• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi lipid dan karbohidrat ganggang mikro asal sawah dan perairan tawar yang dikultivasi pada skala lapang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi lipid dan karbohidrat ganggang mikro asal sawah dan perairan tawar yang dikultivasi pada skala lapang"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

i

PRODUKSI LIPID DAN KARBOHIDRAT

GANGGANG MIKRO ASAL SAWAH DAN PERAIRAN TAWAR YANG DIKULTIVASI PADA SKALA LAPANG

SILVESTER ARDILES A14060925

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

SILVESTER ARDILES. Produksi Lipid dan Karbohidrat Ganggang Mikro Asal Sawah dan Perairan Tawar yang Dikultivasi pada Skala Lapang. Dibimbing oleh

DWI ANDREAS SANTOSA dan UNTUNG SUDADI.

Produksi bioenergi sebagai alternatif bahan bakar minyak (BBM) membutuhkan biomassa sebagai bahan baku. Dengan laju pertumbuhan yang sangat cepat, ganggang mikro sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bioenergi dengan mengekstrak lipid dan karbohidrat dari biomassanya.

Penelitian ini diawali dengan kultivasi skala laboratorium dari 4 isolat ganggang mikro (ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114) dalam 50 ml media dengan 5 konsentrasi berbeda, yaitu: 0,75 kali komposisi media standar M4 (0,75 M4), M4, 1,25 M4, 1,50 M4, dan 1,75 M4. Komposisi media standar M4 yang digunakan (g/L): 1,5 NaNO3, 0,049 K2HPO4, 0,0366 MgSO4, 0,0271 CaCl2, 0,006 Citric Acid, 0,006 Fe-ammonium citrate, 0,001 EDTA, 0,02 Na2CO3 dan 1 ml hara mikro dengan komposisi (g/L): 2,86 H3BO3, 0,1485 MnCl2, 0,1245 ZnSO4, 0,0506 Na2MoO4.2H2O, 0,0506 CuSO4 dan 0,043 CoCl2.6H2O.

Laju pertumbuhan ganggang mikro pada skala laboratorium bervariasi pada berbagai komposisi media standar. Berdasarkan hasil analisis ragam, uji lanjut Duncan dan grafik pertumbuhan, media optimum untuk kultivasi pada skala lapang yaitu 0.75 M4 untuk ganggang mikro ICBB 9112 dan ICBB 9114 serta M4 untuk ganggang mikro ICBB 9111 dan ICBB 9113. Pertumbuhan ganggang mikro lebih cepat pada skala lapang daripada skala laboratorium. Produktivitas rata-rata biomassa ganggang mikro ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114 setelah dibiakkan selama 2 hari pada skala lapang secara berurutan yaitu 0.28, 0.21, 0.26 dan 0.32 g/L. Produksi lipid tertinggi dihasilkan oleh isolat ICBB 9114 (32% w/w) dengan media 0.75 M4 dan produksi karbohidrat tertinggi diperoleh dari isolat ICBB 9113 (44% w/w) dalam media M4. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pada saat produksi lipid ganggang mikro tinggi, produksi karbohidratnya lebih rendah dan sebaliknya.

(3)

iii

SUMMARY

SILVESTER ARDILES. Lipid and Carbohydrate Production of Rice Field and Freshwater Isolated-Microalgae Cultivated in Field Scale. Supervised by

DWI ANDREAS SANTOSA and UNTUNG SUDADI.

Production of bioenergy as an alternative for oil fuel requires biomass as raw material. With an extremely rapid growth rate, microalgae is potential to be developed as a source of bioenergy by extracting lipids and carbohydrates from its biomass.

This research was initiated by a laboratory-scale cultivation of 4 isolates of microalgae (ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113, and ICBB 9114) in 50 ml medium with 5 different concentrations, i.e. 0.75 times the standard media M4 composition (0.75 M4), M4, 1.25 M4, 1.50 M4, and 1.75 M4. The composition of M4 standard media (g/L): 1.5 NaNO3, 0.049 K2HPO4, 0.0366 MgSO4, 0.0271 CaCl2, 0.006 citric acid, 0.006 Fe-ammonium citrate, 0.001 EDTA, 0.02 Na2CO3 and 1 ml micro nutrient with composition (g/L): 2.86 H3BO3, 0.1485 MnCl2, 0.1245 ZnSO4, 0.0506 Na2MoO4.2H2O, 0.0506 CuSO4, and 0.043 CoCl2.6H2O.

The laboratory scale growth-rates of microalgae at different compositions of standard media were varied. Based on the results of analysis of variance, Duncan's Multiple Range Test, and growth chart, the optimum medium for the field-scale cultivation were 0.75 M4 for microalgae ICBB 9112 and ICBB 9114, and M4 for microalgae ICBB 9111 and ICBB 9113. The growth rate of micro-algae at field scale was faster than those at laboratory one. The average biomass productivity of microalgae ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113, and ICBB 9114 after cultivated for 2 days at field scale were, respectively, 0.28, 0.21, 0.26, and 12.32 g/L. The highest lipid production was produced by isolate ICBB 9114 (32% w/w) at 0.75 M4 medium, and the highest carbohydrate production was obtained from isolate ICBB 9113 (44% w/w) at M4 media. This result indicates that when the microalgae lipid production is high, the corresponding carbohydrate production is lower and vice versa.

(4)

iv

PRODUKSI LIPID DAN KARBOHIDRAT

GANGGANG MIKRO ASAL SAWAH DAN PERAIRAN TAWAR YANG DIKULTIVASI PADA SKALA LAPANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

SILVESTER ARDILES A14060925

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

v

Judul Penelitian: Produksi Lipid dan Karbohidrat Ganggang Mikro Asal Sawah dan Perairan Tawar yang Dikultivasi pada Skala Lapang

Nama : Silvester Ardiles

NIM : A14060925

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.Sc.) (Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc.) NIP. 19620927 198811 1 001 NIP. 19621020 198903 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blangkejeren, Aceh Tenggara pada tanggal 11 Januari 1988 sebagai anak pertama dari pasangan T. Hasugian dan R. Siagian.

Penulis menempuh pendidikan dasar selama 6 tahun di SD Inpres 116875 (1994-2000). Penulis melanjutkan studi menengah pertama di SLTP RK. Bintang Timur Rantau Prapat selama 3 tahun (2000-2003). Kemudian penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 1 Rantau Utara (2003-2006). Penulis melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti aktivitas organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT IPB) dan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB di Komisi Pelayanan Khusus (KOPELKHU-PMK IPB). Penulis menjadi anggota dan menjabat sebagai kepala bidang pelayanan pelawatan yang menggerakkan anggota KOPELKHU untuk menghibur atau melawat ketika mahasiswa khususnya mahasiswa/i kristen IPB mengalami sakit atau duka cita (2008-2010).

(7)

i

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan rasa syukur dan pujian ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Produksi Lipid dan Karbohidrat Ganggang Mikro Asal Sawah dan Perairan Tawar yang Dikultivasi pada Skala Lapang”.

Pada kesempatan ini penulis berkeinginan menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta, Bapak T. Hasugian, Mama R. Siagian, Adik Alan Sandri Hasugian, Adik Helmina Triara Hasugian, Adik Reza Rejeki Hasugian, dan Adik Rian Ariadi Hasugian. Segala ketekunan doa, kebersamaan, semangat dan kasih sayang yang tidak terpisahkan bagi hidup penulis, khususnya dalam menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

2. Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.Sc. dan Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, teladan, nasihat, pengajaran, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan dalam menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc, atas kesediaannya menguji pada ujian skripsi dan atas segala saran serta nasihat yang sangat membangun.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen DITSL yang telah memberikan pengajaran, pengalaman, motivasi dan teladan kepada penulis.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan di MSL angkatan 43. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan penghargaan yang telah diberikan. terkhusus kepada cha-cha dalam pelaksanaan penelitian.

6. Teman-teman di KOPELKHU, khususnya teman-teman di bidang pelawatan KOPELKHU.

(8)

ii

8. Teman-teman di Pondok Syalom: Doli, Karno, Alex, Dhimas, Zega, Riferson, Holan, Rudy, Sabda, dan Rifal.

9. Seluruh teman-teman PMK IPB.

10. Mbak Yo dan Mbak Desi yang memberikan bantuan dan pengajaran. 11. Para laboran dan staf terutama Pak Djito, Bu Julaeha, Bu Asih dan Bu

Yeti.

12. Para manager dan staf ICBB: Bu Yanti, Mbak Salma, Teteh, Iki, Mbak Ike, Mas Yono, Mas Wito, Mas Puput, Mas Kis dan Mang Dadang.

Kiranya Tuhan yang Maha Kuasa melimpahkan rahmat dan menyertai hati dan pikiran kita semua.

