• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2.3. Komposisi Kimia Sel Ganggang

Lipid dan asam lemak merupakan unsur pokok bagi semua tanaman, yang berfungsi sebagai komponen membran, cadangan, metabolit dan sumber energi. Lemak tersusun atas unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Angka dan Suhartono (2000) melaporkan bahwa lipid ganggang Spirulina memiliki kandungan asam lemak tak jenuh berupa asam linoleat sebesar 20% total lipid. Jenis-jenis gula yang menyusun karbohidrat Spirulina yaitu ramnosa (19%), glukan (1.5%), silitol berfosfor (2.5%), glukosamin dan asam muramat (2%), glikogen (0.5%) serta asam sialat (0.5%).

Becker (1994) menyatakan bahwa kandungan lipid rata-rata berbagai ganggang bervariasi antara 1 dan 40%, dan pada kondisi tertentu bisa mencapai 85% dari bobot kering. Lipid ganggang tersusun atas gliserol dan asam lemak dengan jumlah karbon pada rentang C12-C22. Ganggang eukariotik berisi asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan trigliserida mencapai 80% total lipid. Pruvost

et al. (2009) menambahkan bahwa kandungan total lipid Neochloris

oleoabundans cukup tinggi (23% dari bobot kering), produktivitas total lipid

tertinggi yaitu 3,8 g m-2/hari ketika unsur mineral tidak terbatas. Komposisi kimia sel pada ganggang pada dasarnya terdiri atas protein larut, karbohidrat, lipid atau asam lemak dan asam amino. Komposisi kimia beberapa ganggang mikro dalam persen bobot kering dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Ganggang Mikro

Ganggang

Komposisi kimia (% bobot kering) Protein Karbohidrat Lemak Asam

nukleat Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6 Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5 Chlorella pyrenoidosa 57 26 2 Dunaliella salina 57 32 6 Tetraselmis maculata 52 15 3 Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 Spirulina platensis 46-63 8-14 4-9 2-5 Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 3-4.5 Sumber: Becker (1994)

Becker (1994) menemukan bahwa pada kondisi optimum, Dunaliella

mampu mengakumulasi 40% gliserol dari total biomassa, atau berkisar 16 g gliserol m-2/hari. Eksperimen jangka panjang Dunaliella pada skala massal

15 menunjukkan bahwa produksi rata-rata gliserol mencapai 4,5 g m-2/hari dengan salinitas 3,5 M. Setiap jenis ganggang mikro menghasilkan produksi total lipid yang bervariasi sesuai dengan sistem metabolisme atau kondisi fisik lingkungan yang berlangsung. Kandungan total lipid beberapa kelas ganggang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Lipid Beberapa Kelas Ganggang

Kelas ganggang

Total lipid (% bobot

kering)

Kandungan total lipid (%) Hidrokarbon (% bobot kering) Lipid netral Gliko- lipid Phospho-lipid Chlorophyceae 1-70 21-66 6-62 17-53 0,03-1,00 Chrysophyceae 12-72 Rhodophyceae 41-58 42-59 Cyanophyceae 2-23 11-68 12-41 16-50 0,005-0,60 Euglenophyceae 17 Bacillariophyceae 1-39 14-60 13-44 10-47 0,20-0,70 Sumber: Borowitzka dan Borowitzka (1988)

Sel ganggang mikro tidak hanya mengandung lipid tetapi juga unsur penting laninnya. Arad dan Spharim (1998) menyatakan bahwa Spirulina,

Chlorella, Dunaliella, dan Scenedesmus mengandung protein yang tinggi.

Chlorella mengandung protein sebesar 50% atau lebih, dan Spirulina

mengandung total protein yang mencapai 70% dari biomassanya. McKinney (2004) melaporkan bahwa hasil uji massa sel ganggang mengandung 45-50% karbon pada fraksi organiknya dan hidrogen berkisar 6.8-9%. Kandungan nitrogen menunjukkan variasi yang besar, dari 2-11%. Unsur utama lainnya, oksigen, rata-rata 32-37%.

