• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 KOMPOSISI MINYAK NILAM

Hasil penelitian ini berupa komposisi komponen yang ada pada minyak nilam yang dianalisis. Kromatogram dari masing-masing sampel minyak nilam yang dianalisis dapat dilihat pada Lampiran 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21 dan 23. Hasil identifikasi terhadap komponen penyusun, persentase area, LRI hasil penelitian dan LRI referensi keseluruhan sampel minyak nilam dapat dilihat pada tabel 17.

35 Tabel 17. Komponen, Persentase Area, LRI Penelitian dan LRI Referensi Hasil GC-MS Semua

Sampel

Kode Komponen A B C D E F G H I J K L LRI

P R K1 α-Pinene 0.09 0.17 0.06 0.07 0.08 0.05 0.11 0.07 0.11 0.08 0.12 0.05 937 939 K2 -Pinene 0.24 0.45 0.06 0.17 0.06 0.12 0.23 0.17 0.27 0.17 0.23 0.14 984 980 K3 δ-Elemene 0.10 - - 0.08 0.04 0.08 0.12 0.13 0.09 0.13 0.17 - 1344 1339 K4 Eugenol - - - - - - - 0.05 - - - - 1360 1356 K5 Copaene - - - - 0.54 - - - - - - - 1386 1379 K6 -Patchoulene 2.93 2.85 2.74 2.99 2.32 3.89 5.11 3.65 3.39 5.45 5.93 2.44 1396 1380 K7 -Elemene 1.07 0.79 1.04 1.03 1.01 1.24 1.31 0.98 1.02 0.97 1.41 0.87 1401 1391 K8 Thujopsene 0.75 1.00 0.69 0.91 0.83 0.72 0.89 0.79 0.81 0.84 0.72 0.87 1426 1429 K9 Caryophyllene 3.07 3.01 3.38 3.29 3.20 3.40 3.73 3.38 3.55 2.89 3.26 3.12 1434 - K10 α-Guaiene 12.63 11.63 14.32 13.24 11.83 15.03 15.24 14.88 12.96 13.58 11.42 11.80 1452 1439 K11 -Patchoulene 8.03 9.94 7.13 8.73 8.50 7.81 8.94 8.15 8.29 8.72 8.44 8.71 1463 1441 K12 α-Humulene 0.54 0.50 0.52 0.59 0.56 0.54 0.57 0.53 0.57 0.48 0.65 0.49 1469 1451 K13 α-Patchoulene 5,23 6,01 4,87 5,77 5,29 5,23 6,19 5,52 5,51 5,90 5,47 5,50 1475 1456 K14 Seychellene 1,57 1,53 1,63 1,77 1,31 1,95 2,45 2,02 1,84 2,42 2,38 1,44 1478 1460 K15 Patchoulene 1,31 1,42 0,91 1,36 1,22 0,94 1,13 1,00 1,38 1,09 1,40 1,39 1480 - K16 -Acoradiene 0,00 0,12 0,33 0,14 0,13 0,40 0,35 0,34 0,00 0,26 0,00 0,00 1482 1466 K17 -Selinene 0,39 0,34 0,42 0,42 0,38 0,48 0,49 0,45 0,48 0,45 0,44 0,36 1488 1485 K18 Cis beta guaiene 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,03 0,05 0,00 1491 1490 K19 Viridiflorone 0.03 0.05 - 0.03 0.05 - - - 0.04 0.05 0.08 0.02 1493 1493 K20 Trans beta guaiene 0.53 0.48 0.61 0.50 0.47 0.29 0.61 0.54 0.59 0.57 0.55 0.52 1501 1500 K21 Germacrene A 3.34 2.62 3.33 3.55 2.95 3.78 5.77 3.65 3.57 3.74 3.24 3.00 1511 1503 K22 α-Bulnesene 14.16 10.60 15.59 13.57 13.55 17.71 14.58 15.36 13.76 13.75 12.19 12.18 1521 1505 K23 -Vetivenene - 0.06 0.06 - 0.05 - - - - 0.23 0.17 0.14 1525 1526 K24 (-)-α-Panasinsen 0.26 0.24 0.12 0.23 0.26 0.12 0.25 0.23 0.27 0.32 0.28 0.28 1533 - K25* -Vetiverene 0.04 0.53 - - - - - 0.04 0.04 0.22 0.14 0.09 1543 - K26* Unidentified 1 0.04 0.03 - - - - 0.16 - 0.04 0.24 0.21 0.07 1546 - K27 Occidentalol - - - - - - 0.09 - - 0.09 0.05 - 1548 1548 K28 Longichamphenylone 0.74 0.55 0.68 1.01 0.80 0.81 0.62 0.71 0.93 0.42 0.67 0.86 1575 1559 K29# Isoaromadendrene Epoxide 0.14 0.22 - 0.18 0.25 - 0.14 - 0.13 0.28 0.20 0.31 1580 1579 K30 Unidentified 2 0.36 0.40 0.30 0.50 0.63 0.12 0.32 0.20 0.32 0.51 0.26 0.78 1586 - K31 Unidentified 3 0.08 - - - 0.09 - - - - 0.06 0.07 0.12 1592 - K32 Unidentified 4 0.06 0.08 - 0.08 0.21 - - - 0.05 0.06 - 0.21 1594 - K33 Caryophyllene oxide 1.28 1.62 1.00 1.22 1.84 0.29 0.79 0.71 1.10 1.54 1.60 2.37 1598 1581 K34 Unidentified 5 0.30 0.13 - 0.10 0.61 - - - 0.09 - - - 1619 -

