• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Bahan-Bahan Baku

4.1.1 Komposisi kimia lintah laut ( Discodoris sp.)

Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui untuk mengembangkan bahan pangan tersebut. Salah satu metode yang lazim dilakukan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan karbohidrat dihitung secara by difference. Hasil analisis proksimat lintah laut segar dapat disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis proksimat lintah laut segar

Komponen Gizi Kandungan (%bb ) Kandungan (%bk)

Air 78,44±0,60 -

Abu 3,17±0,13 14,67±0,21

Protein 15,66±0,06 72,62±1,73

Lemak 0,10±0,00 0,46±0,01

Karbohidrat 2,65±0,40 12,24±1,53

Nilai ditunjukkan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian dua kali ulangan.

Kadar air dalam suatu bahan menunjukkan kandungan air per satuan bobot bahan. Ada dua metode dalam menentukan kadar air bahan yaitu berdasarkan bobot kering dan bobot basah. Kadar air yang terdapat pada daging lintah laut ini berdasarkan bobot basah adalah 78,44%. Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air daging lintah laut yang berasal dari Pamekasan Madura hasil penelitian Hafiluddin (2011).

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu dapat dijadikan sebagai petunjuk akan keberadaan mineral suatu bahan. Kadar abu yang terdapat pada daging lintah laut yaitu 3,17%, yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu lintah laut yang berasal dari Pamekasan Madura yaitu 1,87%, lintah laut merupakan organisme yang hidup di habitat berlumpur dan menempel pada subtrat, makanannya berupa plankton dan dimakan dengan cara filter feeder (Hafiluddin 2011). Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Perbedaan nilai abu pada setiap organisme disebabkan oleh perbedaan organisme dan lingkungan tempat hidup organisme serta faktor makanan. Setiap organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengabsorsi dan mengeluarkan logam. Menurut Zaitsev et al. (1969), zat gizi termasuk mineral, akan sangat tergantung pada konsumsi zat tersebut dari lingkungannya. Holland (2009) menyatakan bahwa lintah laut biasanya terdapat di perairan dangkal berpasir serta terumbu karang hingga di dasar laut yang mempunyai kedalaman lebih dari satu kilometer.

Protein adalah zat yang mengandung nitrogen yang dibentuk oleh asam amino. Protein merupakan komponen dasar dalam pembentukan jaringan hewan dan manusia (Mandle et al. 2012). Fungsi protein adalah sebagai struktur komponen otot dan jaringan selain itu protein juga digunakan untuk memproduksi hormon, enzim dan hemoglobin (Hoffman dan Falvo 2005). Berdasarkan hasil pengujian maka daging lintah laut segar yang berasal dari Cirebon mengandung protein yang mencapai 15,66%. Kandungan protein ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan lintah laut yang berasal dari Pamekasan Madura, yang hanya mengandung protein 12,31% (Hafiluddin 2011). Tingginya kadar protein terhadap daging lintah laut segar yang berasal dari perairan Cirebon menunjukkan potensi yang besar sebagai minuman fungsional kaya protein yang mengandung taurin.

Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang sebagian besar terdiri dari trigliserida. Dalam lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolesterol, dan fitosterol (Budiyanto 2002). Rendahnya kadar lemak dalam penelitian ini (0,1%) dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hafiluddin (2011) kemungkinan karena perbedaan

dari habitat asli lintah laut. Seperti yang dinyatakan oleh Almatsier (2006) bahwa lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% di sekeliling organ dan rongga perut. Kandungan lemak dipengaruhi oleh lingkungan tempat organisme hidup dan berkembang, selain itu juga tingkat kedewasaan, musim dan kebiasaan makan. Perbedaan nilai lemak ini bisa juga disebabkan oleh umur panen dan laju metabolisme organisme. Kandungan lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies dan antar individu dalam satu spesies (Suzuki 1981).

(1) Asam amino lintah laut (Discodoris sp.)

