• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi aroma minyak nilam komersial dari beberapa daerah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi aroma minyak nilam komersial dari beberapa daerah di Indonesia"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI AROMA MINYAK NILAM KOMERSIAL DARI

BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

SKRIPSI

YULI PURWATI

F 34060691

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

A

A

r

r

o

o

m

m

a

a

C

C

o

o

m

m

p

p

o

o

s

s

i

i

t

t

i

i

o

o

n

n

o

o

f

f

C

C

o

o

m

m

m

m

e

e

r

r

c

c

i

i

a

a

l

l

P

P

a

a

t

t

c

c

h

h

o

o

u

u

l

l

i

i

O

O

i

i

l

l

s

s

f

f

r

r

o

o

m

m

S

S

e

e

v

v

e

e

r

r

a

a

l

l

R

R

e

e

g

g

i

i

o

o

n

n

i

i

n

n

I

I

n

n

d

d

o

o

n

n

e

e

s

s

i

i

a

a

Y. Purwati1, M. S. Rusli1 , dan A. Apriyantono2

1. Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology 2. Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and

Technology

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Patchouli leaf is cultivated in several regions of Indonesia. Each region has different pogostemon variety, agroclimate, soil type, cultivation system, past harvest handling and also distillation conditions. Patchouli oils were colected by the traders after distillation and than sold to the industry . Patchouli oils collected are called comercial patchouli oil. Commercial samples of patchouli oil were collected from Sibolga regency, Pasaman regency, Pak-pak Barat regency, Padang Sidempuan regency, Kuningan regency, Jambi regency, South Bengkulu regency, Kutai Timur regency, Sumedang regency, Dampit district-Malang regency and 2 special samples from Kuningan distillated by PT Indesso Aroma (Kuningan Indesso) and Departement of Agroindustrial Technologi IPB (Kuningan TIN). Aroma composition of comercial patchouli oils from the diferrent region was analysed by GC-MS. Fifty seven component were detected from all of sampels. The main components were -Patchoulene (2.32%- 5.9γ%), -Caryophyllene (2.89%-γ.7γ%), α-Guaiane (11.42%-15.24%), -Patchoulene (7.13%-9.94%), α-Patchoulene (4.87%-6.19%), Seychellene (1.31%-2.45%), Patchoulene (0.91%-1.42%), Germacrene A (2.62%-5.77%), α-Bulnesene (10,60%- 17.71%) and Patchouli alcohol (24.64%-34.25%). The difference among the samples can be seen from the intencity of detected components and the percentage of Patchouli alcohol as the main component of the oil. Patchouli alcohol in the patchouli oils from Sibolga regency were 29.42%, Pasaman regency 30.53%, Pak-pak Barat regency 30.43%, Padang Sidempuan regency 29.93%, Kuningan regency 31.18%, Jambi regency 33.61%, South Bengkulu regency 34.25%, Kutai Timur regency 28.05%, Sumedang regency 30.32%, Malang regency 31.02%, Kuningan Indesso 24.70% and Kuningan TIN 24.64%.

(3)

3 YULI PURWATI. F34060691. Komposisi Aroma Minyak Nilam Komersial dari Beberapa Daerah di Indonesia. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli dan Anton Apriyantono 2011.

RINGKASAN

Minyak nilam komersial adalah minyak nilam yang telah dikumpulkan oleh para penyuling di pengumpul yang ada di setiap daerah dan telah siap jual. Harga jual minyak nilam sangat dipengaruhi oleh mutu dari minyak nilam yang akan dijual. Mutu minyak nilam diantaranya dapat dilihat melalui komponen-komponen senyawa yang menyusunnya.

Indonesia memiliki banyak sentra produksi minyak nilam yang tersebar di berbagai daerah. Masing-masing daerah memiliki kondisi agroklimat, tanah, sistem budidaya, perlakuan saat panen dan pasca panen serta kondisi penyulingan yang berbeda-beda. Tanaman nilam pun memiliki varietas yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan pula pada komposisi aroma dan mutu minyak nilam yang dihasilkan. Komposisi aroma dan mutu minyak nilam dipengaruhi oleh komponen-komponen senyawa yang ada atau yang menyusun minyak nilam tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai komponen apa saja yang menyusun minyak nilam dari beberapa daerah di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen aroma minyak nilam dari beberapa wilayah di Indonesia. Sampel minyak nilam yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua belas sampel minyak nilam yang diperoleh dari Pak-pak Barat, Pasaman, Sibolga, Kuningan, Sumedang, Malang, Bengkulu, Padang Sidempuan, Jambi dan Kutai Timur serta dua sampel khusus dari Kuningan yang disuling menggunakan peralatan dari PT Indesso Aroma (nilam Kuningan Indesso) dan Peralatan yang terdapat di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (nilam Kuningan TIN) sebagai pembanding.

Identifikasi komponen aroma minyak nilam dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS. GC-MS yang digunakan adalah GC-MS keluaran dari Agilent dengan tipe GC 7890A dan tipe MS 5975C. Kompoen dipisahkan dengan menggunakan kolom kapiler DB-5MS ( 60 m x 250 µm, ketebalan film 0,25 µm) dengan Gas Helium (0.47 ml/min) sebagai fase gerak. Suhu injector yang digunakan pada penelitian ini adalah 2500C, suhu oven awal pada program diatur pada suhu 500C ditahan selama 2 menit. Pada suhu 500C hingga 990C suhu dinaikkan dengan laju 100C/menit dan dari suhu 990C hingga 2250C laju kenaikan suhu diturunkan menjadi 20C/menit dan ditahan selama 2 menit saat suhu 2250C setelah itu laju kenaikan suhu ditingkatkan kembali menjadi 50C/menit hingga suhu mencapai 2500C. Split penyuntikan dilakukan dengan menggunakan split rasio 1:100.

Identifikasi komponen aroma yang ada pada minyak nilam dilakukan dengan menganalisis/menginterpretasi spektra massa komponen yang dianalisis lalu dilanjutkan membandingkan Linear Retention Index (LRI) nya. Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer yaitu dengan membandingkan spektra massa senyawa yang dianalisis dengan spektra massa pada library (dari NIST dan Wiley Library) dengan bantuan komputer dan perbandingan secara manual referensi lain (buku dan jurnal). Setelah didapatkan spektra massa yang cocok, langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasi nilai LRI untuk memastikan apakah senyawa yang dianalisis benar-benar sesuai dengan hasil interpretasi spektra massa.

(4)

4 belum dapat diidentifikasi sebanyak 16 komponen. Komponen yang berhasil diidentifikasi sebagian besar adalah golongan sesquiterpene dan sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional dan beberapa

monoterpene. Sedangkan komponen yang belum dapat diidentifikasi, sebagian besar adalah golongan

sesquiterpene yang memiliki gugus fungsional. Beberapa komponen utama dengan persentase area cukup besar yang dimiliki oleh semua sampel minyak nilam yang dianalisis diantaranya adalah

-Patchoulene, -Caryophyllene, α-Guaiane, -Patchoulene, α-Patchoulene, Seychellene, Patchoulene,

Germacrene A, α-Bulnesene dan Patchouli alcohol. Komponen -Patchoulene yang teridentifikasi berkisar antara (2.32%- 5.93%), -Caryophyllene (2.89%-3.73%), α-Guaiane (11.42%-15.24%), -Patchoulene (7.13%-9.94%), α-Patchoulene (4.87%-6.19%), Seychellene (1.31%-2.45%),

Patchoulene (0.91%-1.42%), Germacrene A (2.62%-5.77%), α-Bulnesene (10,60%- 17.71%) dan

Patchouli alcohol (24.64%-34.25%). Perbedaan dari masing-masing sampel utamanya dapat dilihat dari persentase area Patchouli alcohol sebagai komponen utama pada minyak nilam. Patchouli alcohol pada minyak nilam dari Sibolga adalah29.42%, Pasaman 30.53%, Pak-pak Barat 30.43%, Padang Sidempuan 29.93%, Kuningan 31.18%, Jambi 33.61%, Bengkulu 34.25%, Kutai Timur 28.05%, Sumedang 30.32%, Malang 31.02%, Kuningan Indesso 24.70% dan Kuningan TIN 24.64%.

Patchouli alcohol tertinggi terdapat pada minyak nilam dari Bengkulu (34.25%) dan yang terendah dari Kuningan TIN 24.64%

Hasil analisis PCA 1 (First Component 39,9% digambarkan searah sumbu X) dan PCA 2 (Second Component 59,7% digambarkan searah sumbu Y) membedakan seluruh sampel minyak ke dalam 4 kelompok berdasarkan persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh sampel satu dengan yang lainnya. Kelompok pertama terdiri dari minyak nilam dari Kuningan, Malang, Bengkulu dan nilam Kuningan yang disuling di PT. Indesso Aroma (Kuningan Indesso). Kelompok pertama ini memiliki komponen α-Bulnesene, α-Guaiene, -Selinene, -Caryophyllene yang persentasenya berdekatan dan lebih besar dibandingkan dengan minyak dari daerah lain. Komponen Germacrene A pada kelompok pertama ini memiliki persentase berdekatan dan lebih tinggi dibandingkan sampel minyak nilam lainnya dan pada minyak nilam Kuningan Indesso komponen ini persentasenya paling tinggi.

