• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar varietas Sukuh yang merupakan salah satu varietas unggulan ubi jalar. Ubi jalar sebelum digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sirup glukosa dan bioetanol terlebih dahulu dilakukan dianalisis komposisi kimianya yang meliputi kadar air, abu, protein, serat kasar, lemak, dan pati. Hasil analisa proksimat ubi jalar segar varietas Sukuh dan pati ubi jalar yang dihasilkan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa proksimat ubi jalar segar varietas Sukuh dan pati ubi jalar yang dihasilkan

Parameter (%bb) Ubi Jalar Segar Pati Ubi Jalar Kadar Air 56.78±1.067 9.95±0.312 Kadar Abu 1.08±0.213 0.42±0.007 Kadar Protein 0.95±0.081 0.90±0.450 Kadar Serat Kasar 0.78±0.176 0 Kadar Lemak 1.78±0.027 0.64±0.213 Kadar Pati 29.73±0.98 90.64±1.532

Kandungan air dalam bahan berpengaruh terhadap kesegaran dan daya simpan bahan tersebut. Bahan yang mengalami penurunan kandungan air akan tampak layu. Kandungan air ini dipengaruhi oleh varietas, lokasi, unsur hara tanah, umur tanam dan iklim. Komposisi kimia ubijalar sebagian besar terdiri atas air 72.8%, dan karbohidrat 24.3%, sedangkan komponen lainnya seperti protein, lemak, vitamin dan mineral sangat tergantung terhadap faktor genetik dan kondisi penanamannya (Richana 2009a). Berdasarkan hasil pengukuran analisa proksimat kadar air ubi jalar segar varietas Sukuh yaitu sebesar 56.78±1.067% (b/b), sedangkan menurut Wahyuni (2008), kadar air ubi jalar Sukuh sebesar 64.73±1.018 % (b/b) dan Darmajana (2008) melaporkan kandungan air ubi jalar pada awal penyimpanan adalah 78.28 % (b/b). Ubi jalar varietas Sukuh merupakan salah satu jenis ubi jalar putih yang memiliki kandungan air yang rendah.Menurut Lingga et al. (1986), ubi jalar yang berumbi putih memiliki kadar air yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan ubi jalar yang berumbi merah.

Kadar abu ubi jalar segar dan pati ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian adalah masing-masing sebesar 1.08±0.213% (b/b) dan 0.42±0.007% (b/b), hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Wahyuni (2008) yaitu untuk ubi jalar segar sekitar 1.06±0,248% (b/b) dan pati ubi jalar sekitar 0.27±0.086% (b/b). Menurut Sudarmadji et al. (1997), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.

Kadar protein dan kadar lemak ubi jalar segar yang dihasilkan pada penelitian ini adalah masing-masing sebesar 0.95±0.081% (b/b) dan 1.78±0.027% (b/b), hasilnya tidak jauh berbeda dengan yang dihasilkan pada penelitian Wahyuni (2008) yaitu untuk kadar protein pati ubi jalar sekitar 0.86±0.057% (b/b) dan kadar lemak pati ubi jalar sekitar 0.69±0.243% (b/b). Menurut Richana (2009a), kandungan protein pada ubi jalar rendah sekitar 1.43%, umumnya dalam bentuk globulin. Kandungan lemak dan protein bahan berpengaruh terhadap karakteristik gelatinisasi dan kekentalan bahan pada saat diolah. Mohammed dan Duaateb (2003) menyebutkan bahwa lemak pada bahan yang mengandung pati dapat mengganggu proses gelatinisasi karena dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati, sedangkan protein dapat menyebabkan kekentalan pati menurun.

Kandungan serat kasar ubi jalar segar yang diperoleh pada penelitian adalah 0.78±0.176% (b/b). Karbohidrat terdiri dari fraksi pati dan serat kasar. Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam dan basa kuat. Fraksi serat kasar terutama terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pati dan selulosa merupakan homopolimer glukosa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa akan menghasilkan campuran gula yang terdiri dari glukosa, xilosa, galaktosa arabinopiranosa, arabinofuranosa dan manosa. Glukosa, manosa dan galaktosa merupakan gula dari gilongan heksosa, sedangkan xylosa dan arabionosa merupakan gula dari pentose (Demirbas 2005; Irawadi 1990). Kandungan serat kasar ini merupakan faktor mutu pati yang penting karena akan berpengaruh terhadap proses likuifikasi dan sakarifikasi. Kandungan serat yang tinggi akan menurunkan efisiensi proses

hidrolisis sehingga dapat meningkatkan dosis enzim yang diperlukan dalam proses hidrolisis.