Bogor, Januari 2011

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 7

1.1. Latar Belakang ... 7

1.2. Tujuan Penelitian ... 8

1.3. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Ganggang... 9

2.2. Ganggang di Ekosistem Persawahan dan Perairan Tawar ... 13

2.3. Komposisi Kimia Sel Ganggang ... 14

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang... 15

2.5. Ganggang Mikro sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN) ... 17

2.6. Metode Produksi Biomassa Ganggang Mikro pada Skala Lapang ... 18

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2. Bahan dan Alat ... 22

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 24

3.4.1. Persiapan Sampel ... 25

3.4.2. Peremajan Isolat Ganggang Mikro ... 25

3.4.3. Kultivasi Ganggang Mikro Skala Laboratorium ... 25

3.4.4. Kultivasi Skala Lapang... 26

(10)

iv

3.4.6. Analisis Kadar Gula Total (Available Carbohydrate)... 28

3.4.6.1. Pembuatan Larutan dan Kurva Standar ... 28

3.4.6.2. Tahapan Persiapan Larutan Sampel ... 28

3.4.6.3. Penetapan Kadar Gula Total Ganggang Mikro ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1. Optimasi Media Pertumbuhan Ganggang Mikro ... 30

4.2. Penetapan Konsentrasi Media Optimum untuk Setiap Isolat Ganggang Mikro ... 32

4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ganggang Mikro antara Skala Laboratorium dan Skala Lapang ... 33

4.4. Produksi Total Lipid dari Biomassa Kering Ganggang Mikro ... 36

4.5. Produksi Kadar Gula Total (Available Carbohydrate) dan Karbohidrat Total setelah Kultivasi Skala Lapang ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran... 41

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Komposisi Kimia Ganggang Mikro... 14

2 Kadar Lipid Beberapa Kelas Ganggang... 15

3 Produksi Minyak Beberapa Jenis Ganggang Mikro ... 18

4 Perbedaan Produksi antara Metode Raceway dan Fototobireaktor ... 21

5 Komposisi Media Standar ... 22

6 Komposisi Perlakuan Konsentrasi Media M4 ... 26

7 Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Media terhadap Kerapatan Sel Ganggang Mikro ... 32

8 Volume Biakan dan Produksi Biomassa Ganggang Mikro... 35

Lampiran 1 Sumber Isolat Ganggang Mikro ... 47

2 Analisis Ragam Pengaruh Konsentrasi Media terhadap Kerapatan Sel (Nilai OD) Ganggang Mikro ICBB 9111 ... 47

3 Analisis Ragam Pengaruh Konsentrasi Media terhadap Kerapatan Sel (Nilai OD) Ganggang Mikro ICBB 9112 ... 48

4 Analisis Ragam Pengaruh Konsentrasi Media terhadap Kerapatan Sel (Nilai OD) Ganggang Mikro ICBB 9113 ... 49

5 Analisis Pengaruh Konsentrasi Media terhadap Kerapatan Sel (Nilai OD) Ganggang Mikro ICBB 9114 ... 50

6 Data dan Hasil Perhitungan Volume Biakan Ganggang Mikro ... 51

7 Data Hasil Pengukuran Kadar Lipid dari Biomassa Ganggang Mikro... 52

8 Data Hasil Pengukuran Kadar Gula Total dari Biomassa Ganggang Mikro... 53

9 Data dan Hasil Pengukuran Kadar Air dari Biomassa Ganggang Mikro... 54

(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1 Tampak depan kolam raceway. ... 19

2 Fotobioreaktor di Pusat Produksi Ganggang Algomed. ... 20

3 Bagan alur penelitian. ... 24

4 Kultivasi ganggang mikro pada kolam raceway. ... 27

5a Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111. ... 30

5b Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111. ... 30

5c Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9113. ... 30

5d Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112 ... 30

6a Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111 pada skala laboratorium dan skala lapang. ... 33

6b Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112 pada skala laboratorium dan skala lapang. ... 33

6c Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9113 pada skala laboratorium dan skala lapang. ... 34

6d Laju pertumbuh ganggang mikro ICBB 9114 pada skala laboratorium dan skala lapang. ... 34

7 Produksi lipid ganggang mikro setelah kultivasi skala lapang. ... 37

8 Produksi lipid ganggang mikro. ... 37

9 Produksi gula total ganggang mikro. ... 38

10 Diagram batang produksi karbohidrat ganggang mikro. ... 39

(13)

7

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ganggang mikro merupakan mikroorganisme fotosintetik yang mampu memanfaatkan energi matahari serta mengkombinasikan air dengan karbondioksida yang dapat menghasilkan biomassa. Ganggang mikro mengakses air, CO2, dan unsur-unsur lain secara efisien (Widjaja, 2009). Chisti (2007) menyatakan bahwa media biakan ganggang mikro yang digunakan untuk pembentukan sel ganggang harus mengandung unsur-unsur inorganik. Unsur-unsur penting itu meliputi nitrogen (N), fosfor (P), besi (Fe) dan silikon (Si). Ganggang mikro tumbuh dengan sangat pesat, karena dapat melipatgandakan biomassanya dalam 24 jam. Chisti (2007) menambahkan ganggang mikro hanya membutuhkan waktu selama 3,5 jam untuk melipatgandakan biomassa pada fase eksponensial.

Sebagian besar ganggang mikro memiliki kandungan lipid dan karbohidrat yang tinggi. Senyawa komponen dari lipid adalah minyak dan lemak sedangkan dari karbohidrat adalah gugus monosakarida (glukosa, fruktosa), disakarida (sukrosa), selulosa, dan sebagainya. Lipid dan karbohidrat dapat dijadikan sebagai bioenergi melalui proses fisik maupun kimia. Lipid akan dikonversi menjadi biodisel, sedangkan karbohidrat difermentasi menjadi bioetanol. Chisti (2007) menyatakan bahwa ganggang mikro Chlorella sp., Dunaliella primolecta, dan

Nitzschia sp. memiliki kandungan minyak masing-masing 28 - 32%, 23%, dan

45 - 47% dari bobot kering. Hokputsa et al. (2003) menemukan bahwa sebagian polimer karbohidrat ganggang hijau Desmococcus olivaceus terdiri atas glukosa sebesar 30%, galaktosa 20%, dan silosa 15%.

(14)

8

1.2. Tujuan Penelitian

1. Menentukan konsentrasi hara dalam media yang optimum dan spesifik untuk kultivasi beberapa ganggang mikro asal sawah dan perairan tawar pada skala lapang, berdasarkan pertumbuhan pada skala laboratorium. 2. Mengesktrak kadar lipid dan karbohidrat dari biomassa beberapa ganggang

mikro setelah dikultivasi pada skala lapang dengan selang panen tiap 2 hari.

1.3. Hipotesis

1. Konsentrasi hara dalam media optimum dan laju pertumbuhan ganggang mikro berbeda antara yang dikultivasi pada skala laboratorium dengan skala lapang.

(15)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ganggang

Tjitrosoepomo (2005) menyatakan bahwa ganggang merupakan organisme berklorofil dan beraneka ragam, mulai dari yang bersel satu dan dapat bergerak bebas hingga yang multiseluler dan panjangnya dapat mencapai 60 m. Bentuk tubuh ganggang menunjukkan diferensiasi bila dilihat sepintas dari luar, sehingga kenampakannya seperti kormus tumbuhan tinggi, tetapi dari segi anatomi belum memperlihatkan adanya diferensiasi (secara mendalam). Menurut Simanjuntak (1995), kemampuan dalam berfotosintesis menjadikan ganggang sangat penting bagi ekosistem lautan. Ganggang merupakan sumber biomassa yang kaya akan senyawa-senyawa organik bersifat bioaktif.

Angka dan Suhartono (2000) berpendapat bahwa ganggang laut terdiri atas jenis bentik dan planktonik. Ganggang bentik tumbuh melekat pada substrat. Ganggang bentik banyak diperdagangkan dan terdiri atas ganggang hijau (Chlorophyta), ganggang merah (Rhodophyta) dan ganggang coklat (Phaeophyta). Ganggang berukuran mikroskopik, yang hidupnya melayang, atau mengapung, dan gerakannya mengikuti gerakan air dinamakan ganggang planktonik. Jenis

Diatomae, Coccolithorid (Chrysophyta), dan Dinoflagellata (Pyrrophyta)

termasuk ganggang planktonik.

Seperti halnya tumbuhan lain, reproduksi ganggang meliputi dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual (Sudiarto dan Tjitrosomo, 1982). Reproduksi aseksual berlangsung dengan berbagai cara, yang dibedakan ke dalam dua kategori yaitu: pertama, pembelahan dan fragmentasi, sedangkan kategori kedua yaitu pembentukan zoospora. Reproduksi seksual melibatkan pembentukan gamet, melalui peleburan satu gamet dengan gamet lainnya. Hasil peleburan dinamakan zigot. Terdapat 2 tipe utama reproduksi seksual. Tipe yang pertama, isogami: gamet-gametnya berukuran sama besar dan dapat bergerak bebas. Tipe yang kedua, oogami: gamet betina berukuran besar dibuahi gamet jantan yang kecil dan dapat bergerak.

(16)

10 perkembangan. Reproduksi seksual pada ganggang hijau-biru diketahui berdasarkan sifat genetiknya bukan berdasarkan kajian sitologis, sedangkan reproduksi seksual Euglenophyta dan Cryptophyta belum diketahui.