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang

Pada dasarnya keberlangsungan hidup ganggang mikro dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu intensitas cahaya, suhu, hara, salinitas dan pH. Sebagai organisme fotoautotrof, ganggang mikro tergantung pada ketersediaan cahaya agar bisa melakukan proses fotosintesis. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi akivitas ganggang mikro. McKinney (2004) menyatakan bahwa ganggang mikro menggunakan cahaya sebagai sumber energi untuk sintesis sel protoplasma. Pigmen fotosintesis yang ada pada ganggang akan mengubah energi cahaya

16 menjadi energi kimia lewat transfer elektron. Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1988), proses fotosintesis pada Chlorella membutuhkan intensitas cahaya yang relatif rendah, berkisar 4.000-30.000 luks, sesuai dengan strain.

McKinney (2004) menyatakan bahwa ganggang mempunyai batas jenuh serapan cahaya yaitu 600 cahaya lilin. Di atas batas jenuh cahaya, ganggang tidak mampu menggunakan cahaya tambahan. Di bawah batas jenuh cahaya, proses metabolisme ganggang terhambat. Angelier (2003) menyatakan bahwa kebutuhan intensitas cahaya optimum bervariasi antara satu spesies dengan yang lain, yaitu rendah (100 µE/m2

/s) pada Cyanophyceae seperti Anabaena cylindrica, dan tinggi (lebih dari 300 µE/m2

/s) pada Chlorophyceae misal Monoraphidium minutum. Pasokan CO2 merupakan hal yang penting untuk keberlangsungan hidup ganggang, khususnya dalam aktivitas fotosintesis. Packer (2009) menyatakan bahwa melalui proses fotosintesis, ganggang mikro menggunakan energi matahari untuk mengubah CO2 menjadi biomassa dan membentuk karbohidrat, lipid, dan protein (Jorquera et al., 2010).

Faktor lingkungan ketiga yang mempengaruhi pertumbuhan ganggang mikro adalah suhu. Nilai maksimum laju fotosintesis berlangsung cepat pada suhu berkisar 25-40 oC (Reynolds, 1990). Richmond (1988) menyatakan bahwa

Spirulina dapat tumbuh pada suhu optimum antara 35 dan 37 °C, dan

pertumbuhannya terhambat pada suhu 40 °C. Beberapa Spirulina sp. dapat hidup pada suhu minimum sekitar 18 °C. Darley (1982) menyatakan bahwa beberapa diatom antartika mampu bertahan hidup pada suhu antara 4-6 °C dan mati pada suhu sekitar 7-12 °C, sedangkan isolat diatom yang diisolasi dari wilayah tropika akan mati pada lebih rendah dari 17 °C. Araújo dan Garcia (2005) melaporkan bahwa pada suhu antara 20 dan 25 °C, nilai nutrisi dari diatom Chaetoceros cf.

wighamii meningkat karena produksi lipid, karbohidrat, dan protein yang tinggi.

Becker (1994) menyatakan bahwa pH medium biakan merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan ganggang. Nilai pH mencerminkan kelarutan karbondioksida dan mineral dalam medium dan mempengaruhi metabolisme ganggang secara langsung maupun tidak langsung. Syahri (2009) menyebutkan bahwa ganggang umumnya hidup dengan baik pada pH netral.

17

Cyanidium tumbuh secara optimum pada pH 2.0, sedangkan Spirulina hidup baik

pada nilai pH antara 9 dan 11 (Becker, 1994).

Garam inorganik terlarut di air laut maupun air tawar mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton terkait fungsinya dalam menentukan komposisi sel atau aktivitas osmotik fitoplankton. Aktivitas osmotik dari padatan terlarut juga mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton. Sebagian besar spesies dari danau yang tenang menghendaki konsentrasi garam total lebih rendah dari 100-200 ppm (0,1-0,2 ‰). Beberapa spesies air tawar dan laut dapat tumbuh dengan baik pada salinitas berkisar 35 ‰ atau lebih, namun beberapa spesies menghendaki salinitas yang lebih rendah yaitu 4-20 ‰. Fitoplankton air pantai menghendaki salinitas optimum yaitu 20-25 ‰ (Darley, 1982). Araújo dan Garcia (2005) menambahkan bahwa salinitas 25 ‰ cukup baik bagi pertumbuhan dan komposisi kimia dalam protein, lipids, dan karbohidrat diatom Chaetoceros cf. wighami. Kandungan protein akan berkurang pada salinitas 35 ‰.

