• Tidak ada hasil yang ditemukan

Synergistic Effect Of Taurine Sea Slug (Discodoris sp.) and Ginger (Curcuma Xanthorriza Roxb.) in Functional Beverage Powders

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Synergistic Effect Of Taurine Sea Slug (Discodoris sp.) and Ginger (Curcuma Xanthorriza Roxb.) in Functional Beverage Powders"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK SINERGIS TAURIN LINTAH LAUT (

Discodoris

sp.) DAN

TEMULAWAK

(Curcuma xanthorriza

Roxb.

)

DALAM SERBUK MINUMAN FUNGSIONAL

R. MARWITA SARI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Efek Sinergis Taurin Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam Serbuk Minuman Fungsional” adalah karya saya beserta komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Januari 2013

R. Marwita Sari Putri

(4)
(5)

ABSTRACT

R. MARWITA SARI PUTRI. Synergistic Effect Of Taurine Sea Slug (Discodoris sp.) and Ginger (Curcuma Xanthorriza Roxb.) in Functional Beverage Powders. Under supervision of NURJANAH and KUSTIARIYAH TARMAN.

Aquatic resources such as sea slug (Discodoris sp.) can be made into functional beverages. Sea slug has been reported to possess antioxidant properties which allege that the functional drink made from sea slug contains taurine. The study was conducted into 3 phases: 1 )preparation of raw materials (Discodoris sp.) 2) preparation of additional ingredients (ginger, curcuma and lemon) 3) formulation of the functional beverage product. The aim of the study were 1) to determine the concentration of raw materials composition by considering the synergistic effect of taurine on the functional beverage, 2)to determine the effect of the preparation of functional beverage powders on total taurine, 3)to determine the effect of storage on taurine content functional beverage powders sea slug. Three best formula which physically acceptable:T1 formula (Discodoris sp. 20%, ginger 40%, curcuma 20%, lemon 20%),T2 Formula (Discodoris sp. 25%, ginger 40%, curcuma 15%, lemon 20%), and T3 Formula (Discodoris sp. 30%, ginger 40%, curcuma 10%, lemon 20%). Addition of sea slug, ginger, curcuma and lemon in formulation caused a synergistic effect on taurine content. The length of storage decreased the amount of taurine in the functional beverage powders sea slug.

(6)
(7)

RINGKASAN

R. MARWITA SARI PUTRI. C351100141. Efek Sinergis Taurin Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam Serbuk Minuman Fungsional. Dibimbing oleh NURJANAH dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Lintah laut (Discodoris sp.) merupakan salah satu organisme yang mengandung senyawa aktif yaitu sebagai antibakteri, antifungi hormon dan lain-lain. Daging dan jeroan lintah laut kering mengandung taurin. Taurin merupakan salah satu zat stimulan yang dapat memicu stamina tubuh, sehingga banyak digunakan dalam suplemen energi. Secara empiris lintah laut telah digunakan oleh masyarakat Bajo sebagai bahan aprodisiaka untuk meningkatkan stamina tubuh, sedangkan di daerah Pamekasan Madura lintah laut digunakan sebagai jamu untuk menyembuhkan penyakit punggung.

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan konsentrasi dan cara pencampuran bahan-bahan baku dengan mempertimbangkan efek sinergis taurin pada serbuk minuman fungsional (2) menentukan pengaruh preparasi dan pengolahan terhadap jumlah taurin pada serbuk minuman fungsional dan (3) menentukan masa simpan terbaik melalui pengujian stabilitas.

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah preparasi bahan baku, analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah analisis kimia terhadap masing-masing bahan meliputi uji kadar air, abu, lemak dan protein. Tahap kedua adalah formulasi minuman fungsional. Formulasi didasarkan pada hasil percobaan terhadap karakteristik mutu organoleptik dari minuman fungsional. Produk akhir hasil formulasi minuman adalah dalam bentuk serbuk hasil spray drying. Komposisi dari bahan-bahan utama dan bahan tambahan (temulawak) merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah analisis taurin ekstrak temulawak dan serbuk minuman fungsional yang telah diformulasikan. Tahap ketiga adalah pengujian masa simpan produk. Pada tahap ini, produk yang memiliki aktivitas taurin tertinggi di antara perlakuan yang diterima secara organoleptik dilanjutkan pengujiannya untuk melihat stabilitas produk terhadap waktu. Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu atau model akselerasi menggunakan metode Arrhenius. Selama masa penyimpanan, produk disimpan pada tiga kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu 30 °C, 35 °C dan 45 °C. Frekuensi pengamatan dilakukan 7 hari sekali pada masing-masing suhu selama 60 hari. Uji stabilitas yang dilakukan pada setiap 7 hari pengamatan meliputi uji total mikroba/kapang, uji kadar air (aw), pH (derajat

keasaman) minuman serbuk fungsional dari formula terpilih, uji taurin dan uji warna terhadap hari ke-0 dan hari ke-60 penyimpanan.

(8)

terhadap kandungan taurin. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kandungan taurin didalam minuman serbuk fungsional apabila dibandingkan dengan kandungan taurin yang ada pada bahan tunggal. Kandungan taurin paling tinggi pada serbuk minuman fungsional ini adalah formula T1 yaitu sebesar 588 mg/100g. Pengaruh lamanya penyimpanan dan suhu air seduh dapat mempengaruhi jumlah taurin didalam minuman serbuk lintah laut. Kandungan taurin menjadi berkurang akibat lamanya penyimpanan yang pada awal penyimpanan kandungan taurin adalah 588 mg/100g menjadi 25 mg/100g dan jumlah kandungan taurin akibat suhu air seduh adalah 24 mg/100g.

Berdasarkan pengujian stabilitas terhadap parameter-parameter kimia dan mikrobiologi yang diuji, maka pendugaan umur simpan berdasarkan parameter kritis yaitu nilai aw (water activity) maka dapat diketahui umur simpan dari

formula T1 yaitu selama 16 hari pada suhu 30 °C, 20 hari pada suhu 35 °C dan 31 hari pada suhu 45 °C, sedangkan untuk formula minuman yang memiliki nilai organoleptik paling tinggi (T2) lebih tahan lama umur simpannya selama 118 hari pada suhu 30 °C, 125 hari pada suhu 35 °C dan 141 hari pada suhu 45 °C.

(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

EFEK SINERGIS TAURIN LINTAH LAUT (

Discodoris

sp.) DAN

TEMULAWAK (

Curcuma xanthorriza

Roxb.)

DALAM SERBUK MINUMAN FUNGSIONAL

R. MARWITA SARI PUTRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains

pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Efek Sinergis Taurin Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam Serbuk Minuman Fungsional

Nama : R. Marwita Sari Putri

NIM : C351100141

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurjanah, MS Dr. Kustiariyah Tarman, S. Pi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Efek Sinergis Taurin Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam Serbuk Minuman Fungsional”. Penelitian ini dibiayai oleh proyek hibah bersaing tahun 2011 melalui dana DIPA IPB.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Nurjanah, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Kustiariyah, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen penguji yang telah

memberikan banyak masukan demi perbaikan tesis ini.

3. Ibu Dr Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

4. Bapak/Ibu dosen, staf administrasi, staf laboratorium Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama penulis menempuh studi.

5. Bapak dan Ibu staf administrasi dan staf laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama penulis melakukan penelitian.

6. Orang tua R. Asari Husni BA dan R. Misnur Putri dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

7. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi di IPB serta teman-teman sejawat yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

(16)

Hardiningtyas dan Elizabeth J Tapotubun), angkatan 2011, teman-teman S2 SPL IPB angkatan 2010 serta adik-adik S1 THP atas kerjasama yang baik selama studi.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis persembahkan karya tulis ini kepada para pembaca dengan harapan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Terimakasih.