Pada dasarnya, klasifikasi ganggang ditentukan berdasarkan keanekaragaman pigmennya. Seiring dengan berkembangnya waktu, klasifikasi ganggang dibedakan atas ciri-ciri lain seperti sifat makanan, sifat struktural serta sifat reproduktifnya (Sudiarto dan Tjitrosomo, 1982). Beberapa klasifikasi divisi ganggang utama yang dikenal yaitu:

a. Divisi Chlorophyta (Ganggang Hijau)

Ganggang hijau tumbuh pada kisaran salinitas yang tinggi, bervariasi dari oligotropik yang hidup di laut yang jenuh akan zat terlarut dan sejumlah ganggang yang berkembang di perairan payau. Beberapa orde ganggang hijau hidup di laut secara eksklusif. Keduanya ditemui, baik spesies bentik maupun planktonik. Sejumlah ganggang tumbuh di habitat subaerial. Sejumlah besar organisasi tubuh Chlorophyta yang ditemui bersusunan uniseluler, kolonial (koenobik dan nonkoenobik), berserabut, bermembran, atau seperti lembaran, dan jenis tubular (Bold dan Wynne, 1985).

Ganggang hijau adalah salah satu kelompok ganggang yang besar dalam hal jumlah spesies dan luas persebaran serta dapat beradaptasi pada habitat ekstrim seperti ganggang hijau-biru. Spesies dengan bentuk tubuh lebih kecil kerap kali ditemukan di air tawar atau terestrial dengan siklus hidup meiosis zigotik, meskipun beberapa spesies unisel motil adalah anggota fitoplankton laut (Darley, 1982). Tjitrosoepomo (2005) menyebutkan bahwa sel-sel dari kelas Chlorophyceae mempunyai kloroplas berwarna hijau, mengandung klorofil-a dan -b serta karotenoid. Kloroplas terdiri atas pirenoid tepung dan minyak.

b. Divisi Chrysophyta

(17)

11 panser berisi zat kersik. Sel diatom mempunyai inti dan kromatofora yang berwarna kuning coklat. Kromatofora mengandung beberapa macam zat warna, antara lain: klorofil-a, karotin, santofil dan karotenoid menyerupai fikosantin; tetapi ada juga golongan yang tidak berwarna. Diatom ditemukan pada habitat air tawar maupun air laut, terpisah-pisah atau membentuk koloni yang sering melekat pada tumbuhan air maupun tempat-tempat yang basah. Sel-sel diatom tahan kekeringan sampai beberapa bulan.

c. Divisi Rhodophyta (Ganggang Merah)

Ganggang merah mudah dibedakan dengan kelompok ganggang eukariotik lain disebabkan kombinasi karakteristik berikut (Darley, 1982):

1. Ketidaklengkapan dari setiap tahap pembentukan flagelata.

2. Adanya pigmen aksesori fotosintesis yang disebut fikobilin (fikoeritrin dan fikosianin).

3. Fotosintesis pada lamela terjadi secara terpisah, atau adanya thylakoids, dalam kloroplas.

4. Pati sebagai cadangan makanan.

5. Keberadaan oogamous pada reproduksi seksual yang melibatkan sel-sel khusus betina disebut karpogonia dan gamet jantan disebut spermatia. Fikosianin dan fikoeritrin menyebabkan warna hijau klorofil tidak kelihatan. Cadangan utama dari Rhodophyta berupa tepung floridean, yang identik dengan amilopektin bercabang. Dinding sel Rhodophyta mengandung selulosa, galaktans (seperti agar, karagenan), silan, dan mannan, terdiri dari dua lapis yaitu lapisan mikrofibril yang keras di bagian dalam dan lapisan gel di sebelah luar (Atlas dan Bartha, 1981).

d. Divisi Cyanophyta (Ganggang Hijau-Biru)

(18)

12 Ganggang hijau-biru melangsungkan proses fotosintesis seperti tanaman pada umumnya. Beberapa ganggang hijau-biru dapat menangkap nitrogen dari udara, sifat yang tidak dimiliki ganggang lain (Netser et al., 1973). Produk dari fotosintesis pada ganggang hijau-biru yaitu glikogen (Pelczar dan Reid, 1958).

e. Divisi Euglenophyta

Euglenophyta merupakan organisme uniseluler yang aktif (motil) karena berflagel dan bereproduksi melalui pembelahan sel. Dinding sel Euglenophyta tidak memiliki selulosa seperti beberapa protozoa. Dinoflagelata termasuk jenis flagelata, dan mempunyai pigmen pirang-kuning lebih besar daripada pigmen hijau (Pelczar dan Reid, 1958).

f. Divisi Phaeophyta (Ganggang Coklat)

Sebagian besarPhaeophyceae hidup di air laut dan beberapa macam hidup di air tawar. Ukuran dan bentuk talusnya sangat besar di lautan dengan iklim sedang atau dingin. Phaeophyceae tergolong ke dalam ganggang bentik yang melekat pada batu-batu atau kayu. Sebagian besar bersifat epifit bahkan ada yang endofitik. Phaeophyceae merupakan ganggang multiseluler dan berwarna pirang. Inti selnya terdiri atas kromatofora yang mengandung: klorofil-a, karotin dan santofil yang tertutup oleh fikosantin. Kelompok phaeophyceae mengalami pergantian keturunan. Ganggang ini terdiri atas isomorfi (Dictyota) maupun heteromorfi (Laminaria, Cutleria). Fase perkembangannya yaitu zoospora dan gameta. Zoospora terdiri atas dua bulu cambuk yang heterokont dan terletak di samping tubuhnya. Saat bergerak bulu cambuk yang panjang menghadap ke depan dan yang pendek ke belakang (Tjitrosoepomo, 2005).

(19)

13

2.2. Ganggang di Ekosistem Persawahan dan Perairan Tawar

Fernández-Valiente dan Quesada (2004) menyatakan bahwa sawah merupakan suatu ekosistem air buatan yang dangkal, dengan pengelolaan lahan dan agrikultur yang dilakukan secara bersama, serta padi sebagai tanaman utama yang berinteraksi dengan biota air dan variabel lainnya. Menurut Forés dan Comín (1992), kelompok ganggang yang dapat ditemukan pada ekosistem sawah yaitu ganggang bersel satu (Chlorella; Cosmamarium; Navicula); gangang berfilamen (Cladofora; Spirogyra, Oedogonium) dan yang bersifat makrofitik

(Chara; Nitella). Ganggang, sianobakteria dan biota planktonik maupun bentik

juga bertindak sebagai produsen yang mampu melangsungkan proses fotosintesis. Pada ekosistem sawah, proses fotosintesis pada berbagai biota berlangsung secara bergantian, sesuai dengan fase pertumbuhan padi. Kelompok chlorophyceae dan diatom berkembang selama fase pembajakan. Ganggang hijau berfilamen dan sianobakteria bukan pengikat N2 akan mencapai produksi biomassa tertinggi pada fase pembajakan hingga awal penanaman. Dari awal penanaman hingga panen, sianobakteria pengikat N2 tumbuh dominan (Fernández-Valiente dan Quesada, 2004).

Pada ekosistem sungai, produsen dan konsumen saling berinteraksi. Ganggang bertindak sebagai salah satu produsen. Jenis ganggang yang dapat ditemukan sebagai produsen di sungai di antaranya diatom, gangang hijau berfilamen ataupun tidak, ganggang hijau-biru seperti sianobakteria dan terkadang ganggang merah. Konsumen bertumbuh seiring dengan bertumbuh dan bereproduksinya kelompok produsen (Lamberti et al., 2007).

(20)

14

2.3. Komposisi Kimia Sel Ganggang

Lipid dan asam lemak merupakan unsur pokok bagi semua tanaman, yang berfungsi sebagai komponen membran, cadangan, metabolit dan sumber energi. Lemak tersusun atas unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Angka dan Suhartono (2000) melaporkan bahwa lipid ganggang Spirulina memiliki kandungan asam lemak tak jenuh berupa asam linoleat sebesar 20% total lipid. Jenis-jenis gula yang menyusun karbohidrat Spirulina yaitu ramnosa (19%), glukan (1.5%), silitol berfosfor (2.5%), glukosamin dan asam muramat (2%), glikogen (0.5%) serta asam sialat (0.5%).