2.5. Ganggang Mikro sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN)

Menurut Apriyantono (2006), dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Per Pres) No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut, sasaran peranan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) dalam konsumsi energi nasional ditargetkan lebih dari 5% pada tahun 2025. Bahan bakar nabati yang dimaksud meliputi biodiesel dan bioetanol (untuk pengganti premium).

Biodisel merupakan bahan bakar nabati dari minyak nabati yang baru maupun minyak nabati bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi maupun esterifikasi. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa berupa komponen pati atau selulosa. Bahan baku yang dapat diolah menjadi bahan bakar nabati (bioenergi) yaitu minyak sawit, minyak kelapa atau tetes tebu, dan diambil minyak ataupun patinya (Hambali et al., 2007).

Biomassa ganggang mikro dapat dimanfaatkan sebagai bioenergi. Produksi minyak dari ekstraksi ganggang mikro yang cukup tinggi dapat dijadikan bahan

18 baku pembuatan bahan bakar nabati (bioenergi). Hossain et al. (2008) menyatakan bahwa ganggang mikro merupakan sumber cadangan biodisel tertinggi. Ganggang mikro menghasilkan minyak 25 kali lebih besar dari kacang kedelai dan 7-31 kali lebih besar dari minyak kelapa sawit. Produksi minyak dari beberapa jenis ganggang mikro disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Minyak Beberapa Jenis Ganggang Mikro Jenis Ganggang Mikro Minyak (% bobot kering)

Botryococcus braunii 25-75 Chlorella sp. 28-32 Crypthecodinium cohnii 20 Cylindrotheca sp. 16-37 Dunaliella primolecta 23 Isochrysis sp. 25-33 Nannochloris sp. 20-35 Nannochloropsis sp. 31-68 Neochloris oleoabundants 35-54 Nitzschia sp. 45-47 Phaeodactylum tricornutum 20-30 Schizochytrium sp. 50-77 Tetraselmis sueica 15-23 Sumber: Chisti (2007)

2.6. Metode Produksi Biomassa Ganggang Mikro pada Skala Lapang

Produksi biomassa dalam skala lapang memerlukan metode yang tepat agar hasil yang dicapai maksimum. Ada 2 metode yang dikenal dalam produksi biomassa ganggang mikro dalam skala lapang yaitu: kolam raceways dan fotobioreaktor. Informasi kedua metode ini disarikan dari laporan Chisti (2007).

Sebuah kolam raceway dibuat dari saluran resirkulasi rangkaian tertutup, yang biasanya mempunyai kedalaman 0,3 m. Pencampuran dan sirkulasi diperoleh dari suatu roda penggerak (seperti turbin). Aliran diarahkan di sekitar cekungan, yang ditempatkan di saluran aliran. Sepanjang hari, biakan diberikan makanan secara kontinu di depan roda penggerak. Biakan dipanen di belakang roda penggerak pada akhir rangkaian sirkulasi. Roda penggerak beroperasi sepanjang waktu untuk mencegah sedimentasi (pengendapan). Desain tampak depan sebuah kolam raceway disajikan pada Gambar 1.

19 Gambar 1. Tampak depan kolam raceway (Sumber: Chisti, 2007).

Pada raceway, pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu berfluktuasi seiring dengan siklus harian dan musiman. Sistem raceway dapat memanfaatkan karbon dioksida lebih efisien daripada fotobioreaktor. Produktivitas dipengaruhi oleh kontaminasi ganggang yang tidak diinginkan dan organisme pemakan ganggang. Konsentrasi biomassa masih rendah karena campuran nutrisi pada sistem raceways sedikit dan tidak dapat bertahan pada zona optik yang gelap. Metode raceway dianggap lebih ekonomis dibandingkan fotobioreaktor, karena membutuhkan sedikit biaya untuk membangun dan mengoperasikannya. Metode ini memiliki produktivitas biomassa lebih rendah dibandingkan fotobioreaktor.