Januari 2013

R. Marwita Sari Putri

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tembilahan Riau, pada tanggal 31 Maret 1985. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak R. Asari Husni dan Ibu Hj. R. Misnur Putri. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 006 Tembilahan lulus pada tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Tembilahan lulus tahun 2000 dan Sekolah Menengah Atas di SMUN 1 Tembilahan lulus pada tahun 2003.

Pendidikan sarjana di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Riau (UR) Pekanbaru melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Daerah (PBUD) dari tahun 2003-2008. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai dosen tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri Tembilahan Riau.

Tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang magister pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan IPB. Penulis berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2012 dengan judul penelitian Efek Sinergis Taurin Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Temulawak (Curcuma xanthorriza

Roxb.) dalam Serbuk Minuman Fungsional dibawah bimbingan Dr. Nurjanah, MS dan Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si. Sebagian isi tesis telah dipublikasikan pada Prosiding Acikita International Conference of Science and Technologi (AICST).

(18)
(19)

DAFTAR ISI

2.3 Karakteristik Bahan-bahan Campuran ... 10

2.3.1 Jahe (Zingiber officinalle Rosc.) ... 10

2.3.2 Jeruk lemon (Citrus medical var. lemon) ... 12

2.3.3 Temulawak (Curcumaxanthorriza Roxb.) ... 15

2.3.4 Karaginan ... 19

2.3.5 Maltodekstrin ... 19

2.3.6 Sukrosa ... 21

2.4 Spray Drying ... 22

2.5 Stabilitas Serbuk Minuman Fungsional ... 23

3 METODE PENELTIAN ... 27

3.1 Waktu dan Tempat ... 27

3.2 Bahan dan Alat ... 27

3.3 Prosedur Penelitian ... 28

3.3.1 Tahap preparasi bahan baku ... 28

3.3.2 Tahap formulasi minuman fungsional ... 28

3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk ... 30

(20)

3.4.5 Analisis kandungan bobot asam amino (AOAC 1994) ... 37

3.4.6 Analisis organoleptik (SNI 2006 yang dimodifikasi) ... 39

3.4.7 Uji stabilitas ... 39

3.4.7.1 Pengujian mikrobiologi (Maturin dan Peeler 2000)... 41

3.4.7.2 Nilai pH ... 42

3.4.7.3 Pengukuran aktivitas air (aw) ... 42

3.5 Analisis Data ... 42

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Komposisi Kimia Bahan-Bahan Baku ... 45

4.1.1 Komposisi kimia lintah laut (Discodoris sp.) ... 45

(1) Asam amino lintah laut (Discodoris sp.) ... 47

(2) Kandungan logam berat daging lintah laut ... 48

4.1.2 Komposisi kimia jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)... 51

4.1.3 Komposisi kimia temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) .... 52

4.2 Kandungan Taurin Lintah Laut Segar dan Rimpang Temulawak ... 53

4.3 Serbuk Minuman Fungsional Lintah Laut ... 54

4.3.1 Pembuatan serbuk minuman fungsional ... 54

4.3.2 Analisis organoleptik ... 56

4.3.3 Kandungan taurin serbuk minuman fungsional lintah laut ... 62

4.3.3.1 Pengaruh penyimpanan terhadap jumlah taurin ... 66

4.3.3.2 Pengaruh suhu seduh terhadap jumlah taurin ... 67

4.4 Uji Stabilitas Produk Minuman Fungsional Terpilih ... 68

4.4.1 Total plate count dan kapang ... 68

4.4.2 Nilai pH ... 74

4.4.3 Warna serbuk minuman fungsional ... 76

4.5 Pendugaan Umur Simpan Serbuk Minuman Fungsional Lintah Laut .. (Discodoris sp.) dengan Metode Arrhenius ... 77

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Simpulan ... 85

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(21)

DAFTAR TABEL

Hal

1 Kandungan asam amino taurin pada beberapa produk perikanan

dan peternakan ... 9

2 Komposisi kimia buah jeruk lemon ... 14

3 Komposisi rimpang temulawak ... 18

4 Komposisi pati temulawak ... 18

5 Formulasi serbuk minuman fungsional lintah laut ... 29

6 Parameter warna berdasarkan nilai °h (Hue) ... 36

7 Analisis proksimat lintah laut segar ... 45

8 Hasil asam amino lintah laut ... 48

9 Analisis logam berat pada daging segar lintah laut... 50

10 Analisis proksimat jahe merah segar ... 51

11 Analisis proksimat temulawak segar.. ... 52

12 Komposisi bahan utama dan bahan tambahan dalam pembuatan serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.) ... 55

13 Analisis proksimat serbuk minuman fungsional lintah laut selama penyimpanan ... 55

14 Water activity (aw) formula T1 minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan dengan tiga suhu yang berbeda .. 78

15 Water activity (aw) formula T2 minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan dengan tiga suhu yang berbeda ... 78

16 Nilai koefisien korelasi (R2) pada perhitungan pendugaan umur simpan minuman fungsional lintah laut formula T1 berdasarkan parameter water activity (aw) ... 79

17 Nilai koefisien korelasi (R2) pada perhitungan pendugaan umur simpan minuman fungsional lintah laut formula T2 berdasarkan parameter water activity (aw) ... 79

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR 9 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk ... 32 10 Hasil uji kesukaan panelis terhadap warna

T1: Discodoris sp 20% jahe 40% temulawak 20% jeruk lemon 20% T2: Discodoris sp 25% jahe 40% temulawak 15% jeruk lemon 20%

T3: Discodoris sp 30% jahe 40% temulawak 10% jeruk lemon 20% ... 57 11 Struktur keto-enol kurkuminoid (Cahyono et al. 2011) ... 57 12 Hasil uji kesukaan panelis terhadap aroma

T1: Discodoris sp. 20% jahe 40% temulawak 20% jeruk lemon 20% T2: Discodoris sp. 25% jahe 40% temulawak 15% jeruk lemon 20%

T3: Discodoris sp. 30% jahe 40% temulawak 10% jeruk lemon 20% ... 59 13 Hasil uji kesukaan panelis terhadap rasa

T1: Discodoris sp 20% jahe 40% temulawak 20% jeruk lemon 20% T2: Discodoris sp 25% jahe 40% temulawak 15% jeruk lemon 20%

T3: Discodoris sp 30% jahe 40% temulawak 10% jeruk lemon 20% ... 60 14 Kandungan taurin serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp)

T1: Discodoris sp 20% jahe 40% temulawak 20% jeruk lemon 20% T2: Discodoris sp 25% jahe 40% temulawak 15% jeruk lemon 20%

T3: Discodoris sp 30% jahe 40% temulawak 10% jeruk lemon 20% ... 62 15 Perubahan struktur protein akibat denaturasi (Mesier 1991) ... 63 16 Sintesis taurin (Wojcik et al. 2011) ... 64 17 Struktur kimia kurkumin (Nabavi et al. 2011) ... 65 18 Laju peningkatan sel mikroba (TPC) pada serbuk minuman fungsional

lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 30 °C

formula minuman T1 dan formula minuman T2 ... 69 19 Laju peningkatan sel mikroba (TPC) pada serbuk minuman fungsional

lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 35 °C

(24)