Kelompok kedua terdiri dari minyak nilam dari Sibolga, Sumedang, Pasaman, Jambi dan Pak-pak Barat. Minyak nilam dari daerah-daerah tersebut memiliki komponen α-Guaiene, Seychellene, CEDR-8-(15)-en-9 alpha-ol, Khusinol, dan Aristolone dengan persentase area yang hampir mirip (persentasenya berdekatan). Kelompok ketiga terdiri dari minyak nilam dari Padang Sidempuan. Kelompok ketiga ini memiliki komponen -Pinene yang persentase areanya paling kecil dibanding minyak dari daerah lainnya, Copaene yang tidak dimiliki oleh minyak dari daerah lain serta

(5)

5

KOMPOSISI AROMA MINYAK NILAM KOMERSIAL DARI

BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

YULI PURWATI

F 34060691

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

6

Judul Skripsi : Komposisi Aroma Minyak Nilam Komersial dari Beberapa

Daerah di Indonesia

Nama

: Yuli Purwati

NIM

: F34060691

Menyetujui,

Pembimbing 1,

Pembimbing 2,

(Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr) (Dr. Ir. Anton Apriyantono M.S)

NIP 19620505 198903 1 027

NIP 19591005 198303 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 19621009 198903 2 001

(7)

7

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul KOMPOSISI AROMA MINYAK NILAM KOMERSIAL DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

adalah hasil karya Saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Yang membuat pernyataan

Yuli Purwati

(8)

8

© Hak cipta milik Yuli Purwati, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

(9)

9

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 8 September 1987 dari seorang bapak bernama Jumari dan ibu bernama Darmi. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mendapatkan pendidikan dasar di SDN Sidowareg 1 Kabupaten Kediri pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, sekolah menengah pertama di SLTPN 2 Pare Kabupaten Kediri pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 dan sekolah menengah umum di SMUN 2 Pare, Kabupaten Kediri pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.

Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani pendidikan akademis, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) FATETA periode 2007-2008. Selain itu, penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan dan acara yang dilaksanakan di lingkungan FATETA dan IPB.

(10)

10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Komposisi Aroma Minyak Nilam Komersial dari Beberapa Daerah di Indonesia dilaksanakan di Laboratorium Flavor, Balai Besar Tanaman Padi, Sukamandi sejak bulan April sampai September 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Keluarga besar Bapak Jumari dan Ibu Darmi serta Andrik Setiawan (adikku) atas perhatian, pengorbanan, dukungan, semangat, nasehat dan doa yang telah diberikan selama ini.

2) Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli M.Sc Agr sebagai dosen pembimbing pertama atas pengarahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi.

3) Dr. Ir. Anton Apriyantono M.S sebagai dosen pembimbing kedua atas pengarahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi.

4) Dr. Chilwan Pandji Apt. M.Sc sebagai dosen penguji atas koreksi dan masukan yang diberikan. 5) Seluruh laboran Laboratorium Flavor, Balai Besar Tanaman Padi, terutama Pak Bram, Mbak

Sera, Mbak Desi, Mbak Zahara dan Mbak Shinta atas bantuan dan informasi yang telah diberikan.

6) Pratiwi Eka Puspita, Nurul Pustikasari dan Hamka Surya Nugraha sebagai teman satu bimbingan atas semangat dan ilmu yang telah dibagikan.

7) Astrika Hidayat, Binti Nurjanah, May Ichi Yeina Nova, Doni Fajar Wahono, dan Hendra (Gendon) terima kasih karena telah meminjamkan telinga dan pundak untuk mendengarkan cerita dan keluh kesah ku dan atas semangat yang diberikan serta kebersamaannya selama ini. 8) Teman-teman TIN 43 atas kebersamaan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

9) Putri, Vivi, Marina, Pipit, Dian dan anak-anak Wisma Pelangi atas semangat, motivasi dan kebersamaannya.

10) Yayasan Karya Salemba 4 beserta donaturnya atas bantuannya hingga penulis dapat menyelasaikan pendidikan S1

Bogor, Januari 2011 Penulis,

Yuli Purwati

(11)

11

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 TANAMAN NILAM ... 2

2.2 MINYAK NILAM ... 5

2.3 KOMPONEN MINYAK NILAM ... 7

2.4 ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DENGAN GC-MS.. 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1 WAKTU DAN TEMPAT ... 11

3.2 BAHAN DAN ALAT ... 11

3.3 METODE ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 METODE KROMATOGRAFI MINYAK NILAM ... 17

4.2 KOMPOSISI MINYAK NILAM ... 20

4.3 ANALISIS PCA... 29

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

LAMPIRAN ... 35

(12)

12

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi Terna Kering, Kadar Minyak, Produksi Minyak dan Kadar Patchouli

Alkohol 3 Varietas Nilam ... 3

Tabel 2. Ciri Varietas Nilam... 4

Tabel 3 . Kriteria Kasesuaian Tanah dan Iklim... ... 5

Tabel 4. Kriteria Penyulingan Minyak Nilam Bermutu... 6

Tabel 5. Komponen Penyusun Nilam dari Beberapa Penelitian... 7

Tabel 6. Konsentrasi Senyawa Komponen Minyak Nilam Pada Industri Rakyat dan Penelitian Di Laboratorium... 8

Tabel 7. Syarat Mutu Minyak Berdasarkan SNI 06-2385-1006 tentang Minyak Nilam... 9

Tabel 8. Beberapa Penelitian yang Menggunakan GC-MS untuk Meneliti Komponen Minyak Atsiri yang Terdapat dalam Suatu Bahan ... 10

Tabel 9. Data Parameter dan Kondisi Penyulingan Sampel Minyak Nilam Kuningan TIN 11 Tabel 10. Data Parameter dan Kondisi Penyulingan Sampel Minyak Nilam Kuningan... 12

Tabel 11. Kondisi Analisis Sampel 1... 13

Tabel 12. Kondisi Analisis Sampel 2. ... 14

Tabel 13. Kondisi Analisis Sampel 3. ... 14

Tabel 14. Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. ... 16

Tabel 15. Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pak-pak barat, Sumatera Utara. ... 17

Tabel 16. Komposisi Minyak Nilam Ulangan 1 dan Ulangan 2 Kondisi Analisis 3... 20

Tabel 17. Komponen, persentase area, LRIexperiment dan LRI referensi hasil GC-MS semua sampel ... 21

Tabel 18. Komponen Utama dalam Minyak Nilam... 25

(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Nilam Aceh dan Nilam Jawa ... 2

Gambar 2. Tanaman Nilam Aceh Varietas Lhokseumawe ... 3

Gambar 3. Tanaman Nilam Aceh Varietas Tapak Tuan... 3

Gambar 4. Tanaman Nilam Aceh Varietas Sidikalang... 3

Gambar 5. Kromatogram Kondisi Analisis Pertama ... 18

Gambar 6. Kromatogram Kondisi Analisis Kedua ... 18

Gambar 7. Kromatogram Kondisi Analisis Ketiga ... 19

Gambar 8. Kromatogram Kondisi Analisis Ketiga Hasil Pengulangan ... 19

Gambar 9. Grafik Bi-plot dari Komponen Keseluruhan Minyak Nilam ... 29

(14)

14

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kromatogram Nilam dari Daerah Pasaman... 36

Lampiran 2. Komponen Aroma Minyak Nilam Pasaman Hasil GC-MS... 36

Lampiran 3. Kromatogram Nilam dari Daerah Pak-Pak Barat... 37

Lampiran 4. Komponen Aroma Minyak Nilam Pak-pak Barat Hasil GC-MS... 37

Lampiran 5. Kromatogram Nilam dari Daerah Kutai Timur... 40

Lampiran 6. Komponen Aroma Minyak Nilam Kutai Timur Hasil Gcms... 40

Lampiran 7. Kromatogram Nilam dari Daerah Kuningan yang Disuling di Laboratorium TIN-IPB... 42

Lampiran 8. Komponen Aroma Minyak Nilam Kuningan TIN Hasil GC-MS... 42

Lampiran 9. Kromatogram Nilam Dari Daerah Sibolga... 44

Lampiran 10. Komponen Aroma Minyak Nilam Sibolga Hasil GC-MS... 44

Lampiran 11. Kromatogram Nilam dari Daerah Malang... 46

Lampiran 12. Komponen Aroma Minyak Nilam Malang Hasil GC-MS... 46

Lampiran 13. Kromatogram Nilam dari Daerah Kuningan yang Disuling di PT. Indesso Aroma (Kuningan Indesso)... 47

Lampiran 14. Komponen Aroma Minyak Nilam Kuningan Indesso Hasil GC-MS... 48

Lampiran 15. Kromatogram Nilam dari Daerah Kuningan... 48

Lampiran 16. Komponen Aroma Minyak Nilam Kuningan Hasil GC-MS... 49

Lampiran 17. Kromatogram Nilam dari Daerah Padang Sidempuan... 49

Lampiran 18. Komponen Aroma Minyak Nilam Padang Sidempuan Hasil GC-MS... 51

Lampiran 19. Kromatogram Nilam dari Daerah Sumedang... 52

Lampiran 20. Komponen Aroma Minyak Nilam Sumedang Hasil GC-MS... 53

Lampiran 21. Kromatogram Nilam dari Daerah Bengkulu... 54

Lampiran 22. Komponen Aroma Minyak Nilam Bengkulu Hasil GC-MS... 55

Lampiran 23. Kromatogram Nilam dari Daerah Jambi... 56

Lampiran 24. Komponen Aroma Minyak Nilam Jambi Hasil GC-MS... 56

Lampiran 25. Gambar Sampel Minyak Nilam yang Dianalisis... 57

(15)

15

I.

