PENENTUAN STANDAR MUTU MINYAK NILAM
DI UPTD. BALAI PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI
MUTU BARANG
MEDAN
TUGAS AKHIR
Oleh :
PARHAN 062410046
PROGRAM DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
PENENTUAN STANDAR MUTU MINYAK NILAM
DI UPTD. BALAI PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI
MUTU BARANG
MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
PARHAN 062410046
Medan, Mei 2009
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing,
Prof.Dr.Jansen Silalahi,M.App.Sc,Apt NIP 130 804 138
Disahkan Oleh : Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini, ternyata tidaklah semuda
yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan
dari berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga
terselesaikannya tugas akhir ini. Khususnya dorongan dari kedua orang tua
penulis baik moril maupun materil serta do’a. Mereka adalah Ayahanda Idris dan
ibunda Intan Amina yang merupakan Inspirator dan pemacu semangat penulis
agar tidak pernah berhenti untuk menempuh cita-cita yang diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Sumadio Hadisahputra,Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc,Apt selaku Dosen Pembimbing
yang juga selaku Koordinator Program Diploma-III Analis Farmasi dan
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Telah meluangkan
waktu untuk memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya
Tugas Akhir ini.
4. Ibu Ir. Novira Dwi SA, beserta Koordinator dan staf Laboratorium Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang
(UPTD.BPSMB) Medan.
5. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2006 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.
Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai,
penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat jauh dari sempurna
sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun, oleh
karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin menyumbangkan
masukan dan kritik demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.
Medan, Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Dan Manfaat ... 3
1.2.1. Tujuan ... 3
1.2.2. Manfaat... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Tanaman Nilam ... 4
2.2. Jenis Tanaman Nilam ... 4
2.2.1. Nilam Aceh ... 4
2.2.2. Nilam Jawa ... 5
2.2.3. Nilam Sabun ... 5
2.3. Manfaat Dan Kegunaan Nilam ... 7
2.4. Minyak Atsiri ... 7
2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman ... 9
2.4.2. Sifat Minyak Atsiri ... 10
2.4.3 Parameter Minyak Atsiri ... 11
2.4.3.1. Berat Jenis ... 11
2.4.3.2. Indeks Bias ... 12
2.4.3.4. Bilangan Asam ... 13
2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol ... 14
2.4.4. Metode Penyulingan Minyak Atsiri ... 14
2.4.4.1. Penyulingan Dengan Air... 15
2.4.4.2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap ... 15
2.4.4.3 Penyulingan Dengan Uap ... 16
2.4.5. Kandungan Kimia Minyak Atsiri ... 16
2.4.6. Penggolongan Minyak Atsiri ... 18
2.4.6.1. Minyak Atsiri Hidrokarbon... 18
2.4.6.2. Minyak Atsiri Alkohol... 19
2.4.6.3. Minyak Atsiri Fenol ... 19
2.4.6.4. Minyak Atsiri Eter Fenol ... 20
2.4.6.5. Minyak Atsiri Oksida ... 20
2.4.6.6. Minyak Atsiri Ester ... 20
2.5. Minyak Nilam ... 21
2.5.1. Kandungan Utama Minyak Nilam ... 22
2.5.2. Parameter mutu Minyak Nilam ... 23
2.5.2.1. Bobot Jenis Minyak Nilam ... 23
2.5.2.2. Indeks Bias Minyak Nilam ... 24
2.5.2.3. Bilangan Asam Minyak Nilam ... 24
2.5.2.4. Bilangan Ester Minyak Nilam... 25
2.5.3. Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam ... 26
3.1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Nilam ... 27
3.1.1. Peralatan Dan Bahan ... 27
3.1.2. Prosedur Pengujian ... 27
3.2. Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam ... 29
3.2.1. Peralatan Dan Bahan ... 29
3.2.2. Prosedur Pengujian ... 29
3.3. Penentuan Bilangan Asam Minyak Nilam ... 30
3.3.1. Peralatan Dan Bahan ... 30
3.3.2. Prosedur Pengujian ... 31
3.4. Penentuan Bilangan Ester Minyak Nilam ... 32
3.4.1. Peralatan Dan Bahan ... 32
3.4.2. Prosedur Pengujian ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.1. Kesimpulan ... 37
5.2. Saran ... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Nilam ... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris atau minyak terbang banyak
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang
minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan
pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri
tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun,
pasta gigi, wewangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian
besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri
(trubus, 1989).