Nilai kadar pati ubi jalar segar yang dihasilkan adalah sekitar 29.73±0.98%. Kadar pati yang dihasilkan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan kandungan pati yang diperoleh oleh Wahyuni (2008) yaitu sekitar 28.21±0.933%. Sedangkan menurut Musaddad (2005) sebesar 31% serta Puslittan (2007) sebesar 31.16%. Kadar pati menunjukkan jumlah pati yang terkandung dalam bahan. Perbedaan kadar pati yang diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan umur simpan dan umur panen dari ubi jalar tersebut. Menurut Winarno (1992), kandungan pati dalam suatu bahan akan berkurang seiring dengan lamanya waktu panen. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan oleh enzim yang terdapat dalam tanaman yang dapat memecah pati menjadi disakarida.

Hasil analisa proksimat pada ubi jalar segar menunjukkan penurunan nilai kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan serat kasar setelah diekstraksi menjadi pati ubi jalar. Hal ini disebabkan oleh terdapat beberapa senyawa seperti lemak, protein serta abu yang tidak ikut terekstraksi sehingga senyawa-senyawa tersebut ikut bersama ampas.

Nilai kadar pati dari pati ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini mencapai 90.64±1.532%. Dengan kandungan pati yang cukup tinggi menunjukkan bahwa ubi jalar varietas Sukuh memiliki potensi sebagai sumber glukosa dalam substrat fermentasi. Hal ini berarti bahwa ubi jalar varietas Sukuh merupakan salah satu jenis tanaman berpati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol.

4.2 Pembuatan Pati Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan salah satu jenis tanaman berpati. Kandungan pati dalam ubi jalar berbeda-beda tergantung dari jenis dan varietas ubi jalar tersebut. Ubi jalar yang digunakan pada pembuatan pati ubi jalar adalah ubi jalar Sukuh. Ubi jalar Sukuh merupakan salah satu jenis ubi jalar putih dan varietas unggulan yang memiliki kandungan pati yang tinggi. Menurut Lingga et al. (1986), umbi yang berwarna putih memiliki kadar pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan umbi yang berwarna merah. Selain memiliki kadar pati yang tinggi (31.16%), ubi jalar sukuh dapat dipanen lebih cepat (3 – 3.5 bulan) (Puslitttan 2007).

Pembuatan pati ubi jalar dilakukan dengan cara ekstraksi basah yaitu ubi jalar segar setelah pencucian ubi jalar dilakukan pemarutan dan penambahan air sebanyak 1 : 5 untuk mengekstrak patinya. Selanjutnya dilakukan pengendapan selama 8 – 12 jam. Setelah terbentuk pati ubi jalar basah kemudian dilakukan pengeringan dan dihasilkan pati ubi jalar kering. Fungsi dari pemarutan adalah untuk memperkecil ukuran sehingga sel pati akan pecah dan mengeluarkan pati secara maksimal dari umbinya. Penambahan air dilakukan untuk melarutkan pati yang terdapat pada ampas sehingga dapat diperoleh pati yang banyak. Hasil rendemen pati ubi jalar varietas sukuh disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen pati ubi jalar

Berat Awal Ubi Jalar (g) Berat Akhir Pati (g) Rendemen (%)

5000 1187 23.74

5000 1210 24.20

Rata-rata 1198.5 23.97 ± 0.33 Pembuatan pati dari ubi jalar varietas sukuh menghasilkan rendemen pati sebesar 23.97 ± 0.33 % (Tabel 06). Ubi jalar varietas sukuh merupakan salah satu varietas unggulan ubi jalar yang memiliki kandungan pati yang tinggi mencapai 31.16 % dan umur panen yang relatif singkat (3-3.5 bulan) (Puslittan 2007; Deptan 2008). Rendemen pati tertinggi pada ubi jalar varietas Sukuh yaitu sekitar 14.5%. Ubi jalar varietas Sukuh memiliki tingkat kekerasan dan kekuatan gel tertinggi berkaitan dengan kadar amilosanya yang tinggi yaitu sekitar 39% (bk) dengan suhu gelatinisasi 88.5oC (Erliana et al. 2005). Kadar pati dan gula reduksi ubijalar cukup tinggi yaitu 8-29% dan 0,5-2,5%, maka ubijalar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Sekitar setengah dari produksi ubijalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa. Di Indonesia ubijalar berpeluang sebagai bahan baku terbarukan untuk industri bioetanol sebagai bioenergi.