PENDAHULUAN

Minyak nilam banyak dibutuhkan dalam industri parfum, kosmetik, sabun dan obat-obatan karena nilam mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unsur pengikat (fiksatif) yang terbaik untuk parfum(Mookerjee 1981 dan Wolff 1969 dalam Croteau 1987). Ekpor minyak nilam Indonesia pada tahun 2004 mencapai ± 2.074 ton dengan nilai US $ 27.136 juta (Badan Pusat Statistik, 2002-2004). Dalam perkembangannya, harga nilam sangat fluktuatif. Harga paling ekstrim terjadi pada tahun 1998 dan 2007 yang mencapai lebih dari Rp 1.000.000 dan harga normal untuk minyak nilam adalah Rp 200.000-Rp 500.000 (Rusli 2008). Tinggi atau rendahnya harga minyak nilam sangat tergantung pada mekanisme pasar dan mutu/kualitas dari minyak nilam itu sendiri.

Mutu minyak atsiri, termasuk minyak nilam, dipengaruhi komponen-komponen senyawa yang menyusunnya. Komponen-komponen ini secara bersama-sama menentukan mutu melalui pembentukan aroma pada bahan-bahan yang mengandung minyak atsiri. Pengidentifikasian komponen penyusun suatu bahan dan komposisinya perlu dilakukan agar dapat diketahui komponen apa yang paling berpengaruh dalam menentukan mutu bahan tersebut. Teridentifikasinya komponen penyusun dan komposisi suatu bahan juga mungkin dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat senyawa tiruan yang memiliki sifat/ karakteristik yang hampir mirip dengan bahan tersebut ataupun untuk membuat senyawa baru melalui penggabungan komponen-komponen tertentu baik dari suatu bahan alami maupun dari sintesis kimia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (dapat dilihat pada tabel 5), komponen utama yang terdapat dalam minyak nilam adalah Patchouli alcohol. Dalam dunia perdagangan, kadar Patchouli alcohol dalam minyak nilam lazim digunakan sebagai kriteria untuk menentukan apakah minyak nilam memiliki mutu yang tinggi atau rendah. Untuk orang/pembeli yang sudah ahli (familiar) dengan minyak nilam, dapat menentukan mutu minyak nilam hanya dengan mencium aromanya.

Selain kadar Patchouli alcohol, adanya bahan lain atau bahan pemalsu juga perlu diperhatikan. Adanya bahan lain/pemalsu ini bisa disebabkan karena sengaja ditambahkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab ataupun karena tidak sengaja terbentuk pada saat produksi (terjadinya reaksi antara bahan dengan logam dari ketel suling). Bahan pemalsu yang biasa digunakan adalah minyak kruing (gurjun oil) karena memiliki sifat fisiko-kimia yang mirip dengan minyak nilam (Sait 1988).

Indonesia memiliki banyak sentra produksi minyak nilam yang tersebar di berbagai daerah. Masing-masing daerah memiliki kondisi agroklimat, tanah, sistem budidaya, perlakuan saat panen dan pasca panen serta kondisi penyulingan yang berbeda-beda. Tanaman nilam pun memiliki varietas yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan pula pada komposisi aroma dan mutu minyak nilam yang dihasilkan. Komposisi aroma dan mutu minyak nilam dipengaruhi oleh komponen-komponen senyawa yang ada/menyusun minyak nilam tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai komponen apa saja yang menyusun minyak nilam dari beberapa daerah di Indonesia yang menghasilkan aroma minyak nilam dan perlu pula dilakukan analisa mengenai perbedaan dan persamaan dari minyak nilam masing-masing daerah.

(16)

16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

TANAMAN NILAM

Nilam merupakan salah satu jenis tanaman yang menghasilkan minyak atsiri. Tanaman nilam bukanlah tanaman asli indonesia. Terdapat ± 80 jenis tanaman nilam yang tersebar di Asia Selatan, Asia tenggara, China dan Jepang serta satu varietas di Australia. Pada abad 19, terdapat dua varietas tanaman nilam yang terkenal yaitu Pogostemon Cablin Benth dan Pogostemon Heuneanus. Penanaman Pogostemon Cablin Benth sebagai penghasil minyak atsiri pertama kali kemungkinan dilakukan di Penang, Malaysia pada abad 19 menggunakan tanaman dari Filipina.

Pogostemon Cablin Benth yang ditanam di Malaysia kemudian dibawa ke Jawa pada tahun 1895 dan Sumatera pada tahun 1910. Pada tahun 1920 produksi minyak nilam dikembangkan di Aceh (Sumatera Utara). Sedangkan Pogostemon Heuneanus, tersebar luas di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pogostemon Heuneanus berasal dari India Utara dan Srilanka kemudian menyebar ke Indonesia dan Filipina (Oyen dan Dung 1998). Di Indonesia, Tanaman nilam merupakan tanaman yang budidayanya tersebar di berbagai wilayah yaitu di Aceh (seluruh wilayah), Sumatera (Nias, Tapanuli, dan Dairi), Bengkulu (daerah transmigran Kuro Tidur), Lampung, Sumatera Barat, Jawa Barat (Garut, Tasikmalaya, dan Majalengka), Jawa Tengah (Purwokerto, Pemalang, Banjarnegara) dan di beberapa daerah lainnya (Rajagukguk 2009).

Berdasarkan penelitian Nuryani (2006a), tanaman nilam di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak dan ketahanan terhadap biotik dan abiotik. Ketiga jenis minyak nilam tersebut yaitu:

1. Pogostemon Cablin Benth (nilam aceh), mempunyai bulu rambut dibagian bawah daun sehingga daun tampak pucat

2. Pogostemon Hortensis (nilam sabun), mempunyai daun yang lebih tipis bila dibandingkan dengan Pogostemon Cablin Benth.

3. Pogostemon Heuneanus (nilam jawa), merupakan tanaman nilam yang dalam proses bunganya cepat

(Nuryani 2006a)

Gambar 1. Tanaman Nilam aceh dan Nilam jawa

(Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2008).

Diantara ketiganya, nilam yang paling banyak ditanam dan luas penyebarannya adalah nilam aceh karena kadar dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Nilam aceh merupakan tanaman yang berasal dari Filipina. Berdasarkan penelitian

(17)

17 yang telah dilakukan oleh Balai Tanaman Obat dan Aromatika diperoleh 3 varietas yang unggul yaitu Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang (Nuryani 2006a). Bentuk dari ketiga varietas tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Tanaman Nilam Aceh Varietas Lhokseumawe

Gambar 3. Tanaman Nilam Aceh Varietas Tapak Tuan

Gambar 4. Tanaman Nilam Aceh Varietas Sidikalang

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2007)

Masing-masing varietas tanaman nilam tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan serta perbedaan karakter morfologi, sifat fisika kimia minyak dan ketahanan terdahap penyakit seperti yang tercantum pada tabel 1 dan 2 dibawah ini.

Tabel 1. Produksi Terna Kering, Kadar Minyak, Produksi Minyak dan Kadar Patchouli alcohol 3 Varietas Nilam.

Varietas Produksi Terna Kering (ton/Ha)

Kadar Minyak

(%)

Produksi

Minyak

(kg/Ha)

Kadar Patchouli alcohol (%)

Tapak Tuan 19.70-110.00 2.07-3.87 111.50-622.26 28,69-39.90

Lhokseumawe 19.58 - 59.20 2.00-4.14 125.83-380.06 29.11-34.46

Sidikalang 13.66-108.10 2.23-4.23 78.90-624.89 30.21-35.20

(Nuryani 2006b)

(18)

18 Tabel 2. Ciri Varietas Nilam.

Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang

Asal NAD NAD Sumut

Panjang cabang primer (cm) 46-66 38-63 43-62

Panjang cabang sekunder (cm) 20-45 20-35 26-34

Bentuk daun Delta, bulat telur Delta, bulat telur Delta, bulat telur

Pertulangan Menyirip, Menyirip Menyirip

Warna daun Hijau Hijau Hijau keunguan

Panjang daun (cm) 6.47-7.52 6.23-6.75 6.30-6.45

Lebar daun (cm) 5.22-6.39 5.16-5.36 4.88-6.26

Panjang tangkai daun (cm) 2.667-4.13 2.66-4.28 2.71-3.34

Jumlah daun/cabang primer 35.37-157.84 48.05-118.62 58.07-130.43

Pangkal daun Rata, membulat Datar, membulat Rata, membulat

Ketahanan terhadap penyakit

Meloidogyne incognita Sangat rentan Rentan Agak rentan

Pratylenchus bracyrus Sangat rentan Agak rentan Agak rentan

Rodhopolus similis Rentan Rentan Agak rentan

Raistonia solanacearum Sangat rentan Rentan Toleran

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2007)

Faktor penting yang menentukan keunggulan tanaman nilam sebagai penghasil minyak atsiri adalah produksi, kadar dan mutu minyak serta ketahanan terhadap penyakit. Komponen mutu yang terdapat dalam minyak nilam diataranya yaitu warna dan aroma yang pada dasarnya dipengaruhi oleh komponen yang terdapat pada minyak nilam tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar dan mutu minyak nilam diantaranya adalah genetis (jenis), budidaya, lingkungan, panen dan pasca panen (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2008).