Nilam (Pogostemon cablin BENTH) merupakan jenis tanaman yang dapat
menghasilkan minyak atsiri dan sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia
yaitu sebagai pengharum pakaian. Di setiap daerah, nilam mempunyai nama
berbeda-beda, di Purwokerto disebut dengan “dilem wangi”, di Tapanuli Selatan
disebut “singgolom”, sedangkan untuk nilam yang berbunga di Jawa sering
disebut “dilem kembang” dan di Aceh disebut dengan “nilam bukit” (Pogostemon
hevneaus BENTH). Nilam Selain dapat dijual dalam bentuk daun kering, juga
dapat berupa minyak (Trubus, 1989).
Di pasar perdagangan Internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk
minyak dan dikenal dengan nama patchouli oil. Diantara berbagai jenis minyak
lebih dari 45% devisa negara yang dihasilkan oleh minyak atsiri berasal dari
minyak nilam (Trubus, 1989).
Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional,
sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab
itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan
menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi
tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan
tanah yang dimiliki Indonesia yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman
nilam (Mangun, 2008).
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapat hasil
berupa minyak nilam (patcouli oil), minyak sereh wangi (citronella), minyak akar
wangi (vetyver), minyak kenanga (cananga), minyak kayu putih (cajeput), serta
minyak melati (yasmin) (Mangun, 2008).
Khusus minyak nilam, 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak
nilam Indonesia (diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1000 ton pertahun).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil minyak nilam (Patchouli Oil)
merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri. Produksi minyak
nilam pertahunnya mencapai rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika)
(Mangun, 2008).
Untuk produk minyak nilam, Indonesia memegang peranan yang cukup
besar. Sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (BPEN,
oleh para eksportir dan disyaratkan oleh pihak importir, yaitu dengan melakukan
pengujian laboratorium (Mangun, 2008).
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Untuk mengetahui mutu minyak nilam menurut SNI 06-2385-1998 di
Laboratorium Minyak Atsiri UPTD. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang
Medan.
1.2.2. Manfaat
Setelah mengetahui bobot jenis, indeks bias, kadar asam, serta bilangan
ester pada sampel minyak nilam, maka kita dapat mengetahui kualitas minyak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Nilam
Spesies : Pogostemon cablin Benth
Famili : Labiatae
Hasil : minyak nilam atau minyak “ patchouli”
Rendemen : 3,5 %
Sumber : daun
Komponen Penyusun : senyawa-senyawa kelompok seskuiterpen
Kegunaan : bahan pewangi tekstil, karpet, korigen odoris
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.2. Jenis-Jenis Tanaman Nilam
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh
dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam
secara meluas. Selain itu, dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara
garis besar, jenis nilam menurut literatur yang ada sebagai berikut (Mangun,
2008).
2.2.1. Nilam Aceh
Nilam aceh (Pogostemon Cablin Benth atau Pogostemon Patchouli)
khas dan rendemen minyak daun keringnya tinggi, yaitu 2,5-5% dibandingkan
jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir di
seluruh wilayah Aceh. Sebenarnya jenis tanaman nilam ini berasal dari Filipina,
yang kemudian ditanam dan dikembangkan juga di wilayah Malaysia,
Madagaskar, Brazil, serta Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia
mengembangkan nilam aceh secara khusus (Mangun, 2008).
2.2.2. Nilam Jawa
Nilam jawa (Pogostemon heyneatus Benth) disebut juga nilam hutan.
Nilam ini berasal dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di
beberapa hutan di Pulau Jawa. Jenis tanaman ini hanya memiliki minyak sekitar
0,5-1,5%. Jenis daun dan rantingnya tidak memiliki bulu-bulu halus dan ujung
daunnya agak meruncing (Mangun, 2008).