Becker (1994) menyatakan bahwa kandungan lipid rata-rata berbagai ganggang bervariasi antara 1 dan 40%, dan pada kondisi tertentu bisa mencapai 85% dari bobot kering. Lipid ganggang tersusun atas gliserol dan asam lemak dengan jumlah karbon pada rentang C12-C22. Ganggang eukariotik berisi asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan trigliserida mencapai 80% total lipid. Pruvost

et al. (2009) menambahkan bahwa kandungan total lipid Neochloris

oleoabundans cukup tinggi (23% dari bobot kering), produktivitas total lipid

tertinggi yaitu 3,8 g m-2/hari ketika unsur mineral tidak terbatas. Komposisi kimia sel pada ganggang pada dasarnya terdiri atas protein larut, karbohidrat, lipid atau asam lemak dan asam amino. Komposisi kimia beberapa ganggang mikro dalam persen bobot kering dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Ganggang Mikro

Ganggang

Komposisi kimia (% bobot kering) Protein Karbohidrat Lemak Asam

nukleat

Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6

Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21

Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5

Chlorella pyrenoidosa 57 26 2

Dunaliella salina 57 32 6

Tetraselmis maculata 52 15 3

Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14

Spirulina platensis 46-63 8-14 4-9 2-5

Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 3-4.5

Sumber: Becker (1994)

Becker (1994) menemukan bahwa pada kondisi optimum, Dunaliella

(21)

15 menunjukkan bahwa produksi rata-rata gliserol mencapai 4,5 g m-2/hari dengan salinitas 3,5 M. Setiap jenis ganggang mikro menghasilkan produksi total lipid yang bervariasi sesuai dengan sistem metabolisme atau kondisi fisik lingkungan yang berlangsung. Kandungan total lipid beberapa kelas ganggang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Lipid Beberapa Kelas Ganggang

Kelas ganggang

Total lipid (% bobot

kering)

Kandungan total lipid (%) Hidrokarbon (% bobot

kering) Lipid

netral

Gliko- lipid

Phospho-lipid

Chlorophyceae 1-70 21-66 6-62 17-53 0,03-1,00

Chrysophyceae 12-72

Rhodophyceae 41-58 42-59

Cyanophyceae 2-23 11-68 12-41 16-50 0,005-0,60 Euglenophyceae 17

Bacillariophyceae 1-39 14-60 13-44 10-47 0,20-0,70 Sumber: Borowitzka dan Borowitzka (1988)

Sel ganggang mikro tidak hanya mengandung lipid tetapi juga unsur penting laninnya. Arad dan Spharim (1998) menyatakan bahwa Spirulina,

Chlorella, Dunaliella, dan Scenedesmus mengandung protein yang tinggi.

Chlorella mengandung protein sebesar 50% atau lebih, dan Spirulina

mengandung total protein yang mencapai 70% dari biomassanya. McKinney (2004) melaporkan bahwa hasil uji massa sel ganggang mengandung 45-50% karbon pada fraksi organiknya dan hidrogen berkisar 6.8-9%. Kandungan nitrogen menunjukkan variasi yang besar, dari 2-11%. Unsur utama lainnya, oksigen, rata-rata 32-37%.

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang

(22)

16 menjadi energi kimia lewat transfer elektron. Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1988), proses fotosintesis pada Chlorella membutuhkan intensitas cahaya yang relatif rendah, berkisar 4.000-30.000 luks, sesuai dengan strain.

McKinney (2004) menyatakan bahwa ganggang mempunyai batas jenuh serapan cahaya yaitu 600 cahaya lilin. Di atas batas jenuh cahaya, ganggang tidak mampu menggunakan cahaya tambahan. Di bawah batas jenuh cahaya, proses metabolisme ganggang terhambat. Angelier (2003) menyatakan bahwa kebutuhan intensitas cahaya optimum bervariasi antara satu spesies dengan yang lain, yaitu rendah (100 µE/m2

/s) pada Cyanophyceae seperti Anabaena cylindrica, dan tinggi (lebih dari 300 µE/m2

/s) pada Chlorophyceae misal Monoraphidium minutum. Pasokan CO2 merupakan hal yang penting untuk keberlangsungan hidup ganggang, khususnya dalam aktivitas fotosintesis. Packer (2009) menyatakan bahwa melalui proses fotosintesis, ganggang mikro menggunakan energi matahari untuk mengubah CO2 menjadi biomassa dan membentuk karbohidrat, lipid, dan protein (Jorquera et al., 2010).

Faktor lingkungan ketiga yang mempengaruhi pertumbuhan ganggang mikro adalah suhu. Nilai maksimum laju fotosintesis berlangsung cepat pada suhu berkisar 25-40 oC (Reynolds, 1990). Richmond (1988) menyatakan bahwa

Spirulina dapat tumbuh pada suhu optimum antara 35 dan 37 °C, dan

pertumbuhannya terhambat pada suhu 40 °C. Beberapa Spirulina sp. dapat hidup pada suhu minimum sekitar 18 °C. Darley (1982) menyatakan bahwa beberapa diatom antartika mampu bertahan hidup pada suhu antara 4-6 °C dan mati pada suhu sekitar 7-12 °C, sedangkan isolat diatom yang diisolasi dari wilayah tropika akan mati pada lebih rendah dari 17 °C. Araújo dan Garcia (2005) melaporkan bahwa pada suhu antara 20 dan 25 °C, nilai nutrisi dari diatom Chaetoceros cf.

wighamii meningkat karena produksi lipid, karbohidrat, dan protein yang tinggi.

(23)

17

Cyanidium tumbuh secara optimum pada pH 2.0, sedangkan Spirulina hidup baik

pada nilai pH antara 9 dan 11 (Becker, 1994).

Garam inorganik terlarut di air laut maupun air tawar mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton terkait fungsinya dalam menentukan komposisi sel atau aktivitas osmotik fitoplankton. Aktivitas osmotik dari padatan terlarut juga mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton. Sebagian besar spesies dari danau yang tenang menghendaki konsentrasi garam total lebih rendah dari 100-200 ppm (0,1-0,2 ‰). Beberapa spesies air tawar dan laut dapat tumbuh dengan baik pada salinitas berkisar 35 ‰ atau lebih, namun beberapa spesies menghendaki salinitas yang lebih rendah yaitu 4-20 ‰. Fitoplankton air pantai menghendaki salinitas optimum yaitu 20-25 ‰ (Darley, 1982). Araújo dan Garcia (2005) menambahkan bahwa salinitas 25 ‰ cukup baik bagi pertumbuhan dan komposisi kimia dalam protein, lipids, dan karbohidrat diatom Chaetoceros cf. wighami. Kandungan protein akan berkurang pada salinitas 35 ‰.

2.5. Ganggang Mikro sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati (BBN)

Menurut Apriyantono (2006), dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Per Pres) No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut, sasaran peranan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) dalam konsumsi energi nasional ditargetkan lebih dari 5% pada tahun 2025. Bahan bakar nabati yang dimaksud meliputi biodiesel dan bioetanol (untuk pengganti premium).

Biodisel merupakan bahan bakar nabati dari minyak nabati yang baru maupun minyak nabati bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi maupun esterifikasi. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa berupa komponen pati atau selulosa. Bahan baku yang dapat diolah menjadi bahan bakar nabati (bioenergi) yaitu minyak sawit, minyak kelapa atau tetes tebu, dan diambil minyak ataupun patinya (Hambali et al., 2007).

(24)

18 baku pembuatan bahan bakar nabati (bioenergi). Hossain et al. (2008) menyatakan bahwa ganggang mikro merupakan sumber cadangan biodisel tertinggi. Ganggang mikro menghasilkan minyak 25 kali lebih besar dari kacang kedelai dan 7-31 kali lebih besar dari minyak kelapa sawit. Produksi minyak dari beberapa jenis ganggang mikro disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Minyak Beberapa Jenis Ganggang Mikro Jenis Ganggang Mikro Minyak (% bobot kering)

Botryococcus braunii 25-75

Chlorella sp. 28-32

Crypthecodinium cohnii 20

Cylindrotheca sp. 16-37

Dunaliella primolecta 23

Isochrysis sp. 25-33

Nannochloris sp. 20-35

Nannochloropsis sp. 31-68

Neochloris oleoabundants 35-54

Nitzschia sp. 45-47

Phaeodactylum tricornutum 20-30

Schizochytrium sp. 50-77

Tetraselmis sueica 15-23

Sumber: Chisti (2007)

2.6. Metode Produksi Biomassa Ganggang Mikro pada Skala Lapang

Produksi biomassa dalam skala lapang memerlukan metode yang tepat agar hasil yang dicapai maksimum. Ada 2 metode yang dikenal dalam produksi biomassa ganggang mikro dalam skala lapang yaitu: kolam raceways dan fotobioreaktor. Informasi kedua metode ini disarikan dari laporan Chisti (2007).

(25)

19 Gambar 1. Tampak depan kolam raceway (Sumber: Chisti, 2007).

Pada raceway, pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu berfluktuasi seiring dengan siklus harian dan musiman. Sistem raceway dapat memanfaatkan karbon dioksida lebih efisien daripada fotobioreaktor. Produktivitas dipengaruhi oleh kontaminasi ganggang yang tidak diinginkan dan organisme pemakan ganggang. Konsentrasi biomassa masih rendah karena campuran nutrisi pada sistem raceways sedikit dan tidak dapat bertahan pada zona optik yang gelap. Metode raceway dianggap lebih ekonomis dibandingkan fotobioreaktor, karena membutuhkan sedikit biaya untuk membangun dan mengoperasikannya. Metode ini memiliki produktivitas biomassa lebih rendah dibandingkan fotobioreaktor.

(26)

20 kolom degassing) ke kolektor surya dan kembali ke reservoir. Sebuah desain fotobioreaktor disajikan pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2. Fotobioreaktor di Pusat Produksi Ganggang Algomed, Klötze, Jerman (Sumber: Santosa, 2010, tidak dipublikasikan).

(27)

21 Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara metode fotobioreaktor dan

raceway pada produksi biomassa ganggang mikro, pada tingkat produksi 100 ton

biomassa per tahun. Kedua metode tersebut membutuhkan karbon dioksida dalam jumlah yang sama. Kehilangan CO2 ke atmosfer pada kedua sistem tersebut diabaikan. Fotobireaktor menghasilkan minyak lebih besar per hektar daripada kolam raceway. Hal ini dikarenakan produktivitas biomasssa volumetrik dari fotobioreaktor 13 kali lipat lebih besar dibandingkan kolam raceway.