Ket : 1. A Minyak nilam dari Pasaman, B. Jambi, C. Bengkulu, D. Sumedang, E. Padang Sidempuan, F. Kuningan, G. Kuningan Indesso, H. Malang, I. Sibolga, J. Kuningan TIN, K. Kutai Timur, L. Pak-pak Barat

2. P : LRI hasil perhitungan dari penelitian, R : LRI dari referensi (Adam 1995) 3. Referensi Komponen Adam (1995), * NIST dan # Santos (2010)

36 Tabel 17. Komponen, Persentase Area, LRI Penelitian dan LRI Referensi Hasil GC-MS Semua

Sampel Lanjutan

Kode Komponen A B C D E F G H I J K L LRI

P R K35 Unidentified 6 0.05 0.07 - 0.07 0.07 - - - - 0.32 0.07 0.20 1624 - K36 3-Cis iso thujopsanone 0.88 1.21 0.61 0.77 0.89 0.20 0.56 0.62 0.86 0.78 0.76 1.44 1632 1637 K37 CEDR-8-(15)-en-9 alpha-ol 0.91 0.88 0.66 0.90 1.16 0.60 0.67 0.71 0.82 0.92 0.92 0.91 1641 1644 K38 Unidentified 7 0.20 0.13 - 0.08 0.20 - - - 0.19 0.11 0.11 0.30 1645 - K39 Unidentified 8 0.42 0.22 - 0.19 0.19 - - 0.13 0.18 0.32 0.63 0.33 1648 - K40 Unidentified 9 0.10 0.14 - 0.11 0.10 - - - 0.11 0.26 0.26 0.15 1654 - K41 Unidentified 10 0.09 0.11 - 0.11 0.19 - - - 0.15 - - 0.10 1669 - K42 Unidentified 11 3.42 2.80 2.77 3.13 2.85 2.12 2.15 2.57 3.52 2.27 3.03 3.08 1678 - K44 Patchouli alcohol 30.53 33.61 34.25 30.32 29.93 31.18 24.70 31.02 29.42 24.64 28.05 30.43 1684 1659 K44 Khusinol 0.32 0.36 0.07 0.22 0.50 - 0.06 0.04 0.26 0.17 0.22 0.36 1696 1674 K45 Unidentified 12 0.18 0.20 - 0.07 0.26 - - - 0.15 0.06 0.09 0.19 1699 - K46 Zerumbone 0.56 0.67 0.13 0.38 0.77 0.11 0.21 0.17 0.41 0.40 0.32 0.59 1722 1731 K47* 2H-Pyran-2-one. 3-acetyl- 4-hydroxy-6-methyl- 1.42 0.64 1.00 0.65 1.40 0.38 0.98 0.63 1.60 1.30 1.81 1.97 1727 - K48 Unidentified 13 0.28 0.26 0.11 0.28 0.26 - 0.17 0.16 0.24 0.35 0.29 0.34 1737 - K49 Unidentified 14 0.26 0.21 0.10 0.20 0.20 - 0.16 0.21 0.24 0.19 0.22 0.22 1747 - K50 Aristolone 0.24 0.35 - 0.33 0.38 - - - 0.21 0.08 0.16 0.27 1753 1756 K51 -Neoclovene - 0.06 - - 0.06 - - - - 0.12 - 0.07 1770 - K52 Unidentified 15 0.16 0.08 - 0.05 0.17 - - - 0.09 0.12 0.12 0.09 1789 - K53 Unidentified 16 0.17 0.15 - 0.13 0.19 - 0.07 0.11 0.13 0.12 0.11 0.16 1796 - K54 Nookatone 0.04 0.04 - - 0.09 - - - - - - - 1817 1800 K55 -Vetivone 0.06 0.07 - - 0.21 - - - - - - - 1829 1809 K56 α-Vetivone 0.07 0.07 - - 0.21 - - - - - - - 1834 1835 K57* Corymbolone 0.06 0.06 - 0.18 0.24 - - - 0.06 - - 0.05 1904 -