2.2.3. Nilam Sabun
Zaman dahulu, tanaman nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer)
sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini
hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5-1,5%. Selain itu, komposisi
kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak baik sehingga minyak
dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Oleh
sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman
komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma
minyaknya tidak baik. Keunggulan minyak nilam Indonesia sudah dikenal
sekaligus sudah diakui oleh berbagai negara yang menjadi konsumen (importir)
minyak tersebut. Baunya lebih harum dan tahan lama bila dibandingkan nilam
produksi negri lain. Hal ini menyebabkan nilam Indonesia disegani dipasaran
internasional (Mangun, 2008).
Andil Indonesia dalam perdagangan minyak nilam dunia mampu mencapai
lebih dari 70%, selebihnya dipasok negara produsen lain terutama Cina, Malaysia,
dan Brazil. Karena andil yang sangat besar itu, tidak heran kalau Indonesia pun
memperoleh julukan terhormat dalam kaitannya dengan komoditas minyak nilam,
yakni produsen minyak nilam terbesar di dunia. Meskipun demikian prestasi
tersebut hendaknya tetap dipertahankan di kemudian hari. Artinya, kalau
komoditas ini pada waktu mendatang tidak mendapat penanganan yang lebih
seksama, tidak menutup kemungkinan kalau negara produsen yang lain akan dapat
menggantikan posisi Indonesia. Hal ini tentu saja sangat merugikan, mengingat
devisa yang berhasil diraih dari hasil ekspor minyak nilam selama ini telah cukup
berperan nyata dalam ekspor nonmigas (Mangun, 2008).
Kendatipun mampu tampil pada peringkat paling atas sebagai Negara
produsen sekaligus juga eksportir minyak nilam dunia, tetapi sampai saat ini
volume ekspor minyak nilam Indonesia masih menunjukkkan angka yang
senantiasa berfluktuasi. Salah satu penyebabnya yaitu tingkat produksi minyak
2.3. Manfaat Dan Kegunaan Nilam
Tanaman nilam (Pogostemin Patchouli) disebut juga sebagai Pogostemon
Cablin Benth merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang segi
empat. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam
(patchouli oil) yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi
utama minyak nilam sebagai bahan baku (fiksatif) dari komponen kandungan
utamanya yaitu patchouli alkohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali
penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma keharumannya bertahan
lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran produk
kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampoo, lotion, dan
deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya untuk essence atau
penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti radang, antifungi, anti
serangga, afrodisiak, anti inflamasi, antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan),
kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta
berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).
2.4. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam
tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia
dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak
juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara
sintesis (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta
beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang
(S). umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari campuran
hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen yang disebut dengan Terpen
atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan
terkecil dari molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai
rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klasifikasi dari terpen
di dasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu :
monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang
masing-masing terdiri dari 2, 3, 4, 6, 8 dan n satuan isopren. Rantai molekul
terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen alifatis) dan rantai
melingkar (terpen siklis) (Finer, 1959).
Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional,
sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab
itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan
menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi
tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan
tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman
nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput),
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapat hasil
berupa minyak nilam (patcauli oil), minyak sereh wangi (citronella), akar wangi
(vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta minyak melati (yasmin)
(Mangun, 2008).
2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili
Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (famili Umbelliferae), di
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),
terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae). Pada bunga mawar,
kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu
manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae
banyak terdapat pada perikarp buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut
kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan helai
daun (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat
adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida
tertentu. Peran paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri
adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai
pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya, minyak atsiri
silang dari bunga. Berdasarkan atas usul-usul biosintetik, konstituen kimia dari
minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
• Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat
mevalonat.
• Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil
propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut :
• Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
• Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.
• Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
• Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain)
mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar
kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda
pada kertas yang ditempel.
• Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah
menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun
• Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
• Indeks bias umumnya tinggi.
• Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki
atom C asimetrik.
• Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya
sangat kecil.
• Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.3. Parameter Minyak Atsiri
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali
kualitas minyak atsiri meliputi:
2.4.3.1. Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama
dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan
dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin
densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar
dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.2. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks
bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun
dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya.
Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen
bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan
bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini
menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks
juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak nilam
tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek
biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang
datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus
dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil
(Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.3. Putaran optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).
Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak
atsiri (Sastrohamidjojo, 2004) .
2.4.3.4. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri.
Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak
atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak
atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya
kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika
berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian
komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang
lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi
oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan
minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar,
maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi
komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk
gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu
minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi
(temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses
oksidasi sangat besar. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1N yang digunakan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau
lemak (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol
dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang
dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol
ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada
umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi
lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan
terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen
tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus
fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak
atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya
semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.4. Metode Penyulingan Minyak Atsiri
Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan,
2.4.4.1. Penyulingan Dengan Air
Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan
dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap
melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung
antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah
badam, bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini,
karena bahan harus tercelup dan bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling
dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan
besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan
(Guenther, 1987).
2.4.4.2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap
Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau
saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada
tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu
dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini
adalah:
1. uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.
2. bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air
2.4.4.3. Penyulingan Dengan Uap
Metode ketiga disebut penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung
dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak
diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat
panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap
melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas
melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987).
Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses
penyulingan. Tetapi bagaimanapun juga dalam prakteknya hasilnya akan berbeda
bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada
metode yang dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya
penyulingan (Guenther, 1987).
2.4.5. Kandungan Kimia Minyak Atsiri
Tidak satupun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi
merupakan campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe berbeda. Berdasarkan
cara isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut :
1) Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.
2) Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi
bertingkat.
3) Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi
4) Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui
kromatografi.
5) Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
Dengan pesatnya kemajuan instrumentasi analitik, telah dapat dilakukan
identifikasi yang tepat atas penyusun minyak atsiri, termasuk konstituen
runutanya. Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpen, yaitu suatu
senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan
isopren. Satuan-satuan isopren (C5H8) ini terbentuk asetat melalui jalur biosintesis
asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang lima satuan atom karbon yang
mengandung dua ikatan rangkap (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Selama proses biosintesis, satuan isopren saling bergabung membentuk
rantai yang lebih panjang dengan kepala ke ekor. Jumlah persatuan yang
bergandengan dalam satuan terpen dapat dijadikan pedoman untuk klasifikasi
senyawa-senyawa ini. Senyawa yang terdiri dari 2 satuan isopren disebut sebagai
mono (rumus molekul C10H16), senyawa yang mengandung 3 satuan isopren
disebut seskuiterpen (C15H24), yang mengandung 4 satuan isopren disebut
triterpena (C30H48), dan seterusnya (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Terpen yang paling sering terdapat sebagai komponen penyusun minyak
atsiri adalah monoterpen. Monoterpen banyak ditemui dalam bentuk asiklis,
monosiklis, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan keturunan yang teroksidasi
monoterpen yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah
seskuiterpen dan diterpen (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsiri adalah
senyawa golongan fenil propan. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan
rantai samping berupa propana C3 (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.6. Penggolongan Minyak Atsiri
Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau
dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula
peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai
obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri
dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
2.4.6.1. Minyak Atsiri Hidrokarbon
Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunnya sebagian besar terdiri
dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang meliputi minyak terpentin. Minyak ini
diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae). Komponen
terpentin sebagian besar berupa asam-asam resin (hingga 90%), ester-ester dari
asam-asam lemak, dan senyawa inert yang netral disebut resena. Terpentin larut
dalam alkohol, eter, kloroform, dan asam asetat glasial dan bersifat optis aktif.
Kegunaannya dalam farmasi adalah sebagai obat luar, melebarkan pembuluh
darah kapier, dan merangsang keluarnya keringat dan terpentin jarang digunakan
2.4.6.2. Minyak Atsiri Alkohol
Minyak pipermin merupakan minyak atsiri alkohol yang penting diantara
minyak atsiri alkohol yang lain. Minyak ini dihasilkan oleh daun tanaman Mentha
piperita Linn. (nama daerah: poko, famili Labiatae). Daun poko segar
mengandung minyak atsiri sekitar 1%, juga mengandung resin dan tanin.
