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Kandungan asam lemak jenuh daging dan jeroan lintah laut kering daging jeroan

Berdasarkan Gambar 23, terlihat bahwa kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada jeroan lintah laut, yaitu palmitat (C16:0) sebesar 13,56% dan total asam lemak jenuhnya sebesar 27,99%. Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam palmitat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 13,76%. Perbedaan nilai asam palmitat ini disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut tersebut. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu sebesar 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Winarno 1997). Asam palmitat dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, kardiovaskular dan stroke. Asam palmitat digunakan sebagai bahan baku shampo, sabun lunak dan krim (Nicolosi 1998 diacu dalam Witjaksono 2005).

Kandungan asam stearat (C18:0) yang terdapat pada daging dan jeroan lintah laut yaitu sebesar 8,94% dan 8,48%. Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam stearat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 16,21%. Perbedaan nilai asam stearat ini disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut. Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker, dan obesitas (Grundy 1994 diacu dalam Witjaksono 2005).

Gambar 24 Kandungan asam lemak tak jenuh daging dan jeroan lintah laut kering daging jeroan

Berdasarkan Gambar 24, terlihat bahwa jenis asam lemak tak jenuh tunggal didominasi oleh oleat (C18:1) pada daging dan jeroan lintah laut kering yaitu sebesar 12,82% dan 10,59%. Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam oleat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 15,96%. Perbedaan nilai asam oleat ini disebabkan oleh pergantian spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut. Asam oleat lebih stabil dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah (Muchtadi et al. 1993).

Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) terdiri dari linoleat (C18:2) dan linolenat (C18:3). Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) didominasi oleh linoleat daging lintah laut kering, yaitu sebesar 7,76%. Penelitian Witjaksono (2005) menunjukkan hasil analisis asam linoleat pada lintah laut (Discodoris boholensis) asal perairan Kepulauan Buton sebesar 15,30%. Perbedaan nilai asam linoleat ini disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut. Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju biosintesis DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992). Asam linoleat dimanfaatkan dalam pembuatan kosmetik dan vitamin (Simopoulos 1991 diacu dalam Witjaksono 2005). Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan

oleh tubuh sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-masing asam lemak di dalam tubuh mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 sehingga tidak dapat mensintesis kedua jenis asam lemak tersebut.

Kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi pada daging lintah laut kering seperti oleat dan linoleat sangat berguna bagi tubuh manusia apabila mengkonsumsinya, karena asam lemak tak jenuh yang berasal dari perairan (khususnya lintah laut) memiliki berbagai fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi. Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan (Almatsier 2000).

Berdasarkan Gambar 24, terlihat juga bahwa asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) berantai panjang terdiri dari EPA (C20:5) dan DHA (C22:6). Kandungan EPA dan DHA pada daging lintah laut kering sebesar 8,88% dan 19,39%. Kandungan EPA dan DHA pada jeroan lintah laut kering sebesar 3,18% dan 8,82%. Perbedaan nilai EPA dan DHA ini disebabkan oleh pergantian spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran lintah laut. Selain itu, lintah laut banyak menyimpan cadangan makanan dalam bentuk lemak di dalam rongga perutnya. Lemak pada tubuh makhluk hidup disimpan sebesar 45% di sekililing organ dan rongga perut (Almatsier 2000). EPA sangat penting dalam sistem reproduksi, kekebalan dan syaraf. Fungsi utama EPA adalah produksi prostaglandin yang berfungsi untuk meregulasi metabolisme tubuh yakni kecepatan jantung, tekanan darah, pembekuan darah, kesuburan, pembuahan, meningkatkan fungsi kekebalan untuk regulasi peradangan dan mendorong tubuh untuk melawan infeksi (Muchtadi et al. 1993).

Dokumen terkait