Untuk mendapatkan minyak nilam yang bermutu tinggi, tanaman nilam yang ditanam harus merupakan tanaman dari varietas unggul yaitu tanaman yang memiliki produktifitas, kadar minyak dan kemampuan adaptasi yang tinggi. Aspek varietas saja tidak akan cukup untuk mendapatkan minyak dengan kualitas yang tinggi. Aspek tersebut harus didukung oleh aspek budidaya dan lingkungan sebagai salah satu faktor non genetis yang penting dalam penentuan tinggi rendahnya mutu dan rendemen minyak nilam yang dihasilkan. Aspek budidaya yang harus diperhatikan diantaranya adalah persiapan bahan tanaman dan persemaian, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan, pengendalian organisme pengganggu tanaman dan pola tanam.

Aspek lingkungan yang akan mempengaruhi bagian tanaman dalam memproduksi atau membentuk kelenjar minyak adalah intensitas cahaya matahari, karakteristik tapak tumbuh dan iklim. Kondisi lingkungan lainnya yang harus diperhatikan adalah kesesuaian antara lahan dengan iklim untuk tanaman nilam, ketinggian tempat, jenis tanah dan ketersediaan air. Faktor-faktor tersebut merupakan Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas minyak yang dihasilkan (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2008). Proses pertumbuhan yang berlainan sebagai hasil input lingkungan yang berlainan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan morfologis maupun fisiologis tanaman. Sebagai hasil perpaduan

(19)

19 pertumbuhan morfologis maupun fisiologis yang berbeda, maka kemungkinan akan mempengaruhi mutu dan rendemen minyak nilam (Hidayat dan Sutrisno 2006).

Nilam dapat tumbuh di dataran rendah hingga sedang (0-700 mdpl). Nilam yang ditanam pada ketinggian tersebut biasanya memiliki kadar minyak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilam yang ditanam pada ketinggian lebih dari 700 mdpl. Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis tanah yaitu andosol, latosol, regosol, podsolik dan kambisol (Pusat Penelitian dan Pengambangan Perkebunan, 2007). Nilam akan tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur dengan humus tinggi, curah hujan 1750-3500 mm/th dan kelembaban udara 70-90% (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2008).

Tabel 3 . Kriteria Kasesuaian Tanah dan Iklim.

Parameter Tingkat kesesuaian

Sangat sesuai Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai

1. Ketinggian (m dpl) 100-400 0-700 >700 >700

2. Jenis tanah Andosol,

latosol

Regosol, podsolik, kambisol

Lainnya Lainnya

3. Drainase Baik Baik Agak baik Terhambat

4. Tekstur Lempung Liat

berpasir

Lainnya Lainnya

5. Kedalaman air (cm) >100 75-100 50-75 <50

6. pH (keasaman) 5.5-7 5-5.5 4.5-5 <4.5

7. Curah hujan (mm) 2300-3000 3000-3500 >3500 >5000

8. Jumlah bulan basah (curah hujan >200 mm/bulan)

10-11 9-10 <9 <8

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007)

Pemanenan tanaman nilam dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan (untuk panen pertama) dan panen selanjutnya dapat dilakukan setiap 4 bulan sampai tanaman berumur tiga tahun (Nuryani 2006a). Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dengan tujuan agar kandungan minyak yang terdapat dalam tanamannya lebih tinggi. Hasil panen selanjutnya dikering-anginkan selama 3-5 hari sampai kadar airnya mencapai 15%. Daun yang telah kering harus langsung disuling agar produksi minyak tidak turun (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2008).

2.2

MINYAK NILAM

Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dengan cara menyuling tanaman nilam yang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan Patchouli oil. Rata-rata produksi minyak nialm pada tahun 2003 yaitu 199.48 kg/ha dan 80.67 kg/ha pada tahun 2006 dengan luas areal 19.901 ha. Produksi tersebut masih tergolong rendah yang disebabkan karena rendahnya produksi daun (4-5 ton/ha terna kering) dan kadar minyak 1-2% (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2007).

Kualitas minyak nilam masih tergolong rendah jika dilihat dari persentase nilai

Patchouli alcoholnya. Menurut hasil penelitian Sari dan Sundari (2009), persentase Patchouli

(20)

20

alcohol minyak nilam yang disuling oleh rakyat adalah 23.47%. Nilai ini sangat jauh jika dibandingkan dengan standar minimal Patchouli alcohol dalam SNI yaitu 30%.

Rendahnya produksi dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan selain disebabkan oleh kualitas bahan baku yang digunakan, juga disebabkan karena kebanyakan petani melakukan penyulingan tanpa memperhatikan kondisi operasi. Kondisi operasi yang perlu diperhatikan antara lain perlakuan terhadap bahan baku, proporsi batang dengan daun, cara penyulingan, jenis bahan alat suling yang dipakai dan penambahan air umpan ketel, serta sirkulasi pendinginan yang kurang memadai. Parameter yang mempengaruhi penyulingan antara lain kualitas daun, berat daun, kepadatan dan tinggi daun, perbandingan uap dan massa daun, temperatur dan tekanan, kecepatan uap, kecepatan pemanasan, laju suplai energi, bahan dan dimensi peralatan (Sari dan Sundari 2009).

Proses penyulingan minyak nilam sendiri terdiri dari tiga cara yaitu penyulingan dengan sistem rebus (menggunakan air secara langsung), kukus (menggunakan air dan uap) dan uap langsung (menggunakan uap air berasal dari boiler). Masing-masing sistem penyulingan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyulingan dengan sistem rebus dapat menyebabkan rendemen minyak banyak yang hilang (tidak tersuling) dan mutu minyak yang diperoleh juga menurun. Penyulingan langsung juga bisa mengakibatkan terjadinya pengasaman serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air dan timbulnya berbagai hasil samping yang tidak dikehendaki. Penyulingan dengan uap air langsung memiliki kelebihan diantaranya adalah satu ketel uap dapat dimanfaatkan untuk beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang paralel sehingga proses produksi berlangsung lebih cepat. Namun, proses tersebut membutuhkan ketel dengan konstruksi lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan sempurna, dan biaya yang diperlukan pun lebih mahal (Rumondang 2004). Sedangkan penyulingan dengan air dan uap lebih disarankan karena pada sistem ini hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri, difusi minyak atsiri dengan air panas serta dekomposisi akibat panas akan lebih mudah diminimalkan. Berdasarkan kelebihan dan kekurangannya, penyulingan dengan sistem rebus sudah jarang dilakukan oleh para penyuling nilam. Metode penyulingan yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah metode kukus (uap-air) dengan ketel yang digunakan terbuat dari besi (dapat dilihat pada tabel 14 dan 15).

Menurut Sari dan Sundari (2009), kriteria penyulingan minyak nilam yang bermutu yang disimpulkan dari penelitian beberapa peneliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria Penyulingan Minyak Nilam Bermutu

No Variabel Kriteria

1 Perlakuan bahan awal

a.Pengeringan bahan 5 jam dan kering angin selama 3 hari

b.Kadar air 15-25%

c.Perbandingan daun dan batang 2:1

d.Jenis bahan nilam Aceh (P. Cablin Benth)

2 Proses penyulingan

a. Sistem penyulingan Uap-air

b. Massa daun/volume daun (kerapatan) 0.12-0.13 kg/liter c. Perbandingan massa kukus dan massa daun 7.34-7.41: 1

3 Penyimpanan minyak nilam Stainless steel

(21)

21

2.3

KOMPONEN MINYAK NILAM

Komponen minyak nilam terdiri dari komponen utama yaitu Patchouli alcohol yang merupakan senyawa sesquiterpene trisiklik dan beberapa komponen kecil seperti patchoulene,

azulene, eugenol, benzaldehide, sinamaldehide, keton dan senyawa sesquiterpene lainnya (Anonimous dalam Rahendas 2005). Aroma yang khas pada minyak nilam disebabkan karena minyak nilam tersusun dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol. Menurut Maryadi (2007), minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, diantaranya adalah 4 hydrocarbon monoterpene, 9 hydrocarbon sesquiterpene, 2 oxygenated monoterpene, 4

epoksi, 5 sesquiterpene alcohol, 1 non sesquiterpene alcohol, 2 sesquiterpene keton dan 3

sesquiterpeneketoalcohol. Penelitian mengenai komponen yang menyusun minyak nilam juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:

. Tabel 5. Komponen Penyusun Nilam dari Beberapa Penelitian.