20 Laju peningkatan sel mikroba (TPC) pada serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 45 °C

formula minuman T1 dan formula minuman T2 ... 70 21 Perubahan jumlah kapang pada serbuk minuman fungsional

lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 30 °C

formula minuman T1 dan formula minuman T2 ... 72 22 Perubahan jumlah kapang pada serbuk minuman fungsional

lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 35 °C

formula minuman T1 dan formula minuman T2 ... 72 23 Perubahan jumlah kapang pada serbuk minuman fungsional

lintah laut (Discodoris sp.) selama penyimpanan pada suhu 45°C

formula minuman T1 dan formula minuman T2 ... 73 24 Nilai pH serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.)

formula T1 selama penyimpanan suhu 30 °C, 35 °C dan suhu 45 °C ... 75 25 Nilai pH serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp)

formula T2 selama penyimpanan suhu 30 °C, 35 °C dan suhu 45 °C ... 75 26 Laju peningkatan nilai water activity (aw) pada minuman serbuk

fungsional lintah laut (Discodoris sp.) formula T1 selama

penyimpanan suhu 30 °C ... 81 27 Laju peningkatan nilai water activity (aw) pada minuman serbuk

fungsional lintah laut (Discodoris sp.) formula T2 selama

penyimpanan suhu 30 °C, 35 °C dan suhu 45 °C ... 81 28 Persamaan laju kinetik pendugaan umur simpan serbuk minuman

fungsional formula T1 ... 82 29 Persamaan laju kinetik pendugaan umur simpan serbuk minuman

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1 Kromatografi asam amino lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 1 ... 99 2 Kromatografi asam amino lintah laut (Discodoris sp.) ulangan 2 ... 101 3 Kromatografi asam amino standar ... 103 4 Syarat mutu serbuk minuman tradisional ... 104 5 Score sheet uji hedonik ... 105 6 Uji kruskal wallis serbuk minuman fungsional lintah laut

(Discodoris sp.) terhadap warna ... 106 7 Uji kruskal wallis serbuk minuman fungsional lintah laut

(Discodoris sp.) terhadap aroma ... 106 8 Uji kruskal wallis serbuk minuman fungsional lintah laut

(26)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan hayati sebagai sumber bahan alami (natural products) yang berasal dari tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Bahan alami yang berasal dari hewan dapat digunakan sebagai pencegah penyakit karena mengandung senyawa bioaktif, yaitu sebagai antibakteri, antivirusi, antitumor dan lain-lain.

Salah satu organisme yang mengandung senyawa bioaktif itu adalah lintah laut (Discodoris sp.). Lintah laut merupakan jenis biota laut yang hidup di zona intertidal pasang surut (Rudman 1999). Lintah laut merangkak sepanjang dasar perairan, melekat pada permukaan tanaman, pada batu-batuan berlumpur atau berpasir biasanya dalam air pada daerah pasang surut yang rendah, bergerak lambat dan menghasilkan lendir untuk mencegah kekeringan.

Beberapa penelitian tentang lintah laut telah dilakukan, yaitu isolasi senyawa steroid dari lintah laut dan ditemukan 7 jenis senyawa metabolit yang diantaranya adalah senyawa androgen (Ibrahim 2001). Penelitian lain mengungkapkan bahwa lintah laut mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh serta sterol pada fraksi nonpolar (Witjaksono 2005). Hasil uji fitokimia dari ekstrak metanol lintah laut diperoleh kelompok alkaloid, steroid, asam amino, saponin dan fenol yang berperan sebagai antioksidan dengan rendemen yang terbesar yaitu 5,12% dengan aktivitas antioksidan 89,44% dibandingkan dengan pelarut yang lain (Nurjanah et al. 2010). Lintah laut jenis Discodoris sp. telah dimanfaatkan sebagai formulasi minuman fungsional dan mempunyai aktivitas antioksidan (Naiu et al. 2011). Lintah laut asal Madura berpotensi sebagai sumber protein, lemak dan mineral (Hafiluddin 2011). Kandungan taurin pada daging dan

jeroan lintah laut kering yang berasal dari Kepulauan Belitung adalah sebesar 2,8 mg/g dan 2,7 mg/g (Rezfanni 2010).

(27)

meningkatkan stamina tubuh (Ibrahim 2001). Di daerah Pamekasan Madura lintah laut digunakan sebagai jamu untuk menyembuhkan penyakit punggung dan meningkatkan stamina (Hafiluddin 2011). Taurin adalah suatu antioksidan yang sangat kuat sehingga dapat mencegah kerusakan DNA pada kosentrasi yang rendah. Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa taurin mencegah penyakit diabetes serta fibrosis hati melalui mekanisme antioksidannya (Tasci et al. 2007)

Asam amino komersial dihasilkan dari reaksi sintesis menggunakan bahan-bahan kimiawi. Taurin dihasilkan dari reaksi amino etanol dan asam sulfat. Bahan-bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan asam amino secara sintesis ini adalah urotropin, urea, ammonia, asam sulfat dan berbagai asam kuat lainnya. Kalau dilihat dari segi kehalalan, asam amino yang dihasilkan dari reaksi kimia sintetis sebenarnya lebih aman, karena tidak melibatkan bahan yang kritis, namun kalau dipandang dari segi kesehatan reaksi asam kuat dan bahan-bahan kimia tersebut memiliki pengaruh yang kurang baik bagi kesehatan terutama jika digunakan dalam dosis yang berlebihan (Michwan 2007).

Penelitian sumber taurin dalam minuman fungsional lintah laut dalam

bentuk serbuk belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap memanfaatkan lintah laut sebagai minuman fungsional antioksidan dalam bentuk pasta yang dilakukan oleh Naiu (2011). Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan lintah

laut sebagai salah satu alternatif sumber taurin yang berasal dari hasil perairan dan melanjutkan mata rantai dari penelitian sebelumnya khususnya tentang teknologi dalam pembuatan minuman fungsional lintah laut.

1.2 Perumusan Masalah

(28)

Salah satu hasil perairan yang bisa dibuat menjadi minuman fungsional dalam bentuk serbuk adalah lintah laut. Lintah laut mengandung asam amino taurin, hal ini didukung oleh pengalaman empiris yang terjadi di daerah Buton dan Madura serta penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa daging dan jeroan lintah laut mengandung taurin.

Teoretis, asam amino taurin (2-aminoethanesulphonic acid) adalah asam amino semi-esensial yang mengandung gugus belerang dalam struktur kimianya. Taurin tidak ikut dalam sintesa protein dan banyak ditemukan dalam jaringan otot jantung dan otak manusia. Tubuh manusia secara alamiah mampu mensintesis taurin dari asam amino sistein dan metionin. Asam amino sistein dioksidasi menjadi taurin dengan bantuan enzim cysteine sulfinic acid decarboxylase (CSAD) dan pyridoxal-5-phosphate (koenzim Vitamin B6), tetapi

aktivitas enzim CSAD pada manusia relatif rendah dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia tidak dapat mencukupi kebutuhan taurin dari hasil sintesis di dalam tubuh, melainkan diharapkan mengkonsumsi pangan yang mengandung taurin atau sistein dan metionin.

Minuman berenergi yang beredar di pasaran biasanya memiliki kandungan taurin, tetapi sumber taurin sendiri banyak berasal dari reaksi kimia. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan apabila dikonsumsi dalam dosis yang

berlebihan. Untuk mengurangi kekhawatiran kita terhadap sumber taurin yang terdapat dalam minuman berenergi maka diperlukan alternatif sumber taurin yang lebih aman untuk kesehatan yaitu taurin yang terdapat di dalam serbuk minuman fungsional yang berasal dari lintah laut (Discodoris sp.).