Ket : 1. A Minyak nilam dari Pasaman, B. Jambi, C. Bengkulu, D. Sumedang, E. Padang Sidempuan, F. Kuningan, G. Kuningan Indesso, H. Malang, I. Sibolga, J. Kuningan TIN, K. Kutai Timur, L. Pak-pak Barat

2. P : LRI hasil perhitungan dari penelitian, P : LRI dari referensi (Adam 1995) 3. Referensi Komponen Adam (1995), * NIST dan # Santos (2010)

Persentase area merupakan gambaran seberapa banyak komponen tersebut ada dalam suatu bahan (minyak nilam) yang dihitung berdasarkan peak komponen yang terdeteksi oleh alat. Biasanya peak yang ada pada kromatogram terlihat lebih banyak namun peak komponen yang terdeteksi oleh alat lebih sedikit. Hal ini disebabkan adanya peak yang terlalu kecil sehingga alat tidak mampu mendeteksi. Komponen penyusun, waktu retensi dan LRI hasil penelitian masing-masing sampel dapat dilihat pada lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan 24. Spektra massa dari masing-masing komponen yang berhasil diidentifikasi hampir mirip dengan referensi dan nilai LRI hasil penelitian hampir sama/mendekati nilai LRI referensi seperti yang terlihat pada lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan 24.

Berdasarkan kromatogram keseluruhan sampel yang dianalisis, terdapat 57 komponen yang berhasil dideteksi. Komponen yang dapat diidentifikasi senyawanya sebanyak 41 dan yang

37 belum dapat diidentifikasi sebanyak 16 komponen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disamping komponen-komponen yang juga diidentifikasi oleh peneliti sebelumnya seperti yang dapat dilihat pada tabel 5, terdapat komponen-komponen lain yang nilai/persentase areanya lebih kecil. Area terkecil yang mampu dideteksi oleh alat adalah 2472928 (abundance) dengan persentase area 0.05%. Komponen-komponen yang persentase areanya kecil ini mungkin berperan dalam membentuk aroma dan menentukan mutu minyak nilam terlepas dari apakah akan semakin meningkatkan atau menurunkan aroma dan mutu minyak nilam yang dianalisis. Komponen yang belum diidentifikasi adalah komponen yang spektra massanya tidak cocok dengan referensi yang ada karena referensi yang dimiliki juga masih terbatas.

Upaya untuk mengidentifikasi komponen aroma minyak nilam baik menggunakan GC ataupun GC-MS pada dasarnya sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Seringkali identifikasi spektra massa komponen yang menyusun minyak nilam tersebut tidak dilakukan satu per satu dan biasanya diambil dari hasil analisis alat/komputer yang biasanya diambil yang tingkat kemiripannya lebih besar dari 70% bahkan ada yang kurang dari itu. Hasil identifikasi dengan cara tersebut tentunya tidak otomatis benar, tergantung pada library/database yang digunakan. Perhitungan Linear Retention Index (LRI) menggunakan standar alkana pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia jarang dilakukan. Hal pertama yang seharusnya dilakukan untuk mengidentifikasi komponen yang menyusun minyak nilam ataupun bahan lainnya adalah melihat dan membadingkan satu per satu spektra massa komponen yang diidentifikasi dengan spektra massa pada library/database dan referensi lainnya. Setelah spektra massa komponen tersebut sama/mirip dengan library/database atau referensi lainnya, kemudian dilakukan konfirmasi nilai LRInya seperti yang dilakukan pada penelitian ini.