No Penelitian Komponen senyawa

1 Penelitian Hu et al. (2005) : Suhu awal 80◦C; kenaikan 10◦C/menit sampai 110◦C; 3 ◦C/ menit hingga 120 ◦C ditahan selama 10 menit; 2◦C/menit hingga 134◦C; 1◦C/ menit 143◦C ditahan 5min; 5◦C/ menit hingga 240 ◦C; akhirnya 20◦C/menit hingga 280 ◦C ditahan selama 5 menit

-Patchoulene, Caryophyllene, α-Guaiene, Seychellene, -Guaiene, δ-Guaiene, Pathulenol, Patchouli alcohol dan Pogostone

2 Maryadi 2007 -Patchoulene (1.7-4.8%), α-Gurjunene

(0.0-5.0%), α-Guaiene (9.9-15.2%), -Caryophyllene (2.0-γ.9%), α-Patchoulene

(8.5-12.7%), Seychellene (5.9-9.4%), α -Bulnesene (13.1-17.2%), α-Bulnesenepoxide

(0.2-0.4%), α-Guaienepoxide (0.1-0.2%), Nonpatchoulenol (0.5-0.6%), Patchoulol

(31.2-46.0%), Pogostol(1.9-2.7%) 3 Penelitian terhadap Pogostemon cablin

Benth yang tumbuh di Vietnam (Dung

et al. 1989)

-Patchoulene (3.2%), -Elemene (0.7%), -Caryophyllene (2.8%), α-Guaiene (13.4%), Seychellene (7.5%), α-Patchoulene (8.0%), α -Bulnesene (14.7%), δ-Cadinene (1.2%), Pogostol (2.4%), Patchouli alcohol (37.8%),

komponen lainnya(8.3%)

4 Nikiforov et al. (1988) : Suhu Injector 2500C ; program suhu 700C hingga

2400C kenaikan 60C

(-)-Patchoulol, α-Guaiene, α-Patchoulene, Seychellene, α-Bulnesene, Norpatchoulenol

dan Pogostol.

(22)

22 Tabel 5. Komponen Penyusun Nilam dari Beberapa Penelitian (lanjutan).

No Penelitian Komponen senyawa

5 Bunratep et al. (2006) : GC-MS A Matt 95 spectrometer yang dilengkapi dengan Sun Mash, kolom HP-5MS Suhu oven 50°C hingga 250°C, pada

7°C /menit; suhu injector dan detektor 250°C dan 280 °C

δ-Elemene (sedikit), -Patchoulene (sedikit), -Elemene (0.33%), cis-thujopsene (0.25%), Trans-Caryophyllene (2.24%), α-Guaiene

(7.22%), -Patchoulene (3.89%), α-Humulene

(0.48%), α-Patchoulene (2.27%), Seychellene

(0.98%), Valencene (0.85%), Germacrene D

(0.15%), -Selinene (sedikit), α-Selinene

(0.23%), Viridiflorone (1.91%), Germacrene A (11.73), α-Bulnesene (0.84%), 7-epi-α -Selinene (0.17%), Longipinenol (sedikit), Globulol (4.62%), Patchouli alcohol

(60.30%), 1-octen-3-ol (0.20%) 6 Xu et al. (2009): GC-MS Shimadzu

2010, MS QP2010, kolom DB-1 suhu

awal 500C ditahan selama 2 menit,

kenaikan 40C per menit hingga 2200C

ditahan selama 2 menit juga

Patchouli alcohol (23.27%), δ-Guaiene

(15.91%), α-Patchoulene (5.99%), α-Guaiene

(12.32%), Caryophyllene (3.49%), -Patchoulene (3.31%) dan lainnya.

Dari beberapa penelitian diatas dapat dilihat bahwa komponen utama yang sering teridentifikasi pada minyak nilam diantaranya adalah -Patchoulene, α-Guaiene, Caryophyllene,

α-Bulnesene, dan Patchouli alcohol.

Sari dan Sundari (2009) telah melakukan penelitian terhadap komponen minyak nilam dengan membandingkan hasil minyak nilam yang disuling di laboratorium dan disuling oleh industri rakyat yang berada di daerah Sumatera Barat dan konsentrasi komponen penyusun minyak nilam rakyat yang diperoleh setiap jam penyulingan. Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Konsentrasi Senyawa Komponen Minyak Nilam Pada Industri Rakyat dan Penelitian Di Laboratorium

No Senyawa % konsentrasi komponen minyak nilam

Penelitian Industri rakyat

1 α-Pinene 0.02 0.05

2 -Pinene 0.05 1.12

3 -Patchoulene 1.57 1.85 4 α-Guaiene 13.17 17.56 5 α-Patchoulene 9.15 13.12 6 Bulnesene 22.78 19.61 7 Norpatchoulenol 8.07 1.92 8 Patchouli alcohol 40.98 23.47

9 Pogostol 0.34 1.45

Sari dan Sundari, 2009

(23)

23 untuk konsentrasi komponen penyusun minyak nilam rakyat dan penelitian yang diperoleh setiap jam penyulingan, Sari dan Sundari (2009) menyimpulkan bahwakomponen Patchouli alcohol

yang tertinggi berada pada jam ke lima dan yang terendah berada pada jam pertama. Menurut Sari dan Sundari (2009), hal tersebut terjadi karena diperkirakan pada jam pertama minyak yang mengandung komponen-komponen ringan (bobot molekul kecil) terlebih dahulu keluar dan berikutnya dilanjutkan dengan komponen-komponen berat (bobot molekul besar) yang merupakan golongan sesquiterpene dengan berat molekul yang tinggi.

Tabel 7. Syarat Mutu Minyak Nilam Berdasarkan SNI 06-2385-1006 tentang Minyak Nilam.

No Jenis Uji Persyaratan

1 Warna Kuning muda-coklat kemerahan

2 Bobot jenis 200 C/200 C 0.950-0.975

3 Indeks bias (nD20) 1.507-1.515

4 Kelarutan dalam ethanol 90% pada suhu

200 C

Larutan jernih atau opalesensi ringan

dalam perbandingan 1:10

5 Bilangan asam Maksimum 8

6 Bilangan ester Maksimum 20

7 Putaran optik (-)480 – (-)650

8 Kandungan Fe (mg/kg) Maksimum 25

9 Profil kromatografi nilam menggunakan Kromatografi Gas Cair (GLC) dan FID

detektor

Komponen Minimum (%) Maksimum (%)

α -Copaene - 0,5

Patchoulol 30 -

(Badan Standarisasi Nasional 2006)

2.4

ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DENGAN GC-MS

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap. Sifat inilah yang menjadi dasar untuk melakukan analisis komponennya menggunakan cara pemisahan kromatografi. Menurut Cserhati (2008), prinsip dari Gas Chromatography (GC) adalah distribusi senyawa

volatile diantara fase diam dan fase gerak. GC hanya dapat digunakan untuk komponen yang mudah menguap dan stabil pada suhu analisis. Pemisahan pada GC juga tergantung pada kolom yang digunakan. Pemisahan yang sederhana dapat dilakukan pada suhu kolom yang konstan (isocratic) dan untuk menganalisis komponen yang kompleks suhu tersebut dapat diatur sesuai program (suhu analisis gradien). Detektor yang digunakan untuk GC juga bermacam-macam (contoh: Flame Ionization Detector (FID), Nitrogen-phorporus, Thermal Conductivity (TCD), Spectrophotometer massa dll). Detektor yang akan digunakan dipilih berdasarkan sensitivitas dan selektivitasnya.

Kromatografi yang digunakan untuk menganalisis minyak atsiri adalah jenis kromatograf gas dengan spectrophotometer massa sebagai detektor (GC-MS). Analisis menggunakan GC merupakan fenomena yang mirip dengan pemisahan suatu komponen kimia.

(24)

24 Beberapa sifat fisiko-kimia dari suatu molekul menyebabkan mereka dapat bergerak melalui kolom dengan kecepatan yang berbeda. Jika molekul memiliki massa kecil, mungkin perjalanan lebih cepat. Bentuk molekul juga mungkin mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk keluar kolom. Sejauh mana komponen yang berbeda atau berhubungan satu sama lain dapat menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan kolom meningkat atau menurun. Interaksi antara molekul sampel dan permukaan kolom dapat menyebabkan molekul yang akan ditahan di dalam kolom untuk jumlah waktu yang berbeda dari molekul-molekul serupa yang berinteraksi dengan kolom yang berbeda (Hittes 2010).

Ketika sampel organik yang teruapkan melewati kamar ionisasi spectrophotometer

massa, uap akan ditembak oleh berkas elektron. Elektron-elektron ini mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan sebuah elektron dari molekul organik untuk membentuk ion positif (ion molekuler). Ion-ion molekuler tidak stabil secara energetika, dan beberapa diantaranya akan terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, satu bagian ion positif dan bagian lain berupa radikal bebas tak bermuatan. Radikal bebas tak bermuatan tidak akan menghasilkan garis pada spektrum massa. Hanya partikel-partikel bermuatan yang akan dipercepat, dibelokkan, dan dideteksi oleh spectrophotometer massa. Partikel tak bermuatan ini akan dengan mudah hilang dalam mesin dan akhirnya terbuang ke pompa vakum (Clark 2007).

Beberapa penelitian yang menggunakan GC-MS sebagai alat untuk analisis diantaranya dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8. Beberapa Penelitian yang Menggunakan GC-MS untuk Meneliti Komponen Minyak Atsiri yang Terdapat dalam Suatu Bahan.