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

(a) Menentukan konsentrasi bahan-bahan yang memberikan efek sinergis pada kandungan taurin serbuk minuman fungsional

(b) Menentukan pengaruh preparasi pada serbuk minuman fungsional terhadap jumlah taurin

(29)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan tujuan dari rencana penelitian ini, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

(a) Cara preparasi serbuk minuman fungsional lintah laut berpengaruh terhadap jumlah taurin

(b) Masa simpan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia produk minuman fungsional lintah laut fungsional Discodoris sp dengan jahe, temulawak dan jeruk lemon Witjaksono 2005

Naiu 2011

(30)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lintah Laut (Discodoris sp.) dan Komponen Bioaktifnya

Lintah laut (Discodoris sp.) merupakan spesies yang termasuk dalam ordo

nudibranchia yang dikenal memiliki corak dan warna yang beraneka ragam (Gambar 2). Nudibranch dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki cangkang dan termasuk dalam golongan karnivora yang memangsa spons dan invertebrata bertubuh lunak. Kata nudibranch berasal dari Bahasa Latin ”nudus” yang berarti telanjang dan bahasa Yunani ”brankhia” yang berarti insang. Kelompok hewan ini memiliki corak dan warna yang beraneka ragam, namun beberapa jenis dari hewan ini mempunyai kemampuan kamuflase yang handal sehingga cukup sulit untuk ditemukan (Sorowako 2008). Racun dalam tubuh mangsanya tidak membahayakan hewan ini, melainkan dapat digunakan sebagai suatu alat pertahanan terhadap musuh. Sedikit dari hewan ini menghasilkan sendiri racunnya, namun lebih banyak berasal dari makanan yang dimakannya. Spesies yang memakan racun dari spons akan mengubah dan menyimpan komponen racun tersebut dalam tubuhnya dan mengeluarkannya melalui sel-sel kulit dan kelenjar saat mereka diserang (Holland 2009).

Klasifikasi lintah laut secara sistematik menurut Rudman (1999) sebagai berikut :

(31)

Gambar 2 Lintah laut (Discodoris sp.) (Nurjanah et al. 2010).

Tubuh Discodoris sp. berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bintik putih dan garis pada bagian atas badannya dan tanpa dilindungi oleh lapisan pelindung. Biasanya terdapat di perairan dangkal berpasir serta terumbu karang hingga di dasar laut kelam lebih dari satu kilometer dalamnya. Hewan ini berkembang baik di perairan hangat maupun dingin dan bahkan di sekeliling cerobong-cerobong vulkanis yang menyembur di laut dalam (Holland 2009). Lintah laut hidup dan menempel rapat pada batu-batuan yang berlumpur atau berpasir dan menghasilkan lendir (mucus) untuk mencegah kekeringan. Ukuran tubuh hewan ini dari yang kecil hingga medium berbentuk bulat panjang. Mulutnya dilengkapi dengan tentakel-tentakel kecil berbentuk jari (Sachidhanandam et al. 2000).

Senyawa bioaktif pada nudibranch umumnya diperoleh dari makanannya, berbagai macam senyawa yang berhasil diisolasi dari lintah laut hampir sama dengan senyawa metabolit yang ada pada spons dan spesies lainnya yang merupakan makanan dari nudibranch. Senyawa yang telah diisolasi yaitu terpen (isocyanopupukeanane) dari Phyllidia varicosa dan juga ditemukan pada spons

Hymeniacidon sp. Makrolid telah berhasil diisolasi dari Hexabranchus sanguineus

dan juga pada spons Halichondria, Mycale dan Jaspis. Senyawa peptida berhasil diisolasi dari opistobranch Dolabella auricularia dan pada sianobakteri Symploca. Senyawa peptida tersebut yaitu dolastatin 10 yang terbukti mempunyai aktivitas antitumor pada manusia (Wojnar 2008).

Beberapa komponen bioaktif yang telah diteliti dari lintah laut ordo

(32)

dari Discodoris sp. Menunjukkan adanya kelompok alkaloid, steroid, asam amino, saponin, dan fenol yang diduga berperan sebagai antioksidan (Nurjanah et al. 2010). Alkaloid adalah senyawa alami amina baik pada tanaman, hewan ataupun jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Senyawa ini berperan dalam sistem saraf pusat dan merupakan komponen pertahanan dalam tubuh, selain itu juga dapat bersifat sebagai antimalaria (Sirait 2007). Flavonoid dan beberapa golongan fenol dapat digunakan untuk mengurangi risiko beberapa penyakit kronis dengan kemampuannya sebagai antioksidan, antiinflamasi, detoksifikasi karsinogen, antikolesterol dan antiproliferasi (Chen dan Blumberg 2008).

Kelompok nudibranch lainnya, Discodoris indecora menunjukkan kemampuannya berkamuflase yang sempurna terhadap mangsanya, spons Ircinia variabilis. Bentuk dan warna hewan ini sangat mirip dengan spons yang tersebar luas diperairan dangkal di Laut Mediterania. Discodoris indecora menunjukkan sifat mempertahankan diri saat mendapatkan gangguan dengan mengeluarkan lendir putih yang banyak yang terdiri atas sejumlah besar palinurin dan variabilin. Kebanyakan hewan dapat memindahkan metabolit-metabolit spons dari dalam kelenjar pencernaan ke kelenjar mantelnya (Marin et al. 1997).

Lintah laut selain berpotensi sebagai antioksidan juga berpotensi sebagai

antikolesterolemia, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah

et al. (2010) yang membuktikan bahwa uji khasiat serbuk kering Discodoris sp. yang telah dilakukan pada kelinci New Zealand White selama 12 minggu sebanyak 4% dari pakan dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan meningkatkan HDL.

(33)

2.2 Taurin

Taurin berdasarkan nama IUPAC (International Union of Pure and Aplied

Chemistry) memiliki nama kimia asam 2-aminoetanesulfonik merupakan asam

amino sulfonik bebas (Gambar 5) yang dihasilkan sebagai produk akhir dari

metabolisme asam amino bersulfur. Sejak diisolasi pertama kali dari empedu Bos

taurus (sejenis banteng) pada tahun 1970, penelitian mengenai taurin mulai

berkembang. Kemudian, beberapa penelitian ilmiah mulai menemukan adanya

bukti pengaruh defisiensi taurin terhadap degenerasi retina pada hewan uji.

Sebaliknya, pemberian suplementasi taurin terhadap hewan uji menurunkan

tingkat degenerasi retina. Setelah itu, penelitian mengenai taurin semakin luas dan

terbukti bahwa senyawa ini memainkan peran penting terhadap perkembangan

otak, maturitas sel saraf, osmoregulasi serta berbagai peran lainnya (Heird 2004).

Taurin merupakan asam amino non esensial karena dapat disintesis dari sistein dan metionin (Welborn dan Manahan 1995). Taurin adalah asam amino bebas terbanyak yang terdapat dalam jaringan yaitu otot jantung dan otak (Patel 2006). Taurin mengandung asam amino sulfur yang mempunyai peranan penting

dalam beberapa proses biologi yaitu pengembangan dari sistem saraf pusat (SSP) dan retina, stabilisasi membran, reproduksi dan sistem kekebalan (Georgia et al. 2003). Struktur kimia taurin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur taurin (Wojcik et al. 2011).