Sementara daun yang telah dikeringkan mengandung 2% minyak permen.
Sebagai penyusun utamanya adalah mentol. Pada bidang farmasi digunakan
sebagai anti gatal, bahan pewangi dan pelega hidung tersumbat. Sementara pada
industri digunakan sebagai pewangi pasta gigi (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.6.3. Minyak Atsiri Fenol
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari
tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).
Bagian yang dimanfaatkan bunga dan daun. Namun demikian bunga lebih utama
dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri sampai 20%. Minyak cengkeh,
terutama tersusun oleh euge nol, yaitu sampai 95% dari jumlah minyak atsiri
keseluruhan. Selain eugenol, juga mengandung aseto-eugenol, beberapa senyawa
dari kelompok sesquiterpen, serta bahan-bahan yang tidak mudah menguap seperti
tanin, lilin, dan bahan serupa damar. Kegunaan minyak cengkeh antara lain obat
2.4.6.4. Minyak Atsiri Eter Fenol
Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol. Minyak adas berasal dari
hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau dari Foeniculum vulgare (famili
Apiaceae atau Umbelliferae). Minyak yang dihasilkan, terutama tersusun oleh
komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol, pinena dan felandrena.
Minyak adas digunakan dalam pelengkap sediaan obat batuk, sebagai korigen
odoris untuk menutup bau tidak enak pada sediaan farmasi dan bahan farfum
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.6.5. Minyak Atsiri Oksida
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi
daun Melaleuca leucadendon L (famili Myrtaceae). Komponen penyusun minyak
atsiri kayu putih paling utama adalah sineol 85% (Gunawan dan Mulyani, 2004 ).
2.4.6.6. Minyak Atsiri Ester
Minyak gondopuro merupakan minyak atsiri ester. Minyak atsiri ini
diperoleh dari isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L (famili
Erycaceae). Komponen penyusun minyak ini adalah metil salisilat yang
merupakan bentuk ester. Minyak ini digunakan sebagai korigen odoris, bahan
parfum, dalam industri permen, dan minuman sebagai tidak beralkohol (Gunawan
2.5. Minyak Nilam
Minyak yang dihasilkan adalah minyak nilam (patchouli). minyak ini
digunakan sebagai (fiksatif) dalam industri parfum, sabun, dan tonik rambut,
minyak ini juga digunakan dalam pembuatan sabun dan kosmetik. Minyak nilam
menciptakan bau yang khas dalam suatu campuran, karena bau minyak nilam
yang enak dan wangi (Ketaren, 1985). Minyak nilam yang diperoleh dengan cara
destilasi air dan uap dari daun nilam, dalam perdagangan disebut patchouli oil
yaitu nama sejaenis tanaman yang banyak di Hindustan. Pada mulanya tanaman
nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh orang India, karena baunya yang
khas (Guenther, 1987).
Minyak Nilam adalah minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan
uap daun tanaman Pogostemon cablin BETNH (Dewan Standarisasi Nasional,
1998). Standar mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia, karena
setiap negara penghasil dan pengekspor menentukan standar mutu minyak nilam
sendiri, misalnya standar mutu minyak nilam dari Indonesia (SNI 06-2385-1998)
Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Nilam Menurut SNI 06-2385-1998,
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1.
Kelarutan dalam etanol 90%
pada suhu 20°C ± 3°C
Kuning muda sampai
coklat tua
0,943-0,983
1,504-1,514
Larutan (jernih) atau
opalesensi ringan dalam
perbandingan volume
2.5.1. Kandungan Utama Minyak Nilam
Minyak nilam terdiri dari persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol.
Aldehid dan ester-ester memberikan bau khas misalnya patchouli alkohol.
merupakan komponen yang terbesar. Komponen penyusun dari minyak nilam
adalah benzaldehid, karyofilen, patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol
(Ketaren, 1985).