Pada dasarnya, kultur ganggang mikro dapat berlangsung pada sistem fotobioreaktor, untuk jangka waktu yang lama. Sebuah fotobioreaktor tubular terdiri atas sebuah larikan lurus berupa tabung transparan yang terbuat dari plastik atau kaca. Larikan tubular, atau kolektor surya, adalah ruang dimana sinar matahari ditangkap. Tabung kolektor surya umumnya berdiameter 0,1 m atau kurang. Diameter tabung terbatas karena cahaya tidak bisa menembus terlalu dalam ke biakanyangpadat. Media ganggang mikro dialirkan dari reservoir (yaitu

20 kolom degassing) ke kolektor surya dan kembali ke reservoir. Sebuah desain fotobioreaktor disajikan pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2. Fotobioreaktor di Pusat Produksi Ganggang Algomed, Klötze, Jerman (Sumber: Santosa, 2010, tidak dipublikasikan).

Fotobioreaktor memerlukan pendinginan sepanjang hari. Pengendalian suhu sangat dibutuhkan pada malam hari, sehingga kehilangan biomassa dapat diperkecil. Tabung luar fotobioreaktor didinginkan dengan menggunakan pengatur suhu. Kumparan pengatur suhu ditempatkan pada kolom degassing.

21 Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara metode fotobioreaktor dan

raceway pada produksi biomassa ganggang mikro, pada tingkat produksi 100 ton

biomassa per tahun. Kedua metode tersebut membutuhkan karbon dioksida dalam jumlah yang sama. Kehilangan CO2 ke atmosfer pada kedua sistem tersebut diabaikan. Fotobireaktor menghasilkan minyak lebih besar per hektar daripada kolam raceway. Hal ini dikarenakan produktivitas biomasssa volumetrik dari fotobioreaktor 13 kali lipat lebih besar dibandingkan kolam raceway.

Tabel 4. Perbedaan Produksi antara Metode Raceway dan Fototobireaktor

Sumber: Chisti (2007) Keterangan:

a

berdasarkan fasilitas area. b

berdasarkan area kolam aktual. c

berdasarkan area proyek tabung fotobioreaktor. d

berdasarkan 70% dari bobot minyak dalam biomassa. e

berdasarkan 30% dari bobot minyak dalam biomassa.

Variabel Fotobioreaktor Raceway ponds

Produksi Biomassa tahunan (kg) 100.000 100.000 Produksi volumetrik (kg m-3/hari) 1,535 0,117 Produktivitas areal (kg m-2/hari) 0,048

a

0,072c 0,035

b Konsentrasi biomassa dalam broth

(kg m-3) 4,00 0,14 Kebutuhan lahan (m-2) 5.681 7.828 Hasil minyak (m3 ha-1) 136,9 d 58,7e 99,4d 42,6e

Konsumsi CO2 per tahun (kg) 183,333 183,333

22

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB dan Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Indonesian Center for Biodiversity and Biotecnology

(ICBB), Cilubang Nagrak, Situgede, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2010 sampai dengan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk melangsungkan penelitian ini adalah isolat ganggang mikro koleksi ICBB dan beberapa jenis bahan kimia. Media biakan ganggang mikro yang digunakan adalah media standar BG11 dan media M4. Media BG11 digunakan dalam tahap peremajaan dan media beberapa konsentrasi media M4 digunakan dalam kultivasi isolat ganggang mikro.

Tabel 5. Komposisi Media Standar

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, autoklaf, gelas ukur, shaker, laminair flow, spektrofotometer, neraca analitik, pipet mikro, kertas saring, ruang asam, penangas dan botol bening (wadah biakan).