(34)

taurin dibandingkan mamalia (Ruessheim 2000). Asam amino taurin dalam tanaman terdapat dalam jumlah yang terbatas, hanya ditemukan dalam alga merah (Ruessheim 2000). Kandungan asam amino taurin pada beberapa produk perikanan dan peternakan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan asam amino taurin pada beberapa produk perikanan dan

Sumber : Okuzumi dan Fuji (2000)

Taurin mengandung gugus amino, tetapi tidak memiliki gugus karboksil yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Itu sebabnya, molekul tersebut tidak berfungsi sebagai pembangun struktur protein. Taurin merupakan senyawa tidak esensial bagi nutrien manusia karena secara internal dapat disintesis dari asam amino metionin atau sistein dan piridoksin (Vitamin B6). Taurin sangat diperlukan pada masa pertumbuhan. Taurin banyak ditemukan dalam susu murni, telur, daging dan ikan. Selain itu, taurin banyak dijumpai pada produk suplemen makanan atau minuman. Taurin dibentuk oleh tubuh di dalam hati yang diikuti dengan reaksi oksidasi dari dekarboksilasi asam amino sistein (Marsh dan May 2009).

Pada moluska laut, taurin memiliki fungsi mengatur osmoregulasi agar tetap seimbang (Welborn dan Manahan 1995). Pada manusia, taurin berfungsi

mempertahankan keseimbangan sel membran pada jaringan yang aktif, yaitu pada jaringan otak dan jantung (Patel 2006). Selain itu, taurin juga berfungsi membantu metabolisme kolesterol dan mengemulsi asam empedu sehingga meringankan beban kerja dari hati, pankreas dan kantong empedu (Smayda 2002).

2.3 Karakteristik Bahan-bahan Campuran

(35)

dalam minuman fungsional ini. Bahan-bahan yang dicampur dalam formulasi minuman fungsional ini adalah jahe merah (Zingiber officinale Rosc.), karaginan rumput laut (Kappaphycus alvarezii), jeruk lemon (Citrus medical var. lemon), temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.), maltodekstrin dan sukrosa.

2.3.1 Jahe (Zingiber officinalle Rosc)

Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) menurut Lawrence (1951) dan Jansen (1981) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae Kelas : Monokotiledoneae Bangsa : Zingeberales Suku : Zingeberaceae Sub Suku : Zingiberoideae Marga : Zingiber

Jenis : Zingiber offcinale Rosc.

Jahe merupakan tanaman rumput-rumputan yang hidup merumpun,

berbatang semu, tegak atau condong dengan ketinggian 30-100 cm (Purseglove

et al. 1981). Seluruh batangnya tertutup oleh kelopak daun yang melingkari batang, bunganya berbentuk mayang kuning kehijauan dengan bibir bunga

berwarna ungu.

Gambar 4 Jahe (Zingiber offcinale Rosc.) (Rahingtyas 2008).

(36)

non protein yang terdapat dalam jaringan hewan dan sel-sel eukariotik dan berperan dalam fungsi-fungsi sel misalnya sintesis DNA dan protein, detoksifikasi komponen xenobiotik serta menjaga fungsi imun (Tejasari dan Zakaria 2006)

Bagian jahe yang banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen setelah berumur 9-11 bulan. Waktu pemanenan jahe tergantung tujuan penggunaannya. Jahe yang digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat muda, yaitu berumur 3-4 bulan agar tidak terlalu keras (Farrel 1990). Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau untuk ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8-10 bulan (Purseglove et al. 1981).

Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat (Ahmad 2008). Tejasari (2003) menyatakan bahwa jahe mengandung zat aktif senyawa fenol. Sifat fungsional yang dimiliki jahe adalah antioksidatif (menurunkan radikal bebas limfosit, kadar malonaldehid), imunostimulasi sel B dan sel T, meningkatkan aktivitas sitolitik

sel NK manusia, antimikroba, antiinflamatori dan antitusif. Jahe mengandung beberapa komponen bioaktif diantaranya adalah gingerols, shogaols, diarylheptanoids dan terpenoids (Kikuzaki 2000). Komponen bioaktif jahe

diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, antihepatotoksik, menghambat pembentukan prostaglandin, gastroprotektif, analgesik, antipiretic, dan antitumor promoting activity.

(37)

Rimpang jahe dapat digunakan sebagai obat batuk, mengatasi influenza, demam, menambah nafsu makan, memperkuat lambung dan memperbaiki pencernaan (sakit perut). Hasil penelitian Herold (2007) menunjukkan aktivitas antioksidan dari ketiga jenis jahe yang diukur dengan metode penangkapan senyawa radikal bebas stabil DPPH. Jahe merah memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi diantara kedua jenis jahe lainnya. Aktivitas antioksidan jahe merah yaitu sebesar 890.11 ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity), jahe gajah sebesar 858.44 ppm AEAC dan aktivitas antioksidan ekstrak jahe emprit sebesar 806.78 ppm AEAC.

Dua komponen utama yang terdapat pada jahe adalah minyak atsiri dan oleoresin yang berada di dalam sel-sel minyak pada jaringan korteks dekat permukaan kulit. Minyak atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang khas, bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi dan diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun ekstraksi menggunakan pelarut organik (Ketaren 1988).

Konsistensi minyak atsiri jahe adalah cairan kental berwarna hijau sampai

kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen-komponen pembentuk rasa pedas dan hangat khas jahe (Purseglove et al. 1981). Oleoresin merupakan campuran minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa

(Rismunandar 1988). Oleoresin jahe lebih banyak mengandung komponen non volatil yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri. Komponen non volatil itu merupakan zat pembentuk rasa pedas jahe dan memiliki sifat organoleptik seperti rempah-rempah aslinya. Oleh karena itu, oleoresin tetap memberikan rasa walaupun sebagian minyak atsirinya telah menguap (Cripps 1973).

2.3.2 Jeruk Lemon (Citrus medical var. lemon)

(38)

Gambar 5 Bagian-bagian buah jeruk lemon (Citrus medical var. lemon) (Albrigo dan Carter 1977).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa flavor dari lemon dapat menaikkan aktivitas saraf sympatetik pada jaringan adipose putih yang menyebabkan kenaikan pada lipolisis dan penekanan pada pertumbuhan berat tubuh (Nijima dan Nagai 2003). Klasifikasi jeruk lemon adalah sebagai berikut : Filum : Spermathophyta

Subfilum : Angiosperma

Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus medica var. lemon

Menurut Albrigo dan Carter (1977) bagian-bagian utama jeruk jika dilihat dari bagian luar sampai kedalam adalah kulit (tersusun atas epidermis, flavedo,

kantong minyak dan ikatan pembuluh), segmen-segmen (terdiri atas dinding segmen, rongga cairan dan biji) dan core (bagian tengah yang terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan parenkim).

(39)

buah terdiri dari lapisan lilin, matriks kutin, dinding sel primer dan sel epidermal.

Flavedo sebagai lapisan kedua ditandai dengan adanya warna hijau, kuning, oranye, kantong minyak dan tidak terdapat ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada flavedo adalah kloroplas dan karotenoid. Kloroplas akan terdegradasi sehingga buah yang tadinya hijau sebelum matang menjadi berwarna oranye. Kantong minyak merupakan sumber dan tempat berakumulasinya minyak atsiri (Albrigo dan Carter 1977). Tabel 2 menyajikan komposisi kimia buah jeruk lemon.

Tabel 2 Komposisi kimia buah jeruk lemon

Kandungan gizi Kandungan

Albedo merupakan jaringan seperti spons berwarna putih yang berhubungan dengan core di tengah-tengah buah. Albedo mempunyai fungsi mensuplai air dan nutrisi dari pohon untuk pertumbuhan dan perkembangan buah. Dalam albedo tidak terdapat kloroplas ataupun kromoplas sehingga bagian ini berwarna putih. Bagian albedo mengandung banyak selulosa, hemiselulosa, lignin dan senyawa-senyawa pektat dan hesperiodes seperti hesperitin dan narigin serta

senyawa-senyawa limonin yang lebih banyak dari flavedo maupun jaringan membran buah (Albrigo dan Carter 1977).