No Alat dan kondisi proses Komponen utama yang teridentifikasi

1 Brophy et al. (2003) : Shi-madzu GC-MS QP5000; kolom DB-wax dan DB-5, suhu 350C hingga 2200C (kenaikan suhu 30C /menit)

Carvacrol, (E,E)-α-farnesene, -Caryophyllene

dan carvacrol methyl ether dan ekstraksi menggunakan SPME [(E,E)-α-farnesene, -bisabolene, cis-hex-3-en-1-ol dan carvacrol methyl ether

2 Kaul et al. (1997): GC-MS Packard 439 GC dikombinasikan dengan prosesor Shimadzu CR-3A dan kolom kapiler silika tipe CP sil 5 CB suhu 600C hingga 2800C kenaikan 50C /menit

Camphene, limonene, borneol, isobornyl

acetate, -Caryophyllene, intermedeol dan

acorenone

3 Guo-bin et al. (2009) : Agilent 6890N GC/5973MSD-SCAN; HP-5MS; suhu

injection 220°C, program suhu 600C hingga 150°C; kenaikan 3°C/menit setelah 3.5 menit

Aristolene, Cuparene, -Gurjunene, δ

-Amorphene, α-Muurolene, α-Cadinol,

Camphor, -Elemene, τ-Cadinol

4 Sousa et al. (2010) : GC-MS Shimadzu

GC-17A;MS QP5050A; kolom DB-5HT;

suhu injector 2700C; suhu detektor 2900C;

suhu kolom 600C (2 menit) hingga 1800C

(1 menit) 40C/ menit, kemudian 1800C

hingga 2600C kenaikan 10º C/menit (10

menit)

Germacrene D, Biciclo Germacrene, Pathulenol, Eremophilene, Valecene, Viridiflorene, dan 1,10-di-epi-cubenol

(25)

25

III.

METODE PENELITIAN

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Flavor Balai Besar Tanaman Padi, Sukamandi. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan April hingga September 2010.

3.2

BAHAN DAN ALAT

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 sampel minyak nilam komersial (siap jual) dari beberapa wilayah di Indonesia yaitu dari Kabupaten Sibolga, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pak-pak Barat, Kabupaten Padang Sidempuan, Kuningan, Jambi, Bengkulu Selatan, Kutai Timur, Kabupaten Sumedang dan Kecamatan Dampit-Malang serta 2 sampel khusus dari Kuningan yang disuling menggunakan peralatan dari PT Indesso Aroma (nilam Kuningan Indesso) dan Peralatan yang terdapat di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (nilam Kuningan TIN) sebagai pembanding. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah hasil dari penyulingan sendiri melainkan diambil dari para pengumpul. Para pengumpul ini adalah yang mengambil minyak nilam dari para penyuling. Minyak nilam Kuningan TIN adalah minyak nilam hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2008. Kondisi penyulingan minyak nilam tersebut dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini:

Tabel 9. Data Parameter dan Kondisi Penyulingan Sampel Minyak Nilam Kuningan TIN

No Keterangan Jumlah

1 Bobot kayu bakar basah (kg) 319.55

2 Bobot daun dan ranting nilam kering (kg) 120.00

3 Kadar air nilam sebelum penyulingan (%) 14.49

4 Kadar air nilam setelah penyulingan (%) 34.32

5 Kadar minyak nilam sebelum penyulingan (%) 2.61

6 Kadar minyak setelah penyulingan (%) 0.09

7 Jumlah air yang diuapkan selama proses penyulingan (liter) 556.95

8 Suhu air awal (0C) 25.50

9 Lama waktu penyulingan (jam) 6.00

10 Kapasitas maksimal bahan (kg) 160.00

11 Suhu destilat (0C) 31.17

12 Suhu boiler rata-rata (0C) 158.83

(26)

26 Minyak nilam Kuningan TIN ini disimpan dalam lemari pendingin di dalam wadah botol selama ± 2 tahun sampai akhirnya dilakukan analisis. Minyak nilam Kuningan juga merupakan minyak nilam hasil penelitian tahun 2008 tetapi penyulingannya dilakukan di UKM minyak nilam yang berada di daerah Kuningan. Kondisi proses penyulingan minyak nilam ini dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini:

Tabel 10. Data Parameter dan Kondisi Penyulingan Sampel Minyak Nilam Kuningan

No Keterangan Jumlah

1 Bobot kayu bakar basah (kg) 369.25

2 Bobot daun dan ranting nilam kering (kg) 154.50

3 Kadar air nilam sebelum penyulingan (%) 35.00

4 Kadar air nilam setelah penyulingan (%) 35.00

5 Kadar minyak nilam sebelum penyulingan (%) 2.46

6 Kadar minyak setelah penyulingan (%) 0.06

7 Jumlah air yang diuapkan selama proses penyulingan (liter) 446.00

8 Suhu air awal (0C) 27.50

9 Lama waktu penyulingan (jam) 8.00

10 Kapasitas maksimal bahan (kg) 100.00

11 Kapasitas maksimal ketel (liter) 1002.70

12 Suhu destilat (0C) 35.91

13 Suhu boiler rata-rata (0C) 178.50

(Widiahtuti, 2008)

Minyak nilam ini juga mengalami penyimpanan selama ± 2 tahun dilemari pendingin dalam wadah botol sebelum akhirnya dianalisis komponennya.

Minyak nilam dari daerah seperti Sibolga, Pasaman, Pak-pak Barat, Padang Sidempuan, Kuningan, Jambi, Bengkulu, Kutai Timur, Sumedang dan Malang tidak diketahui parameter dan kondisi penyulingannya. Hal ini dikarenakan sampel minyak dari daerah-daerah tersebut diperoleh dari pengumpul dan tidak langsung diambil dari penyuling yang berarti telah mengalami penyampuran dengan minyak nilam dari beberapa penyuling. Minyak nilam ini juga disimpan di lemari pendingin dalam wadah botol selama ± 1 tahun sebelum akhirnya dilakukan analisis.

Bahan penunjang yang digunakan adalah hexane for analysis dari Merck dan Standar alkana untuk GC (Fluka, Sigma Aldrich).

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat Gas Chromatography Mass Spektrophotometer merek Agilent tipe GC 7890A dan tipe MS 5975C dengan kolom kapiler DB-5MS ( 60 m x 250 µm, ketebalan film 0,25 µm). Syringe ukuran 10 µL dan botol kaca warna transparan untuk menyimpan sampel.

(27)

27

3.3

METODE

3.3.1 Tahap Preparasi Sampel

Setelah diambil dari para pengumpul, sampel minyak nilam yang akan dianalisis disimpan dalam lemari pendingin menggunakan wadah botol kaca yang berwarna transparan. Sampel baru dikeluarkan dari lemari pendinggin ketika analisis akan dilakukan. Penyimpanan sampel minyak di lemari pendingin ditujukan agar minyak terhindar dari cahaya baik secara langsung atau tidak langsung untuk menghindari penguapan dan kerusakan minyak.

3.3.2 Tahap Pemilihan Kondisi Analisis Dengan GC-MS

Pemilihan kondisi analisisini ditujukan untuk mendapatkan kondisi analisis yang dapat menghasilkan peak dengan pemisahan yang baik (tidak menumpuk). Hal yang pertama kali dilakukan adalah mencoba kondisi analisis yang telah digunakan peneliti lain untuk meneliti minyak atsiri. Kondisi analisis yang tersebut seperti yang dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Kondisi Analisis Sampel 1.

Parameter Kondisi

Jumlah sampel yang disuntikkan (µL) 0.2

Suhu injector (0C) 250

Program suhu oven Suhu oven awal 450C ditahan selama 5

menit selanjutnya suhu akan dinaikkan dengan laju 30C/menit hingga suhu mencapai 2500C.

Split rasio 1:100

Gas pembawa helium (ml/min) 0.47

Waktu yang dibutuhkan (menit) 97

Split rasio artinya dari 1 bagian sampel yang dimasukkan melalui injector hanya 0.01 bagian yang masuk ke dalam kolom. Komponen-komponen yang keluar pada menit-menit awal peaknya terpisahkan dengan baik sedangkan komponen yang keluar pada menit-menit pertengahan sampai akhir banyak yang menumpuk. Pada kondisi analisis ini dapat dilihat bahwa pada kenaikan suhu tertentu tidak terdapat komponen yang dideteksi. Selain waktu pendeteksian yang terlalu lama inilah dasar untuk memodifikasi kondisi analisis tersebut agar didapatkan pemisahan komponen yang baik dan waktu pendeteksian yang lebih singkat.

Kondisi analisis yang dicoba adalah dengan memodifikasi program suhu oven yang digunakan seperti pada tabel 12 berikut ini.

(28)

28 Tabel 12. Kondisi Analisis Sampel 2.

Parameter Kondisi

Jumlah sampel yang disuntikkan (µL) 0.2

Suhu injector (0C) 250

Program suhu oven Suhu awal pada program diatur pada suhu

500C ditahan selama 2 menit. Pada suhu 500C-990C suhu dinaikkan dengan laju 100C/menit, dari suhu 990C-2250C laju kenaikan suhu diturunkan menjadi 20C/menit dan pada suhu 2250C hingga 2500C laju kenaikan suhu ditingkatkan kembali menjadi 50C/menit.