Asam amino dibagi menjadi dua, yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh manusia (nutritive food) dan asam amino non esensial merupakan asam amino yang dapat dibentuk oleh tubuh manusia.

Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida (Sitompul 2004). Awal pembentukan protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku. Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus, yaitu gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen

(H) dan rantai samping (R) yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Rangwala dan Karypis 2010).

Tabel 8 dapat disajikan 8 asam amino essensial yaitu histidin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin dan lisin. Asam amino non esensial yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, arginin, alanin dan tirosin. Asam amino lintah laut yang terbesar terdapat pada asam glutamat yaitu sebesar 1.51% bb. Asam amino non esensial yang banyak ditemui di jaringan otot hewan adalah alanin, glisin, dan asam glutamat (Krug et al. 2009). Asam glutamat mengandung ion glutamat yang dapat merangsang beberapa tipe syaraf yang ada pada lidah manusia. Asam glutamat dan asam aspartat memberikan cita rasa pada

rasa umami (Uju et al. 2009). Kromatografi asam amino lintah laut dapat disajikan pada Lampiran 1,2 dan Lampiran 3.

Asam amino glutamat ini diduga memberikan rasa manis pada daging lintah laut sehingga tidak heran sebagian kecil masyarakat Cirebon yang berdomisili di pinggir laut mengolah daging lintah laut menjadi oseng-oseng .

Tabel 8 Hasil asam amino lintah laut

No. Jenis asam amino Kandungan (%bb) Kandungan (%bk)

Total asam amino esensial 2,76 12,64

1. Histidin 0,12±0,01 0,53±0,03 2. Treonin 0,33±0,01 1,51±0,03 3. Metionin 0,19±0,01 0,86±0,03 4. Valin 0,38±0,01 1,76±0,07 5. Fenilalanin 0,32±0,01 1,46±0,03 6. Isoleusin 0,36±0,01 1,65±0,03 7. Leusin 0,59±0,01 2,71±0,03 8. Lisin 0,47±0,02 2,16±0,10

Total asam amino non esensial 5,01 23,12

9. Asam aspartat 0,89±0,44 4,10±0,16 10. Asam glutamate 1,51±0,07 7,00±0,33 11. Serin 0,40±0,01 1,85±0,07 12. Glisin 0,65±0,04 2,99±0,16 13. Arginin 0,74±0,04 3,41±0,16 14. Alanin 0,54±0,03 2,50±0,13 15. Tirosin 0,28±0,01 1,27±0,03

Nilai ditunjukkan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian dua kali ulangan.

Asam amino non esensial kedua yang paling banyak terdapat pada daging lintah laut adalah asam aspartat sebesar 0,89% bb. Tetapi jumlah ini masih lebih rendah jika kita bandingkan dengan asam aspartat yang terdapat pada telur dan daging sapi. Menurut Conrat et al. (2010) asam amino Asam aspartat pada putih telur 13,3% dan pada kuning telur 8,1%, sedangkan pada daging sapi sebesar 8,52% (Schweigert et al. 2010).

(2) Kandungan logam berat daging lintah laut

Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya karena sifat toksik jika dalam jumlah yang besar dan dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan baik aspek biologi maupun aspek ekologis. Logam-logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses

pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut yang terdapat didalam perairan (termasuk kerang yang bersifat bentik dan sebagai (bioindikator) baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia.

Istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun, pada kenyataannya unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni) dan seng (Zn).

Konsentrasi residu maksimum yang diizinkan bagi produk laut untuk

kesehatan manusia adalah sebagai berikut, Pb (1,5 mg kg-1 bb) dan Cd (0,2 mg kg-1 bb), sedangkan Cu dan Zn yang merupakan salah satu unsur essensial

masing-masing adalah 10 dan 150 mg kg-1 bb (FAO 1983). Baku mutu produk laut FAO (1983) disajikan dalam satuan berat basah, jika dikonversikan kedalam satuan berat kering dengan asumsi produk perikanan laut mengandung kadar air rata-rata 70% (Uthe dan Chou 1988) maka konsentrasi residu untuk logam non- esensial (Pb dan Cd) adalah 5 dan 0,7 mg kg-1, sedangkan untuk logam esensial Cu dan Zn adalah 33 dan 500 mg kg-1 bk.