Limonin merupakan salah satu jenis limonoid, suatu grup yang secara kimia satu golongan dengan triterpenedan ditemukan pada tanaman-tanaman dari famili Rutaceae. Limonin (C26H30O8) adalah jenis komponen kimia dalam minyak

(40)

disebabkan oleh limonin (Arintawati 1992). Jumlah komponen rasa pahit ini akan berkurang dengan meningkatnya kematangan buah (Kefford 1959).

Warna kuning pada buah jeruk lemon berkaitan dengan adanya karotenoida yang terdapat pada flavedo dan jaringan pengangkut internal dari buah jeruk lemon. Pada awal kematangan buah, warna eksternal disembunyikan oleh butir hijau daun. Bersamaan dengan proses kedewasaan yang berlangsung cepat, warna kuning tampak dalam berbagai warna, dari warna kuning muda hingga oranye tua. Hal ini berkaitan dengan perbedaan jumlah dan jenis dari karotenoid. Sedang distribusinya bergantung pada perbedaan jenis dan kultivar (Albrigo dan Carter 1977). Kulit memiliki kapasitas karotenogenetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan endocarp, antara 2 hingga 6 kali lebih tinggi. Dengan kata lain, sekitar 70% dari total karotenoid ditemukan di dalam kulit (Cruess 1985).

2.3.3 Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)

Temulawak yang mempunyai nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb. adalah tanaman obat-obatan yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Temulawak banyak ditemukan di daerah tropis, sekitar pemukiman terutama pada tanah yang gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan herbal

yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 meter. Daunnya lebar dan dihubungkan dengan pelepah dengan tangkai daun yang agak panjang. Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik (bergerombol) dan berwarna kuning tua. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan

ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Daerah tumbuhnya selain di

(41)

Menurut Rukmana (1995) tanaman temulawak termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb.

Spesies lain dari kerabat dekat temulawak adalah tanaman temuireng (C. aeruginosa Roxb.), temuputih (C. zeodaria Rosc.), dan temukunyit (C. domestica Val.). Temulawak mempunyai beberapa nama daerah, diantaranya adalah konenggede (Sunda), temolobak (Madura) (Rukmana 1995).

Menurut Afifah (2003) temulawak mengandung zat aktif yang terdiri dari kurkumin, kurkuminoid, P-toluilmetilkarbinol, seskuiterpen d-kamper, mineral,

minyak atsiri serta lemak, karbohidrat, protein, mineral yaitu kalium (K), natrium (Na), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), dan kadmium (Cd). Minyak atsiri temulawak mengandung limonina yang mengharumkan, sedangkan

kandungan flavonoidanya berkhasiat menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Buahnya mengandung minyak terbang (anetol, pinen, felandren, dipenten, fenchon, methyl chavicol, anisaldehida, asam anisat, kamfer), dan minyak lemak sedangkan daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap.

(42)

atsiri, 1,93% kurkumin, 6,44% protein, 6,89% serat dan 3,96% abu (Sidik et al. 1995). Selain ketiga fraksi di atas, masih terdapat kandungan lain dalam rimpang temulawak yaitu lemak, serat kasar dan protein. Persentase komposisi rimpang temulawak dapat disajikan pada Tabel 3. Gambar rhizoma dan potongan melintangnya diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) (Rukmana 1995).

Pati rimpang temulawak merupakan salah satu kandungan dalam jumlah yang cukup besar, berbentuk serbuk warna putih kekuningan karena mengandung sesepora kurkuminoid. Kadar pati dalam rimpang temulawak bervariasi antara 48% hingga 54% tergantung pada ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh, makin rendah kadar patinya. Menurut Sidik et al. (1995) pati temulawak mempunyai komposisi yang dapat disajikan pada Tabel 4.

Kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak larut dalam air dan dietileter. Kurkumioid mempunyai aroma yang khas, tidak bersifat toksik (Sidik et al. 1995). Kurkuminoid pada rimpang temulawak bersifat antibakteri, hepatoprotektor, antikanker, anti-tumor dan mengandung antioksidan dan hipokolesterolemik yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol total dan mempunyai

(43)

dengan prinsip kerja yang mirip dengan salisilat (Sidik et al. 1995). Manfaat kurkuminoid yang lain adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah kanker dan antimikroba (Srihari et al. 2010). Sifat kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya.

Tabel 3 Komposisi rimpang temulawak

Komponen Besaran (%)

Sumber: Fatmawati 2008 berdasarkan rimpang kering dengan kadar air 10%

Tabel 4 . Komposisi pati temulawak

Komposisi Kadar

(44)

flavonoid. Kurkumin stabil terhadap panas, tetapi sensitif terhadap cahaya (Wijaya dan Mulyono 2009).

Manfaat temulawak untuk kesehatan cukup banyak, di antaranya untuk memperbaiki nafsu makan, fungsi pencernaan, fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, menghambat penggumpalan darah, sebagai antioksidan dan memelihara kesehatan (Badan POM 2004). Curcuma xanthorrhiza telah lama dikenal di Asia sebagai anti hepatotoksik. Tanaman ini banyak digunakan untuk mengatasi penyakit hepatitis C. Tanaman xanthorrhiza

efektif menurunkan kadar hepatotoksisitas (Seong et al. 2004; Hatem et al. 2010). Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Devaraj et al. (2010) yang menunjukkan bahwa C. xanthorrhiza memiliki efek hepatoprotektif yang dapat bertindak sebagai pengobatan yang efektif untuk penyakit hati akut pada tikus.

2.3.4 Karaginan

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi (Glicksman 1983). Karaginan merupakan nama yang diberi untuk kelompok polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut dan penting untuk pangan. Dalam bidang industri tepung karaginan berfungsi sebagai

stabilizer (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurniannya hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol (Winarno 1996).

Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas,

pembentukan gel dan stabilitas pH. Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6-anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda

(45)

2.3.5 Maltodekstrin

Maltodekstrin berfungsi sebagai pengikat dan dapat memperbaiki mutu fisik dari produk. Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase, yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan -(1,4) glycosidic. Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida dan dekstrin. Rumus umum maltodekstrin adalah (C6H10O5)nH2O (Kastanya dan

Yongki 2008).

Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial yang terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Pati diuraikan secara bertahap menjadi bagian yang semakin kecil dan akhirnya menjadi glukosa (dekstrosa) murni. Derajat depolimerisasi dinyatakan dengan kesetaraan dekstrosa (DE) dan didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total yang dinyatakan sebagai dekstrosa dan dihitung

sebagai persentase dari bahan kering total. Hasil uraian dengan derajat polimerisasi 3 sampai 20 dikenal sebagai maltodekstrin. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan sebagai pengental dan pemantap (Schenk dan Hebeda

1992). Master (1979) menyatakan bahwa maltodekstrin berfungsi untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume dan mencegah kerusakan akibat panas. Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan rehidrasi), sifat kimia (kadar air, kadar khlorofil) (Hardjanti 2008).

Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida dan dekstrin. Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh Dextrose Equivalent

(46)

kelarutan dari maltodekstrin tergantung pada nilai DE dan metode hidrolisisnya. Hidrolisis dengan enzim biasanya lebih mudah larut dalam air dibandingkan hidrolisis dengan asam. Maltodekstrin dengan nilai DE yang rendah cenderung rendah dalam menyerap air di atmosfer (Kennedy 1995). Maltodekstrin memiliki sifat tidak manis, berwarna putih dan tidak berbau. Hal ini membuat maltodekstrin mampu digunakan dalam aplikasi produk yang luas. Maltodekstrin biasanya digunakan untuk bahan yang sulit untuk dikeringkan misalnya jus buah, perisa dan pemanis (Reineccius 1988). Maltodekstrin memiliki viskositas yang rendah dan terdapat dalam bobot molekul yang berbeda (Ersus dan Yurdagel 2007).