2.5.2. Parameter Mutu Minyak Nilam
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu
minyak nilam meliputi:
2.5.2.1.Bobot Jenis Minyak Nilam
Prinsip Bobot jenis minyak nilam berdasarkan perbandingan antara berat
minyak dengan berat air pada volume dan suhu (Dewan Standarisasi Nasional,
1995). Cara penentuan bobot jenis minyak nilam yaitu dengan menggunakan alat
piknometer. Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut
dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan
dengan arus udara kering. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan
selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah
dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung
udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C
selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya.
Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian
ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci
dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering.
Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya
penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan
piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30
menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2) (Dewan Standarisasi Nasional,
1995).
2.5.2.2.Indeks Bias Minyak Nilam
Prinsip indeks bias minyak nilam didasarkan pada pengukuran langsung
sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap (Dewan
Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan indeks bias minyak nilam yaitu
dengan menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar
alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, Suhu tidak boleh
berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan terus dipertahankan dengan
toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak
harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan
dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Dewan Standarisasi
Nasional, 1995).
2.5.2.3.Bilangan Asam Minyak Nilam
Prinsip bilangan asam minyak nilam didasarkan atas Jumlah milligram
KOH yang diperlukan untuk menentralkan asam –asam bebas yang terdapat
dalam 1 gram minyak Nilam (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara
penentuan bilangan asam minyak nilam sangat sederhana, yaitu dengan cara
labu saponifikasi. ditambah 5 tetes larutan Fenolftaein sebagai indikator. Larutan
tersebut dititrasi dengan KOH 0,4 N sampai warna merah muda (Dewan
Standarisasi Nasional, 1995).
2.5.2.4. Bilangan Ester Minyak Nilam
Prinsip bilangan ester minyak nilam berdasarkan penyabunan ester-ester
dengan larutan alkali mentitrasi kembali kelebihan alkali tersebut (Dewan
Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan bilangan ester minyak nilam
terlebih dahulu dilakukan pengujian blanko, caranya labu penyabunan diisi
dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 5ml etanol
dan 25ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol, direfluks di atas penangas air
mendidih selama 1 (satu) jam setelah larutan mendidih, diamkan larutan hingga
menjadi dingin. Kondensor refluks dilepaskan dan ditambahkan 5 tetes larutan
Fenolftaein dan kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N (Dewan Standarisasi
Nasional, 1995).
Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang contoh 4
gram ± 0,05 gram dan dimasukan ke dalam labu. Dididihkan dengan hati-hati
ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu
didih atau porselen kemudian dibiarkan larutan menjadi dingin. Kondensator
refluks dilepaskan, ditambahkan 5 tetes larutan PP dan larutan dinetralkan dengan
2.5.3. Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam
Fungsi utama minyak nilam sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) dari
kandungan utamanya patchouli alcohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali
penerbang (eteris) untuk wewangian (Parfum) agar aroma keharumannya bertahan
lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu bahan
campuran produk kosmetik (di antaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi,
sampo, lotion dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya untuk
essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan obat anti
radang, antifungi, antiserangga, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi,
bahan baku compound dan pengawet barang, serta berbagai kebutuhan industri
lainnya (Mangun, 2008).
Minyak nilam mempunyai banyak keunggulan. Selain bermanfaat bagi
berbagai ragam kebutuhan industri, masa panen tanaman nilam relaif singkat dan
pengendalian tanaman relative mudah dan potensi pasarnya sudah jelas. Pola
perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor dan sampai saat ini belum
ditemukan bahan sintetis atau bahan pengganti yang dapat menyamai manfaat
minyak nilam ini. Oleh sebab itu, kondisi dan potensi minyak nilam tersebut
BAB III
METODOLOGI
3.1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Nilam
3.1.1. Peralatan Dan Bahan
• Neraca analitik
• Penangas air yang dipertahankan pada 20°C ± 0,2°C
• Piknometer berkapasitas 50 ml, 25 ml dan 10 ml, sesuai dengan volume
minyak yang tersedia.