Media BG 11 Komposisi (g/L) Media M4 Komposisi (g/L) NaNO3 1,5 NaNO3 1,5 K2HPO4 0,04 KH2PO4 0,049 MgSO4.7H2O 0,02 MgSO4 0,0366 CaCl2.2H2O 0,036 CaCl2 0,0271

Citric Acid 0,006 Citric Acid 0,006

Fe-ammonium citrate 0,006 Fe-ammonium citrate 0,006

EDTA 0,001 EDTA 0,001

Na2CO3 0,075 Na2CO3 0,02

Hara Mikro 1 ml Hara Mikro 1 ml

Komposisi Hara Mikro Komposisi Hara Mikro

H3BO3 2,86 H3BO3 2,86 MnCl2.4H2O 1,81 MnCl2 0,1485 ZnSO4.7H2O 0,222 ZnSO4 0,1245 Na2MoO4.2H2O 0,079 Na2MoO4.2H2O 0,0506 CuSO4.5H2O 0,39 CuSO4 0,0506 Co(NO3)2.6H2O 0,049 CoCl2.6H2O 0,043

23

3.3. Rancangan Penelitian

Pengaruh perlakuan konsentrasi media terhadap pertumbuhan 4 isolat ganggang mikro dalam 50 ml media selama 31 hari ditetapkan berdasarkan nilai OD dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal. Satu perlakuan dengan 5 taraf (0,75 M4; M4; 1,25 M4; 1,50 M4; 1,75 M4) dan diulang 3 kali sehingga didapat 15 unit percobaan untuk masing-masing isolat ganggang mikro.

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan ganggang mikro didasarkan hasil analisis keragaman (ANOVA) dengan membandingkan nilai F hitung terhadap F Tabel pada selang kepercayaan 95% dan 99% dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + εij

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan konsentrasi media ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum

αi : pengaruh perlakuan konsentrasi media ke-i βj : pengaruh ulangan ke-j

εij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan konsentrasi media ke-i dan ulangan ke-j

i : perlakuan konsentrasi media ke-1, 2, 3, 4, dan 5 j : ulangan 1, 2, dan 3

 Apabila nilai F hitung < dari F Tabel, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.

 Apabila nilai F hitung > dari F Tabel, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata dianalisis lanjut dengan uji Duncan (DMRT).

24

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alur penelitian. Persiapan sampel

ganggang mikro

Analisis produksi kadar lipid

Kultur ganggang mikro pada media optimum skala lapang (150 L)

Peremajaan isolat ganggang mikro 4 isolat Kultivasi ganggang mikro 4 isolat (50 ml) Analisis produksi kadar gula total

Kultivasi ganggang mikro (2 L)

25

3.4.1. Persiapan Sampel

Tahapan persiapan dilakukan dengan mengambil 4 isolat ganggang mikro yang akan dijadikan objek perlakuan dalam penelitian. Isolat ganggang mikro yang dipilih belum pernah diteliti sebelumnya. Selanjutnya, isolat ganggang mikro digunakan untuk tahap peremajaan. Isolat ganggang mikro tersebut berasal dari koleksi Indonesian Center for Biodiversity and Biotecnology (ICBB). Isolat yang digunakan yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113, dan ICBB 9114.

3.4.2. Peremajan Isolat Ganggang Mikro

Tahapan peremajaan dilakukan terhadap 4 isolat ganggang mikro yang telah ditumbuhkan di dalam wadah biakan. Tahap ini diawali dengan mempersiapkan media standar BG11. Kemudian 2 ml isolat diinokulasikan ke dalam 50 ml media BG11 di dalam botol bening berukuran ± 100 ml. Selanjutnya isolat diinkubasikan dengan cara digoyang (shaker) selama 3 minggu.

3.4.3. Kultivasi Ganggang Mikro Skala Laboratorium

Tahapan ini dilakukan dengan mengkultivasi isolat ganggang mikro dalam 5 konsentrasi M4. Lima komposisi media M4 yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,75 kali kompsosisi media standar m4 (0,75 M4), M4, 1,25 M4, 1,50 M4 dan 1,75 M4. Kemudian 3 ml dari masing-masing isolat yang telah diremajakan diinokulasikan kembali ke dalam 5 konsentrasi media M4 dengan volume 50 ml dan diinkubasikan selama 31 hari. Kelima komposisi perlakuan konsentrasi media M4 disajikan pada Tabel 6.