Jika komponen aroma minyak nilam dari masing-masing daerah dibandingkan, komponen yang terdeteksi dari semua minyak yang dianalisis umumnya sama dan hanya berbeda intensitasnya. Selain intensitas, terdapat perbedaan untuk beberapa komponen yaitu beberapa komponen hanya terdapat pada sampel minyak dari daerah tertentu. Informasi mengenai sampel yang digunakan mulai dari varietas nilam yang disuling, teknik budidaya, tempat penanaman dan kondisi penyulingan tidak diketahui sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan komposisi aroma dari sampel yang dianalisis tidak dapat diketahui secara pasti sehingga faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut juga tidak dapat disimpulkan secara pasti. Namun, perbedaan tersebut mungkin disebabkan karena faktor lingkungan tumbuh yang mempengaruhi bagian tanaman dalam memproduksi atau membentuk kelenjar minyak. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa komponen yang berhasil diidentifikasi sebagian besar adalah golongan

sesquiterpene dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional serta beberapa monoterpene. Sedangkan, komponen yang belum dapat diidentifikasi sebagian besar adalah golongan

sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional. Pada komponen yang berhasil diidentifikasi maupun yang belum berhasil diidentifikasi, terdapat beberapa komponen yang dimiliki oleh semua sampel minyak dan terdapat juga beberapa komponen yang hanya dimiliki oleh sampel minyak dari daerah tertentu.

Rumus molekul monoterpene adalah C10H16, oxygenated monoterpene adalah C10H16O, golongan sesquiterpene adalah C15H24 dan oxygenated sesquiterpene adalah C15H24O. Berdasarkan rumus molekut tersebut berarti monoterpene memiliki bobot molekul paling kecil dibandingkan dengan oxygenated monoterpene, sesquiterpene dan oxygenatedsesquiterpene.

Komponen yang termasuk ke dalam monoterpene adalah α-Pinene dan -Pinene. Komponen yang termasuk dalam oxygenated monoterpene adalah Eugenol. Komponen yang termasuk ke dalam sesquiterpene adalah δ-Elemene, Copaene, -Patchoulene, -Elemene,

38

Thujopsene, -Caryophyllene, α-Guaiene, -Patchoulene, α-Humulene, Seychellene,

Patchoulene, -Acoradiene, -Selinene, Cis beta guaiene, Viridiflorone, Trans beta guaiene,

Germacrene A, α-Bulnesene, -Vetivenene, (-)-α-Panasinsen dan -Neoclovene. Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam sesquiterpene dengan gugus fungsional adalah Occidentalol, Longichamphenylone, Isoaromadendrene Epoxide, Caryophyllene Oxide, 3-Cis iso thujopsanone, CEDR-8-(15)-en-9 alpha-ol, Patchouli alcohol, Khusinol, Zerumbone, Aristolone,

Nookatone, -Vetivone, α-Vetivone dan Corymbolone. Dalam suatu proses penyulingan, komponen tersebut akan keluar/terdestilasi proporsional sesuai dengan kemudahannya menguap.

Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Pasaman yaitu 52 komponen dan yang teridentifikasi 34 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.34% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 56% (18 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 36% (14 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Jambi yaitu 52 komponen dan yang teridentifikasi 35 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.62% (2 komponen),

hydrocarbon sesquiterpene sebesar 53% (19 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 40% (14 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Bengkulu yaitu 32 komponen dan yang teridentifikasi 27 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.12% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 58% (17 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 38% (8 komponen).

Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Sumedang yaitu 46 komponen dan yang teridentifikasi 31 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.23% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 58% (18 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 36% (11 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Padang Sidempuan yaitu 52 komponen dan yang teridentifikasi 38 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.23% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 55% (20 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 37% (14 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Kuningan (disuling langsung di daerah Kuningan) yaitu 29 komponen dan yang teridentifikasi 26 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.14% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 64% (17 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 33% (7 komponen).

Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Kuningan Indesso (disuling menggunakan peralatan di PT. Indesso Aroma) yaitu 36 komponen dan yang teridentifikasi 29 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari

hydrocarbon monoterpene sebesar 0.34% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 68% (17 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 28% (10 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Malang yaitu 36 komponen dan yang teridentifikasi 28 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.25% (2 komponen), oxygenated monoterpene sebesar 0.05% (1 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 62% (17 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 34% (8 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam Sibolga yaitu 47 komponen dan

39 yang teridentifikasi 31 komponen. Komponen-komponen yang teridentifikasi tersebut terdiri dari

hydrocarbon monoterpene sebesar 0.38% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 58% (18 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 34% (11 komponen).

Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Kuningan TIN (minyak nilam dari Kuningan yang disuling dengan menggunakan peralatan di laboratorium Teknologi Industri Pertanian-IPB) yaitu 50 komponen dan yang teridentifikasi 34 komponen. Komponen-komponen yang teridentikasi tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.25% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 63% (21 komponen) dan

sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 30% (11 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Kutai Timur yaitu 47 komponen dan yang teridentifikasi 32 komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri dari hydrocarbon monoterpene sebesar 0.36% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 59% (19 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 33% (11 komponen). Komponen aroma yang berhasil dideteksi pada minyak nilam dari Pak-pak Barat yaitu 42 komponen dan yang teridentifikasi 31 komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri dari

hydrocarbon monoterpene sebesar 0.19% (2 komponen), hydrocarbon sesquiterpene sebesar 54% (18 komponen) dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional sebesar 38% (11 komponen).

Adanya hydrocarbon sesquiterpene dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional yang menjadi penyusun terbesar dalam seluruh sampel minyak nilam dari beberapa daerah tersebut, menunjukkan bahwa komponen penyusun minyak nilam sebagian besar adalah fraksi yang titik didihnya relatif tinggi. Hal tersebutlah yang menjadikan minyak nilam sebagai bahan pengikat (fiksatif) untuk produk-produk pewangi (fragrance), termasuk parfum, agar aroma keharumannya bertahan lebih lama.

Tabel 18. Komponen Utama dalam Minyak Nilam

Kode A B C D E F G H I J K L K6 2.93 2.85 2.74 2.99 2.32 3.89 5.11 3.65 3.39 5.45 5.93 2.44 K9 3.07 3.01 3.38 3.29 3.20 3.40 3.73 3.38 3.55 2.89 3.26 3.12 K10 12.63 11.63 14.32 13.24 11.83 15.03 15.24 14.88 12.96 13.58 11.42 11.80 K11 8.03 9.94 7.13 8.73 8.50 7.81 8.94 8.15 8.29 8.72 8.44 8.71 K13 5.23 6.01 4.87 5.77 5.29 5.23 6.19 5.52 5.51 5.90 5.47 5.50 K14 1.57 1.53 1.63 1.77 1.31 1.95 2.45 2.02 1.84 2.42 2.38 1.44 K15 1.31 1.42 0.91 1.36 1.22 0.94 1.13 1.00 1.38 1.09 1.40 1.39 K22 3.34 2.62 3.33 3.55 2.95 3.78 5.77 3.65 3.57 3.74 3.24 3.00 K23 14.16 10.60 15.69 13.57 13.55 17.71 14.58 15.36 13.76 13.75 12.19 12.18 K44 30.53 33.61 34.25 30.32 29.93 31.18 24.70 31.02 29.42 24.64 28.05 30.43

Ket : A. Minyak nilam dari Pasaman, B. Jambi, C. Bengkulu, D. Sumedang, E. Padang Sidempuan, F. Kuningan, G.Kuningan Indesso, H. Malang, I. Sibolga, J. Kuningan TIN, K. Kutai Timur, L. Pak-pak Barat

K6: -Patchoulene, K9:Caryophyllene, K10:α-Guaiane, K11: -Patchoulene, K13:α-Patchoulene, K14:Seychellene, K15:Patchoulene, K22:Germacrene A, K23:α-Bulnesene, K44:Patchouli alcohol