Aplikasi penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk, minuman sereal berenergi dan minuman prebiotik. Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, membentuk sifat higroskopis yang rendah, mampu membentuk konsistensi, sifat pencoklatan yang rendah, mampu menghambat kristaslisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Srihari et al. 2010)

2.3.6 Sukrosa

Jenis gula yang paling sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana misalnya glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula merupakan makanan yang diasosiasikan dengan salah satu rasa dasar, yaitu manis (Ipteknet 2009). Sugar atau gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan sugar/ gula. White sugar

yang berbentuk kristal lazim dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan sirup (Subagyo 2007).

(47)

besar, pelepasan gas pada minuman berkarbon yang mengandung gula lebih teratur dengan gelembung-gelembung yang lebih kecil (Buckle et al. 1987)

Asam akan menghidrolisa dan memecah gula disakarida menjadi komponen monosakarida. Beberapa produk dari asam dapat menghidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa dan fruktosa lebih larut dan lebih mudah diserap dari sukrosa dan dapat mempercepat proses pencoklatan (Parker 2002).

2.4 Spray Drying

Spray dryer didefinisikan sebagai alat pengubah cairan umpan menjadi serbuk kering. Umpan disemprotkan ke dalam media pengering yang panas dan membuat kandungan air dalam umpan menguap. Umpan dapat berupa larutan, suspensi atau pasta dan sebagai produk akhirnya adalah berupa bubuk, gumpalan atau butiran. Proses spray drying dapat menghasilkan partikel berbentuk bola yang mengalir bebas dengan distribusi ukuran yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, proses pengeringan ini relatif singkat sehingga membuat proses ini cocok untuk mengeringkan bahan yang sensitif terhadap panas. Spray dryer banyak digunakan pada industri pangan karena beberapa produk pangan sangat sensitif terhadap panas dan produk-produk bubuk biasanya menarik bagi konsumen.

Spray drying merupakan proses transformasi suatu bahan dari wujud cair menjadi bentuk kering dalam suatu proses yang kontinyu. Bahan disemprotkan dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas, kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering (Dubey et al. 2009). Menurut Wirakartakusumah (1992) spray dryer digunakan untuk menghasilkan tepung dari suspensi cairan. Prinsip kerja dari spray dryer

(48)

udara yang mengangkutnya. Pemisahan ini dilakukan oleh separator atau kolektor serbuk. Hasil produk pengering semprot tergantung dengan kekentalan larutan atau bahan, jenis bahan suhu masukan hingga kecepatan aliran larutan (Patel et al. 2009)

Ciri khas dari penggunaan alat spray dryer adalah siklus pengeringnya yang cepat retensi dalam ruang pengering singkat dan produk partikel kering yang dihasilkan dipisahkan dari udara dan dikumpulkan oleh siklon atau filters. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap tergantung pada desain alat (Heldman et al. 1981).

Konsep spray dryer pertama kali dipatenkan oleh Samuel Percy pada tahun 1872. Konsep tersebut diaplikasikan pertama kali di industri pada produksi susu dan deterjen pada tahun 1920-an. Aplikasi spray drying yang luas dapat dijumpai hampir di semua industri, terutama produksi bahan-bahan kimia, obat-obatan, kosmetika atau pestisida. Spray drying saat ini adalah salah satu teknologi yang paling menarik untuk industri farmasi, dimana produk akhir harus memenuhi standar mutu yang tepat seperti ukuran partikel, kadar air/pelarut.

Teknologi ini cocok untuk bahan-bahan yang mudah mengalami kerusakan yaitu susu, sari buah, hingga probiotik dapat mempunyai kualitas yang prima.

2.5 Stabilitas Serbuk Minuman Fungsional

(49)

tercapai maka nutraceutical maupun pangan fungsional kehilangan khasiatnya (Shi 2007).

Produk dapat kehilangan daya tahannya dengan berbagai cara. Pertumbuhan mikroba dalam produk dapat menurunkan sensori penerimaannya melalui kerusakan atau menimbulkan resiko kesehatan. Perubahan fisik antara lain pengerasan pada buah kering dan melembutnya sereal merupakan mekanisme lain dari hilangnya daya tahan produk. Akhirnya reaksi kimia dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan menghasilkan perubahan-perubahan, yakni tidak diterimanya perubahan warna, hilangnya nutrisi dan perubahan rasa selama penyimpanan dan distribusi. Produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh dan kepercayaan (Rahayu et al. 2003).

Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu

untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan (Kusnandar 2004). Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal, dan selama penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan, yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi 2004).

(50)

umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang dagangan (Arpah dan Syarief 2000).

Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan fisik serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara 2004). Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa dan tekstur) terhadap sampel dengan skala 0−10 yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et al. 1990).

Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, antara lain oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk

chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan). Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, sehingga model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo nol dan ordo satu (Arpah 2001).

(51)
(52)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011- Mei 2012, bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) IPB dan PT Saraswati Indo Genetech Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku lintah laut (Discodoris sp.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan Cirebon, Jawa Barat. Bahan-bahan tambahan untuk formulasi meliputi jahe, temulawak, jeruk lemon dalam keadaan segar dan maltodekstrin. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, alkohol, NaOH 40% , H3BO3 2%, HCl 0,1 N; untuk analisis

mikrobiologi, yaitu PCA, PDA dan asam tartarat 10% sedangkan untuk analisis taurin terdiri dari taurin standar (SIGMA), HCl 6 N, metanol, pikoiotisianat (C6H5CH2CH2NCS), trietilamin, Na-asetat, asetonitril 60% dan buffer fosfat

0,1 M stok larutan standar campuran Cd 1000 ppm, Pb 1000 ppm, Hg 100 ppm, Cu 1000 ppm dan As 1000 ppm, asam klorida (HCl) pekat, asam nitrat (HNO3)

pekat asam perklorat (HClO4) pekat dan air bebas ion.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah inkubator, autoklaf, HPLC merek waters coorporation USA, spektrofotometer merek Hitachi U-2800 model UV-VIS RIS UV 2500, AAS Model Varian AA-30 Lampu katoda Pb, Cd, As, Hg, Cu, spray dryer, neraca analitik, pH meter Orion Benchinp model 410 A, tanur, seperangkat alat soxhlet, labu Kjeldahl, pipet mohr 5 mL dan 10 mL, labu takar 50 mL, 100 mL, 500 mL dan 1000 mL, corong labu semprot, alat-alat gelas dan alat-alat uji organoleptik.

3.3Prosedur Penelitian

(53)

Tahap formulasi diawali dengan menentukan komposisi serbuk minuman fungsional yang terbaik dari segi organoleptik.

3.3.1Tahap preparasi bahan baku

Lintah laut (Discodoris sp.) diambil di perairan Cirebon dalam keadaan hidup kemudian langsung dipreparasi. Lintah laut dicuci sampai bersih dengan air tawar kemudian dikeluarkan jeroannya. Daging lintah laut kemudian diblender selama 10-30’ menjadi ukuran yang lebih kecil dengan penambahan air 1:1 (b/v). Kemudian dilakukan pemasakan dengan suhu 90 °C selama 8-10’. Kemudian sampel disaring menggunakan kain blacu untuk diambil ekstraknya. Diagram alir preparasi bahan baku dapat disajikan pada Gambar 7.