Split rasio 1:100

Gas pembawa helium (ml/min) 0.47

Waktu yang dibutuhkan (menit) 77

Dengan menggunakan kondisi analisis ini, waktu pendeteksian berlangsung lebih singkat yaitu 77 menit dan didapatkan peak dengan pola pemisahan yang tidak jauh berbeda dengan kondisi analisis sebelumnya dan peaknya lebih melebar dibandingkan dengan kondisi analisis yang pertama. Pola peak yang sama dengan kondisi analisis sebelumnya dan peaknya lebih melebar inilah yang menjadi dasar untuk mencoba kondisi analisis berikutnya. Berdasarkan hasil dari kondisi analisis kedua yang dicoba, kondisi analisis ketiga yang dicoba sama dengan kondisi analisis kedua tetapi dilakukan hold

(penahanan) waktu penguapan (suhu 2250C) dari komponen yang terdeteksi dengan tujuan agar peak yang dihasilkan tidak menumpuk dan melebar.

Tabel 13. Kondisi Analisis Sampel 3.

Parameter Nilai

Jumlah sampel yang disuntikkan (µL) 0.2

Suhu injector (0C) 250

Program suhu oven Suhu awal pada program diatur pada suhu

500C ditahan selama 2 menit. Pada suhu 500 C-990C suhu dinaikkan dengan laju 100C/menit, dari suhu 990C-2250C laju kenaikan suhu diturunkan menjadi 20C/menit dan ditahan selama 2 menit saat suhu 2250C, setelah itu laju kenaikkan suhu ditingkatkan kembali menjadi 50C/menit hingga suhu mencapai 2500C.

Split rasio 1:100

Gas pembawa helium (ml/min) 0.47

Waktu yang dibutuhkan (menit) 77

Pola peak yang dihasilkan dari kondisi analisis ini tidak jauh berbeda dengan kedua kondisi analisis yang telah dicoba sebelumnya. Namun, peak yang dihasilkan tidak

(29)

29 terlalu melebar dibandingkan dengan kondisi analisis yang kedua. Setelah membandingkan kromatogram dari ketiga kondisi analisis yang dicoba, kondisi analisis ketigalah yang digunakan untuk menganalisis sampel dalam penelitian ini. Kondisi analisis ketiga ini dipilih karena selain peaknya yang tidak terlalu berbeda dengan kondisi analisis sebelumya juga karena waktu analisis kondisi analisis ketiga ini lebih singkat. Standar alkana yang digunakan untuk menghitung nilai Linear Retention Index juga disuntikkan dengan kondisi analisis dan cara yang sama dengan kondisi analisis untuk sampel minyak nilam.

3.3.3 Tahap Identifikasi

Identifikasi komponen aroma yang ada pada minyak nilam dilakukan dengan menganalisis/interpretasi terhadap spektra massa dan perhitungan nilai Linear Retention Index (LRI). Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan spektra massa komponen yang diidentifikasi dengan spektra massa pada

library dari NIST, Wiley dan dibandingkan secara manual dengan referensi (buku dan jurnal penelitian sebelumnya). Nilai LRI untuk setiap komponen dihitung berdasarkan waktu retensi standar alkana (C8-C20) yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikkan sampel. Perhitungan LRI dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Heath, 1981):

Keterangan :

LRIx = indeks retensi linear komponen x tx = waktu retensi komponen x (menit

tn = waktu retensi alkana standar dengan n buah atom C yang muncul sebelum komponen x (menit)

tn+1 = waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom C yang muncul setelah komponen x (menit)

n = jumlah atom C alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Setelah spektra massa komponen yang terdeteksi pada GC-MS dibandingkan dengan spektra massa standar yang terdapat pada referensi atau library, hasil interpretasi kemudian dikonfirmasi dengan membandingkan nilai LRI komponen tersebut dengan nilai LRI referensi yang menggunakan kolom yang sama. Jika senyawa tersebut memiliki pola spektra massa yang sama dan nilai LRI yang sama atau mendekati nilai LRI referensi dan sesuai dengan interpretasi spektra massa, maka komponen yang diidentifikasi adalah komponen yang sama dengan yang ada pada referensi atau library yang digunakan tersebut.

Persentase area setiap komponen dihitung dari area (abundance) yang dimiliki masing-masing komponen. Perhitungan persentase area ini dilakukan dengan membagi area dari suatu komponen dengan total area seluruh komponen yang terdeksi dan dikalikan 100%. Jadi, dapat dikatakan bahwa persentase area ini relatif tergantung dari jumlah komponen yang dideteksi (100% terhadap komponen yang terdeteksi)

Untuk memudahkan dalam menganalisis perbedaan dan persamaan antar minyak nilam, maka data yang diperoleh diolah menggunakan Principle Component Analysis

(PCA). Data yang diinputkan ke dalam Software analisis adalah nilai persentase area.

(30)

30

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minyak nilam komersial yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nilam yang berasal dari beberapa daerah yaitu Sibolga, Pasaman Pak-pak Barat, Padang Sidempuan, Kuningan, Jambi, Bengkulu, Kutai Timur, Sumedang dan Malang. Bahan baku nilam yang digunakan di beberapa daerah tersebut umumnya diproduksi dengan menggunakan sistem pertanian yang masih tradisional dan sederhana. Perlakuan bahan baku saat panen dan pasca panen pun biasanya kurang diperhatikan.

Minyak nilam tersebut pada umumnya diproses/disuling dengan menggunakan teknologi yang masih sederhana serta dalam skala kecil. Peralatan penyulingan yang terbuat dari

[image:30.612.131.516.364.653.2]

stainless steel murni harganya masih mahal sehingga para penyuling biasanya menggunakan alat penyuling yang terbuat dari bahan besi yaitu dengan memanfaatkan drum bekas. Bantuan alat suling stainless steel dari pemerintah pada dasarnya telah diberikan untuk kelompok-kelompok petani namun kondisinya sudah mulai rusak seperti yang ada di Kabupaten Kerajaan, Pak-pak Barat (Rajagukguk 2009). Kondisi budidaya dan pengolahan minyak nilam di masyarakat diantaranya dapat dilihat pada tabel 14 dan 15 dibawah ini.

Tabel 14 . Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Parameter yang Diamati Hasil Pengamatan

Lokasi Kampung Baru Jorong Pinagar - Kabupaten Pasaman Barat

Ketinggian tempat 300 – 650 mdpl / kaki bukit

Suhu Siang hari 28oC dan malam hari 22-26oC

Teknik budidaya

Asal bibit tanaman nilam

Jarak tanam

Pupuk

 Hasil stek batang induk yang sudah berumur 6 bulan

 0,5 x 0,5 m

 NPK Pemanenan dan pasca panen

Pemanenan

Bagian tanaman yang dipanen

 Awal musim kemarau pada usia nilam rata-rata 6 BST

 Seluruh bagian tanaman induk nilam dengan meninggalkan 1-2 cabang dari batang induknya Penyulingan

Prinsip kerja

Ketel suling

Dimensi Ketel suling (m)

Kapasitas ketel (kg bahan nilam kering)

Waktu Penyulingan (jam)

 Metode uap dan air

 Drumberbentuk silinder

 Diameter 0,5 dan tinggi 1

 30-36

 5

(31)

31 Tabel 15. Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pak-pak barat,

Sumatera Utara. Parameter yang

Diamati

Hasil Pengamatan

Lokasi Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jahe, Kabupaten Pak-pak Barat

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pak-pak Barat

Ketinggian (mdpl) 650 – 950 700-1400

Curah hujan (mm/th) 2500-3000 -

Teknik budidaya

Asal bibit

Jarak tanam

Pupuk

 Tanaman sebelumnya

 0,33 x 0,33 m

 Kompos, urea, ponska, ZA, KCL, SS, SP36

 Tanaman sebelumnya

 0,33 x 0,33 m

 Kompos, urea, ponska, ZA, KCL, SS, SP36

Pemanenan dan pasca panen

Pemanenan

Bagian tanaman yang dipanen

 Pada usia nilam 6 bulan

 25- 40 cm dari tanah

 Pada usia nilam 7-8 bulan

 10- 30 cm dari tanah Penyulingan

Ketel suling

Prinsip kerja

Kapasitas ketel (kg bahan nilam kering) Waktu Penyulingan (jam)  Drum  Kukus

 15 dan 30  -  Stainlessteel  Steam  300  10  Drum  Kukus

 15 dan 30  -  Stainlessteel  Steam  100  6-8 (Rajagukguk 2009)

Metode penyulingan yang banyak digunakan di berbagai daerah adalah metode kukus. Penggunaan drum sebagai alat penyuling merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas/ mutu minyak nilam yang dihasilkan. Untuk daerah Jawa, peralatan yang digunakan untuk menyuling sudah ada yang menggunakan semi stainless steel tapi masih banyak juga yang menggunakan drum sebagai alat penyuling.