26 Tabel 6. Komposisi Konsentrasi Media M4

Media M4 Komposisi (g/L) Perlakuan 0.75 M4 1 M4 1.25 M4 1.5 M4 1.75 M4 g/L NaNO3 teknis 1,50 1,125 1,50 1,875 2,25 2,625 KH2PO4 teknis 0,0313 0,0235 0,0313 0,0391 0,0470 0,0548 MgSO4 0,0366 0,0275 0,0366 0,0458 0,0549 0,0641 CaCl2 teknis 0,0271 0,0203 0,0271 0,0339 0,0407 0,0474 Ctric acid teknis 0,006 0,0045 0,006 0,0075 0,009 0,0105 Fe-amonium

citrate 0,006 0,0045 0,006 0,0075 0,009 0,0105 EDTA teknis 0,001 0,00075 0,001 0,0013 0,0015 0,0018 Na2CO3 teknis 0,02 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 Hara mikro (ml) 1 0,75 1 1,25 1,50 1,75

3.4.4. Kultivasi Skala Lapang

Penelitian ini difokuskan pada kultivasi biakan ganggang mikro pada skala lapang dalam kolam raceway dengan volume media 150 L, yang dapat dilihat pada Gambar 4. Pada awalnya, biakan ganggang mikro yang ditumbuhkan sebanyak 2 L. Tahapan ini bertujuan mengetahui pertumbuhan ganggang mikro pada kondisi lingkungan terbuka. Berdasarkan pembacaan kurva pertumbuhan diperoleh persamaan garis linier yang merupakan hubungan antara waktu pertumbuhan (x) dan kepadatan sel (y). Persamaan linier digunakan untuk menentukan OD minimum dan volume biakan yang ditambahkan pada hari ke-0 sehingga target panen 2 hari tercapai.

Biomassa ganggang mikro dipanen setelah kepadatan sel atau pertumbuhan yang dipresentasikan OD minimum mencapai 0,50 setelah 2 hari. Proses panen dilakukan 3 kali untuk setiap isolat ganggang mikro. Selanjutnya, dilakukan analisis produksi lipid maupun karbohidrat dari biomassa.

Proses pemisahan biomassa ganggang mikro dari larutan media dilakukan dengan sentrifugasi pada 3500 rpm selama 10 menit. Selanjutnya, supernatan dibuang dan endapan biomassa disimpan dalam oven (80 oC) selama 1 malam hingga kering untuk mendapatkan biomassa kering.

27 Gambar 4. Kultivasi ganggang mikro pada kolam raceway.

3.4.5. Analisis Kadar Lipid

Tahapan ini bertujuan untuk mengekstraksi kandungan lipid ganggang mikro sebagai dasar optimasi konsentrasi media. Analisis lipid dilakukan dengan metode chemical solvent oil extraction, yaitu dengan menggunakan bahan kimia sebagai pelarut (Bligh dan Dyer, 1959). Pelarut kimia tersebut berupa metanol dan chloroform dengan perlakuan: tabung reaksi kosong ditimbang dan dicatat beratnya; biomassa kering ganggang mikro yang telah telah diketahui beratnya ditambahkan dengan 4 ml akuades bebas ion; ditambahkan 10 ml metanol dan 5 ml chloroform; dishaker kembali selama 1 malam; ditambahkan kembali 5 ml aquadest bebas ion + 5 ml chloroform; disentrifus 3500 rpm selama 10 menit; diambil endapan lipid dan selanjutnya diletakkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan untuk menghilangkan pelarut kimia yang ditambahkan sebelumnya. Perhitungan % total lipid ganggang mikro adalah:

% Total lipid =

Keterangan: Lw = Bobot lipid (g), Bw = Bobot biomassa (g) Lw

Bw

28

3.4.6. Analisis Kadar Gula Total (Available Carbohydrate)

Ganggang mikro merupakan organisme yang mampu berfotosintesis. Hasil dari proses fotosintesis adalah senyawa gula seperti glukosa. Pengukuran kadar gula total (karbohidrat) ganggang mikro didasarkan pada absorban dari hasil pewarnaan larutan standar dan sampel (biomassa kering ganggang mikro) dengan menggunakan spektrofotometer. Metode yang digunakan adalah metode Cleg-Anthrone (Cleg, 1956). Prinsip dari metode ini adalah ekstraksi sampel menggunakan asam perklorat; pati yang terhidrolisis bersama-sama dengan gula-gula yang larut direaksikan dengan Anthrone dalam asam sulfat pekat akan menghasilkan warna biru-kehijauan yang khas.