Tabel 4. Perbedaan Produksi antara Metode Raceway dan Fototobireaktor

Sumber: Chisti (2007) Keterangan:

a

berdasarkan fasilitas area. b

berdasarkan area kolam aktual. c

berdasarkan area proyek tabung fotobioreaktor. d

berdasarkan 70% dari bobot minyak dalam biomassa. e

berdasarkan 30% dari bobot minyak dalam biomassa.

Variabel Fotobioreaktor Raceway ponds

Produksi Biomassa tahunan (kg) 100.000 100.000 Produksi volumetrik (kg m-3/hari) 1,535 0,117 Produktivitas areal (kg m-2/hari) 0,048

a

0,072c 0,035

b Konsentrasi biomassa dalam broth

(kg m-3) 4,00 0,14

Kebutuhan lahan (m-2) 5.681 7.828

Hasil minyak (m3 ha-1) 136,9

d 58,7e

99,4d 42,6e

Konsumsi CO2 per tahun (kg) 183,333 183,333

(28)

22

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB dan Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Indonesian Center for Biodiversity and Biotecnology

(ICBB), Cilubang Nagrak, Situgede, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2010 sampai dengan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk melangsungkan penelitian ini adalah isolat ganggang mikro koleksi ICBB dan beberapa jenis bahan kimia. Media biakan ganggang mikro yang digunakan adalah media standar BG11 dan media M4. Media BG11 digunakan dalam tahap peremajaan dan media beberapa konsentrasi media M4 digunakan dalam kultivasi isolat ganggang mikro.

Tabel 5. Komposisi Media Standar

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, autoklaf, gelas ukur, shaker, laminair flow, spektrofotometer, neraca analitik, pipet mikro, kertas saring, ruang asam, penangas dan botol bening (wadah biakan).

Media BG 11 Komposisi

(g/L) Media M4

Komposisi (g/L)

NaNO3 1,5 NaNO3 1,5

K2HPO4 0,04 KH2PO4 0,049

MgSO4.7H2O 0,02 MgSO4 0,0366

CaCl2.2H2O 0,036 CaCl2 0,0271

Citric Acid 0,006 Citric Acid 0,006

Fe-ammonium citrate 0,006 Fe-ammonium citrate 0,006

EDTA 0,001 EDTA 0,001

Na2CO3 0,075 Na2CO3 0,02

Hara Mikro 1 ml Hara Mikro 1 ml

Komposisi Hara Mikro Komposisi Hara Mikro

H3BO3 2,86 H3BO3 2,86

MnCl2.4H2O 1,81 MnCl2 0,1485

ZnSO4.7H2O 0,222 ZnSO4 0,1245

Na2MoO4.2H2O 0,079 Na2MoO4.2H2O 0,0506

CuSO4.5H2O 0,39 CuSO4 0,0506

(29)

23

3.3. Rancangan Penelitian

Pengaruh perlakuan konsentrasi media terhadap pertumbuhan 4 isolat ganggang mikro dalam 50 ml media selama 31 hari ditetapkan berdasarkan nilai OD dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal. Satu perlakuan dengan 5 taraf (0,75 M4; M4; 1,25 M4; 1,50 M4; 1,75 M4) dan diulang 3 kali sehingga didapat 15 unit percobaan untuk masing-masing isolat ganggang mikro.

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan ganggang mikro didasarkan hasil analisis keragaman (ANOVA) dengan membandingkan nilai F hitung terhadap F Tabel pada selang kepercayaan 95% dan 99% dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + εij

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan konsentrasi media ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum

αi : pengaruh perlakuan konsentrasi media ke-i βj : pengaruh ulangan ke-j

εij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan konsentrasi media ke-i dan ulangan ke-j

i : perlakuan konsentrasi media ke-1, 2, 3, 4, dan 5 j : ulangan 1, 2, dan 3

 Apabila nilai F hitung < dari F Tabel, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.

(30)

24

3.4. Pelaksanaan Penelitian

[image:30.595.158.510.141.619.2]

Bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alur penelitian. Persiapan sampel

ganggang mikro

Analisis produksi kadar lipid

Kultur ganggang mikro pada media optimum skala lapang (150 L)

Peremajaan isolat ganggang mikro

4 isolat

Kultivasi ganggang mikro

4 isolat (50 ml)

Analisis produksi kadar gula total

Kultivasi ganggang mikro (2 L)

(31)

25

3.4.1. Persiapan Sampel

Tahapan persiapan dilakukan dengan mengambil 4 isolat ganggang mikro yang akan dijadikan objek perlakuan dalam penelitian. Isolat ganggang mikro yang dipilih belum pernah diteliti sebelumnya. Selanjutnya, isolat ganggang mikro digunakan untuk tahap peremajaan. Isolat ganggang mikro tersebut berasal dari koleksi Indonesian Center for Biodiversity and Biotecnology (ICBB). Isolat yang digunakan yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113, dan ICBB 9114.

3.4.2. Peremajan Isolat Ganggang Mikro

Tahapan peremajaan dilakukan terhadap 4 isolat ganggang mikro yang telah ditumbuhkan di dalam wadah biakan. Tahap ini diawali dengan mempersiapkan media standar BG11. Kemudian 2 ml isolat diinokulasikan ke dalam 50 ml media BG11 di dalam botol bening berukuran ± 100 ml. Selanjutnya isolat diinkubasikan dengan cara digoyang (shaker) selama 3 minggu.

3.4.3. Kultivasi Ganggang Mikro Skala Laboratorium

(32)
[image:32.595.123.500.122.318.2]

26 Tabel 6. Komposisi Konsentrasi Media M4

Media M4 Komposisi (g/L)

Perlakuan

0.75 M4 1 M4 1.25 M4 1.5 M4 1.75 M4 g/L

NaNO3 teknis 1,50 1,125 1,50 1,875 2,25 2,625 KH2PO4 teknis 0,0313 0,0235 0,0313 0,0391 0,0470 0,0548 MgSO4 0,0366 0,0275 0,0366 0,0458 0,0549 0,0641 CaCl2 teknis 0,0271 0,0203 0,0271 0,0339 0,0407 0,0474 Ctric acid teknis 0,006 0,0045 0,006 0,0075 0,009 0,0105 Fe-amonium

citrate 0,006 0,0045 0,006 0,0075 0,009 0,0105 EDTA teknis 0,001 0,00075 0,001 0,0013 0,0015 0,0018 Na2CO3 teknis 0,02 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 Hara mikro (ml) 1 0,75 1 1,25 1,50 1,75

3.4.4. Kultivasi Skala Lapang

Penelitian ini difokuskan pada kultivasi biakan ganggang mikro pada skala lapang dalam kolam raceway dengan volume media 150 L, yang dapat dilihat pada Gambar 4. Pada awalnya, biakan ganggang mikro yang ditumbuhkan sebanyak 2 L. Tahapan ini bertujuan mengetahui pertumbuhan ganggang mikro pada kondisi lingkungan terbuka. Berdasarkan pembacaan kurva pertumbuhan diperoleh persamaan garis linier yang merupakan hubungan antara waktu pertumbuhan (x) dan kepadatan sel (y). Persamaan linier digunakan untuk menentukan OD minimum dan volume biakan yang ditambahkan pada hari ke-0 sehingga target panen 2 hari tercapai.

Biomassa ganggang mikro dipanen setelah kepadatan sel atau pertumbuhan yang dipresentasikan OD minimum mencapai 0,50 setelah 2 hari. Proses panen dilakukan 3 kali untuk setiap isolat ganggang mikro. Selanjutnya, dilakukan analisis produksi lipid maupun karbohidrat dari biomassa.

(33)

27 Gambar 4. Kultivasi ganggang mikro pada kolam raceway.

3.4.5. Analisis Kadar Lipid

Tahapan ini bertujuan untuk mengekstraksi kandungan lipid ganggang mikro sebagai dasar optimasi konsentrasi media. Analisis lipid dilakukan dengan metode chemical solvent oil extraction, yaitu dengan menggunakan bahan kimia sebagai pelarut (Bligh dan Dyer, 1959). Pelarut kimia tersebut berupa metanol dan chloroform dengan perlakuan: tabung reaksi kosong ditimbang dan dicatat beratnya; biomassa kering ganggang mikro yang telah telah diketahui beratnya ditambahkan dengan 4 ml akuades bebas ion; ditambahkan 10 ml metanol dan 5 ml chloroform; dishaker kembali selama 1 malam; ditambahkan kembali 5 ml aquadest bebas ion + 5 ml chloroform; disentrifus 3500 rpm selama 10 menit; diambil endapan lipid dan selanjutnya diletakkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan untuk menghilangkan pelarut kimia yang ditambahkan sebelumnya. Perhitungan % total lipid ganggang mikro adalah:

% Total lipid =

Keterangan: Lw = Bobot lipid (g), Bw = Bobot biomassa (g) Lw

Bw

(34)

28

3.4.6. Analisis Kadar Gula Total (Available Carbohydrate)

Ganggang mikro merupakan organisme yang mampu berfotosintesis. Hasil dari proses fotosintesis adalah senyawa gula seperti glukosa. Pengukuran kadar gula total (karbohidrat) ganggang mikro didasarkan pada absorban dari hasil pewarnaan larutan standar dan sampel (biomassa kering ganggang mikro) dengan menggunakan spektrofotometer. Metode yang digunakan adalah metode Cleg-Anthrone (Cleg, 1956). Prinsip dari metode ini adalah ekstraksi sampel menggunakan asam perklorat; pati yang terhidrolisis bersama-sama dengan gula-gula yang larut direaksikan dengan Anthrone dalam asam sulfat pekat akan menghasilkan warna biru-kehijauan yang khas.

3.4.6.1. Pembuatan Larutan dan Kurva Standar

Larutan standar glukosa dibuat dalam satuan ppm (part per million) yaitu: 0 ppm (blangko), 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm. Masing-masing larutan dicampur dengan 2,5 ml pereaksi Anthrone 0,1% dalam H2SO4 pekat dalam tabung reaksi dan dikocok homogen. Serapan masing-masing konsentrasi larutan glukosa diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 630 nm.

3.4.6.2. Tahapan Persiapan Larutan Sampel

(35)

29

3.4.6.3. Penetapan Kadar Gula Total Ganggang Mikro

Filtrat jernih di dalam labu takar 100 ml diambil sebanyak 5 ml; diencerkan menjadi 50 ml, dipipet 1 ml, kemudian dicampur cepat dengan 2,5 ml pereaksi Anthrone 0,1% dalam asam sulfat pekat ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung reaksi ditutup (digunakan alumunium foil) dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 0C selama 12 menit. Absorban masing-masing ekstrak ganggang mikro diukur dengan spektrofotometer pada λ 630 nm. Berdasarkan pembacaan kurva standar akan diperoleh persamaan garis linier yang merupakan hubungan antara konsentrasi larutan standar (x) dengan absorbans (y).

Perhitungan % gula total biomassa ganggang mikro adalah:

Kandungan glukosa (mg/kg) =

Keterangan: fp = faktor pengenceran, m = bobot sampel (g) Konsentrasi glukosa (mg/L) x fp

(36)

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Optimasi Media Pertumbuhan Ganggang Mikro

Ganggang mikro membutuhkan media yang memiliki hara yang cukup agar pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik. Kebutuhan hara itu mencakup hara makro maupun mikro. Hara yang dibutuhkan setiap tumbuhan khususnya ganggang mikro berbeda satu sama lain. Untuk itu tahap inokulasi dilakukan pada beberapa konsentrasi media sehingga dapat dilihat pengaruh konsentrasi media bagi pertumbuhan ganggang mikro. Pada awalnya, setiap ganggang mikro ditumbuhkan dalam 50 ml media M4 selama 31 hari. Laju pertumbuhan setiap ganggang mikro dapat dilihat pada Gambar 5a hingga 5d.

[image:36.595.98.495.324.747.2]

Gambar 5a. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111.

Gambar 5b. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112.

-0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

7 11 15 19 23 27 31

O D λ 6 2 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

7 11 15 19 23 27 31

(37)
[image:37.595.142.496.96.268.2]

31 Gambar 5c. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9113.

Gambar 5d. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9114. Vertikal bar menyatakan standar error. (n=3)

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan laju pertumbuhan ganggang mikro pada beberapa konsentrasi media M4 sangat bervariasi. Pada konsentrasi hara nitrogen tertinggi atau 1,75 kali komposisi media standar, laju pertumbuhan ganggang mikro terendah. Syahri (2009) menemukan bahwa pada konsentrasi hara tinggi terutama nitrogen pada 40 mM secara umum laju pertumbuhan ganggang mikro terhambat sedangkan pada konsentrasi standar menghasilkan laju pertumbuhan ganggang mikro tertinggi.

-0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

7 11 15 19 23 27 31

O D λ 63 0 n m Waktu (hari) 0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

7 11 15 19 23 27 31

(38)

32

4.2. Penetapan Konsentrasi Media Optimum untuk Setiap Isolat Ganggang Mikro

Penetapan konsentrasi media optimum untuk pertumbuhan ganggang mikro dilakukan berdasarkan uji ANOVA melalui pengukuran kerapatan sel ganggang mikro setelah diinkubasikan selama 31 hari. Langkah ini dilakukan untuk menentukan satu konsentrasi media yang optimum terhadap pertumbuhan ganggang mikro untuk digunakan pada kultivasi skala lapang. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi media terhadap kerapan sel ganggang mikro setelah 31 hari diinokulasikan dalam media 50 ml berpengaruh nyata pada taraf α=0,01 terhadap kerapatan sel isolat ICBB 9111 ( Tabel Lampiran 2) dan ICBB 9112 (Tabel Lampiran 3) serta berpengaruh nyata pada taraf α=0,05 terhadap kerapatan sel ICBB 9113 (Tabel Lampiran 4) dan ICBB 9114 (Tabel Lampiran 5). Hasil uji lanjut DMRT dari pengaruh konsentrasi media terhadap kerapatan sel (nilai OD) ganggang mikro disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Media terhadapa Kerapatan Sel (Nilai OD) Ganggang Mikro setelah Diinokulasi selama 31 Hari

Isolat Perlakuan Media

0,75 M4 M4 1,25 M4 1,50 M4 1,75 M4 ICBB 9111** 0,1400b 0,2367a 0,1100b 0,21167a 0,0900b ICBB 9112** 0,3017a 0,1750c 0,2917ab 0,2397b 0,1750c ICBB 9113* 0,1700b 0,4700a 0,1700b 0,1350b 0,1150b ICBB 9114* 0,3433a 0,2930ab 0,2310b 0,2417b 0,2417b Keterangan: ** = angka diberi huruf yang sama menurut baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 1% berdasarkan Uji Duncan, * = angka diberi huruf yang sama menurut baris tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan uji Duncan.

(39)

33

4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ganggang Mikro antara Skala Laboratorium dan Skala Lapang

Ganggang mikro berinteraksi dengan faktor lingkungan (fisiologis) untuk melangsungkan kehidupannya seperti radiasi matahari, konsentrasi CO2, temperatur, dan sebagainya. Secara umum ganggang mikro tumbuh lebih cepat pada radiasi matahari dan temperatur yang tinggi (Yang et al., 2010). Pertumbuhan masing-masing ganggang mikro antara skala laboratorium dan skala lapang atau kolam pada Gambar 6a sampai 6d.

[image:39.595.113.486.265.452.2]

Gambar 6a. Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9111 pada skala laboratorium (lab) dan skala lapang (lap).

Gambar 6b. Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112 pada skala laboratorium (lab) dan skala lapang (lap).

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 Waktu (hari)

Media M4; ICBB 9111 (lap) Media M4; ICBB 9111 (lab)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 Waktu (hari)

Media 0,75 M4; ICBB 9112 (lap) Media 0,75 M4; ICBB 9112 (lab)

(40)
[image:40.595.123.492.84.283.2]

34 Gambar 6c. Laju pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9113 pada skala

laboratorium (lab) dan skala lapang (lap).

Gambar 6d. Laju pertumbuh ganggang mikro ICBB 9114 pada skala laboratorium (lab) dan skala lapang (lap).

Berdasarkan Gambar 6a hingga 6d, pertumbuhan tiap-tiap ganggang mikro pada skala laboratorium berbeda dengan skala lapang. Pertumbuhan pada skala lapang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan penerimaan ganggang mikro akan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi CO2 yang diterima lebih tinggi pada skala lapang, sehingga ganggang mikro mendapatkan pasokan energi yang lebih besar untuk melakukan aktivitas hidupnya. Intensitas cahaya (Chen et al., 2010) dan kadar CO2 (Ota et al., 2009) sangat dibutuhkan ganggang mikro untuk

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Waktu (hari)

Media M4; ICBB 9113 (lap) Media M4; ICBB 9113 (lab)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 Waktu (hari)

(d)

Media 0,75 M4; ICBB 9114 (lap) Media 0,75 M4; ICBB 9114 (lab)

[image:40.595.100.499.344.535.2]
(41)

35 melakukan proses fotosintesis. Ganggang mikro mampu memanfaatkan CO2 dari atmosfer (Sydney et al., 2010; Rocha et al., 2003) dan akan mengubah CO2 menjadi biomassa (Tang et al., 2010).

Chen et al. (2010) menambahkan energi matahari memiliki spektrum energi cahaya dengan jumlah besar dan penggunaan filter UV akan membantu dalam penyerapan panjang gelombang yang sesuai sehingga pertumbuhan sel ganggang mikro tinggi dan target produksi tercapai. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan biomassa ganggang mikro (CH2O) sebesar 468 kJ/mol (Walker, 2009 dalam Parker et al., 2010).

Penelitian ini diarahkan pada produksi biomassa ganggang mikro yang dipanen dengan selang 2 hari. Proses ini diawali dengan menetapkan nilao OD biomassa ganggang mikro pada hari ke nol, melalui kultiavsi awal yaitu 2 L biakan ganggang mikro diinokulasikan dalam 150 L media pada sebuah kolam. Pendekatan dilakukan dengan menetapkan persamaan linier berdasarkan kurva pertumbuhan ganggang mikro. Volume biakan ganggang mikro yang ditambahkan ke dalam 150 L media agar nilai OD awal mencapai target minimum panen (0,50) dan produksi biomassa masing-masing ganggang mikro disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Volume Biakan dan Produksi Biomassa Kering Ganggang Mikro

Data Pengamatan

Tahapan Panen

1 2 3

ICBB 9111

Volume biakan ganggang (L) 110 56.60 57

OD awal (hari ke-0) 0.192 0.194 0.196

OD panen (hari ke-2) 0.509 0.512 0.521

Produksi biomassa (g/L) 0.29 0.25 0.29

ICBB 9112

Volume biakan ganggang (L) 40 48 52

OD awal (hari ke-0) 0.194 0.193 0.190

OD panen (hari ke-2) 0.591 0.561 0.521

Produksi biomassa (g/L) 0.21 0.210 0.200

ICBB 9113

Volume biakan ganggang (L) 57 57 56

OD awal (hari ke-0) 0.198 0.196 0.196

OD panen (hari ke-2) 0.523 0.514 0.512

Produksi biomassa (g/L) 0.270 0.260 0.250

ICBB 9114

Volume biakan ganggang (L) 42 45 45

OD awal (hari ke-0) 0.151 0.154 0.152

OD panen (hari ke-2) 0.511 0.521 0.519

(42)

36 Dari hasil penelitian laboratorium, Syahri (2010) memperoleh produksi rata-rata biomassa tertinggi dari isolat ICBB 9013 pada media standar yaitu mencapai 0,19 g/L tanpa penambahan konsentrasi CO2. Hasil penelitian ini menunjukkan produksi rata-rata biomassa dari seluruh ganggang mikro mencapai 0.27 g/L. Perbedaan ini mencerminkan produksi biomassa rata-rata pada kultivasi skala lapang lebih besar 40% daripada skala labotaorium. Yoo et al. (2010) menemukan bahwa ganggang mikro Botryococcus braunii, Chlorella vulgaris,

dan Scenedesmus sp. yang diinokulasi dengan 10% CO2 menghasilkan

biomassa kering, masing-masing 26,55 ± 7,66; 104,76 ± 10,73; dan 217,50 ± 11,24 mg L-1/hari.

Berdasarkan Tabel 8, nilai OD pada hari ke-0 bervariasi pada setiap isolat ganggang mikro. Kondisi ini disebabkan penetapan OD hari ke-0 dan jumlah biakan yang ditambahkan bergantung pada nilai OD panen sebelumnya. Secara keseluruhan, nilai OD awal tinggi menghasilkan nilai OD tinggi pada saat panen. Sutomo (2005) menyatakan bahwa biakan ganggang mikro Chaetoceros gracilis

dengan kepadatan awal 100 dan 1000 sel/ml kurang efektif karena tidak dapat memberikan kepadatan maksimum yang lebih tinggi. Kepadatan awal yang dapat menghasilkan puncak kepadatan tertinggi 1.317.000 sel/ml dalam 7 hari adalah 10.000 sel/ml.

4.4. Produksi Total Lipid dari Biomassa Kering Ganggang Mikro

(43)

37 Gambar 7. Produksi lipid ganggang mikro setelah kultivasi skala lapang.

Dari Gambar 7, Ganggang mikro ICBB 9111 dengan media standar M4 memiliki total lipid tertinggi sebesar 11% pada panen kedua dan terendah 6% pada panen pertama. Ganggang mikro isolat ICBB 9112 dengan konsentrasi media 0,75 M4 memproduksi lipid total tertinggi sebesar 28% pada panen kedua dan terendah 10% pada panen pertama. Ganggang mikro isolat ICBB 9114 dengan media 0,75 kali M4 menunjukkan produksi lipid tertinggi pada panen pertama sebesar 32% dan terendah 20% pada panen kedua. Ganggang mikro ICBB 9113 dengan media M4 memproduksi total lipid hanya sebesar 4% pada panen ketiga dan terendah sebesar 2% pada panen kedua. Secara keseluruhan ganggang mikro isolat ICBB 9114 dengan media 0,75 M4 menghasilkan produksi total lipid tertinggi. Produksi lipid terendah dihasilkan ganggang mikro isolat ICBB 9113 dengan media M4. Lipid ganggang mikro disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Produksi lipid ganggang mikro.

6 10 32 3 11 28 20 2 9 18 26 4 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

ICBB 9111 ICBB 9112 ICBB 9114 ICBB 9113

P r o d u k si to tal l ip id (% w /w )

Isolat Ganggang Mikro

(44)

38 Produksi total lipid setiap isolat ganggang mikro bervariasi. Becker (1994) menyatakan bahwa kondisi lingkungan dan biakan sangat mempengaruhi produksi lipid ganggang mikro, khususnya Chlorophyceae. Xin et al. (2010) menemukan bahwa produksi lipid tertinggi ganggang mikro air tawar Scenedesmus sp LX1 tercapai pada suhu 20 oC, dan pada suhu 25 oC dan 30 oC cukup tinggi masing-masing 31% dan 50%. Selain itu, besarnya kandungan lipid ganggang mikro bergantung pada jenis ganggang mikro (Chen et al., 2010). Syahri (2009) menemukan bahwa total lipid tertinggi dicapai pada konsentrasi hara rendah yaitu 10 mM sumber nitrogen (KNO3) dan 0,10 mM sumber fosfor (KH2PO4).

4.5. Produksi Kadar Gula Total (Available Carbohydrate) dan Karbohidrat Total setelah Kultivasi Skala Lapang

Ganggang mikro berfotosintesis agar proses metabolisme di dalam tubuhnya dapat berlangsung. Gula atau glukosa merupakan komponen utama yang dihasilkan ganggang mikro setelah proses fotosintesis berlangsung. Hasil analisis kadar gula dan karbohidrat total. Kadar gula total dilihat masing-masing ganggang mikro disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Produksi gula total ganggang mikro.

Pada penelitian ini, gula total atau available carbohydrate yang dimaksud adalah komponen karbohidrat yang langsung dapat dicerna oleh sistem pencernaan berupa gugus monosakarida dan disakarida. Karbohidrat total

0.036 0.115 0.139 0.174 0.026 0.123 0.142 0.146 0.034 0.119 0.136 0.168 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20

ICBB 9111 ICBB 9112 ICBB 9114 ICBB 9113

k ad ar gu la to tal (% w /w )

Isolat Ganggang Mikro

(45)

39 mencakup karbohidrat yang dapat dicerna dan tidak dapat dicerna seperti serat, selulosa, dan hemiselulosa. Dari Gambar 9, ganggang mikro ICBB 9111 memiliki kadar gula dalam biomassa kering tertinggi 0,036 g/100 g pada panen pertama dan terendah 0,026 g/100 g pada panen kedua. Ganggang mikro ICBB 9112 memiliki kadar gula total dalam biomassa kering tertinggi 0,123 g/100 g pada panen kedua dan terendah 0,115 g/100 g pada panen pertama. Ganggang mikro ICBB 9113 memiliki kadar gula total tertinggi sebesar 0,174 g/100 g pada panen pertama dan terendah 0,146 g/100 g pada panen kedua. Ganggang mikro ICBB 9114 memiliki kadar gula total tertinggi 0,142 g/100 g pada panen pertama dan 0,136 g/100 g dari biomassa kering pada panen kedua. Secara keseluruhan kadar gula total biomassa ganggang mikro cukup rendah.

Gambar 7. Produksi karbohidrat ganggang mikro.

Polisakarida atau karbohidrat dapat dihasilkan ganggang mikro air tawar maupun air laut di dalam tubuhnya (Hokputsa et al., 2003). Berdasarkan Gambar 10, produksi karbohidrat total tertinggi ganggang mikro ICBB 9111 (media M4), ICBB 9112 (media 0,75 M4), ICBB 9113 (media M4), dan ICBB 9114 (media 0,75 M4) berturut-turut adalah 23,97%, 35,08%, 43,72%, dan 18,78%. Secara keseluruhan produksi karbohidrat total yang dihasilkan setiap isolat ganggang mikro beragam. 23.34 33.02 14.27 38.38 14.84 15.19 19.78 39.94 23.97 35.08 16.62 43.72 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

ICBB 9111 ICBB 9112 ICBB 9114 ICBB 9113

k ar b o h id r at to tal (% w /w )

Isolat Ganggang Mikro

(46)

40 Berdasarkan Gambar 10, ganggang mikro memiliki persentasi kadar gula total seperti gugus monosakarida dan disakarida yang rendah dibandingkan karbohidrat total. Winder et al. (1999) menemukan bahwa kandungan monomer karbohidrat pada diatom Navicula menisculus cukup rendah. Diatom Navicula

menisculus mengandung glukosa, galaktosa, dan ramnosa berturut-turut yaitu 8%,

1%, dan 1% dari total karbohidrat. Hal ini mengindikasikan produksi polisakarida dan akumulasi karbohidrat lain pada ganggang mikro lebih tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan kandungan lipid ganggang mikro tinggi, sedangkan produksi karbohidrat lebih rendah dan sebaliknya. Kondisi ini dapat terlihat berdasarkan produksi lipid ganggang mikro tinggi namun kadar karbohidrat total ganggang mikro ICBB 9111 pada panen kedua, yang masing-masing dapat dilihat berdasarkan Gambar 8 dengan Gambar 10. Valenzuela-Espinoza et al. (2002) mengemukakan bahwa hal itu dapat terjadi karena perubahan komposisi kimia sel, yang dipengaruhi jumlah hara di dalam media.

Li et al. (2010) menemukan bahwa kandungan pati ganggang mikro

Pseudochlorococcum sp. terakumulasi, tetapi lipid tidak terbentuk, pada saat

pasokan nitrogen cukup di dalam media. Pati yang terbentuk mengindikasikan

Pseudochlorococcum menggunakan pati sebagai sumber karbon untuk

fotosintesis. Li et al. (2010) menambahkan akumulasi pati berkurang, sedangkan akumulasi lipid mulai meningkat ketika pasokan nitrogen menurun. Bersamaan dengan itu, aktivitas fotosintesis berlangsung dengan mengasimilasi karbon menjadi total lipid.

(47)

41

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan perlakuan optimasi konsentrasi media standar, pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112 dan ICBB 9114 tertinggi terdapat pada 0,75 M4, sedangkan ganggang mikro ICBB 9111 dan ICBB 9113 terdapat pada M4. Produksi total lipid ganggang mikro terbesar yaitu 32% (w/w) dihasilkan oleh ganggang mikro ICBB 9114 denagan media 0,75 M4, dan terendah sebesar 2% dihasilkan oleh ganggang mikro ICBB 9113 pada media M4. Produksi karbohidrat tertinggi dihasilkan oleh ganggang ICBB 9113 dengan media M4 sebesar 43,72% (w/w) dan terendah sebesar 14,27% (w/w) yang dihasilkan ICBB 9114 dengan media 0,75 M4. Diduga perbedaan yang terjadi terhadap produksi lipid dan karbohidrat setiap isolat ganggang mikro disebabkan oleh perubahan jumlah hara dalam media, kemampuan yang berbeda satu sama lain memanfaatkan nutrisi dalam media dan jenis ganggang mikro itu sendiri.

5.2. Saran

(48)

42

VI. DAFTAR PUSTAKA

Angelier E. 2003. Ecology of Strems and Rivers. James Munnick (penerjemah). Science Publisher, Inc. USA.

Angka LS, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasi-Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor.

Apriyantono A. 2006. Penyediaan Bahan Baku Biodiesel di Indonesia. Prosiding Simposium Biodiesel Indonesia. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SRBC) : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat - Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Araújo SDC, Garcia TMV. 2005. Growth and biochemical compositions of the diatom Chaetoceros cf. wighamii brightwell under different temperature, salinity and carbon dioxide levels. I. Protein, carbohydrates and lipids.

Aquacutl. 246 : 405-412.

Arad H, Spharim I. 1998. Production of valuable products from microalgae: An emerging agroindustry. In Arie A (Ed). Agricultural Biotecnology. Marcel Dekker, Inc. USA.

Atlas RM, Richard B. 1981. Microbial Ecology. Addison-Wesley Pub. Co., Inc. USA.

Becker EW. 1994. Microalgae: Biotechnology and Microbiology. Cambridge Univ. Press. Great Britain.

Bligh EG, Dyer JW. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification. Can. J. Biochem. Physiol. 37:911-917.

Bold HC, Wynne JM. 1985. Introduction to Algae. Prentice Hall, Inc. USA. Borowitzka MA. 1988. Fats, Oils and Hydrocarbons. In Borowitzka MA,

Borowitzka LJ (Eds). Micro-algal Biotechnology. Cambridge Univ. Press. Cambridge.

Chen CY, Yeh KL, Aisyah R, Lee DJ, Chang JS. 2010. Cultivation, photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel production: A critical review. Bioresour. Technol., In Press.

Chisti Y. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnol. Advances 25 : 294-306. Clegg KM. 1956. The aplication of the anthrone reagent to the estimation of

(49)

43 Darley WM. 1982. Algae biology: A physiological approach. In Wilkinson JF

(Ed). Basic Microbiology. Blackwell Sci. Pub. London.

Fernández-Valiente E, Quesada A. 2004. A shallow water ecosystem: rice-fields. The relevance of cyanobacteria in the ecosystem. Limnetica 23 (1-2) : 95-108.

Forés E, Comín FA. 1992. Ricefield, a limnological perspective. Limnetica 8: 101-109.

Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Patiwiri AW. 2007. Pengantar

Teknologi Bioenergi. Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC).

Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat – Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hokputsa S, Hu C, Paulsen BS, Harding SE. 2003. A physico-chemical

comparative study on extracellular carbohydrate polymers from five desert algae. Carbohydrate Polymers 54 : 27–32.

Hossain ABMS, Salleh A, Boyce AN, Chowdhury P, Naqiuddin M. 2008. Biodiesel fuel production from algae as renewable energy. Am. J. of

Biochem. 4 (3) : 250-254.

Jorquera O, Kiperstok A, Sales EA, Embiruçu M, Ghirardi ML. 2010.

Comparative energy life-cycles analyses of microalgal biomass production in open ponds and photobioreactor. Biores. Technol. 101 : 1406-1413. Lamberti GA, Feminella JW, Pringle CM. 2007. Primary producer-consumer

interactions. Method in Stream Ecology. http:// www. sciencedirect. com. (Diakses 23 November 2009).

Li Y, Han D, Sommerfeld M, Hu Q. 2010. Photosynthetic carbon partitioning and lipid production in the oleaginous microalgae Pseudochlorococcum sp. (Chlorophyceae) under nitrogen-limited conditions. Biores. Technol, In

Press.

McKinney RE. 2004. Environmental Pollution Control Microbiology. Marcel Decker, Inc. New York.

Mulholland PJ. 2007. Role Nutrient Cycling in Streams. Algal Ecology. http://www. sciencedirect.com. (Diakses 23 November 2009).

Oh-Hama T, Miyachi S. 1988. Chlorella. In Borowitzka MA, Borowitzka LJ

(50)

44 Ota M, Kato Y, Watanabe H, Watanabe M, Sato Y, Junior RLS, Inomata H. 2009.

Fatty acid production from highly CO2 tolerant alga, Chlorococcum

littorale, in the prescence of inorganic carbon and nitrate. Biores. Technol.

100 : 5237-5242.

Packer M. 2009. Algal capture of carbon dioxide: Biomass generation as a tool for green house gas mitigation with reference to New Zealand energy strategy and policy. Energy Policy 37 : 3428-3437.

Park JBK, Craggs RJ, Shilton AN. 2010. Wastewater treatment high rate algal ponds for biofuel production. Bioresr. Technol, In Press.

Pelczar JM, Roger DR. 1958. Introduction to Microbiology. McGraw-Hill Book Co., Inc. USA.

Pruvost J, Vooren GV, Cogne G, Legrand J. 2009. Investigation of biomass and lipids production with Neochloris oleoabundans in photobioreactor.

Bioresource Technol. 100 : 5988–5995.

Reynolds CS. 1990. TheEcology of Freshwater Phytoplankton. Cambridge Univ. Press. New York.

Richmond A. 1988. Spirulina. In Borowitzka MA, Borowitzka LJ (Eds).

Micro-algal Biotechnology. Cambridge Univ. Press. Cambridge.

Ruane J, Sonnino A, Agostini A. 2010. Bioenergy and the potential contribution of agricultural biotechnologies in developing countries. Biomass and

Bioenergy, In Press.

Simanjuntak P. 1995. Senyawa bioaktif dari ganggang. Hayati 2 (2) : 49 -54. Sudiarto A, Tjitrosomo SS. 1982. Gangg

Gambar

Gambar 3. Bagan alur penelitian.
Tabel 6. Komposisi Konsentrasi  Media M4
Gambar 5b. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9112.
Gambar 5d. Diagram pertumbuhan ganggang mikro ICBB 9114. Vertikal bar menyatakan standar error
+7

Referensi

Dokumen terkait

multi-tipe perpustakaan adalah Shanghai Information Resources Network (SIRN, 2008) yang pada tahun 2003 juga membuat agreement dengan OCLC untuk akses lebih dari 1000 judul

Pada penelitian ini pengujian hipotesis yang diajukan terkait dengan variabel independen berupa good corporate governance sebagai variabel laten terdiri dari lima

Sehubungan dengan permasalahan penelitian ini yaitu mengenai ada tidaknya hubungan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas X SMK Nusatama Padang pada mata

Rudarenje posjeta Web mjesta koristi sve metode i algoritme rudarenja podataka uz dodatak posebnih procesa i metoda specifične za Web analitiku.. Cilj Web analitike

Jumlah hari kupon ( day count ) untuk perhitungan kupon berjalan ( accrued interest ) menggunakan basis jumlah hari kupon sebenarnya ( actual per actual ). Pembayaran Kupon

Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor: 41/KPTS/KPU- PROV.030/2017 yang menjadi objek sengketa yang digugat oleh Para Teradu I, II, III dan Teradu IV merupakan tindaklanjut

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres mahasiswa keperawatan program transfer semester I dan semester III dalam mengikuti

Pada karakteristik fisik, jenang mengalami perubahan tekstur (P &lt;0.05) yang lebih keras.Sinar pada ruang penyimpanan, udara dan transparasi kemasan 23 lastic