Rendemen yang diperoleh tidak mencapai kadar pati dari ubi jalar yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh adanya loss (kehilangan) pada saat proses ekstraksi. Loss (kehilangan) dapat terjadi pada saat proses pemarutan, pemerasan (ekstraksi), dan perendaman. Pada proses ekstraksi sangat memungkin terjadinya

loss karena masih terdapat sisa pati pada ampas yang tidak ikut terekstraksi. Ekstraksi yang tidak optimal dapat mengurangi rendemen yang akan diperoleh.

Pati ubijalar dapat digunakan untuk produksi alkohol, etanol atau sekarang lebih populer dengan bioetanol. Solusi untuk mengurangi impor bahan bakar minyak adalah meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan, diantaranya adalah bahan bakar hayati yaitu bioetanol. Seperti halnya ubi kayu, ubi jalar juga dapat dimanfaatkan untuk produk bioetanol.

Pembuatan pati ubi jalar merupakan salah satu jenis bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sirup glukosa ubi jalar. Sirup glukosa ubi jalar dibuat dari beberapa variasi ubi jalar yaitu dari umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar, pati kering ubi jalar dan tepung ubi jalar.

4.3 Pembuatan Sirup Glukosa

Produksi etanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan sirup glukosa dari variasi bentuk bahan baku ubi jalar yang akan digunakan sebagai substrat fermentasi dalam pembuatan bioetanol.

Pembuatan sirup glukosa dilakukan dengan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim α-amilase dan enzim amiloglikosidase (AMG). Penggunaan kedua enzim ini dimaksudkan untuk mengubah komponen pati yang merupakan polisakarida menjadi glukosa serta gula-gula sederhana lainnya yang merupakan monosakarida.

Proses pembuatan sirup glukosa ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap likuifikasi dan tahap sakarifikasi. Tahap pertama adalah tahap likuifikasi yang terjadi pada suhu 90oC dengan pengadukan selama 1 jam. Pada tahap ini, digunakan enzim α-amilase. Enzim α-amilase termasuk enzim pemecah pati dari dalam molekul, bekerja menghidrolisis dengan cepat ikatan ikatan α-1,4 glikosidik pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Pada proses likuifikiasi ini, enzim α-amilase akan menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik amilosa dan menghasilkan dekstrin. Aktivitas α-amilase pada amilopektin akan menghasilkan oligosakarida dengan jumlah monomer dua sampai enam (Suhartono 1989).

Tahap kedua pembuatan sirup glukosa adalah tahap sakarifikasi yang berlangsung selama 60 jam pada suhu 60oC. Proses sakarifikasi merupakan proses hidrolisis dekstrin menjadi gula. Enzim yang digunakan pada tahap ini adalah

amiloglukosidase (AMG). Enzim amiloglukosidase berfungsi untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis pada ikatan α-1,4 glikosidik dan α-1,6 glikosidik dari pati non- pereduksi, pati oligosakarida untuk membentuk β-D-glukosa (Sauer et al. 2000). Aktivitas enzim ini akan menurun secara drastis bila sampai pada ikatan glukosida

α-1,6 (Budiyanto et al. 2006). Sirup glukosa ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 07.

Gambar 07. Sirup glukosa ubi jalar

Pada tahap pembuatan sirup glukosa ubi jalar digunakan bentuk bahan baku yang bervariasi dari ubi jalar. Pembuatan sirup glukosa dibuat dari umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar, pati kering ubi jalar dan tepung ubi jalar. Variasi bentuk bahan baku yang dilakukan pada pembuatan sirup glukosa dimaksudkan untuk menentukan bentuk bahan baku yang terbaik digunakan dalam pembuatan sirup glukosa dari ubi jalar dengan melihat efisiensi korversi ubi jalar menjadi sirup glukosa. Efisiensi proses pembuatan sirup glukosa dari beberapa variasi bahan baku ubi jalar disajikan pada Tabel 7.

Perlakuan pati kering ubi jalar pada pembuatan sirup glukosa menghasilkan nilai total gula yang tinggi yaitu sebesar 235.675±1.110 g/L dan terendah pada perlakuan dengan umbi parut ubi jalar yaitu sebesar 174.705±0.926 g/L (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa pada proses likuifikasi dan sakarifikasi enzim penghidrolisis pati dalam hal ini enzim α-amylase dan enzim amiloglukosidase memecah pati menjadi glukosa secara sempurna. Proses hidrolisis secara enzimatik meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan gula kompleks. Pada tahap likuifikasi dilakukan penambahan enzim α-amilase untuk memotong ikatan α-1,4

glikosida pati menjadi dekstrin. Likuifikasi merupakan proses pencairan pati yang telah mengalami gelatinisasi. Adanya proses gelatinisasi menyebabkan ikatan- ikatan antar molekul pati lebih lemah sehingga kerja enzim menjadi lebih mudah.