• Thermometer yang telah distandarkan
• Sampel (minyak nilam)
• Air suling • Etanol
• Dietil eter
3.1.2. Prosedur Pengujian
• Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dicuci berturut-turut
dengan etanol dan dietil eter.
• Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan
disisipkan tutupnya.
• Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit dan
m
• Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu
20°C. Sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara.
• Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C
selama 30 menit dan disisipkan penutupnya piknometer dikeringkan.
• Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit,
kemudian ditimbang dengan isinya (m1).
• Piknometer tersebut dikosongkan, kemudian dicuci dengan etanol dan
dietil eter, kemudian dikeringkan dengan arus udara kering.
• Piknometer diisi dengan sampel minyak dan hindari adanya
gelembung-gelembung udara
• Piknometer ditutup, dan dimasukkkan ke dalam penangas air pada suhu
20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya dan
keringkan.
• Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit
kemudian timbang dengan isinya (m2).
Penyajian Hasil Uji
Bobot Jenis
Dimana :
m : massa dalam gram piknometer kosong
m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 20°C
m
3.2. Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam
3.2.1. Peralatan Dan Bahan
• Refraktometer
• Water bath
• Cahaya natrium/ lampu • Sampel (minyak nilam)
• Aseton
3.2.2. Prosedur Pengujian
• Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu
dimana pembacaan akan dilakukan
• Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan terus
dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C
• Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat. Minyak harus berada
pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan.
• Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil
Penyajian hasil uji:
Indeks bias minyak nilam = 1,510
3.3 Penentuan Bilangan Asam Minyak Nilam
3.3.1. Peralatan dan Bahan
• Neraca analitik
• Labu penyabunan kapasitas 250ml, dengan dasar bulat terbuat dari
kaca tahan alkali dilengkapi dengan sebuah pipa kaca yang
panjangnya paling sedikit 1m dan diameter bagian dalam paling
sedikit 1 cm. Pipa ini bertindak sebagai pendingin refluks pada
penentuan bilangan ester.
• Buret dengan skala terbagi dalam sepersepuluh milimeter.
• Sampel (minyak nilam)
• Etanol 95% ( v/v ) pada 20°C yang dinetralkan dengan larutan KOH
dengan menggunakan indikator Fenolftalein
KOH larutan baku untuk volumetri 0,1 N dalam etanol yang
diperiksa dalam 24 jam sebelum melakukan penentuan bilangan
asam.
3.3.2. Prosedur Pengujian
• Minyak ditimbang 4 ± 0,05 gram, kemudian dilarutkan dalam 4ml
etanol netral pada labu saponifikasi.
• Ditambah 5 tetes larutan pp sebagai indikator.
• Dititrasi larutan tersebut dengan KOH 0,4 N sampai warna merah
muda.
V : volume (ml) larutan yang diperlukan
Perhitungan :
Bilangan asam :
3.4. Penentuan Bilangan Ester Minyak Nilam
3.4.1. Peralatan dan Bahan
• Labu penyabunan terbuat dari gelas dengan leher kaca asah yang
tahan terhadap alkali berakapasitas 250ml. Dapat dilengkapi dengan
sebuah pipa kaca, panjangnya paling sedikit 1m dan diameternya
sebelah dalam 1cm, yang digunakan sebagai pendingin refluks.
Pasanglah tabung berisi penyerab karbon dioksida pada pendingin
selama pendinginan.
• Gelas ukur kapasitas 5ml
• Buret standar kapasitas 50ml • Pipet standar kapasitas 25ml
• Penangas air
• Sampel (minyak nilam)
• Larutan etanol 95% (v/v) yang baru dinetralkan dengan larutan
alkali dengan menggunakan larutan indikator fenolflalein
• Larutan KOH 0,5 N dalam etanol
• Larutan PP dalam alkohol yang dibuat dengan melarutkan 0,2 gram
PP dalam etanol sampai 100 ml.
3.4.2. Prosedur Pengujian
Pengujian blanko
• Labu penyabunan diisi dengan beberapa potong batu didih atau
porselen, lalu ditambahkan 5ml etanol dan 25ml larutan KOH 0,5 N
dalam alkohol.
• Direfluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama
1(satu) jam setelah larutan mendidih, didiamkan larutan hingga
menjadi dingin
• Kondensor refluks dilepaskan dan ditambahkan 5 tetes larutan PP
dan kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N.
Pengujian Contoh:
• Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang 4
gram ± 0,05 gram sampel dan masukan ke dalam labu.
• Didihkan dengan hati-hati, kemudian ditambahkan 25 ml larutan
KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau
porselen kemudian larutan menjadi dibiarkan sampai dingin.
• Kondensor refluks dilepaskan tambahkan 5 tetes larutan PP dan
Penyajian hasil uji
Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus
Keterangan :
56,1 : bobot standar KOH
V1 : volume dalam mililiter HCl yang digunakan dalam
penentuan blanko
V0 : volume dalam mililiter
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak nilam yang dilaksanakan di
Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai di Pengujian dan
Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Nilam
No Parameter Hasil
1 Bobot Jenis 0,9702
2 Indeks Bias 1,510
3 Bilangan Asam 3,985
4 Bilangan Ester 9,85
Dari tabel di atas bobot jenis dari minyak nilam hasil analisa adalah
0,9702. Hasil ini memenuhi Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai
0,943-0,983 sebagai rentang nilai dari bobot jenis minyak nilam. Indeks bias dari
sampel minyak nilam yang di uji adalah sebesar 1,510, dimana hasil ini memenuhi
Nilai Standar Nasional Indonesia yang di tetapkan yaitu sebesar 1,504-1,514.
Sedangkan pada bilangan asam didapat hasil sebesar 3,985, dan hasil ini juga
memenuhi nilai yang di tetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 5,0.
Dan bilangan Ester dari minyak nilam yang diuji sebesar 9,85, nilai ini mendekati
kadar maksimal yang di tetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal
Berdasarkan bentuk, minyak nilam berwujud cairan kental, sedangkan
warnanya kuning muda bernuansa hijau hingga merah yang menjurus ke coklat
tua. Aroma spesifik nilam mirip jeruk nipis atau kamfer. Minyak nilam
mengandung beberapa senyawa antara lain benzaldehid 2,34%, kariofilen 17,29%,
patchoulien 28,28%, buenesen 11,76% dan PA content 40,04% (Mangun, 2008).
Sementara criteria kandungan minyak nilam menurut SII. 0069 (1975),
ISO 3757 (1987), dan yang selama ini dapat diterima oleh para eksportir dan
pihak pabrikan di luar negri (pihak importer) adalah : Gaya berat pada 20oC :
0,943-0,983, Cycles optikal (-48)-(-65)o, Indeks refractif pada 20oC 1,504-1,514,
kandungan asam maksimum 5, kandungan ester maksimum 10, patchouli alkohol
minimum 30%, dan pengemasan yang diharuskan adalah di botol kaca berwarna
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi
mutu minyak nilam adalah memenuhi persyaratan mutu menurut Standar Nasional
Indonesia. Dimana hasil yang diperoleh berada di rentang ataupun berada di
bawah kadar maksimal yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia. Nilai
tersebut meliputi : Bobot Jenis dengan nilai 0,9702, indeks bias dengan nilai
1,510, bilangan asam dengan nilai 3,985, dan bilangan ester sebesar 9,85.
5.2. Saran
Diharapkan kepada UPTD. BPSMB Medan untuk lebih melengkapi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Info Agribisnis Trubus, No. 237, Yayasan Sosial Tani
Membangun, Jakarta.
Anonim. 1995. Minyak Sereh SNI 06-3953-1995, Dewan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
BPEN. 1983. Diversivikasi Jenis Ekspor Minyak Atsiri Indonesia, Badan
Pengembangan Ekspor Nasional Departemen Perdagangan Republik
Indonesia.
Finer, I.L. 1989. Organic Chemistry, Volume II, Jhon Wiley dan Sons, Inc., New
York.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan), Penerbit UI-Press, Jakarta.
Gunawan, D, Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Penerbit Balai Pustaka,
Jakarta.
Mangun, S. 2008. Nilam. Cetakan ke III. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada