• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Komposisi Kimia Kappaphycus alvarezii Kering

Bahan dasar untuk membuat karagenan adalah rumput laut kering. Rumput laut kering merupakan hasil dari rumput laut basah yang mengalami penjemuran selama 2-3 hari. Rumput laut kering jenis Kappaphycus alvarezii diperoleh dari pembudidaya rumput laut di desa Teluk Bogam Kabupaten Kotawaringin Barat. Rumput laut dikeringkan di atas para-para dengan bantuan sinar matahari. Umur panen dan asal bibit sangat mempengaruhi mutu rumput laut yang dihasilkan.

A1 A2

B1 B2

Bibit rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii ini diperoleh para petani sebagai bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kotawaringin Barat. Bibit tersebut sengaja diambil dari dua tempat yaitu Kota Baru (Kalimantan Selatan) dan pulau Karimun (Jawa). Sebelum rumput laut diekstraksi maka terlebih dahulu diuji komposisi kimia rumput laut kering meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar abu tidak larut asam.

4.3.1 Kadar air

Kandungan air pada rumput laut kering sangat mempengaruhi mutu rumput laut yang dihasilkan. Kadar air pada penelitian ini 20,18-29,73%. Kadar air tertinggi diperoleh pada umur panen 30 hari dari bibit asal Kota baru dan pulau Karimun. Kadar air terendah pada asal bibit Kota baru yaitu pada umur panen 60 hari sedangkan pada asal bibit pulau Karimun pada umur panen 45 hari. Kadar air rendah dapat disebabkan oleh kandungan air bebas pada rumput laut masih banyak sehingga terjadi penguapan pada saat penjemuran lebih besar. Kadar air pada rumput laut kering berpengaruh signifikan pada setiap umur panen (Lampiran 6). Penguapan menyebabkan kadar air pada rumput laut menurun (Syamsuar 2006). Hasil analisis kadar air pada rumput laut kering jenis

Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Gambar 16.

Pada bibit asal Kota Baru nilai kadar air menurun seiring meningkatnya umur panen tanaman. Akan tetapi pada rumput laut bibit asal pulau Karimun nilai kadar air berfluktuasi. Hal ini dipengaruhi oleh proses pengeringan rumput laut yang menggunakan sinar matahari sehingga kering tidak merata walaupun lama

29,73a 28,16b 22,64c 29,72a 20,15c 23,21c 0 5 10 15 20 25 30 35 30 45 60 Kadar Air (% )

Umur Panen (hari)

Gambar 16 Kadar air Kappaphycus alvarezii kering dari dua asal bibit dan umur panen yang berbeda ( ) Kota Baru ( ) pulau Karimun. Angka-angka pada histogram diikuti huruf superscripts berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

waktu pengeringan sama. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar air rumput laut kering itu yaitu dipengaruhi saat penyimpanan setelah rumput laut dipanen. Kadar air maksimal yang disyaratkan oleh SNI rumput laut kering (2009) untuk

Eucheuma maksimum 35%, nilai kadar air pada penelitian ini masih memenuhi standar mutu rumput laut kering.

4.3.2 Kadar abu

Unsur mineral dari rumput laut yaitu kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan yodium. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1992). Kadar abu rumput laut terutama terdiri dari garam natrium berasal dari air laut yang menempel pada thallus rumput laut. Banyaknya garam yang menempel pada thalus tidak sama sehingga dapat mempengaruhi kandungan abunya. Hasil analisis menyatakan kadar abu asal bibit Kota Baru yaitu 14,82-15,65%. Sedangkan nilai kadar abu asal bibit pulau Karimun 12,79-19,88%. Nilai ini masih memenuhi standar FAO (1972) dalam Angka dan Suhartono (2000) yaitu sebesar 15-40%. Histogram nilai kadar abu rumput laut kering ini pada Gambar 17.

Berdasarkan analisis ragam terhadap rumput laut kering asal bibit Kota Baru dan pulau Karimun (Lampiran 7) menunjukkan nilai kadar abu yang signifikan saat umur panen 30 dan 45 hari. Akan tetapi saat umur panen 60 hari pada asal bibit pulau Karimun nilai kadar abu meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin

15,65b 13,71c 14,82b 12,79c 15,00b 19,88a 0 5 10 15 20 25 30 45 60 Kadar Abu (% )

Umur Panen (hari)

Gambar 17 Kadar abu Kappaphycus alvarezii kering dari dua asal bibit dan umur panen yang berbeda ( ) Kota Baru ( ) pulau Karimun. Angka-angka pada histogram diikuti huruf superscripts berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

lama rumput laut di dalam suatu perairan maka semakin besar garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut (Wenno 2009). Sedangkan pada asal bibit Kota Baru meningkatnya umur panen tidak berpengaruh terhadap kadar abu. Hal ini menunjukkan bahwa spesies, umur panen, metode penanaman dan perairan yang sama belum tentu menyebabkan tanaman tersebut memiliki nilai dan komponen yang sama.

4.3.3 Kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al. 2003). Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Nilai kadar abu rumput laut kering asal bibit Kota Baru yaitu 0,76-3,27% dan asal bibit Pulau Karimun yaitu 0,83- 1,38%.

Hasil analisis ragam pada kedua asal bibit ini (Lampiran 9) menunjukkan umur panen memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu tidak larut asam rumput laut kering. Asal bibit Kota baru menunjukkan nilai berbeda nyata karena semakin bertambah umur panen maka nilai abu tidak larut asam semakin menurun. Rumput laut kering asal bibit pulau Karimun berbeda nyata pada umur panen 30 hari dan tidak berbeda nyata pada umur panen 45 dan 60 hari. Gambar 18 menunjukkan nilai kadar abu tidak larut asam rumput laut kering.

3,27a 1,68b 0,76c 0,83c 1,38b 1,08b 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 30 45 60 Kadar Abu Tidak Larut Asam (% )

Umur Panen (hari)

Gambar 18 Kadar abu tidak larut asam Kappaphycus alvarezii kering dari dua asal bibit dan umur panen yang berbeda ( ) Kota Baru ( ) pulau Karimun. Angka-angka pada histogram diikuti huruf

superscripts berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).  

Nilai kadar abu pada penelitian ini masih dalam standar yang telah ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2%, FAO dan FCC maksimum 1%, kecuali kadar abu tidak larut asam pada umur panen 30 hari asal bibit Kota Baru yang memperoleh nilai yang melebihi standar yaitu 3,28%. Hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi dari kerang, lumut dan lumpur yang menempel pada thallus selama di dalam perairan, proses penanganan bahan baku yang kurang baik, atau kontaminasi pada saat penjemuran karena dalam keadaan terbuka.

Dokumen terkait