Tabel 7. Konversi bentuk bahan baku ubi jalar menjadi sirup glukosa ubi jalar

Rata-Rata

Perlakuan Berat bahan Volume akhir Total Gula Berat Gula Efesiensi (bahan) (bk) (g) Sirup (L) (g/L) Akhir (g) (%)

a 2161 2.775± 0.018 174.705± 0.936 484.815± 5.783 22.434 ± 0.268 b 2161 2.861± 0.034 206.175± 0.559 589.857± 5.399 27.296 ± 0.249 c 1000 2.682± 0.049 235.675± 1.110 632.068± 2.022 63.207 ± 0.202 d 1000 2.119± 0.002 193.060± 0.933 408.999± 2.388 40.899 ± 0.293 Keterangan : a : umbi parut ubi jalar

b : pati basah ubi jalar c : pati kering ubi jalar d : tepung ubi jalar

Richana (2009b) menyatakan bahwa enzim α-amilase merupakan enzim yang aktif dalam proses likuifikasi. Cara kerja α-amilase melalui dua tahap, pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Kedua pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir secara tidak acak dan relatif lambat. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa saja. Kerja α-amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang mengandung ikatan α-1,6. Ditambahkan oleh Musanif (2007), pada proses sakarifikasi yaitu hidrolisis pati (amilosa dan amilopektin) menjadi glukosa. Enzim amiloglukosidase merupakan enzim yang berperan dalam proses sakarifikasi. Enzim ini menghidrolisis ikatan 1,4 α- glikosida dari pati dan oligosakarida menjadi unit-unit glukosa. Kecepatan hidrolisis tergantung pada panjang rantai molekul. Misalnya maltodekstrosa dan oligosakarida dengan bobot molekul lebih tinggi akan dihidrolisis lebih cepat dari maltosa. Amiloglukosidase juga dapat menghidrolisis ikatan 1,6 glikosida.

Pada perlakuan umbi parut ubi jalar nilai total gula yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh dari bahan baku yang digunakan yaitu umbi parut ubi jalar dimana pada saat proses hidrolisis komponen pati yang terdapat dalam umbi parut ubi jalar tidak dapat dipecah menjadi unit-unit glukosa secara sempurna oleh enzim karena terdapat komponen-komponen lain selain pati yang terdapat pada umbi parut ubi jalar yang dapat menghambat kinerja enzim dalam menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim bekerja secara spesifik yang artinya bahwa setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Enzim α- amilase dan amiloglukosidase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

Efisiensi tertinggi pada konversi ubi jalar menjadi sirup glukosa diperoleh pada perlakuan ketiga yaitu pati kering ubi jalar dikonversi menjadi sirup glukosa dengan nilai efisiensi sebesar 63.207±0.202% dan terendah pada perlakuan umbi parut ubi jalar dikonversi menjadi sirup glukosa dengan nilai efisiensi 22.434 ± 0.268%. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses likuifikasi dan sakarifikasi enzim bekerja dengan efisien dalam mengkonversi pati kering ubi jalar menjadi sirup glukosa. Sedangkan pada umbi parut ubi jalar memiliki nilai efisiensi yang rendah disebabkan oleh pada umbi parut ubi jalar masih terdapat kandungan serat yang tinggi sehingga enzim α-amilase dan amiloglukisidase tidak dapat memecah komponen pati menjadi glukosa secara sempurna sehingga dimungkinkan masih terdapat pati yang tidak terkonversi dan terikut dengan ampas.

Pada perlakuan tepung menjadi sirup glukosa diperoleh nilai efisiensi yang rendah dibandingkan dengan pati kering ubi jalar. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan lainnya seperti serat, protein, lemak, yang tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh enzim dalam memecah komponen tepung menjadi sirup glukosa. Dengan adanya partikel pati yang tidak larut yang terbentuk selama proses dapat menghambat proses dalam penyaringan sirup glukosa sehingga hasil yang diperoleh kurang efisien.

Nilai efisiensi konversi ubi jalar menjadi sirup glukosa pada Tabel 7 menunjukkan bahwa bahan umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar dan tepung

ubi jalar juga memiliki potensi yang besar untuk dijadikan bahan baku pembuatan sirup glukosa ubi jalar selain bahan baku pati ubi jalar yang umumnya digunakan dalam pembuatan sirup glukosa. Dari segi proses kerja, pembuatan sirup glukosa ubi jalar dari umbi parut ubi jalar dan pati basah ubi jalar lebih mudah dan lebih singkat karena tidak memerlukan proses pengeringan untuk mendapatkan pati kering ataupun tepung ubi jalar.

Dokumen terkait