3.4.6.1. Pembuatan Larutan dan Kurva Standar

Larutan standar glukosa dibuat dalam satuan ppm (part per million) yaitu: 0 ppm (blangko), 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm. Masing-masing larutan dicampur dengan 2,5 ml pereaksi Anthrone 0,1% dalam H2SO4 pekat dalam tabung reaksi dan dikocok homogen. Serapan masing-masing konsentrasi larutan glukosa diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 630 nm.

3.4.6.2. Tahapan Persiapan Larutan Sampel

Persiapan larutan sampel diawali dengan mengeskstrak kadar gula sampel (biomasssa kering ganggang mikro) dengan menggunakan pereaksi asam perklorat dan Anthrone. Biomassa ganggang mikro sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan ditempatkan ke dalam gelas ukur dengan volume 50 ml. Ditambahkan 10 ml air dan diaduk dengan spatula. Kemudian ditambahkan 6,5 ml asam perklorat 52%. Diaduk kembali untuk mendispersikan sampel seluruhnya. Spatula dibilas di atas larutan dan diencerkan menjadi 50 ml. Larutan dicampur homogen, disaring dengan kertas saring atau kapas; dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml; dan diencerkan sampai tanda tera.

29

3.4.6.3. Penetapan Kadar Gula Total Ganggang Mikro

Filtrat jernih di dalam labu takar 100 ml diambil sebanyak 5 ml; diencerkan menjadi 50 ml, dipipet 1 ml, kemudian dicampur cepat dengan 2,5 ml pereaksi Anthrone 0,1% dalam asam sulfat pekat ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung reaksi ditutup (digunakan alumunium foil) dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 0C selama 12 menit. Absorban masing-masing ekstrak ganggang mikro diukur dengan spektrofotometer pada λ 630 nm. Berdasarkan pembacaan kurva standar akan diperoleh persamaan garis linier yang merupakan hubungan antara konsentrasi larutan standar (x) dengan absorbans (y).

Perhitungan % gula total biomassa ganggang mikro adalah:

Kandungan glukosa (mg/kg) =

Keterangan: fp = faktor pengenceran, m = bobot sampel (g) Konsentrasi glukosa (mg/L) x fp

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Optimasi Media Pertumbuhan Ganggang Mikro

Ganggang mikro membutuhkan media yang memiliki hara yang cukup agar pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik. Kebutuhan hara itu mencakup hara makro maupun mikro. Hara yang dibutuhkan setiap tumbuhan khususnya ganggang mikro berbeda satu sama lain. Untuk itu tahap inokulasi dilakukan pada beberapa konsentrasi media sehingga dapat dilihat pengaruh konsentrasi media bagi pertumbuhan ganggang mikro. Pada awalnya, setiap ganggang mikro ditumbuhkan dalam 50 ml media M4 selama 31 hari. Laju pertumbuhan setiap ganggang mikro dapat dilihat pada Gambar 5a hingga 5d.

Gambar 5a. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111.

Gambar 5b. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112.

-0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 7 11 15 19 23 27 31 O D λ 6 2 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 7 11 15 19 23 27 31 O D λ 63 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4

31 Gambar 5c. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9113.

Gambar 5d. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9114. Vertikal bar menyatakan standar error. (n=3)

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan laju pertumbuhan ganggang mikro pada beberapa konsentrasi media M4 sangat bervariasi. Pada konsentrasi hara nitrogen tertinggi atau 1,75 kali komposisi media standar, laju pertumbuhan ganggang mikro terendah. Syahri (2009) menemukan bahwa pada konsentrasi hara tinggi terutama nitrogen pada 40 mM secara umum laju pertumbuhan ganggang mikro terhambat sedangkan pada konsentrasi standar menghasilkan laju pertumbuhan ganggang mikro tertinggi.

-0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 7 11 15 19 23 27 31 O D λ 63 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 7 11 15 19 23 27 31 O D λ 6 2 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4

32

4.2. Penetapan Konsentrasi Media Optimum untuk Setiap Isolat

Dokumen terkait