Berdasarkan tingkat toksisitasnya, logam berat dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu 1) Hg, Pb, Cd, Cu, dan Zn yang bersifat toksik tinggi, 2) Cr, Ni, dan Co yang bersifat toksik menengah, dan 3) Mn, dan Fe yang bersifat toksik rendah. Unsur-unsur logam berat ini dibutuhkan organisme hidup dalam proses metabolisme untuk perkembangan dan pertumbuhan sel-sel tubuhnya. Tetapi dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan keracunan, akan tetapi sifat toksik logam berat akan bergantung pada jenis kadar, efek sinergis, antagonis, sifat kimia dan dan fisiknya, serta faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas logam berat.

Kandungan logam berat pada daging segar lintah laut yaitu timbal (Pb), cadmium (Cd) dan merkuri (Hg) berturut-turut adalah <0,01 ppm, 0,058 ppm dan < 0,01 ppm. Kandungan ini masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Analisis logam berat pada daging lintah laut segar dapat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Analisis logam berat pada daging lintah laut segar

Jenis logam berat Hasil (ppm) WHO (ppm) FAO (ppm)

Timbal (Pb) <0,01 2 2

Cadmium (Cd) 0,058 - 1

Merkuri (Hg) <0,01 0,5 0,5

Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal (Pb). Air sungai yang tercemar oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar oleh Pb (Kohar et al. 2004). Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya (Purnomo dan Muchyiddin 2007). Kadar Pb yang terdapat pada daging lintah laut segar sebesar <0,01, dimana nilai itu tidak melebihi dengan nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan untuk kepentingan biota laut yakni sebesar 0,008 ppm atau 8 ppb (Lestrari dan Edward 2004). Kadar Pb maksimum pada biota laut yang boleh dikonsumsi sebesar 2 ppm (WHO 1976).

Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk pelapisan elektrik serta galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan campuran logam dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati et al. 2008).

Kadar Cd yang terdapat pada daging lintah laut adalah sebesar 0,058 ppm. Batas aman logam berat Cd dalam makanan baik oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan FDR New Zealand serta FAO yaitu 1 ppm. Kandungan logam berat kadmium yang rendah pada daging lintah laut di perairan Cirebon juga menunjukkan bahwa perairan tersebut masih aman dari pencemaran kadmium. Hal ini diduga karena lokasi perindustrian jauh dari perairan tersebut dan kegiatan pertanian tidak mempengaruhi kandungan logam Cd secara signifikan di perairan tersebut.

Kadar Hg <0,01 ppm relatif rendah dan belum berbahaya bagi biota perairan. Dengan kata lain rendahnya kandungan logam berat merkuri pada daging lintah laut di Perairan Cirebon menunjukkan bahwa perairan tersebut belum tercemar dari logam berat merkuri, batas aman merkuri dalam makanan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO 1976) adalah sebesar 0,5 ppm. Merkuri secara luas tersebar di udara, tanah, bebatuan, air dan di bagian lain lingkungan sebagai hasil dari aktivitas manusia. Akan tetapi, sedikit yang diketahui bahwa Hg diakumulasikan oleh hewan.

Konsentrasi residu logam dalam jaringan biota akan selalu berfluktuasi dipengaruhi antara lain, umur dan ukuran biota (Al-Yousef et al. 2000), kebiasaan makan biota atau tingkat trofik dalam jaringan (Watanabe et al. 2003), serta spesies atau jenis biota (Qugun et al. 2005).

Dokumen terkait