Beberapa komponen utama dengan persentase area cukup besar yang dimiliki oleh semua sampel minyak nilam yang dianalisis diantaranya adalah -Patchoulene, Caryophyllene,

α-Guaiane, -Patchoulene, α-Patchoulene, Seychellene, Patchoulene, Germacrene A, α -Bulnesene dan Patchouli alcohol. Masing-masing komponen utama dalam penelitian ini

40 memiliki persentase area yang berbeda untuk setiap sampel yang berasal dari daerah yang berlainan seperti yang ditunjukkan pada tabel 18. Penelitian yang dilakukan terhadap komponen minyak nilam yang berasal dari Guangdong (Guangzhou, Gaoyao, Zhanjiang) dan propinsi Hainan, China (yang dilakukan oleh Hu et al. ) juga menunjukan perbedaan nilai/persentase area yang besar pada beberapa komponen seperti -Patchoulene, Caryophyllene, α-Guaiene,

Seychellene, β-Guaiene, δ-Guaiene, Pathulenol, Patchouli alcohol dan Pogostone. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai/persentase area beberapa komponen utama tersebut kemungkinan disebabkan karena sampel yang dianalisis berasal dari daerah yang berbeda yang berarti faktor iklim dan tempat tumbuh sampel yang dianalisis berbeda. Dalam penelitiannya, Hidayat dan Sutrisno (2006) mengemukakan bahwa perbedaan tempat tumbuh dan iklim akan mempengaruhi pertumbuhan morfologis dan fisiologis tanaman yang pada akhirnya akan mempengaruhi mutu (termasuk komponen penyusun) dan rendemen minyak nilam yang dihasilkan.

Komponen -Patchoulene yang teridentifikasi berkisar antara 2.32%-5.93%. -Patchoulene yang persentase areanya tinggi pada minyak nilam dari Kuningan Indesso, Kuningan TIN dan Kutai Timur yang mencapai lebih dari 5% dan yang persentase areanya kecil pada minyak nilam dari Padang Sidempuan dan Pak-pak Barat. Sedangkan pada minyak lainnya, persentase areanya berkisar 3%. Persentase area Caryophyllene berkisar antara 2.89%-3.73%. Perbedaan persentase area Caryophyllene jaraknya tidaklah terlalu besar dan masih disekitar 3%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Kuningan Indesso (3.73%) dan yang terendah pada minyak nilam Kuningan TIN (2.89%). Persentase area α-Guaiane berkisar antara 11.42%-15.24%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Kuningan Indesso (15.24%) dan yang terendah pada minyak nilam Kutai Timur (11.42%). Persentase area -Patchoulene berkisar antara 7.13%-9.94%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Jambi (9.94%) dan yang terendah pada minyak nilam Bengkulu (7.13%).

Persentase area α-Patchoulene berkisar antara 4.87%-6.19%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Kuningan Indesso (6.19%) dan yang terendah pada minyak nilam Bengkulu (4.87%). Persentase area Seychellene berkisar antara 1.31%-2.45%. Jarak perbedaan persentase masing-masing minyak nilam tersebut pada dasarnya juga tidaklah terlalu besar namun, persentase area tertinggi terdapat pada minyak nilam Kuningan Indesso (2.45%) dan yang terendah pada minyak nilam Padang Sidempuan (1.31%). Persentase area Patchoulene berkisar antara 0.91%-1.42%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Jambi (1.42%) dan yang terendah pada minyak nilam Bengkulu (0.91%). Persentase area Germacrene A berkisar antara 2.62%-5.77%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Kuningan Indesso (5.77%) dan yang terendah pada minyak nilam Jambi (2.62%). Persentase area α-Bulnesene berkisar antara 10.60%- 17.71%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Kuningam (17.71%) dan yang terendah pada minyak nilam Jambi (10.60%). Persentase area Patchouli alcohol yang berkisar antara 24,64%-34,25%. Persentase tertinggi pada minyak nilam Bengkulu (34,25%) dan yang rendah pada minyak nilam Kuningan TIN (24,64%) dan Kuningan Indesso (24,70%).

Berdasarkan tabel 18 dan pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa beberapa minyak mengandung komponen yang memiliki bobot molekul lebih kecil seperti -Patchoulene,

Caryophyllene, α-Guaiane, -Patchoulene, α-Patchoulene, Seychellene, Patchoulene dengan persentase area lebih tinggi dan komponen yang memiliki bobot molekul lebih besar seperti

Germacrene A, α-Bulnesene dan Patchouli alcohol dengan persentase area lebih rendah dan sebaliknya. Contohnya adalah minyak nilam Kuningan Indesso yang memiliki beberapa komponen yang bobot molekulnya lebih kecil tersebut dengan persentase area yang lebih tinggi

41 dibandingkan dengan yang lain tapi memiliki nilai persentase Patchouli alcohol terendah kedua setelah minyak nilam Kuningan TIN.Hal ini mungkin terjadi karena waktu penyulingan sampel yang dianalisis berbeda. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Sundari (2009), yang menunjukkan bahwa persentase area Patchouli alcohol semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyulingan (sampai jam ke 5). Jika dilihat pada tulisan aslinya (hasil penelitiannya langsung) dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyulingan juga berpengaruh terhadap komponen yang tergolong bobot molekulnya lebih kecil yaitu persentase areanya semakin menurun. Berdasarkan hal tersebut, mungkin sampel minyak nilam Kuningan Indesso dan beberapa sampel lain yang mengandung komponen dengan bobot molekul kecil lebih banyak dan komponen dengan bobot molekul besar yang lebih sedikit disuling dengan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan yang lain. Waktu penyulingan yang singkat akan menyebabkan komponen yang bobot molekul besar belum tersuling semua. Untuk minyak yang mengandung komponen dengan bobot molekul besar lebih banyak dan komponen dengan bobot molekul kecil yang lebih sedikit, mungkin disuling lebih lama sehingga hampir semuanya tersuling.

Penurunan persentase area komponen dengan bobot molekul kecil tersebut mungkin terjadi karena model perhitungan nilai persentase area komponen yang dianalisis menggunakan GC-MS yang biasanya dihitung berdasarkan area komponen yang terdeteksi. Komponen tersebut tidak berkurang tetapi karena komponen yang bobot molekulnya besar tersuling lebih banyak seiring dengan lamanya waktu dan berakibat semakin bersarnya nilai area maka pembaginya akan lebih besar sehingga seolah-olah nilai persentase area komponen yang tergolong bobot molekul kecil tersebut menurun padahal mungkin dari awal nilainya sama.

Persentase area komponen -Patchoulene, α-Guaiane, Caryophyllene, α-Patchoulene

dan α-Bulnesene pada penelitian ini sedikit mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Dung (1989) dan Sari dan Sundari (2009) kecuali α-Bulnesene. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Sundari (2009), α-Bulnesene memiliki persentase area yang lebih tinggi dibanding keduanya yaitu sekitar (22.78-19.61%). Sari dan Sundari (2009) melakukan analisis terhadap minyak nilam yang disuling oleh rakyat dan laboratorium untuk memperbaiki kualitas minyak nilam Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kualitas minyak nilam yang disuling di laboratorium lebih baik jika dibandingkan dengan yang disuling rakyat yang ditandai dengan lebih tingginya persentase area beberapa komponen yang dianalisis termasuk persentase area

Patchouli alcohol (tabel 6). Hal ini dapat dipahami karena peralatan yang digunakan di laboratorium biasanya menggunakan peralatan yang lebih baik kualitasnya dan parameter penyulingannya juga lebih diperhatikan. Dalam penelitian ini juga terdapat sampel minyak nilam dari daerah Kuningan yang diambil dari UKM, laboratorium TIN dan perusahaan minyak atsiri (Kuningan Indesso). Beberapa komponen minyak nilam Kuningan UKM memiliki Persentase area yang lebih rendah dibandingkan dengan nilam Kuningan yang lain tetapi persentase area

Patchouli alcoholnya paling tinggi. Hal ini sedikit berbeda dibanding penelitian Sari dan Sundari (2009) yang mungkin disebabkan karena bahan nilam yang digunakan berbeda, waktu (jarak antara penyulingan dengan analisis) berbeda, peralatan tidak lebih baik ataupun operatornya yang kurang terlatih sehingga kurang teliti dalam melakukan penyulingan serta kondisi penyimpanan yang kurang baik.

Persentase Patchouli alcohol dari minyak nilam yang berasal dari Kuningan yang di suling menggunakan peralatan di PT. Indesso Aroma (Kuningan Indesso) dan yang disuling menggunakan peralatan di laboratorium TIN-IPB (Kuningan TIN) merupakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan minyak dari daerah lain yaitu hanya 24.70% dan 24.64%.

42 Meskipun persentase Patchouli alcohol minyak nilam dari Padang Sidempuan, Sibolga dan Kutai Timur bukan yang terendah, persentase Patchouli alcohol masing-masing minyak nilam tersebut masih di bawah 30% yaitu 29.93%, 29.42% dan 28.05%. Persentase Patchouli alcohol

pada minyak dari daerah Pasaman, Sumedang, Kuningan dan Pak-pak Barat lebih baik dibanding kelima minyak yang disebutkan sebelumnya karena lebih dari 30% yaitu berkisar antara 30%-31%. Patchouli alcohol tertinggi terdapat pada minyak nilam dari Bengkulu (34.25%) dan Jambi (33.61%).

Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-2006 mensyaratkan persentase minimal untuk Patchouli alcohol adalah 30%. Namun, persentase Patchouli alcohol pada sampel minyak nilam yang dianalsis dalam penelitian ini tidak dapat dibandingkan dengan standar tersebut. Hal ini dikarenakan detektor yang digunakan pada SNI dan penelitian ini berbeda. SNI menggunakan FID sedangkan penelitian ini menggunakan spectrophotometer massa sebagai detektor. Respon dari kedua detektor tersebut berbeda sehingga hasilnya pun akan berbeda.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuryani (2009b), dua diantara tiga varietas minyak nilam yang dikembangkan di Indonesia memiliki kadar minimal Patchouli alcohol lebih kecil dari 30%. Jadi, mungkin minyak yang dianalisis merupakan minyak yang disuling dari salah satu varietas yang kadar Patchouli alcohol nyalebih kecil dari 30% tersebut. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa ternyata perbedaan tempat tumbuh juga memiliki peran dalam menentukan komposisi komponen pada minyak nilam termasuk juga terhadap persentase

Patchouli alcohol. Tempat tumbuh akan berkaitan dengan suhu rata-rata, ketinggian tempat, kualitas tanah, insektisida (Msaada et al. 2009) dan perbedaan iklim, jenis tanah, serta faktor biologis (Lei et al. 2010). Sejalan dengan hal tersebut, Lei et al. (2010) menyatakan bahwa tanaman yang ditanam dengan genetik yang sama pada dua tempat yang berbeda menghasilkan minyak dengan komposisi yang berbeda dan minyak atsiri yang berasal dari tanaman dengan jenis yang sama dan lokasi budidaya yang berdekatan akan memiliki komposisi senyawa yang hampir sama.

Indikasi adanya pencampuran minyak ke dalam seluruh sampel yang dianalisis tidak ada. Hal ini dapat ditunjukkan tidak teridentifikasinya komponen α dan β-Gurjunene, yang merupakan komponen utama minyak kruing, serta minyak/lemak yang biasa digunakan untuk memalsukan minyak nilam.

Hal lain yang juga mungkin berpengaruh terhadap komposisi minyak nilam adalah kurang tepatnya budidaya dan pengelolaan saat panen dan pasca panen serta lama penyimpanan minyak nilam. Kurang tepatnya budidaya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan mungkin juga terhadap pembentukan komponen-komponen yang menyusun tanaman tersebut. Pengelolaan saat panen dan pasca panen seperti waktu panen, cara panen, pengeringan dan penyimpanan sebelum penyulingan mungkin juga berpengaruh. Namun, pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap komposisi komponen minyak nilam masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena selama ini penelitian terhadap faktor-faktor tersebut masih terbatas sampai pada rendemen minyak nilam yang dihasilkan.

Beberapa komponen seperti β-Caryophyllene, α-Pinene, Caryophyllene oxide ternyata tidak hanya terdapat pada minyak nilam. Beberapa tumbuhan penghasil minyak atsiri lainnya juga memiliki komponen tersebut (tabel 8). Persentase komponen tersebut tentunya berbeda-beda pada setiap minyak atsiri.

Dokumen terkait