4.1

METODE ANALISIS MINYAK NILAM

Penelitian ini dimulai dengan memilih kondisi analisis yang akan digunakan pada alat GC-MS. Kondisi yang digunakan dalam menganalisis suatu minyak atsiri, termasuk minyak nilam, oleh setiap peneliti bisa berbeda satu sama lain tergantung pada alat GC-MS dan kolom yang digunakan. Xu et al. (2009) menggunakan GC-MS dari Shimadzu dengan tipe GC-2010 dan MS QP2010. Kolom yang digunakan adalah kolom silika DB-1 (100% Polymethylsiloxane, 30 m X 0.25 mm i.d., tebal film 0.25 µm) dan program suhu oven yang digunakan seperti berikut : suhu awal 500C ditahan selama 2 menit, kemudian suhu mengalami peningkatan 40C per menit sampai suhu mencapai 2200C ditahan selama 2 menit juga. Split rasio 1 : 10 dan kecepatan aliran gas helium 1.0 ml per menit. Sedangkan Zhao et al. (2005), menggunakan Gas

[image:31.612.153.513.105.435.2]
(32)

32

Chromatography-Tandem Mass Spectrophotometer dengan kolom kapiler Alltech AT-5 (25m X 0.25mm i.d. tebal film 0.25 µm) dan program suhu oven sebagai berikut: suhu awal 60°C dan dinaikkan sampai suhu 150 °C dengan kenaikan 5°C/min. Suhu kemudian dinaikkan kembali sampai 200°C dengan kenaikan suhu 2°C/min dan ditahan selama 10 menit dan kecepatan aliran gas helium 1 ml/min. Karena kolom dan kondisi analisis GC-MS yang digunakan berbeda, kromatogram yang dihasilkan kemungkinan juga berbeda terutama waktu analisis.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pemilihan kondisi analisis ini ditujukan agar hasil analisis yang berupa kromatogram tersebut bagus yaitu yang bentuk peaknya tidak menumpuk ataupun melebar. Pada awalnya kondisi analisis yang digunakan adalah kondisi analisis seperti pada tabel 11 berdasarkan trial and error. Kromatogram yang dihasilkan (gambar 5) menunjukkan bahwa peak yang dihasilkan menumpuk (kecuali pada menit-menit awal) dan beberapa diantaranya melebar. Pada kondisi analisis ini dapat dilihat bahwa pada kenaikan suhu tertentu tidak terdapat komponen yang dideteksi. Waktu untuk mendeteksi seluruh komponen yang terdapat pada minyak nilam dengan menggunakan kondisi analisis ini kurang lebih hampir 1.5 jam. Bentuk kromatogram dan waktu analisis pada kondisi analisis yang pertama merupakan dasar untuk memodifikasi kondisi analisis tersebut agar didapatkan pemisahan komponen yang baik dan waktu pendeteksian yang lebih singkat pada penelitian ini.

Gambar 5. Kromatogram Kondisi Analisis Pertama.

Gambar 6. Kromatogram Kondisi Analisis Kedua.

(33)
[image:33.612.152.515.463.637.2]

33 Gambar 7. Kromatogram Kondisi Analisis Ketiga.

Kondisi analisis kedua dan ketiga pada dasarnya sama dan yang membedakan adalah pada kondisi analisis ketiga dilakukan penahanan utamanya saat suhu 2250C (seperti yang telah dijelaskan pada bab metode) dan pemisahan peak pada menit 49.475 pada kondisi analisis ketiga lebih jelas dibandingkan dengan kondisi analisis kedua. Karena dinilai peak yang dihasilkan sudah cukup baik (tidak terlalu melebar dan pemisahannnya jelas), kondisi analisis ketiga ini dipilih sebagai kondisi analisis yang digunakan untuk menganalisis sampel minyak nilam. Untuk mengetahui apakah kondisi analisis ketiga ini cukup baik (menghasilkan peak dengan pola yang tidak jauh berbeda ketika digunakan kembali/ kekonsistenan kondisi analisis), kondisi analisis ini diulang dua kali untuk sampel minyak nilam yang sama. Minyak nilam yang digunakan untuk menganalisis kekonsistenan kondisi analisis ini adalah minyak nilam dari Pak-pak Barat karena sampelnya paling banyak dibanding sampel dari daerah lain. Peak yang dihasilkan dari pengulangan kondisi analisis tersebut terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Kromatogram Kondisi Analisis Ketiga.Hasil Pengulangan.

Jika dilihat dan dibandingkan, kedua peak (gambar 7 dan gambar 8) yang dihasilkan dari kondisi analisis ketiga tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan kondisi analisis ini cukup konsisten untuk digunakan sebagai metode analisis. Untuk lebih meyakinkan lagi, kekonsistenan kondisi analisis ketiga ini juga dapat dilihat dari komposisi komponen yang dapat

(34)
[image:34.612.154.522.133.431.2]

34 dideteksi dari kedua peak dari minyak yang sama yang dianalisis menggunakan kondisi analisis ketiga tersebut. Komposisi dari kedua peak tersebut dapat dilihat pada tabel 16 di bawah ini.

Tabel 16. Komposisi Minyak Nilam Ulangan 1 dan Ulangan 2 Kondisi Analisis 3

No Komponen

Persentase

Area (%) No Komponen

Persentase

Area (%) No Komponen

Persentase Area (%)

1 2 1 2 1 2

1 α-Pinene 0.05 0.05 17 α-Bulnesene 12.64 11.73 33 Unidentified 11 3.08 3.09

2 -Pinene 0.15 0.13 18 -Vetivenene 0.14 0.14 34 Patchouli

alkohol 31.40 29.47

3 -Patchoulene 2.53 2.36 19 (-)-α-Panasinsen 0.31 0.26 35 Khusinol 0.31 0.40 4 -Elemene 0.85 0.88 20 -Vetiverene 0.09 0.09 36 Unidentified 12 0.17 0.21 5 Thujopsene 0.85 0.89 21 Unidentified 1 0.00 0.14 37 Zerumbone 0.53 0.65

6 -Caryophyllene 3.14 3.10 22 Longichamphenylone 0.81 0.92 38

2H-Pyran-2-one. 3-acetyl-4- hydroxy-6-methyl-

1.91 2.04

7 α-Guaiene 12.34 11.27 23 Isoaromadendrene

Epoxide 0.28 0.34 39 Unidentified 13 0.31 0.37

8 -Patchoulene 8.84 8.58 24 Unidentified 2 0.71 0.85 40 Unidentified 14 0.20 0.24 9 α-Humulene 0.47 0.51 25 Unidentified 3 0.24 0.00 41 Aristolone 0.23 0.32 10 α-Patchoulene 5.51 5.49 26 Unidentified 4 0.20 0.21 42 Unidentified 16 0.15 0.17 11 Seychellene 1.41 1.47 27 Caryophyllene oxide 2.18 2.56 43 Corymbolone 0.00 0.10 12 Patchoulene 1.32 1.46 28 Unidentified 6 0.18 0.22

13 -Selinene 0.34 0.38 29 3-Cis iso

thujopsanone 1.33 1.55

14 Viridiflorone 0.00 0.05 30 CEDR-8-(15)-en-9

alpha-ol 0.83 0.99

15 Trans beta

guaiene 0.50 0.54 31 Unidentified 7 0.28 0.33

16 Germacrene A 2.96 3.05 32 Unidentified 8 0.27 0.40 Ket : 1. Ulangan 1, 2. Ulangan 2

Berdasarkan tabel 16 tersebut dapat dilihat bahwa komponen yang berhasil dideteksi dari ulangan 1 sebanyak 40 komponen dan ulangan 2 sebanyak 42 komponen. Perbedaan jumlah komponen yang terdeteksi dikarenakan beberapa komponen yang

Gambar

Tabel 14 . Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat
Tabel  15. Kondisi Budidaya dan Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Pak-pak barat, Sumatera Utara
Gambar 7. Kromatogram Kondisi Analisis Ketiga.
Tabel 16. Komposisi Minyak Nilam Ulangan 1 dan Ulangan 2 Kondisi Analisis 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATRISI DARI DAUN SEMBUNG ( Blumea Balsamifera ) DI DAERAH SUNGGAL KOTAMADYA MEDAN DENGAN GC-MS.. DAN UJI

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar logam besi dari minyak nilam yang disuling dengan menggunakan wadah drum bekas lebih besar daripada menggunakan wadah kaca

Faizal Amri Harahap : Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Daun Nilam ( Pogostemon cablin Benth.) Asal Aceh Tenggara, 2009. Hasil

Penelitian berjudul identifikasi komponen minyak atsiri pada beberapa tanaman dari Indonesia yang memiliki bau tidak sedap ini bertujuan untuk mengetahui senyawa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan teknik PCR telah berhasil dideteksi adanya RTBV pada semua tanaman padi terinfeksi yang dikoleksi dari beberapa daerah endemis tungro

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan teknik PCR telah berhasil dideteksi adanya RTBV pada semua tanaman padi terinfeksi yang dikoleksi dari beberapa daerah endemis tungro

dari beberapa daerah di DIY dilakukan dengan cara destilasi uap (steam destillation), kemudian dilakukan penentuan sifat fisis berupa indeks bias dan kelarutan minyak

Pengukuran spektra yang digunakan pada rentang panjang gelombang 400-4000 nm dengan interval 0.4 mm sebanyak 26 sampel.Spektrum komponen utama minyak nilam yang didapat