Analisis yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) analisis kimia terhadap masing-masing bahan meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein (AOAC 2005), (2) Analisis mineral dan logam berat (BPOM 2009 danSNI 2009) untuk lintah laut segar (3) analisis asam amino dan analisis taurin untuk lintah laut segar. Setiap pengujian pada tahap ini menggunakan dua kali pengulangan.

3.3.2Tahap formulasi minuman fungsional

Formulasi didasarkan pada hasil percobaan terhadap karakteristik mutu organoleptik dari minuman fungsional sehingga didapat formula serbuk minuman dengan kandungan taurin yang tinggi dan disukai panelis.

Jahe segar dikupas kulitnya dan dicuci dengan air tawar kemudian diblender selama 10-20’ menjadi ukuran yang lebih kecil dengan penambahan air 1:1 (b/v), sampel disaring menggunakan kain blacu untuk diambil ekstraknya.

Kemudian dilakukan pemasakan dengan suhu 90 °C selama 6-10’. Penambahan ekstrak jahe dimaksudkan untuk menghilangkan bau amis yang berasal dari lintah

laut (Discodoris sp.).

(54)

minuman fungsional ini dan diharapkan dapat menimbulkan efek sinergis dengan taurin yang berasal dari lintah laut.

Jeruk lemon segar diperas selanjutnya air hasil perasannya diambil dan ditambahkan air 1:1 (b/v), kemudian baru didapat ekstrak jeruk lemon segar.

Bahan utama dan bahan tambahan dicampur sesuai dengan formulasi kemudian dilakukan penambahan maltodekstrin sebanyak 10% dari berat larutan minuman fungsional yang dimasukkan pada saat proses spray dilakukan. Setelah minuman dalam bentuk serbuk baru dilakukan penambahan sukrosa (1:1(b/b)) dan karaginan rumput laut (1%). Produk akhir hasil formulasi minuman adalah dalam bentuk serbuk dengan metode spray drying. Komposisi dari bahan-bahan utama dan bahan tambahan (temulawak) merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Tujuan pemasakan pada bahan utama dan bahan tambahan adalah untuk membunuh mikroorganisme yang akan berpengaruh pada saat penyimpanan. Diagram alir formulasi serbuk minuman fungsional dapat disajikan pada Gambar 8.

Formulasi serbuk minuman fungsional ini pada awalnya menghasilkan

lima formula minuman serbuk. Lintah laut dan bahan-bahan tambahan yang digunakan tanpa dilakukan pemasakan terlebih dahulu tetapi dikeringkan dengan oven (40-60 °C). Hasil dari serbuk minuman ini tidak disukai oleh panelis dan

masih terdapat banyak ampas. Berdasarkan hasil kesukaan panelis terhadap minuman ini sehingga akhirnya menghasilkan tiga formula yang terpilih. Tabel 5 dapat disajikan tiga formula serbuk minuman yang terpilih sebelum dilakukan

spray drying.

Tabel 5 Formulasi serbuk minuman fungsional lintah laut Formula Bahan utama (%) Bahan-bahan pembantu (%)

Discodoris sp. Jahe Temulawak Jeruk lemon

T1. 20 40 20 20

T2. 25 40 15 20

T3. 30 40 10 20

(55)

3.3.3Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk

Pada tahap ini, produk yang memiliki aktivitas taurin tertinggi di antara perlakuan yang diterima secara organoleptik dikemas dengan aluminium foil, dilanjutkan pengujiannya untuk melihat stabilitas produk terhadap waktu. Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu atau model akselerasi menggunakan metode Arrhenius. Selama masa penyimpanan, produk disimpan pada tiga kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu 30 °C, 35 °C dan 45 °C. Frekuensi pengamatan dilakukan 7 hari sekali pada masing-masing suhu selama 60 hari.

Uji stabilitas yang dilakukan pada setiap 7 hari pengamatan meliputi: uji total mikroba/kapang, uji kadar air (aw), pH (derajat keasaman) minuman serbuk

fungsional dari formula terpilih, uji taurin dan uji warna terhadap hari ke-0 dan hari ke-60 penyimpanan dengan dua kali pengulangan. Diagram alir pengujian stabilitas dapat dilihat pada Gambar 9.

Sampel dibersihkan dan dikeluarkan jeroannya

Penambahan air 1:1(b/v) dan pemblenderan (10-30’)

Penyaringan sampel lintah laut dengan kain blacu

Ekstrak Lintah laut

Gambar 7 Tahap preparasi bahan baku. Sampel lintah laut (Discodoris sp.)

Analisis proksimat, analisis taurin, analisis logam berat, analisis asam amino

(56)

Pencampuran bahan utama dan bahan tambahan sesuai dengan formulasi

Spray Dryer dengan suhu inlet 180 °C dan suhu outlet 110 °C selama 45’

Analisis organoleptik Analisis taurin

Penambahan gula (1:1 (b/b)) dan karaginan (1%)

Serbuk minuman fungsional lintah laut

Formulasi terpilih

Gambar 8 Tahap formulasi serbuk minuman fungsional. Penyiangan dan pencucian

Penyaringan dengan kain blacu

Pemasakkan dengan suhu (90 °C) selama 6-10’

Analisis taurin

Penambahan maltodekstrin (10%) Temulawak Jahe merah

Jeruk lemon

Ekstrak jeruk lemon segar penambahan air

1:1 (v/v)

Ekstrak jahe Ekstrak temulawak Pemerasan dan

penambahan air

(57)

3.4 Analisis

3.4.1 Analisis Proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan abu dengan metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein menggunakan metode kjeldahl.

(a) Kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel.

Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut: sampel yang sudah homogen ditimbang 5 g dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang

beratnya, dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 °C selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:

% kadar air =berat contoh g −berat contoh kering (g)

berat contoh (g) x 100%

Pengemasan dengan aluminium foil

Penyimpanan suhu (30 °C, 35 °C, 45 °C)

Uji stabilitas: kapang/khamir, total mikroba, pH, aw, analisa

warna dan analisis taurin

Produk serbuk minuman fungsional lintah laut

Gambar

Gambar 1  Road map penelitian.
Gambar 2  Lintah laut (Discodoris sp.) (Nurjanah et al. 2010).
Gambar 4  Jahe (Zingiber offcinale Rosc.) (Rahingtyas 2008).
Gambar 5  Bagian-bagian buah jeruk lemon (Citrus medical var. lemon)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedisiplinan menjadi sesuatu yang sangat vital bagi perusahaan tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, karena dengan sikap disiplin, para karyawan akan mematuhi

Penelitian ini akan di lakukan dengan cara memberikan lembaran koesioner sebanyak 4 lembar, lembaran pertama untuk data demogarafi yang berisikan nama, jenis kelamin anak, umur

Subjek penelitian yaitu para kiai dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sedangkan masyarakat umum diberikan wawancara. Uraian data akan menggambarkan

Surya Multi Indopack adalah dapat melakukan waktu pengiriman produk secara tepat, biaya yang efisien, dan pelayanan yang baik, sedangkan dalam pemenuhan sasaran tersebut

Penulis berharap buku panduan ini juga dapat mendorong semangat mahasiswa UMN untuk terus berkarya dan tidak lupa untuk membagikan ilmunya melalui karya desain

Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama.. Jumlah

Berdasarkan hasil studi pendahulu- an tentang kondisi awal kompetensi guru ditemukan bahwa terdapat 86% guru yang belum memiliki kompetensi menggunakan media daur ulang

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengembangan modul IPA Terpadu Berbasis Masalah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Spesifikasi modul IPA terpadu